KEANDALAN PADA PEGAS (SPRING RELIABILITY)
2.4.3 Kegagalan pada Pegas
Kegagalan pada pegas yang sering terjadi adalah patah atau retak yang disebabkan oleh kelelahan (fatigue) dan kehilangan beban yang berlebihan akibat relaksasi tegangan (Skewis, 2011).
Semua pegas memiliki batas kelelahan tertentu, batas tersebut tergantung pada fatigue stress dan fluktuasi derajat beban. Fatigue failure disebabkan karena siklus pembebanan yang berulang, sehingga mengakibatkan kerusakan lokal karena tegangan fluktuatif dan regangan material terjadi. Tiga tahap fatigue failure meliputi retak awal, perambatan retak dan akhirnya patah bahan pegas (Misra, 2008). Lingkungan korosif dapat mempercepat waktu untuk fatigue failure, korosi mengurangi kemampuan beban yang didistribusikan pegas dan umur pakainya. Pengaruh kuantitatif yang tepat dari lingkungan korosif terhadap kinerja pegas sulit diprediksi. Pegas hampir selalu bersentuhan dengan bagian logam lainnya. Jika pegas berada pada lingkungan yang korosif, penggunaan bahan inert memberikan pertahanan terbaik terhadap korosi. Surging (resonansi respon frekuensi) dapat terjadi dalam aplikasi siklis berkecepatan tinggi jika frekuensi operasi aksial mendekati frekuensi alami aksial dari pegas ulir. Kondisi ini berakibat pada penekanan lokal dan penghalusan yang menimbulkan tegangan tinggi dan / atau kekuatan tak-menentu lokal, sehingga pegas kehilangan kontrol terhadap bebannya.
Pegas mengalami relaksasi selama umur pakai mereka. Jumlah relaksasi pegas adalah fungsi dari material pegas dan jumlah waktu pegas terkena tegangan tinggi dan / atau suhu. Peningkatan suhu dapat menyebabkan relaksasi termal, perubahan dimensi pegas atau daya dukung beban berkurang. Jenis-jenis kegagalan pegas berdasarkan aplikasinya ditampilkan pada Tabel 2.6.
commit to user
III-41
Sumber : Skewis (2011) *) Tegangan Searah **) Tegangan Berlawanan Arah
Tipe aplikasi
Kegagalan
Penyebab kegagalan
Load Loss
Parameter change Creep Hydrogen embrittlement
Set Yielding
Fracture
Excessive mean stress operation *
Damaged spring end Material flaws
Fatigue failure
High temperature operation
Buckling
Imperfection on inside diameter of the spring
Surging
Hydrogen embrittlement
Complex stress change as a function
of time
Stress concentration due to tooling marks and rough finishes
Statis (defleksi konstan atau beban konstan)
Siklis (10000 siklus atau lebih selama usia pegas)
Sharp bends on the spring ends (extension springs) Surface imperfection (high cycle with no shot peening) Corrosive atmosphere Missalignment Excessive stress range of reverse stress ** Cycling temperature Low frequency vibration High frequency vibration
Fracture
Maximum load ration exceeded
Fatigue failure
Insuffecient space for operation Shock impulse Surface defect Excessive stress range of reverse stress ** Resonance surging
Dinamis (kejadian intermitent dari gelombang pembebanan)
Siklis (10000 siklus atau lebih selama usia pegas)
commit to user
2.4.4 Pegas Ulir Tekan dengan Keandalan Maksimal (Maximum Reliability)
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu oleh Azarm dan Papalambros (1982). Dalam penelitian tersebut, dikembangkan empat kriteria yang sesuai untuk pegas ulir tekan secara umum, antara lain memaksimalkan keandalan (maximizing reliability), memaksimalkan kapasitas penyimpanan energy (maximizing energy storage capacity), memaksimalkan frekuensi alami (maximizing natural frequency), dan meminimalkan berat pegas (minimizing weight ). Namun demikian dalam penelitian ini hanya akan dikembangkan model untuk kriteria maximum reliability.
Kriteria maximum reliability menurut Azarm dan Papalambros (1982) dapat diwujudkan dalam dua jenis fungsi objektif yaitu fatigue atau yielding . Persamaan (2.20) adalah fungsi objektif untuk minimasi kebalikan faktor keamanan terhadap fatigue.
