sebetulnya 12 desa binaan itu ring satu. Tapi kita perlakuan kita berbeda dan para kepala desa sebenarnya sudah paham…” LD, 44, P.
Wibowo memaparkan juga faktor-faktor yang memengaruhi proses perencanaan partisipatif adalah keterlibatan masyarakat, pelaku kebijakan,
pemahaman pelaku kebijakan, serta lingkungan kebijakan. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Aulya et al. 2013, di mana kesimpulan penelitiannya
menyebutkan faktor-faktor penghambat yang teridentifikasi dalam implementasi program CSR, baik dari internal maupun eksternal, adalah: 1 tidak ada spesifikasi
kebijakan dari internal perusahaan mengenai pelaksanaan CSR; 2 proses administrasi yang memakan waktu yang cukup lama; 3 tidak ada struktur
organisasi atau aktor pelaksana yang khusus menangani CSR; 4 implementasi dinilai warga masih belum transparan; 5 masih sering terjadi miskomunikasi
dalam internal perusahaan.
Program TJS perusahaan Indocement dirumuskan berdasarkan data dari social mapping perusahaan. Data social mapping diperbarui setiap lima tahun
sekali. Data social mapping Indocement diperoleh dari hasil penelitian pihak ketiga. Program yang dirumuskan itu kemudian dibicarakan dalam forum Bina
Lingkungan Komunikasi Bilikom. Forum Bilikom sangat strategis, yaitu mempertemukan antara eksternal dan internal stakeholders perusahaan. Forum
Bilikom dilaksanakan reguler dengan key performance index KPI dan adanya stakeholders mapping waktu, agenda dan notulensi. Anggota forum Bilikom
merupakan perwakilan perusahaan dan perwakilan masyarakat. Forum Bilikom dilaksanakan selama 48 kali di 12 desa binaan selama satu tahun, sehingga satu
desa mendapat empat kali putaran Bilikom selama satu tahun.
Agenda Bilikom dalam empat putaran di satu desa dalam kurun waktu setahun adalah:
1 Putaran pertama, penyampaian program yang telah disetujui oleh perusahaan,
penyampaian waktu pelaksanaan dan pembentukan tim yang akan melaksanakan program;
2 Putaran kedua, evaluasi kemajuan pelaksanaan program TJS PT Indocement
semester pertama; 3
Putaran ketiga, penyampaian hasil Musrenbangdes kepada perusahaan untuk dikaji sebagai bahan skala prioritas perusahaan, dan evaluasi program TJS
Indocement yang telah maupun yang belum dilaksanakan; 4
Putaran keempat, evaluasi program TJS Indocement yang telah berjalan selama setahun dan silaturahim pasca Idul Fitri.
Berdasarkan aspek hukum dalam kebijakan korporasi, menurut Fajar 2010 terdapat empat jenis TJS perusahaan, yaitu: 1 Social responsibility theory, yaitu
kewajiban direksi dan manajemen untuk menjaga keharmonisan kepentingan pemegang saham shareholders dan pemangku kepentingan stakeholders. Di
dalam teori ini seakan tanggung jawab sosial hanya menjadi kewajiban direksi dan manajemen saja atau menjadi terlalu sempit dari hakekat TJS perusahaan yang
seutuhnya; 2 Hobbesian leviatan theory, yang menghendaki kontrol yang ketat dari pemerintah serta meniadakan upaya-upaya lainnya. Teori ini menempatkan
hanya pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan menentukan terhadap aktivitas TJS perusahaan perusahaan dan menegasikan alternatif lainnya dalam
pengaturan TJS perusahaan; 3 Corporate governance theory, menghendaki
adanya corporate accountability dari direksi korporasi. Cenderung lebih mengamati hubungan pihak internal korporasi yaitu antara pemilik dan
manajemen korporasi; 4 Reflexive law theory, digunakan untuk mengatasi kebuntuan atas pendekatan formal terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem
hukum. Hukum formal adalah bentuk intervensi negara dalam mengatur persoalan privat melalui bentuk perundang-undangan seperti Undang-Undang Perseroan
Terbatas yang di dalamnya juga mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Reflexive law theory adalah teori hukum yang menjelaskan adanya
keterbatasan hukum limit of law dalam masyarakat yang kompleks untuk mengarahkan perubahan sosial secara efektif.
