kelompok, masyarakat dapat melakukan interaksi secara terus-menerus dengan lingkungannya dalam membangun potensi diri, rasa percaya diri, dan termotivasi
menjauhkan sikap keterasingan dari semua layanan akses dan sumber-sumber pendukung usaha.
Keberdayaan ekonomi masyarakat desa binaan disebabkan oleh terintegrasinya pembangunan-pembangunan sarana pendukung yang ada di desa.
Hadi, dalam Situmeang 2012, mengatakan bahwa keberhasilan program keberdayaan masyarakat ditandai dengan adanya pembangunan prasarana umum,
pembangunan sekolah untuk pendidikan formal, pembangunan jembatan, pembangunan tempat inadah, pembangunan poliklinik kesehatan, dan
pembangunan sarana prasarana kesehatan. 2.
Keberdayaan Pendidikan
Program-program yang dilaksanakan pada pilar pendidikan mencakup program bantuan pembangunan sekolah, bantuan sarana pendidikan, program
anak asuh dan beasiswa, program pendidikan keterampilan praktis untuk usaha kecil, dan program perpustakaan mandiri. Menurut Mulyandari et al. 2010, arah
implementasi TJS perusahaan pada bidang pendidikan makin terasa diwujudkan oleh berbagai perusahaan dewasa ini. Alasan manajemen perusahaan
memfokuskan program TJS perusahaannya ke dunia pendidikan ialah terdapat fakta bahwa sarana dan prasarana pendidikan masih memprihatinkan, dan
kesadaran akan pentingnya SDM andal yang lahir dari pendidikan yang memadai. Jika dilihat masing-masing aspek yang tergambar pada Tabel 18, sebaran
frekuensi dan persentase keberdayaan ekonomi dapat dikatakan merata. Dengan kata lain, dari empat kategori penilaian, tidak ada penilaian yang dominan atau
melebihi 50 persen di mana frekuensi tertinggi pada kategori baik yakni sebanyak 188 orang dari 410 resonden atau sekitar 45.6 persen, diikuti kategori buruk 113
resonden 27.6, kategori sanagat baik 86 resonden 21, dan kategori sangat buruk 23 resonden 5.6. Pandangan masyarakat terkait implementasi program
TJS perusahaan Indocement untuk aspek ekonomi belum dinilai maksimal.
Sejalan dengan hasil penelitian, Petkoski dan Twose 2003 menyebutkan pendidikan merupakan salah satu kunci pembangunan berkelanjutan dan
pertumbuhan yang berpihak kepada kelompok miskin. Oleh sebab itu, dunia bisnis sudah semestinya memberikan kontribusi dalam menyediakan akses
pendidikan berkualitas. Bahkan, perusahaan pun dapat memberikan dampak yang kritis terhadap proses pemberdayaan melalui peningkatan standar pengembangan
kepemimpinan dan pendidikan dalam perusahaan. Oleh karena itu, kemajuan dunia pendidikan memang tidak dapat berjalan sendiri, sehingga diperlukan
adanya suatu kerja sama dan sinergi antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah, yang dikemas melalui program TJS perusahaan. Menurut Ariefianto
2015, kesadaran warga sasaran binaan akan pendidikan meningkat. Ia juga mengatakan bahwa pendidikan vokasional kepada masyarakat dapat menghasilkan
pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran akan sikap baru. Hal ini membuat daya tawar masyarakat semakin meningkat dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil FGD
dengan penerima manfaat di Desa Bantarjati, kendala yang mengemuka terkait akses pendidikan adalah biaya pendidikan yang mahal. Berikut hasil wawancara
dengan salah seorang masyarakat Desa Bantarjati peserta FGD.
“.. Indocement punya yayasan pendidikan yang mengelola sekolah. Itu masuknya lumayan mahal. Makanya banyak orangtua di desa kami yang
menyekolahkan sekolahnya tidak disitu karena mahal. Harusnya warga desa kami dapat keringanan
…” DR,50, L.
