III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini secara geografis dilakukan di Kabupaten Purbalingga yang terletak pada posisi 109
11’ – 109 35’ BT dan 7
10’ – 7 29’ LS. Beberapa lokasi
adalah di sekitar Gunung Slamet bagian Timur. Lokasi penelitian ini secara admistratif berada di Desa Serang, Kecamatan Karang Reja, Kabupaten
Purbalingga Gambar 4. Secara umum topografi kawasan ini berbukit-bukit dengan kelerengan yang relatif curam, kecuali pada lokasi yang dijadikan
permukiman memiliki topografi yang datar. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai Oktober 2008.
Gambar 4. Peta lokasi penelitian. Keterangan angka pada peta lokasi menunjukan titik pengambilan sampel dalam penelitian ini: 1 hutan
lindung, 2 wana wisata, 3 hutan produksi, 4 agroforestri dan 5 permukiman.
B. Alat dan Bahan
Bahan penelitian yang digunakan adalah: 1 hardcopy peta administratif dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Purbalingga, hardcopy peta tanah, data
citra satelit dari Bappeda kabupaten Purbalingga, peta kawasan hutan dari BKPH Banyumas Timur; 2 bahan untuk pembuatan herbarium: alkohol 70, kantong
plastik besar 60 cm x 100 cm, kertas koran, gunting ranting, label gantung; 3 bahan untuk pembuatan koleksi spesimen rayap microtube; dan 4 kantung
nilon ukuran 20 cm x 20 cm. Alat penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1 perangkat
computer; 2 alat pengecek lapangan: GPS, kamera digital dan baterei, abney level
, kompas geologi, clinometer, RH-meter, pH-meter dan hagameter; 3 peralatan pengukuran laju dekomposisi serasah: timbangan analitik dan penggaris;
4 peralatan inventarisasi pohon: tali, meteren gulung dan phiband; 5 alat tulis menulis; 6 perlengkapan jelajah lapangan; 7 parang dan sekop tanah; 8 oven;
dan 9 mikroskop stereo.
C. Cara Kerja
1.
Penentuan area kajian dan rancangan percobaan
Lokasi pengambilan sampel untuk pengamatan keragaman rayap tanah dipilih berdasarkan perbedaan tingkat gangguan yang diakibatkan oleh aktivitas
tipe penggunaan lahan sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Bickel Watanasit 2005. Penilaian tingkat gangguan habitat didasarkan pada pada: 1 jumlah
pohon dengan diameter besar ø ≥ 20 cm; 2 keberadaan tumbuhan bawah; 3
jumlah stratifikasi tajuk; 4 paparan sinar matahari langsung memapar permukaan tanah; dan 5 tingkat aksesibilitas ke kawasan.
Berdasarkan kriteria di atas maka dipilih lima lokasi secara purposive untuk mewakili kondisi terganggu dan tidak terganggu. Kawasan yang tidak terganggu
diwakili oleh hutan lindung dan derajat gangguan yang makin meningkat direpresentasikan oleh wana wisata, hutan produksi, agroforestri dan permukiman.
Masing-masing lokasi memiliki tipe tegakan yang berbeda, yaitu puspa untuk hutan lindung, damar untuk wana wisata dan agroforestri dan pinus untuk hutan
produksi Tabel 1.
15
Tabel 1. Karakteristik lokasi pengambilan sampel
No. Lokasi Koordinat Ketinggian
tempat m dpl
Tipe tegakan
dominan Tipe
penggunaan lahan
S. 07 15.229’
1. Gunung
Keris E.109
16.716’ 1152
Tegakan puspa
Hutan lindung HL
S. 07 14.706’
2. Pesanggrahan E.109
17.505’ 1012
Tegakan damar
Wana wisata WW
S. 07 14.503’
3. Brubahan E.109
17.717’ 1124
Tegakan pinus
Hutan produksi
HP
S. 07 15.181’
4. Kali Pring
E.109 17.059’
1087 Tegakan
damar
Agroforestri AF
S. 07 14.846’
5. Brubahan E.109
17.868’ 1001 -
Permukiman PM
2.
Pengambilan Sampel Rayap
Metode yang digunakan untuk mengamati karakter ekologis rayap pada penelitian ini adalah metode transect surveys Eggleton et al. 1999. Metode ini
relatif cepat untuk menilai kekayaan jenis rayap pada suatu kawasan, pola spasial dan temporal dari struktur komposisi rayap di hutan tropis sekaligus mendukung
pengamatan rayap sebagai bioindikator Jones Eggleton 2000. Data yang diperoleh dari protokol standar ini adalah komposisi taksonomi dan kelompok
fungsional rayap kelompok makan atau feeding groups Eggleton et al. 2002; Jones et al. 2006.