Sejalan dengan hal tersebut, Indocement dalam kegiatan TJS perusahaannya juga menerapkan beberapa aspek terkait kebijakan perusahaan.
Beberapa kebijakan yang relevan dengan program TJS perusahaan di antaranya keselamatan dan kesehatan kerja, keamanan, lingkungan, dan komunitas. Masing-
masing aspek kebijakan perusahaan secara terperinci sebagai berikut: 1
Senantiasa menjalankan perusahaan untuk selalu mematuhi undang-undang, peraturan yang berlaku, dan standar yang relevan;
2 Senantiasa menjalankan perusahaan dengan melaksanakan pengendalian risiko
untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, selamat, dan sehat; 3
Senantiasa berupaya untuk menghemat sumber daya alam, mengutamakan keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja, serta mengendalikan dan
mengurangi dampak lingkungan, terutama emisi debu melalui kegiatan perbaikan secara terus-menerus; dan
4 Senantiasa berupaya meningkatkan program untuk menciptakan hubungan
kerja sama yang harmonis dengan lingkungan sekitar. Keberadaan Bilikom sebagai instrumen kebijakan korporasi mampu
memunculkan aspirasi-aspirasi yang berasal dari masyarakat langsung. Namun, aspirasi yang berasal dari masyarakat desa binaan cenderung bersifat jangka
pendek atau hanya seputar bantuan biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan pembukaan lapangan pekerjaan. Aspirasi masyarakat desa binaan yang cenderung
jangka pendek disebabkan oleh masyarakat desa cenderung memiliki tingkat pendidikan yang tidak tinggi, sehingga secara ekonomi mereka masih rentan.
Kerentanan ini yang kemudian menyebabkan masyarakat belum mampu melepaskan diri dari tekanan pemenuhan kebutuhan dasar. Pembicaraan di tingkat
masyarakat desa binaan masih berkutat seputar meminta pemenuhan kebutuhan tersebut. Masyarakat di desa binaan masih berbicara mengenai bagaimana bisa
makan untuk esok hari. Kondisi ini menjadi dasar argumentasi yang menjelaskan mengapa masyarakat desa binaan belum mampu memberikan aspirasi-aspirasi
yang bersifat jangka panjang.
Hal ini sejalan dengan teori kebutuhan Maslow yang menjelaskan bahwa manusia memiliki jenjang tingkat kebutuhan dalam hidup. Setiap satu tingkatan
kebutuhan sudah terpenuhi, akan meningkat kepada tingkat berikutnya. Salah satu teori yang dikemukakan di sini adalah teori hirarki kebutuhan menurut Maslow
karena dianggap relevan dengan situasi dalam memenuhi kebutuhannya. Teori kebutuhan tersebut menyatakan bahwa seseorang berperilaku karena dimotivasi
oleh adanya keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Kelima macam kebutuhan berjenjang dari segi prioritas Situmeang 2012, adalah :
1 Physiological needs, yaitu menyangkut kebutuhan fisik;
2 Safety needs atau security needs, yakni kebutuhan keselamatan atau
keamanan; 3
Affection needs atau love needs atau social needs atau belonging needs yang merupakan kebutuhan akan hubungan sosial atau berkelompok;
4 Esteem needs atau egoistic needs adalah kebutuhan penghormatan atau ingin
dihargai; 5
Self-actualization atau self realization needs atau self fulfillment needs atau self expression needs, yakni kebutuhan pemuasan diri. Berbagai kebutuhan
yang diinginkan seseorang tercermin pada perilaku. Perilaku individu ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat.
2. Peran Pendamping
Pendampingan sosial, menurut Suharto 2006, merupakan salah satu strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan. Prinsipnya adalah
membantu orang lain agar mampu membantu dirinya sendiri, seperti prinsip pekerja sosial. Pekerja sosial berperan sebagai pendamping bukan pemecah
masalah secara langsung. Mereka hadir dan terlibat membantu memecahkan persoalan. Pendampingan sosial diartikan sebagai interaksi dinamis antara
kelompok miskin. Pendamping bertugas untuk membantu mengatasi masalah secara bersama-sama dan mengahadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut
berupa rancangan program untuk perbaikan sosial dan ekonomi, membuka akses bagi kebutuhan, dan lainnya.