3. Keberdayaan Kesehatan
Keberdayaan masyarakat, dalam bidang kesehatan terkait implementasi program TJS perusahaan Indocement, dirasakan paling bermanfaat. Dari kelima
aspek yang menjadi pilar keberdayaan, aspek kesehatanlah yang dirasakan memiliki banyak bermanfaat. Namun, jika dinilai per kategori dari empat kategori
penilaian tidak ada yang melebihi 50 persen. Penilaian kategori baik hanya 195 orang dari 410 responden atau sekitar 47.6 persen. Penilaian kategori sangat baik
129 orang atau 3.5 persen, kategori buruk 84 orang atau 20.5 persen dan kategori sangat buruk dua orang atau 0.5 persen. Secara umum, walaupun keberdayaan
kesehatan dianggap sebagai aspek yang dinilai paling memberi manfaat pada masyarakat, tetapi implementasi program TJS perusahaan Indocement masih perlu
perbaikan karena ada beberapa masyarakat yang beranggapan keberdayaan kesehatan masih sangat buruk.
Program yang dilaksanakan pada pilar kesehatan ialah 1 Puskesmas keliling dan penyuluhan kesehatan; 2 program pemberian makanan tambahan
PMT; 3 program operasi katarak; 4 khitanan massal; 5 program pembangunan sarana air bersih SAB; 6 pembangunan sarana. Menurut paparan
Ariefianto 2015, dampak pemberdayaan di bidang kesehatan belum seluruhnya membuat masyarakat sadar akan kesehatan. Padahal, segala upaya sudah
dilaksanakan agar masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan, misal penyuluhan kesehatan oleh dokter-dokter, dampak pembelajarannya sudah nampak.
Pemberdayaan kesehatan menjadi isu yang penting mengingat kesehatan menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan. Pemberdayaan masyarakat
merupakan subyek sekaligus obyek dari sistem kesehatan. Pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki kondisi
lingkungan, sanitasi, dan aspek lainnya. Pemberdayaan ini, secara langsung maupun tidak langsung, berpengaruh dalam kesehatan masyarakat. Faktor ini akan
mampu memutuskan ketertinggalan rakyat dari segi pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Faktor lain yang akan menjamin penguatan daya tawar dan akses guna
mendukung masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan input sumber daya yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi, adalah melakukan penguatan
lembaga dan organisasi masyarakat.
Pembangunan merupakan proses perubahan menuju peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Capaian proses pembangunan, yang telah
membawa perubahan dan dampak pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, dapat diukur dengan indikator-indikator umum yang bersifat ekonomi.
Rendahnya tingkat perubahan kondisi kehidupan masyarakat melalui kebijakan pemerataan melahirkan paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia.
Implementasinya tercermin pada program-program yang secara langsung ditujukan kepada masyarakat lapisan bawah, misal pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat pangan, sandang, papan, kesehatan, pandidikan dan program penanggulangan kemiskinan.
4. Keberdayaan Sosial-Infrastruktur
Aspek lain dari keberdayaan masyarakat terkait program TJS perusahaan Indocement adalah keberdayaan sosial-infrastruktur. Walaupun aspek ini
berdasarkan rataan skor tidak pada kategori yang maksimal, penilaian per kategori menunjukkan angka yang relatif terpusat pada satu kategori. Artinya,
penilaian penerima manfaat untuk kategori baik lebih dari 50 persen atau sebanyak 231 orang dari 410 responden. Penilaian lain pada kategori buruk
sebanyak 128 orang atau 31.2 persen, untuk kategori sangat baik 44 orang atau 10.7 dan kategori sangat buruk tujuh orang atau 1.7 persen.
Program sosial dan infrastruktur yang dilaksanakan meliputi 1 program pembangunan sarana umum jalan, jembatan, dll; 2 pembinaan olahraga sepak
bola dan bulu tangkis; 3 pembangunan sarana ibadah; dan 3 program rumah tidak layak huni Rutilahu.
Penerima manfaat menilai bahwa program-program sosial infrastuktur yang diberikan sangat dibutuhkan karena memang membantu bagi masyarakat desa
binaan. Namun, masyarakat mengakui terkadang sulit untuk membedakan antara bantuan infrastruktur yang berasal dari perusahaan dan bantuan yang berasal dari
dana pemerintah desa. Bahkan, menurut Kepala Desa Leuwikaret, terkadang masyarakat baru dapat mengetahui asal bantuan program dari tanda-tanda khusus,
seperti prasasti.
