Formulasi permasalahan Model pengembangan agroindustri karet alam terintegrasi

85 Permasalahan merupakan kesenjangan antara tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dengan kemampuan pemenuhannya akibat adanya keterbatasan sumberdaya. Untuk melakukan pemecahan masalah, maka berbagai kesenjangan yang ada perlu diformulasikan secara definitif Eriyatno, 1999. Berdasarkan hasil analisis situasional, identifikasi sistem dan analisis kebutuhan pelaku agroindustri karet alam, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a Produktivitas karet yang rendah. Hal ini terutama karena para petani umumnya masih menggunakan tanaman asalan dan banyaknya pohon karet yang sudah tidak produktif karena rusak atau sudah tua. b Kualitas bokar yang rendah dikarenakan proses pengolahan yang tidak mengacu pada SNI. Perbaikan kualitas bokar tidak mendapatkan insentif yang layak sehingga para petani enggan memperbaiki kualitas bokar. c Terbatasnya akses petani terhadap lembaga pembiayaan, informasi pasar dan teknologi klon unggulan. d Nilai tambahharga jual di tingkat petani yang rendah, jauh dari target 75 – 80 dari harga FOB. Petani hanya menerima 30 – 60 dari harga FOB. e Kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada petani dan implementasi kebijakan pemerintah yang belum optimal. Program peremajaan juga terkendala oleh aturan yang dibuat sendiri oleh pemerintah yang mengharuskan adanya penjamin avalis dan keharusan petani memiliki sertifikat tanah untuk memperoleh fasilitas kredit. f Potensi kayu karet tidak termanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku industri karet. g Pendekatan penyelesaian masalah yang cenderung parsial.

6.4 Faktor, tujuan dan pemangku kepentingan

Pembobotan faktor, tujuan dan pemangku kepentingan pengembangan agroindustri dilakukan menggunakan teknik perbandingan berpasangan pairwise comparation yang diagregasi dari pendapat tiga orang pakar yang dipilih secara purposive . Elemen-elemen ini diperoleh melalui analisis situasional, analisis kebutuhan dan identifikasi sistem yang selanjutnya diajukan kepada para pakar untuk diberi bobot. Hasil pembobotan faktor-faktor pengembangan disajikan 86 pada Tabel 6.2, 6.3 dan 6.4. Hasil pengolahan terlampir pada Lampiran 4 dan penilaian masing-masing pakar pada Lampiran 5 – 7. Tabel 6.2. Hasil pembobotan faktor-faktor pengembangan Sub-elemen Bobot kepentingan 1. Pasar 2. Dukungan kebijakan 3. Modal 4. Bahan baku 5. Informasi 6. Teknologi 7. Ekologi 8. Legalitas usaha 9. Sumberdaya manusia 10. Sosial budaya 0,188 0,172 0,160 0,132 0,109 0,072 0,056 0,045 0,035 0,032 Inkonsistensi 0,060 Tabel 6.3. Hasil pembobotan tujuan pengembangan Sub-elemen Bobot kepentingan 1. Kelangsungan usaha 2. Kontinuitas bahan baku 3. Kepastian harga kualitas bahan baku 4. Nilai tambah yang layak 5. Kemudahan akses informasi 6. Kemandirian petani 7. Pengembangan industri hilir 8. Kelestarian lingkungan 9. Pengembangan ekonomi lokal 10. Pendapatan asli daerah 0,234 0,163 0,150 0,128 0,094 0,074 0,055 0,038 0,032 0,031 Inkonsistensi 0,060 Tabel 6.4. Hasil pembobotan tingkat kepentingan pelaku kepentingan Sub-elemen Bobot kepentingan 1. Industri karet 2. Lembaga dana 3. Petani karet 4. Pemerintah daerah 5. Koperasi petani 6. Pedagang perantara 7. Pendamping kelompok tani 8. Perguruan tinggi 9. Lembaga penelitian 0,252 0,199 0,143 0,133 0,089 0,065 0,055 0,032 0,032 Inkonsistensi 0,070