Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian

5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda

Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan hasil persentase rata-rata tutupan sebagai berikut: i karang keras hard coral 27,90 ii patahan karang rubble 30,24, iii karang mati yang telah ditutupi alga dead coral alga 18,90, iv karang mati 7,53, pasir 10,25, batu 0,12, biotik lain others 0,98, alga 3,13 dan non karang keras soft coral sebesar 0,94. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 8. Gambar 8 Persentase rata-rata tutupan komponen terumbu karang di Pulau Belanda. Berdasarkan kategori Gomez dan Yap 1988 untuk persentase tutupan karang hidup maka kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berada dalam kategori ’’sedang’. Hasil pengukuran tutupan ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Mapaliey 2006 tentang kondisi terumbu karang di Pulau Belanda yang menunjukkan persentase rata-rata tutupan karang keras hard coral adalah sebesar 25,45 kemudian patahan karang rubble sebesar 20,37 dan karang mati yang telah ditutupi alga dead coral alga sebesar 20,33. Berturut-turut kemudian karang mati 0,44, pasir 9,23, batu 0,12, biotic lain others 2,11, alga 0,51 dan non karang keras soft coral sebesar 0,39. Dominasi terbesar persentase tutupan adalah patahan karang rubble dan karang mati diduga bahwa daerah ini telah mengalami banyak tekanan baik anthrogenik maupun alami pada masa lalu yang menimbulkan degradasi kondisi terumbu karang. Cesar 2000 melaporkan bahwa telah terjadi praktek penangkapan ikan besar-besaran dengan bahan peledak dan cianida di Indonesia, salah satunya di Kepulauan Seribu. Sedangkan menurut Aktani 2003, sejak tahun 1970-1995 penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak telah dilakukan sehingga banyak menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Jika melihat kepada fungsinya sebagai zona inti, seharusnya kondisi tutupan karang lebih baik. Hal ini juga mengindikasikan kurangnya pengawasan dalam pengelolaan kawasan terumbu karang. Jika dilihat hasil pengamatan berdasarkan masing- masing stasiun, diketahui bahwa persentase tutupan karang keras yang tertinggi 38,63 ditemukan pada stasiun Utara P. Belanda sementara yang terendah 20,71 terdapat di stasiun Selatan P. Belanda-D. Patahan karang rubble terbanyak ditemukan di stasiun Selatan P. Belanda 38,12 dan terendah di stasiun Selatan P. Belanda-D 13,03. Karang mati yang ditutupi alga banyak ditemukan di stasiun Selatan P. Belanda yaitu sebesar 26,02 sedangkan terendah di stasiun Selatan P. Belanda 13,90. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 9. Hasil analisis terhadap bentuk pertumbuhannya lifeform terumbu karang menunjukkan bahwa bentuk pertumbuhan lifeform branching paling banyak ditemukan di Pulau Belanda dengan persentase rata-rata tutupan sebesar 12,19, kemudian diikuti dengan karang massive 4,74, encrusting 4,25 dan foliose 3,74. Ditemukan pula bahwa karang mushroom merupakan lifeform karang yang paling sedikit tutupannya yakni rata-rata sebesar 3,18. Bentuk pertumbuhan tabulate tidak ditemukan di lokasi pengamatan. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 10. Gambar 9 Persentase tutupan komponen terumbu karang di masing- masing stasiun pengamatan Pulau Belanda Gambar 10 Distribusi persentase rata-rata tutupan lifeform karang keras di Pulau Belanda . Hasil perhitungan terhadap jumlah genus, ditemukan jumlah genus sebanyak 13 genus dimana Acropora merupakan genus yang paling dominan dengan persentase tutupan rata-rata sebesar 11,48 dan Montipora 10,66. Goniopora merupakan genus yang persentase rata-rata tutupannya paling rendah yaitu 0,03 dari rata-rata tutupan karang keras di Pulau Belanda. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 11. Gambar 11 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang di Pulau Belanda