Tumpang tindih antara program pemerintah dengan program TJS perusahaan juga ditemukan dalam penelitian Rudito et al. 2004. Ia mengakui
bahwa banyak permasalahan di lapangan terkait implementasi program TJS perusahaan. Salah satu masalah adalah terjadinya tumpang tindih dalam
pelaksanaan pembangunan daerah sekitar perusahaan antara perusahaan dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah banyak membuat peraturan daerah yang
kemudian memberatkan dunia usaha. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah dalam merancang dan bekerja sama dengan pihak perusahaan.
Masyarakat mengakui bahwa bantuan infrastruktur jalan merupakan bantuan yang paling penting karena berdampak terhadap kemudahan akses masyarakat
baik akses pendidikan, akses ekonomi, dan akses terhadap kesehatan. Kepala Desa Leuwikaret mengakui bahwa bantuan infrastruktur jalan tidak semuanya berasal
dari perusahaan, tetapi terdapat juga bantuan dari dana pemerintah desa. Hasil penelitian Ariefianto 2015 menyebutkan bahwa dampak di bidang pembangunan
sarana melalui program TJS perusahaan PT Semen Gresik sebagian sudah menerapkan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan
menjadikan masyarakat sebagai subyek bukan obyek dari pembangunan. Namun, masih ada yang belum memberikan partisipasi dan tidak menempatkan
masyarakat sebagai subyek pembangunan. Bukanlah hal yang mengherankan apabila hasil pembangunan kurang memberikan manfaat. Hal ini dikarenakan
rasa kepemilikan kurang tumbuh dalam diri masyarakat. 5.
Keberdayaan Keamanan
Dari lima pilar keberdayaan masyarakat dalam program TJS perusahaan Indocement, keberdayaan bidang keamanan dinilai paling belum maksimal. Hal
ini terlihat dari rataan skor secara umum di mana aspek keamanan memiliki skor paling kecil. Kondisi ini sejalan dengan penilaian penerima manfaat yang diwakili
oleh 410 responden.
Hanya 40 persen atau 164 orang penerima manfaat yang menilai aspek keamanan pada kategori baik. Penilaian buruk mencapai angka 109 orang atau
26.6 persen, sangat baik 84 orang atau 20.5, dan penilaian sangat buruk mencapai 53 orang atau 12.9 persen. Angka terakhir merupakan penilaian yang paling tinggi
dibandingkan dengan empat pilar lainnya. Program yang dilaksanakan pada pilar keamanan mencakup program pembinaan SDM keamanan lingkungan, program
pembangunan pos keamanan lingkungan, serta program bantuan seragam dan kelengkapan SDM keamanan lingkungan.
Aziz et al. 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Participatory Action
Research as the Approach For Womens Empowerment memaparkan tentang pemberdayaan masyarakat di Pakistan dengan pendekatan partisipasi. Gagasan
pokok dalam penelitian ini menekankan lima model langkah dalam pemberdayaan masyarakat. Langkah-langkah tersebut menggambarkan jalur praktik dan sistem
yang tidak menguntungkan masyarakat. Langkah-langkah tersebut antara lain penyelidikan lapangan, analisis aksi, pelatihan advokasi, dialog kebijakan, dan
tindakan pelacakan untuk perubahan.
Temuan di atas menunjukkan bahwa keberdayaan penerima manfaat dapat dikatakan baik karena seluruh keberdayaan penerima manfaat memiliki rataan
skor di atas 2.52. Keberdayaan masyarakat yang baik secara tidak langsung mengindikasikan keberhasilan perusahaan dalam melakukan pendekatan kepada
masyarakat. Setiap perusahaan seharusnya memahami bahwa setiap perusahaan yang hadir di komunitas tertentu dapat menjadi bagian dari lingkungan sosial
tersebut.
Kondisi ini membuat perusahaan tidak bisa apatis terhadap masyarakat yang ada disekelilingnya. Perusahaan seharusnya menyadari dan tidak hanya cukup
mengetahui bahwa lingkungan sosial harus dijaga dengan baik. Salah satu caranya ialah dengan menekan dampak psikologis, ekonomi, dan budaya terhadap orang-
orang di sekelilingnya Soemanto 2007.