Indikator lain dari saluran komunikasi adalah peran pendamping dalam program TJS perusahaan Indocement. Peran pendamping adalah melihat
pelaksanaan tugas dan fungsi seseorang dalam mendampingi dan dipercayakan perusahaan untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada masyarakat. Peran
pendamping dalam program TJS Indocement dilakukan oleh koordinator desa Kordes. Dalam implementasinya, terdapat tiga tingkatan pendamping yaitu
senior officer yang memiliki wewenang untuk mengatur dan melaksanakan program-program TJS perusahaan Indocement, junior officer dan yang paling
operasional adalah junior inspector yang bertugas sebagai kordes lapangan. Kordes lapangan ini bertugas di lapangan mengawasi program-program yang
digulirkan perusahaan atau menangkap informasi-informasi yang didapat di desa. Dia tidak berwenang mengambil keputusan. Informasi yang dia dapat dilaporkan
ke atasan. Koordinator desa melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan program pengembangan masyarakat pada masing-masing desa binaan. Masing-masing desa
binaan memiliki satu orang Kordes sebagai jembatan antara masyarakat degan perusahaan. Peran dari seorang pendamping menurut Soesilowati et al. 2011
sangat memengaruhi efektivitas dari pelaksanaan CSR. Keterlibatan pendamping sebagai aktor yang melembaga dalam suatu jaringan menyebabkan proses
pemberdayaan berjalan efektif. Hasilnya adalah peningkatan pendapatan subyek serta memberi multiplier effect bagi masyarakat dan pemerintah daerahnya.
Kesimpulan dari penelitian Sumaryo 2009 terkait implementasi Tanggung-jawab Sosial Perusahaan corporate social responsibility dalam
Pemberdayaan dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, sebagai berikut: Salah satu kasus di Provinsi Lampung menyebutkan karakter individu masyarakat dan
kualitas program CSR tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku berusaha, sedangkan kompetensi fasilitator dan faktor pendukung berpengaruh
nyata terhadap perubahan perilaku berusaha masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan penilaian penerima manfaat terhadap pendamping sudah cukup
baik, hal ini diindikasikan dengan temuan lapang dalam FGD, di mana penerima manfaat menilai pendamping kordes di beberapa desa binaan telah cukup
mengakomodasi aspirasi masyarakat. Berikut penuturan salah satu penerima manfaat di Desa Leuwikaret.
“.. Kalau Kordes itu cukup dekat, cukup komunikatif, cuman lagi-lagi kalau kita mau berunding itu justru pihak manajemen Indocement membenturkan
dengan Kordes-Kordes ini. Nah jujur kalau mereka itu pada baik, tapi kewenangan mereka itu tidak ada, jadi mereka hanya mendengarkan kita,
iyah aja, ketika disampaikan ke sana juga dari sana tidak ada follow up. Jadi mereka pun sebetulnya cuman disuruh saja sama manajemen, disuruh
ke sana-ke sana, kita juga mungkin dulu ya suka marah-marah sama mereka tapi sekarang kita makin paham, dengan memarahi mereka kita
malah menjadi jauh
…” DR, 50, L.
Hal ini ditunjukkan dengan hadirnya pendamping di desa setiap hari, sebagai upaya untuk mendekatkan diri dengan masyarakat dan memetakan potensi
desa yang dapat dikembangkan. Kordes juga dinilai mampu menanggapi keluhan warga mengenai kegiatan perusahaan yang dirasa merugikan. Selain itu, menurut
beberapa responden juga menyatakan bahwa kinerja Kordes selama tiga tahun ini sudah membantu menjembatani masyarakat dengan petinggi perusahaan.