min = 2,04 F max -F C min 1 .(Nc) B1 + F max +F min C 2 .C 0,86 . d w -(A1+2) ................................... (2.21) Dimana :
SF f = faktor keamanan untuk fatigue
F max = gaya maksimal (lb)
F min = gaya minimal (lb) Nc = jumlah siklus hingga terjadi failure
C = indeks pegas
d w = diameter kawat pegas (inch)
C1, C2, B1,A1 = koefisien material pegas (Tabel 2.4) Dalam perancangan pegas, terdapat kendala yang perlu dipertimbangkan
agar pegas yang dirancang mempunyai keandalan yang tinggi :
1. Tekukan (Buckling) Menurut Shigley dan Mischke (1989), pegas stabil dan terhindar dari tekukan jika memenuhi pertidaksamaan berikut: Lf < 2.63 D
............................................................................................ (2.22)
commit to user
III-43
Dimana : Lf = panjang bebas (inch)
D = diameter rata-rata (inch) = konstanta tipe kondisi ujung lilitan
Konstanta tipe kondisi ujung lilitan diberikan pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Konstanta tipe kondisi ujung lilitan
Sumber : Budynas dan Nisbett (2008)
2. Gelombang (Surging) Resonansi pada pegas dapat mengakibatkan pegas mengalami fenomena yang dikenal sebagai gelombang pegas (surging) dan menyebabkan tegangan sangat tinggi di pegas, yang kira-kira sama dengan tegangan saat pegas dikompresi pada panjang solid. Frekuensi alami, fn, dinyatakan dengan persamaan (Arora, 2004):
π.N a .D 2
2. G
..................................................................................... (2.23)
Dimana : = frekuensi alami (Hz)
D = diameter rata-rata (inch) N a = jumlah lilitan aktif
d w = diameter kawat pegas (inch) ω 0 = frekuensi gelombang pegas
G= modulus geser ( lb/inch 2 ) ρ= kepadatan massa material (lb-s 2 /inch 4 )
Untuk menghindari surging, frekuensi pada pegas tidak boleh mendekati frekuensi alami pegas tersebut.
3. Batas Defleksi (Deflection Limit) Kendala batas defleksi banyak digunakan dalam pemodelan pegas. Defleksi pada pegas harus mencapai nilai tertentu agar dapat memberikan
Tipe kondisi ujung lilitan
Konstanta α
Pegas ditahan di antara permukaan datar paralel (fixed ends ) 0,5 Salah satu ujung ditahan oleh permukaan datar tegak lurus terhadap sumbu pegas (fixed ) ujung yang lain berputar (hinged)
0,707 Kedua ujung berputar (hinged )
1 Salah satu ujung diapit (clamped ) ujung yang lain bebas
commit to user
fleksibilitas bagi komponen-komponen lain yang berkaitan dengan pegas tersebut.
4. Tegangan geser maksimal (Maximum shear stress) Tegangan geser pada pegas nilainya tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang mampu dibebankan pada pegas tersebut. Jika tegangan yang diperoleh melewati batas maksimal, pegas akan mengalami fatigue failure.
5. Indeks pegas (Spring Index) Tegangan dan defleksi dalam pegas bergantung pada nilai C. Untuk C yang terlalu kecil, menyebabkan pembentukan pegas akan sangat sulit dan diperlukan deformasi berat yang mungkin menyebabkan kawat retak dan jika nilai terlalu besar, akan memperbesar kemungkinan terjadinya tekukan (buckling).
6. Diameter luar maksimal (Clearance at solid height) Diameter luar dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.5). Dimensi diameter luar pegas harus disesuaikan dengan ketersediaan ruang kerja pegas. Ketika pegas mendapat tekanan dan panjang pegas akan berkurang dan diameternya semakin besar. Menurut Associated Spring (1987), besar diameter luar pegas pada panjang solid (D os ) dapat dinyatakan dalam Persamaan (2.23) sebagai berikut :
D os = D 2 + p 2 +d w 2
+d w ........................................................................ (2.24)
Dimana :
D os = diameter luar pada panjang solid (inch)
D = diameter rata-rata (inch) p = jarak antar lilitan (inch)
d w = diameter kawat pegas (inch)
7. Diameter dalam minimum (Minimum Allowable Inside Diameter)
Diameter dalam pegas dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.6). Pegas sering diaplikasikan dengan dililitkan pada suatu batang. Nilai diameter dalam ini harus dibatasi agar clearance antara pegas dengan batang tetap terjaga, sehingga tidak terjadi gesekan antara diameter dalam dengan batang. Gesekan dapat mengurangi energi yang tersimpan pada pegas. Menurut
commit to user
III-45
Associated Spring (1987), clearance antara diameter dalam pegas dengan batang adalah sebagai berikut :
• 0,05D jika D > 13 mm (0,512 inch) • 0,10D jika D < 13 mm (0,512 inch) Nilai clearance ini dapat ditentukan, jika nilai diameter rata-rata pegas sudah diketahui.
8. Diameter kawat (Available wire diameter) Diameter kawat pada pegas disesuaikan dengan ruang yang tersedia dan fungsi pegas. Pada Tabel 2.2 dapat diketahui ukuran diameter untuk setiap jenis kawat pegas. Rentang diameter ini dijadikan sebagai pertimbangan pemilihan jenis kawat yang sesuai untuk setiap aplikasi.
9. Diameter rata-rata pegas (Allowable mean diameter) Ukuran diameter rata-rata pegas berbanding lurus dengan ukuran kawat pegas. Nilai diameter ini harus dipertimbangkan agar dapat menghindari kesulitan dalam proses produksi.
10. Jumlah lilitan aktif (Allowable number of active coils) Jumlah lilitan aktif mempengaruhi panjang pegas. Semakin banyak jumlah lilitan semakin panjang pegas tersebut. Semakin panjang dan ramping suatu pegas, semakin besar kemungkinan terjadi tekukan.
11. Ketersediaan ruang (Space limitation) Pegas sering diaplikasikan pada ruang sempit sehingga membatasi ruang gerak pegas tersebut. Ketersediaan ruang ini berkaitan dengan jarak antara pegas dengan komponen di sekitarnya.