Pengaruh Karakteristik Penerima Manfaat terhadap Saluran Komunikasi Program TJS Perusahaan
Pada hasil penelitian, terlihat hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa karakteristik penerima manfaat berpengaruh terhadap saluran komunikasi. Dengan
kata lain, apabila karakteristik penerima manfaat meningkat yang meliputi pendidikan, pendapatan, status sosial, dan partisipasi sosial, pemahaman penerima
manfaat terhadap saluran komunikasi akan meningkatkan. Peubah karakteristik penerima manfaat mempunyai beberapa indikator, antara lain tingkat pendidikan,
pendapatan, status sosial, partisipasi sosial, dan keterdedahan media yang tersaji pada Tabel 18.
Hasil penelitian yang tertuang dalam Tabel 18 di atas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penerima manfaat berpengaruh terhadap indikator
kebijakan korporasi perusahaan dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.137 pada taraf nyata
p≤0.05. Dapat dikatakan, semakin tinggi tingkat pendidikan penerima manfaat, semakin baik persepsi masyarakat terhadap kebijakan korporasi.
Penerima manfaat dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kecenderungan lebih bijak dalam menerjemahkan dan lebih paham terhadap visi misi perusahaan.
Tabel 18 Pengaruh karakteristik penerima manfaat terhadap saluran komunikasi
program TJS perusahaan, 2016
Karakteristik Penerima Manfaat
Nilai Koefisien Regresi β terhadap Saluran Komunikasi
Program TJS Perusahaan
Kebijakan Korporasi
Peran Pendamping
Peran Tokoh Masyarakat
Peran Media
Tingkat pendidikan 0.137
0.090 0.091
- 0.013 Tingkat pendapatan
0.105 0.117
0.098 0.063
Status sosial 0.140
0.219 0.153
0.159 Partisipasi sosial
- 0.025 0.260
0.045 0.052
Keterdedahan media - 0.055
- 0.025 0.011
0.050 Keterangan :
berpengaruh nyata pada p≤0.05 β = koefisien regresi linier sederhana
Wawasan yang luas memberikan kesempatan kepada para penerima manfaat untuk melihat kebijakan korporasi dari perspektif yang lebih luas, sehingga
memahami nilai-nilai positif yang coba dikomunikasi oleh perusahaan melalui kegiatan Bilik Informasi Bilikom. Penerima manfaat yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi cenderung lebih dapat memahami visi-misi perusahaan. Kebijakan korporasi dalam penelitian ini merupakan pedoman perusahaan dalam
melaksanakan program TJS perusahaan. Penerima manfaat yang memiliki pendidikan tinggi melihat kebijakan korporasi merupakan wujud dari cara
pandangan perusahaan, yaitu adanya dorongan tulus dari dalam internal driven dalam mengimplementasikan program-program TJS perusahaan dan akan
memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat. Tingkat pendidikan akan berdampak terhadap cara pandang masyarakat dalam melihat dan memahami
secara lebih utuh tujuan dari TJS perusahaan. Realitas ini sejalan dengan pendapat Ibrahim 2001. Ia mengatakan bahwa tingginya tingkat pendidikan
menyebabkan wawasan pengetahuan individu semakin baik dan sumber informasi yang mereka gunakan semakin beragam, sehingga jenis pesan yang diterima juga
semakin banyak. Pandangan Ibrahim menguatkan kondisi yang terjadi di lapangan. Penerima manfaat cenderung tidak memahami konsep pelaksanaan
rogram TJS perusahaan. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat di desa binaan yang menganggap TJS perusahaan suatu kewajiban yang harus di lakukan oleh
perusahaan.
Hal ini juga ditemukan oleh Soekanto 2002. Ia menyatakan bahwa pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan
juga memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran, menerima hal-hal baru, dan mengembangkan cara berpikir secara ilmiah.