Pada masing-masing lokasi ditempatkan dua buah transek rayap yang diletakkan secara purposive ditempatkan pada habitat yang secara kasat mata
seragam dan memotong garis kontur. Transek rayap berukuran 100 m x 2 m, dimana sepanjang transek rayap dibagi menjadi 20 section bagian dengan
ukuran 5 m x 2 m, yang disusun secara berurutan Gambar 5. Di setiap bagian dilakukan pengamatan, pencarian dan pengoleksian rayap yang tertangkap
berdasarkan mikrosite-nya. Mikrosite yang dieksplorasi untuk menemukan rayap adalah tanah bagian dalam dan permukaan, serasah, batang kayu, dan pohon.
Waktu yang diperlukan untuk mengeksplorasi keberadaan rayap pada setiap bagian adalah 30 menitorang untuk dua orang kolektor.
16
5 m 2 m
40 m 5 m
100 m
Gambar 5. Bentuk transek pengamatan rayap dan penempatan petak pengamatan tumbuhan.
keterangan : = bagian dari transek pengamatan rayap 5 m x 2 m = petak pengamatan tumbuhan atas 40 m x 5 m
= petak pengamatan tumbuhan bawah 0.5 m x 0.5 m. Titik-titik pengamatan di setiap bagian dalam transek rayap terdiri dari: 1
dua belas areal di permukaan tanah dengan luas ± 50 cm
2
yang banyak terdapat serasah. Masing-masing areal digali kira-kira 5 cm kedalaman dari permukaan
tanah dan rayap yang ada di dalamnya dikoleksi. 2 kayu mati dengan diameter 1 cm ke atas dibongkar dan rayap yang ada di dalamnya dikoleksi. Batang kayu atau
banir, di mana banyak terdapat serasah atau bahan organik tanah di sekitarnya, diamati. Banir dan lembaran pepagan dibuka dan rayap yang ditemukan sampai
ketinggian ± 2 m dikoleksi. 3 sarang dan mound gundukan yang ada di permukaan tanah dibuka dan rayap yang ditemukan dikoleksi.
Rayap yang dikoleksi dimasukkan dalam tabung yang berisi alkohol 70 dan diberi label. Selanjutnya dilakukan pemilahan dan identifikasi spesimen.
Identifikasi awal dilakukan sampai tingkat morfospesies genus. Identifikasi spesimen rayap mengacu pada kunci identifikasi Ahmad 1965, Tho 1992 dan
Sornnuwat et al. 2004 dan selanjutnya spesimen dikirim ke ahli taksonomi rayap Dr. Anggoro Hari Prasetyo – Museum Zoologi LIPI Cibinong untuk pengecekan
ulang dan verifikasi sampai tingkat spesies. Kelimpahan relatif diukur berdasarkan jumlah rayap dari spesies yang sama
yang tertangkap di setiap bagian pada sepanjang transek. Sehingga nilai kelimpahan relatif KR berkisar dari 0 – 20 untuk tiap transek. Kelimpahan relatif
ini dapat digunakan sebagai alat perbandingan dengan lokasi yang lain. Berat rayap dihitung berdasarkan berat basah alkohol. Dua puluh jika
jumlahnya tidak memungkinkan maka jumlah rayap yang ditimbang dikurangi
17
rayap yang terkoleksi ditimbang. Penimbangan diulangi sebanyak lima kali sebagai ulangan. Biomassa rayap BM untuk masing-masing tipe penggunaan
lahan dihitung dengan persamaan:
∑
= =
=
l n
n i
LA m
BM
d
imana : BM = Biomassa rayap grm
2
m
i
= Massa individu rayap spesies i gr LA
= Luas petak pengamatan 200 m
2
n = Kelimpahan relatif rayap 0, 1, 2, 3, …, l
3.
