Me la ya n i Ra kya t, Me n ga bd i Tu h a n

Me la ya n i Ra kya t, Me n ga bd i Tu h a n

Vox Populi, Vox Dei. Sebuah rum usan yan g serin g dilafalkan para pem im pin , tapi jaran g dipraktekkan . Sebalikn ya In stitut Sekulir m en coba un tuk tidak terperan gkap dalam dun ia jargon dan m en gem ban gkan pen ghayatan kon sep-kon sep itu m elalui pekerjaan di tin gkat basis. Para an ggota In stitut m em en uhi pan ggilan khususn ya sebagai “orang awam” (istilah dalam hirarki gereja bagi oran g yan g tidak diajar khusus un tuk m en jadi pem im pin ), un tuk m en yerahkan hidupn ya bagi Tuhan .

Pelayan an terhadap rakyat adalah karya kerasulan yan g utam a berdasar tiga n asehat dasar dalam In jil: kem urn ian , ketaatan dan kem iskin an . Tapi kehadiran m ereka bukan tan pa soal. Serin gkali rakyat m en gharapkan pem ikiran dan kepem im pin an dari luar, setelah sekian lam a hidup di bawah patron ase. Sem en tara an ggota In stitut juga m en ekan kan bahwa rakyat han ya m un gkin kuat jika m en yadari apa yan g m ereka m iliki, bukan han ya m elihat apa yan g datan g dari luar. Dalam proses yan g kadan g berlan gsun g bertahun -tahun , akhirn ya kesadaran bersam a bahwa “gereja milik rakyat” pun bisa berkembang, di mana kaum miskin menghayati religiositas dalam perjuan gan n ya un tuk m en capai kehidupan lebih baik.

Keputusan -keputusan pen tin g m en gen ai karya kerasulan tidak dilakukan sekelom pok kecil pem im pin seperti biasan ya ditem ui dalam hirarki gereja, tapi oleh rakyat di tin gkat basis. Dialog m en ggan tikan sabda-sabda, dan kerjasam a m en ggan tikan perin tah. Salin g belajar adalah prin sip pen tin g, karen a an ggota In stitut m en yadari keterbatasan m ereka sebagai m an usia. Bagi Tim or Lorosae yan g hidup selam a berabad-abad dalam budaya patern alism e, lan gkah In stitut Sekulir m em an g tidak lazim dan m en dobrak sikap pasif terhadap pen deritaan rakyat yan g kadan g diperlihatkan oleh hirarki.

Nam un bukan berarti bahwa In stitut Sekulir telah m en in ggalkan segala tradisi yan g ada. Pelajaran agam a yan g “klasik” dengan cara membacakan ajaran dan mendengarkan khotbah tetap m en jadi bagian pen tin g. Tapi sem ua itu kem udian diolah lebih lan jut dalam dialog dan karya kreatif. H an ya den gan m en cipta oran g bisa m en gem ban gkan im an n ya, dem ikian berulan gkali para pekerja In stitut berujar. Keberan ian un tuk m en desak, berpikir dan m en cipta yan g akan m em bawa perubahan sekaligus pen dalam an n ilai-n ilai agam a. Dalam kon teks in i In stitut Sekulir m en ghayati keputusan -keputusan dalam Kon sili Vatikan II yan g m en ekan kan pen tin gn ya dialog an tara hirarki gereja dan um at atau rakyat, serta gerakan teologi yan g m em bela dan m em perjuan gkan rakyat m iskin di Dun ia Ketiga.

Rakyat Tim or Lorosae yan g sedan g m en em puh perjalan an berat m en uju kem erdekaan , patut bersyukur dan ban gga akan adan ya gerakan In stitut Sekulir, yan g terus berjuan g m en gadakan perubahan dan pem baruan , sekalipun m en ghadapi tan tan gan dan cobaan yan g berat. Kesabaran dalam m elayan i rakyat m en jadi teladan bahwa perubahan tidak datan g m elalui caci-m aki, kritik dan debat berkepan jan gan , m elain kan kerja n yata bersam a rakyat.

M a t e us Gonç a lve s , anggota Sahe Institute for Liberation, Dili, Timor Lorosae

INDEX | ARSIP | EDISI ONLINE | HALAMAN NASKAH | LINKS

Tentang MKB | Email

©2003, Media Kerjabudaya Online. http://mkb.kerjabudaya.org

e-mail: [email protected] design & maintenance: nobodycorp. internationale unlimited