Keluaran pendidikan, baik formal maupun nonformal, adalah terjadinya perubahan perilaku dalam bentuk kepemilikan kemampuan yang mencakup ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Seperti yang dinyatakan Slamet 2003, perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pendidikan berupa 1 perubahan dalam
pengetahuan atau hal yang diketahui; 2 perubahan dalam keterampilan atau kebisaan dalam melakukan sesuatu; dan 3 perubahan dalam sikap mental atau
segala sesuatu yang dirasakan. Sementara itu, di sisi lain pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap indikator peran pendamping, peran tokoh masyarakat, dan
peran media tidak ditemukan.
Pada Tabel 18, tingkat pendapatan penerima manfaat berpengaruh nyata terhadap indikator kebijakan perusahaan dan peran pendamping dengan nilai
masing-masing koefisien regresi sebesar 0.105 dan 0.117 pada taraf nyata p≤0.05.
Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan masyarakat, semakin baik pula persepsi masyarakat terhadap kebijakan perusahaan. Dalam hal ini, peran pendamping
diperankan oleh pendamping masing-masing desa binaan. Tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang, menurut Yulisanti 2000, ditentukan oleh pendidikan,
pekerjaan, dan penghasilan. Pendidikan yang dimaksud adalah jenis dan tinggi rendahnya pendidikan akan memengaruhi jenjang status sosial seseorang.
Pendidikan bukan sekadar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga mengubah selera, minat, etiket, dan cara bicara seseorang. Pekerjaan yang memadai akan
memudahkan dalam mencari pekerjaan. Ada beberapa jenis pekerjaan tertentu yang dapat membuat seseorang menjadi lebih terhormat daripada orang lain.
Pekerjaan yang dimaksud sangat berkaitan erat dengan jabatanposisi seseorang dalam lingkungan kerjanya. Jika produktivitas tinggi, penghasilan yang diterima
akan tinggi.
Penerima manfaat yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi cenderung menilai baik perusahaan karena mereka tidak begitu menggantungkan hidupnya
dari perusahaan tersebut. Hal ini membuat penerima manfaat ini bisa melihat secara lebih obyektif kebijakan-kebijakan perusaahan dalam program TJS
perusahaan. Mereka juga melihat bahwa program TJS perusahaan dapat dilihat sebagai suatu inovasi yang dapat membantu dan mengembangkan masyarakat
miskin. Jika melihat penerima manfaat yang memiliki tingkat pendapatan rendah, mereka cenderung menilai indikator kebijakan korporasi, terutama arena Bilikom,
dengan nilai yang tidak begitu baik. Hal ini disebabkan mereka memiliki ketergantungan terhadap kebijakan TJS perusahaan terutama berkaitan dengan
bantuan yang akan diberikan.
Masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi pada umumnya merupakan tokoh masyarakat, sehingga mereka memiliki peluang besar untuk dapat terlibat
dalam diskusi Bilikom. Dari hasil FGD diperoleh bahwa masyarakat dengan tingkat pendapatan yang rendah memiliki banyak sekali masukan terkait dengan
program-program TJS perusahaan. Sementara itu, berkaitan dengan pengaruh tingkat pendapatan terhadap peran pendamping, penerima manfaat yang memiliki
tingkat pendapatan yang tinggi memiliki kecenderungan melihat peran pendamping lebih positif. Hal tersebut dikarenakan penerima manfaat memiliki
hubungan yang baik dengan para pendamping desa. Penerima manfaat yang memiliki tingkat pendapatan tinggi pada umumnya juga memiliki posisi sebagai
elit desa atau tokoh masyarakat, sehingga mereka memiliki frekuensi pertemuan yang lebih tinggi dengan para pendamping desa, baik di arena Bilikom atau di
kantor desa. Hal ini berbeda dengan penerima manfaat yang memiliki pendapatan rendah. Mereka tidak memiliki frekuensi tinggi dalam bertemu dengan
pendamping. Saat bekerja pun, pendamping cenderung lebih memilih untuk berkomunikasi terlebih dahulu dengan masyarakat dengan pendapatan tinggi elite
desa, sehingga frekuensi bertemu antara pendamping dengan penerima manfaat berpendapatan tinggi cenderung lebih sering. Seperti yang diutarakan oleh salah
satu masyarakat di desa binaan, pendamping jarang mendatangi masyarakat, biasanya mereka hanya datang ketika Bilikom dan terbatas hanya kepada tokoh-
tokoh masyarakat.