Pelaksanaan program dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat, walaupun tidak terlaksana dengan cepat. Hasil indeph interview dengan LD,
senior CSR officer Indocement menjelaskan peran pendamping dalam program TJS perusahaan sebagai berikut:
“.. Kita ada level tingkatan staf CSR. Tugasnya adalah mewakili perusahaan untuk mengkomunikasikan berbagai macam kebijakan perusahaan kepada
desa. Tugas kedua adalah menyaring informasi dari masyarakat. Kita lakukan komunikasi dua arah. Selain menyamaikan pesan-pesan perusahaan,
juga menerim pesan dari masyarakat untuk disampaikan ke manajemen baik secara formal mau
pun informal…” LD, 44, P.
Keberadaan pendamping dinilai oleh pihak perusaahan sangat penting karena perusahaan tidak dapat selalu berada di dekat masyarakat. Melalui pendamping,
perusahaan berharap agar masyarakat bisa lebih dekat dengan perusahaan dan informasi-informasi yang berasal dari perusahaan atau sebaliknya dapat
tersampaikan dengan segera. Perusahaan berharap, pendamping berperan sebagai jembatan informasi antara masyarakat dan perusahaan. Melalui FGD diperoleh
informasi, penerima manfaat menilai bahwa pendamping lebih suka bertemu masyarakat, namun tidak semua kalangan masyarakat. Pendamping lebih sering
datang kepada tokoh-tokoh tertentu tokoh agama, tokoh sosial, dan elit, sementara itu penerima manfaat yang bukan tokoh masyarakat relatif hanya bertemu di kantor
desa, dalam kegiatan Bilikom, dan ketika berpapasan dengan masyarakat. Penerima manfaat juga menilai peran Kordes hanya sebatas menyampaikan informasi dari
perusahaan kepada penerima manfaat, tetapi tidak sebaliknya. Sementara itu, dari hasil wawancara mendalam dengan Kordes, terdapat Kordes yang mengakui bahwa
mereka bukannya tidak menyampaikan informasi kepada perusahaan. Kordiantor
desa sudah menyampaikan aspirasi kepada atasannya, namun atasan mereka tidak dapat mengambil keputusan langsung, masih harus melaporkan kepada atasannya
lagi. Struktur berjenjang ini yang kemudian diduga oleh para Kordes membuat aspirasi yang sudah mereka sampaikan tidak tersampaikan.
Berkaitan dengan
jangka waktu
keterlibatan fasilitator
pelaku pemberdayaan dalam mengawal proses pemberdayaan terhadap warga masyarakat.
Sumodiningrat 2000 menjelaskan pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu mandiri, dan kemudian dilepas untuk
mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi. Dalam rangka menjaga kemandirian tersebut, tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi,
dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran. Kaitannya dengan program TJS perusahaan, peran pendamping menjadi peran yang
sangat penting. Keterlibatan pendamping melakukan peran motivator, peran fasilitator, dan peran katalisator.
Keberhasilan program TJS perusahaan turut ditentukan oleh keberadaan pendamping program dari perusahaan. Pendamping CD worker dalam program
TJS perusahaan sangat penting keberadaannya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai penerima program. Dalam konteks program TJS perusahaan
Indocement, peran pendamping dilakukan oleh koordinator desa Kordes. Menurut Ife dan Tesoriero 2008 peranan seorang pendamping dalam melakukan
pendampingan, memiliki beberapa peranan dan keterampilan penting, yakni memfasilitasi facilitative roles, mendidik educational roles, representasi
representational roles, dan teknis technical roles. Peranan dan keterampilan diharapkan akan mendorong terciptanya partisipasi masyarakat.
Kelemahan program TJS perusahaan adalah kurangnya tenaga pendamping dan tidak adanya pendamping yang memiliki peranan dan keterampilan yang
cukup dalam melakukan pendampingan. Koordinator desa dalam mendampingi masyarakat hanya berorientasi pada tugas sebagai seorang TJS perusahaan bukan
karena kesadaran dalam membantu masyarakat sekitar. Kesadaran palsu yang ada pada Kordes menyebabkan tidak terciptanya kedekatan antara pendamping dan
masyarakat kesenjangan sosial.