Pengukuran Parameter Lingkungan
Di setiap lokasi pengamatan rayap dibuat petak pengamatan tumbuhan atas seluas 40 m x 5 m Gillison 2002. Petak pengamatan tumbuhan atas ditempatkan
di sepanjang transek pengamatan rayap yang dibuat memotong garis kontur. Luas bidang dasar tumbuhan atas dengan diameter
≥ 3 cm diukur dan jumlahnya dihitung. Vegetasi berupa herba atau tumbuhan bawah diukur dalam delapan
petak dengan ukuran 0.25 m
2
yang diletakkan secara sistematis sepanjang petak pengamatan vegetasi tumbuhan atas dengan jarak 5 m antar petak pengamatan
tumbuhan bawah. Pada kawasan bukan hutan petak pengamatan tumbuhan bawah diperluas menjadi 1 m
2
sebanyak empat petak pengamatan tumbuhan bawah Jones et al. 2003. Spesimen tumbuhan yang tidak bisa diidentifikasi di lapangan
dibuat herbarium untuk dideterminasi berdasarkan Kostermans et al. 1987 dan Steenis 2006. Ilustrasi petak pengamatan vegatasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Ukuran kuantitas komunitas tumbuhan, yang terdiri dari: kerapatan individu KI, luas bidang dasar LBD, dan indek nilai penting INP dihitung
berdasarkan formulasi dari Muller-Dombois Ellenberg 1974; Cox 2002. Keanekaragaman hayati diinterpretasi dengan menilai indeks kekayaan
spesies S, indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener H dan indeks kemerataan Smith Wilson E berdasarkan rumus dari Krebs 1999.
Sifat fisika dan kimia tanah diambil di sepanjang jalur transek pengamatan rayap. Titik pengambilan sampel tanah terlebih dahulu dibersihkan dari serasah
atau kotoran yang lain. Sampel sifat kimia tanah diambil dari sampel tanah komposit, sedangkan sifat fisika tanah sampelnya diperoleh dari tanah padat yang
18
diperoleh dengan menggunakan ring sampel pada kedalaman tanah 15 cm dari permukaan tanah. Contoh tanah kemudian dimasukkan ke dalam kantong hitam
dan disimpan pada kotak khusus untuk mencegah benturan dan kerusakan sampel tanah sebelum dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Sifat-sifat tanah yang diukur adalah: bulk density, pH, kandungan karbon organik, dan kandungan nitrogen total. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada
dua titik dengan jarak 40 m pada transek pengamatan rayap. Ketebalan serasah diukur dari lima titik yang berjarak 8 m antar titik di masing-masing lokasi di
sepanjang transek pengamatan rayap. Serasah baik berupa daun atau ranting yang belum membusuk diambil pada petak 0.25 m
2
, kemudian dibersihkan dari kotoran atau tanah dan dikeringkan pada suhu 40
C selama 48 jam. Laju dekomposisi diukur dengan menggunakan teknik kantung serasah
litter bag sesuai dengan usulan Coleman et al. 2004; Barlocher 2005 yang dimodifikasi. Pengukuran laju dekomposisi di wilayah permukiman dilakukan
dengan menggunakan bahan yang mudah diperoleh di tempat tersebut. Hal ini dikarenakan jumlah serasah yang tersedia terbatas di permukiman dan untuk
menyamakan perlakuan pada masing-masing perlakuan maka digunakan serasah daun duku Lansium domesticum. Kantung serasah terbuat dari kain nilon dengan
ukuran 20 cm x 20 cm dengan lubang ukuran 1 mm. Masing-masing kantung serasah diisi dengan serasah sebanyak 20 gr kering udara. Kemudian lima
kantung serasah ditempat pada tiap lokasi pengambilan sampel dengan jarak 20 m antar titik di sepanjang transek pengamatan rayap. Kantung serasah diletakan pada
permukaan tanah kemudian ditutup dengan serasah yang ada di sekitarnya. Setelah 60 hari masing-masing kantung serasah diambil dan serasah yang tersisa
dibersihkan dan dikeringkan dengan tanur pada suhu 40
o
C selama 48 jam serta ditimbang. Dekomposisi relatif DR dihitung berdasarkan persamaan yang dibuat
oleh Das dan Chaturvedi 2003: DR
= ln W
1
– W : t
1
– t Das Chaturvedi 2003
Sedangkan, laju dekomposisi R dihitung berdasarkan persamaan: X
t
= X .e
-Rt
Barlocher 2005
19
dimana : DR = Dekomposisi relatif grbulan
W
1
= Berat akhir gr W
= Berat
awal gr
t
1
= Waktu akhir pengamatan bulan t
= Waktu awal pengamatan bulan X
t
= Berat kering udara pada akhir pengamatan gr X
= Berat awal saat dimasukkan ke dalam litterbag 20 gr e =
Logaritma natural
R = Laju dekomposisi grgr.hari
t
= Selang waktu hari. 60 hari.
D. Analisis Data