114 Rp. 4,2 milyar 82,6 dari modal kerja. Integrasi kedua unit usaha ini
memerlukan investasi Rp. 5,66 milyar dengan indikator kelayakan investasi NPV Rp. 12,2 milyar, IRR 72, Net BC 3,16 dan PBP 1,5 tahun. Kinerja indikator
ini lebih baik daripada indikator kelayakan investasi furnitur secara terpisah: NPV Rp. 9,5 milyar, IRR 65, Net BC 2,87 dan PBP 1,5 tahun dengan periode usaha
6 tahun Rincian perhitungan terlampir pada Lampiran 40.
c. Integrasi peremajaan, industri kayu gergajian dan industri furnitur
Integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur saja membutuhkan total investasi awal sebesar Rp. 5,66 milyar. Jika diintegrasikan dari peremajaan
hingga industri furnitur, maka biaya bahan baku maka dapat dihemat senilai Rp. 3 milyar per tahun untuk industri kayu gergajian atau Rp. 16,8 milyar per tahun
untuk industri furnitur. Bahan baku 10.000 m
3
tahun diperoleh dari peremajaan 67 hektar dengan biaya Rp. 1,81 milyar, melibatkan sekitar 34 orang petani yang
selanjutnya diproses menjadi kayu gergajian. Total investasi awal menjadi Rp. 4,76 milyar dengan rincian biaya investasi Rp 2,32 milyar dan biaya modal Rp.
2,43 milyar dimana petani memiliki saham sebesar Rp. 1,35 milyar 28,3. Rincian perhitungan disajikan pada Lampiran 41.
Integrasi ini menghasilkan kelayakan investasi NPV Rp. 16,8 milyar, IRR 93, Net BC 4,5 dan PBP 1,3 tahun. Laba bersih rata-rata adalah Rp. 16,3
milyar per tahun. Kinerja indikator kelayakan lebih baik daripada integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur saja NPV Rp. 9,5 milyar, IRR 65,
Net BC 2,87 dan PBP 1,5 tahun. Dengan komposisi pemilikan modal 28,3, maka petani memperoleh bagian Rp. 4,6 milyartahun atau Rp. 11,3
jutabulanorang. Seperti juga pada integrasi industri kayu gergajian dan peremajaan, para
petani juga memiliki peluang besar untuk memiliki seluruh saham secara terintegrasi dari peremajaan hingga industri furniture. Para petani masih memiliki
peluang memiliki seluruh saham secara terintegrasi karena kebutuhan biaya investasi senilai Rp. 2,32 milyar dan biaya modal bahan baku kayu sebesar Rp.
970 juta total Rp. 3,29 milyar dapat dipenuhi dari hasil peremajaan 115 hektar lahan 115 ha x Rp. 28,7 jutaha = Rp. 3,30 milyar. Kegiatan ini melibatkan 58
orang petani karet sehingga jumlah petani pemilik modal adalah 92 orang.
115 Dari hasil-hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa semua level
integrasi memberikan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan unit usaha yang terfragmentasi. Semakin ke hilir dilakukan diversifikasi produk melalui proses
pengolahan, indikator kelayakan semakin tinggi. Semakin tinggi intensitas integrasi, maka peningkatan indikator kelayakan juga meningkat secara signifikan
yang menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh juga semakin tinggi. Hal ini tentu berimplikasi pada peningkatan nilai dan manfaat bagi semua pelaku yang
terlibat dalam penciptaan rantai nilai. Dengan demikian, tujuan utama pengembangan seperti dikemukakan sebelumnya yaitu 1 kelangsungan usaha, 2
kontinuitas bahan baku, 3 kepastian harga dan kualitas bahan baku, serta 4 nilai tambah yang layak bagi para pelaku bisa dipenuhi.
Petani selaku pemilik lahan secara kolektif juga dapat memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap kayu hasil peremajaan dalam bentuk kemitraan
dengan pelaku industri kayu gergajian maupun furniture ataupun menjalani usaha integrasi dari hulu hingga hilir. Secara grafis, peningkatan kinerja integrasi dapat
dilihat pada Gambar 7.1 yang menunjukkan perbandingan kinerja indikator IRR, Net BC dan NPV.