3. Peran Tokoh Masyarakat
Peran tokoh masyarakat dalam pelaksanaan program TJS perusahaan Indocement, penerima manfaat menilai baik peran tokoh masyarakat dengan
frekuensi 176 responden atau 42.9. Sebanyak 122 responden atau 29.8 persen menilai sangat baik, namun 102 atau 24.9 persen responden menilai buruk dan 10
orang responden atau 2.4 persen menilai sangat buruk.
Oleh karena kedudukan yang penting itu, tokoh informal senantiasa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di lingkungan
masyarakat. Partisipasi dari tokoh informal sangat penting. Berbagai kegiatan sosial yang dilakukan dapat membina kesadaran masyarakat. Tokoh informal
merupakan orang yang terpandang di desa karena status sosial tersebut biasanya merupakan jabatan yang disandang masyarakat. Oleh karena itu, orang tersebut
memiliki kemampuan tertentu untuk menjadi seorang pemimpin informal maupun jabatan karena diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka.
Melalui hasil FGD terdapat temuan bahwa tokoh masyarakat memiliki ciri- ciri yang membedakan dengan masyarakat lainnya, yakni: tokoh masyarakat
memiliki hubungan sosial yang lebih luas daripada masyarakat biasa, memiliki keahlian atau pengetahuan tertentu melebihi masyarakat biasa, tidak menyimpan
pengetahuan dan keahliannya untuk dirinya sendiri, melainkan berusaha untuk meyebarluaskan dan berbagi informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Selain
itu, peran tokoh informal memberikan nasehat, saran dan pendapat, serta mengendalikan perilaku dari masyarakat setempat.
Tokoh masyarakat memiliki posisi yang penting dalam masyarakat. Pada penelitian ditemukan bahwa informasi-informasi yang diberikan oleh tokoh
masyarakat dinilai baik oleh penerima manfaat. Mereka menilai bahwa tokoh masyarakat merupakan pihak memiliki kredibilitas tinggi, sehingga informasi
yang diberikan dianggap yang terbaik bagi masyarakat desa, terutama tokoh masyarakat yang berkaitan dengan agama. Menggandeng tokoh masyarakat dalam
suatu kegiatan komunikasi bukan merupakan hal yang baru. Seperti yang diutarakan oleh Jalil 2014, strategi komunikasi melalui tokoh masyarakat
memiliki beberapa fungsi, rekonsiliasi, mediasi, dan negosiasi. Tokoh masyarakat memiliki peran sentral dalam mendamaikan sebuah situasi. Masyarakat
menganggap tokoh masyarakat dapat mewakili aspirasinya dan memiliki pengetahuan mengenai kondisi mereka. Strategi komunikasi melalui tokoh
masyarakat dianggap efektif karena para tokoh masyarakat dianggap lebih terbuka dan rasional dalam menerima ide baru.
Kepatuhan masyarakat kepada tokoh masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat masih menghargai amanat leluhur mereka yang selalu menghormati
dan mematuhi tokoh masyarakat. Pendapat tokoh masih sangat dihargai oleh masyarakat. Pentingnya posisi tokoh masyarakat membuat Indocement merangkul
tokoh masyarakat sebagai perwakilan yang paling representatif dari masyarakat. Melalui tokoh informal ini, Indocement dapat menggali kebutuhan dan keinginan
dari masyarakat. Tokoh masyarakat dibutuhkan Indocement dalam melakukan lobi dan negosiasi kepada masyarakat. Selain itu, tokoh masyarakat juga
dilibatkan untuk dapat meredam potensi konflik dan aksi massa yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat. Hal itu dikarenakan pendapat dari tokoh
masyarakat masih didengar oleh masyarakat. Melalui tokoh informal ini, Indocement menyampaikan beberapa alternatif pilihan dan solusi sebagai strategi
untuk mencapai win-win solutions terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Suatu masyarakat biasanya ada orang-orang tertentu yang menjadi tempat bertanya dan meminta nasehat oleh anggota masyarakat lainnya mengenai urusan-
urusan tertentu. Memiliki kemampuan untuk memengaruhi orang lain dalam bertindak dalam cara-cara tertentu. Biasanya mereka itu menduduki jabatan
formal, tetapi pengaruh tersebut berlaku secara informal, dan pengaruh itu tumbuh bukan ditunjang oleh kekuatan atau birokrasi formal. Kepemimpinan mereka
bukan ditunjang oleh kekuatan karena jabatan resminya, melainkan kemampuan dan hubungan antar pribadi mereka dengan anggota masyarakat. Rogers dan
Shoemaker 1995 menjelaskan bahwa orang-orang yang paling tinggi status sosialnya dalam sistem sosial adalah orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk memengaruhi orang lain. Lebih lanjut Rogers dan Shoemaker mendefisinikan mereka sebagai tokoh masyarakat, pemuka pendapat, pemimpin
informal opinion leader.