5.1.2 Kondisi Terumbu Karang Pulau Untung Jawa

Kondisi tutupan terumbu karang di Pulau Untung Jawa berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa persentase rata-rata tutupan karang keras hard coral hampir tidak ada karena hanya ditemukan tutupan sebesar 0,21 dengan sedikit patahan karang rubble sebesar 1,19, biotik lain others 0,08, dan non karang keras soft coral sebesar 0,29. Dominasi terbesar terdiri atas pasir 72,45, alga 15,45 dan karang mati yang telah ditutupi alga dead coral alga sebesar 10,32. Hasil ini diperlihatkan pada Gambar 12. Gambar 12 Persentase rata-rata tutupan komponen terumbu karang di Pulau Untung Jawa Berdasarkan kategori Gomez dan Yap 1988 untuk persentase tutupan karang hidup maka kondisi terumbu karang di Pulau Untungjawa berada dalam kategori ’’rusak’. Melihat kepada besarnya persentase pasir dan macroalga dapat diduga bahwa daerah ini telah mengalami banyak tekanan baik anthropogenik maupun alami yang menimbulkan degradasi kondisi terumbu karang. Dapat diduga bahwa faktor utama penyebabnya adalah lingkungan perairan yang sangat tidak mendukung akibat tingginya beban pencemaran dari aktivitas daratan yang membuang limbahnya ke Teluk Jakarta. Kondisi seperti ini sudah terindikasi dari penelitian sebelumnya. Menurut Estradivari et al. 2007, kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terutama di pulau-pulau yang berdekatan dengan Jakarta tutupan karang keras 5. Porsi terbesar kerusakan terumbu karang adalah akibat ulah manusia, diantaranya penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang, serta penebangan mangrove. Hasil pengamatan berdasarkan masing- masing stasiun, diketahui bahwa persentase tutupan karang keras hanya ditemukan pada stasiun Utara P. Untung Jawa sebesar 0,84 pada kedalaman 5m sementara pada stasiun lain tidak ditemukan. Dominasi terbesar terdiri atas alga 42,96, pasir 50,16, dan karang mati yang telah ditutupi alga dead coral alga sebesar 28,40. Pada kedalaman 5m di stasiun Utara dan Timur hanya ditemukan pasir sand. Hal ini diduga kuat karena besarnya tingkat sedimentasi yang terjadi. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 13. Gambar 13 Persentase tutupan komponen terumbu karang di masing- masing stasiun pengamatan Pulau Untung Jawa. Hasil analisis terhadap bentuk pertumbuhannya lifeform terumbu karang menunjukkan bahwa di Pulau Untung Jawa hanya ditemukan bentuk pertumbuhan lifeform massive sebesar 0,20 dan foliose sebesar 0,01. Bentuk pertumbuhan lainnya tidak ditemukan di lokasi pengamatan. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 14. Gambar 14 Distribusi persentase rata-rata tutupan lifeform karang keras di Pulau Untung Jawa Hasil perhitungan terhadap jumlah genus, ditemukan jumlah genus sebanyak 5 genus dimana Heliofungia merupakan genus yang paling dominan dengan persentase tutupan rata-rata sebesar 0,094 dan Goniopora 0,047. Genus lain yang ditemukan antara lain Coelosoris, Diploria dan Porites dengan persentase rata-rata tutupannya sebesar 0,028. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 15. Gambar 15 Distribusi persentase rata-rata tutupan genus karang di Pulau Untung Jawa

5.1.3 Kondisi Makro Alga

Hasil pengamatan kondisi makro alga menunjukkan komposisi dengan perbedaaan yang nyata antar stasiun dan antar variabel kelompok macroalga, dimana makroalga dibagi menjadi 3 kelompok fungsi yaitu Turf Alga TA, Fleshy Alga FA dan Crustose Alga CA. Kelompok macroalga yang memiliki tutupan tertinggi adalah Turf Alga TA dan Fleshy Alga FA yang berada pada stasiun pengamatan Untung Jawa dengan persentase rata-rata tutupan sebesar 13,41 dan 2,63. Di stasiun Pulau Belanda ditemukan makro alga dengan persentase rata-rata tutupan 1,93 TA, 0,94 FA dan 0,27 CA. Kondisi ini diperlihatkan pada Gambar 16. Turf algae merupakan kelompok fungsi makroalga yang memiliki biomass rendah namun laju pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan kelompok fungsi makroalga lainnya. Gambar 16 Distribusi persentase tutupan makro alga di masing- masing stasiun pengamatan. Perbedaan persentase tutupan makroalga di kedua stasiun menunjukkan bahwa distribusi kelimpahan makroalga antar stasiun tidak merata. Besarnya presentase tutupan makroalga di lokasi Pulau Untungjawa diduga akibat tingginya kadar nutrient yang mempengaruhi pertumbuhan alga. Disamping itu, kondisi perairannya yang keruh menyebabkan rendahnya jumlah kelimpahan ikan herbivor sebagai pemakan alga. Akibat dari tingginya kekeruhan ikan herbivor tidak menyukai habitat tersebut sebagai tempat tinggal. Keberadaan makro alga yang cukup tinggi mencerminkan kondisi terumbu karang yang mengalami degradasi. Faktor pengayaan nutrien dapat menyebabkan kematian karang dan peningkatan tutupan alga Szmant 2002.

5.2 Kondisi Fisika dan Kimia Perairan