Opinion leader lebih sering dikenal di masyarakat perdesaan, sebab pada saat itu tingkat media masih rendah serta pendidikan yang belum maju.
Kebutuhan informasi di desa dipenuhi oleh mereka yang mempunyai pemahaman yang tinggi, serta kebutuhan akan media yang tidak rendah. Gonzalez 1993
mengatakan, pemuka-pemuka opini ialah orang-orang lain secara teratur pada isu- isu tertentu. Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe
kelompok yang mereka pengaruhi. Jika pemuka-pemuka opini terdapat dalam kelompok yang bersifat inovatif, mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota
kelompok tersebut. 4.
Peran Media
Dalam hal ini, peran media dilihat dari bentuk penyampaian informasi atau pesan tentang program TJS kepada masyarakat. Media massa merupakan salah
satu bentuk sarana komunikasi yang paling efektif dalam mensosialisasikan dan mendesiminasikan berbagai informasi ke masyarakat banyak. Media massa
menjadi salah satu ujung tombak bagi percepatan penyebaran informasi bagi masyarakat. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini, ketika batasan-batasan dan
hambatan-hambatan geografis, iklim, atau cuaca, tidak menjadi penghalang berarti bagi tersebarnya informasi ke masyarakat. Melalui Tabel 15 terlihat untuk
indikator peran media secara umum dinilai belum maksimal. Ternyata, dari empat indikator saluran komunikasi, peran media merupakan indikator yang memiliki
skor terendah.
Penerima manfaat tidak ada yang menilai baik peran media frekuensi dan persentase. Penerima manfaat yang menilai peran media kategori baik hanya
sebanyak 13 responden atau 3.2 persen dari 410 responden. Sebaliknya frekuensi dan persentase penerima manfaat yang menilai peran media kategori buruk
sebesar 189 responden atau 46.1 persen dan frekuensi persentase kategori sangat buruk melebihi 50 persen atau 208 responden. Hal ini juga didukung oleh
pendapat Sari 2012 di mana kualitas corporate social responsibility disclosure CSRD tidak mudah diukur, umumnya perusahaan melakukan CSRD hanya
bagian dari iklan dan menghindari pemberikan informasi yang relevan. Dengan demikian, peran media sebagai sumber informasi tidak menjadi bagian penting
dalam implementasi program TJS perusahaan.
Penerima manfaat jarang mendapatkan informasi mengenai TJS perusahaan Indocement melalui media massa. Penerima manfaat mengakui bahwa terkadang
memang ada informasi yang ditempel di papan informasi desa, namun tidak banyak masyarakat yang sadar akan informasi tersebut. Penerima manfaat
terkadang menganggap informasi yang terdapat di papan informasi adalah informasi mengenai kas masjid dan berkaitan dengan administrasi kependudukan.
Mulyandari et al. 2010 dalam penelitiannya membagi sumber informasi komunikasi menjadi tiga bagian. Sumber informasi pertama adalah sumber
informasi langsung yang interpersonal, yaitu petani lain, orang tua, penyuluh, staf BPTP, penyedia saprodi dan pedagang. Sumber informasi kedua, yaitu media
cetak, terdiri dari: koran, majalahbuku, brosurleaflet poster. Adapun sumber informasi ketiga, yaitu media audio-visual, yang terdiri dari: radio, televisi,
filmVCD dan internet. Sementara jenis saluran komunikasi menurut Rogers 2003 dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1 Saluran interpersonal dan
media massa; dan 2 Saluran lokalit dan kosmopolit. Saluran interpersonal adalah