Bunyi Bahasa

A. Bunyi Bahasa

Bunyi bahasa adalah suatu istilah untuk menunjukkan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, saat terjadi komunikasi antara sesamanya dalam suatu masyarakat bahasa. Bunyi bahasa dapat ditinjau dari beberapa aspek, baik dari aspek artikulasi, akustik, atau auditoris. Aspek-aspek ini juga digunakan untuk proses klasifikasi bunyi-bunyi bahasa, hal seperti ini berlaku umum untuk semua bunyi bahasa termasuk bunyi bahasa Arab.

1. Pengertian bunyi bahasa Kata bunyi memiliki banyak arti. 58 Setidak-tidaknya dalam bahasa Arab -

menurut Tamâm Hassân-, ada tiga kata yang berarti bunyi, seperti: lafz, jahr, dan saut. 59 Oleh sebab itu, ketiga kata ini harus dijelaskan terlebih dahulu agar dapat diketahui letak perbedaannya, mengingat penggunaan ketiganya berbeda-beda

dalam kaidah ilmu bahasa. 60 Kata lafz dapat diartikan pengucapan (talaffuz) atau cara pengucapan kata sesuai fonem dan tekanannya, sementara dari kata jahr

59 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 42. Kata-kata tersebut, sepadan dengan noise, voice dan sound dalam bahasa Inggris. Lihat,

Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (Kairo: Dâr al-Tsaqâfah, 1979), h. 67.

60 Muhammad ‘Ali al-Khûlî, Dictionary of Theoretical Linguistics (Beirut: Libraire du Liban, 1982), h. 183, 229, 262, dan 303.

dipakai derivasi majhûr, yang sepadan dengan istilah voiced sound, yaitu bunyi bahasa yang disertai dengan bergetarnya pita suara. Adapun saut tetap dipakai untuk sound yang berarti bunyi (bunyi ujaran sesungguhnya yang muncul dalam bentuk alofon). Ketiga kata ini dapat dijadikan bukti bahwa makna bunyi sangat luas, dan mencakup beberapa aspek. Pelafalan bunyi sangat berkaitan dengan aspek artikulasi, sementara kata jahr mengisyaratkan aspek akustik (yang terjadi pada pita suara), dan kata saut pada hakikatnya menunjukkan bunyi sebenarnya yang berada pada konteks kata, baik dari cara artikulasi, akustik, atau auditoris dari pendengar.

Bunyi -menurut Harimurti Kridalaksana-, dapat diartikan sebagai “kesan pada pusat saraf sebagai akibat getaran gendang telinga yang bereaksi karena

perubahan-perubahan dalam tekanan udara.” 61 Pengertian bunyi seperti ini masih bersifat umum, secara sederhana bunyi adalah suatu yang terdengar dan didengar

atau ditangkap oleh telinga. Hal ini belum memberikan batasan yang jelas tentang bunyi bahasa, sehingga semua yang datang dari berbagai sumber baik benda, manusia, atau hewan dapat dikatakan bunyi. Oleh karenanya, beberapa ahli bahasa –menurut Abdul Chaer- kemudian menegaskan bahwa bunyi bahasa bersumber

dan dihasilkan oleh alat ucap manusia. 62 Pengertian bunyi bahasa –menurut Kamâl Bisyr-, berkaitan erat dengan tiga sisi, yaitu: artikulasi, akustik dan auditoris. 63 Dengan begitu dapat disimpulkan, untuk memahami makna yang

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 33; Harimurti Kridalaksana adalah seorang guru besar ilmu sastra di universitas Indonesia, lahir di Ungaran, Jawa Tengah. Gelar Doktor dalam ilmu sastra diraihnya pada tahun 1987 dari UI, pernah belajar di Universitas Pittsburgh, AS (1970). Sementara karya-karyanya antara lain, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (1986), Kamus Linguistik (1982), Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (1989), dan lain-lain. 62

Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 42; Abdul Chaer lahir di Jakrta, memperoleh gelar sarjana pendidikan dari IKIP Jakarta (sekarang UNJ) pada tahun 1969, dan pernah mengikuti post graduate study dalam bidang Linguistik pada Rijksuniversiteit Leiden Belanda tahun 1976-1977. Jabatan yang pernah dipegangnya adalah lektor kepala pada UNJ dalam mata kuliah Linguistik Umum, Semantik, dan pembidangan Bahasa Indonesia. Karya-karyanya dalam bidang bahasa; (1) Kamus Dialek Jakarta, (2) Kamus Idiom Bahasa Indonesia , (3) Pembakuan Bahasa Indonesia , dan lain-lain. 63

Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât (Kairo: Dâr Gharîb, 2000), h. 119-120; Artikulasi adalah mekanisme alat-alat bicara (perubahan rongga dan ruang) yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa. Akustis ialah pengaruh bunyi yang dianggap sebagai gejala fisis seperti: frekuensi, amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Sementara, auditoris berkaitan dengan alat pendengaran manusia, juga psikologi pendengar bunyi bahasa. Lihat, Kridalaksana, Kamus Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât (Kairo: Dâr Gharîb, 2000), h. 119-120; Artikulasi adalah mekanisme alat-alat bicara (perubahan rongga dan ruang) yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan bunyi bahasa. Akustis ialah pengaruh bunyi yang dianggap sebagai gejala fisis seperti: frekuensi, amplitudo, intensitas, dan timbrenya. Sementara, auditoris berkaitan dengan alat pendengaran manusia, juga psikologi pendengar bunyi bahasa. Lihat, Kridalaksana, Kamus

secara lebih baik dan terperinci. 64 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bunyi bahasa ialah pengaruh yang terjadi akibat pergerakan alat ucap manusia untuk menghasilkan suatu bunyi, yang terdengar dan dapat dipahami oleh seseorang karena adanya arus gelombang udara dan getaran-getarannya.

Dalam hal ini, bunyi bahasa dapat pula dipahami sebagai bunyi yang keluar dari mulut manusia baik dalam bentuk kata, frase, hingga kalimat dan ujaran, pada saat komunikasi. Bunyi-bunyi tersebut merupakan kajian linguistik dengan dua bidangnya, baik fonetik (sebagai fon), atau fonologi (sebagai

fonem). 65 Fon diartikan sebagai bunyi atau bunyi bahasa, sedangkan fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna, 66 misalnya: kata

( ﺏﺎﻃ ), ( ﺏﺎﺷ ), dan ( ﺏﺎﺗ ) berbeda maknanya karena perbedaan bunyi pada awal kata-kata tersebut, hal itu menjadi kajian fonemik. Sementara variasi-variasi bunyi

Linguistik, h. 8 dan 17; Marsono, Fonetik, Cet. V (Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press, 2006), h. 2-3.

65 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 119-120. Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 33. Bunyi bahasa atau yang termasuk lambang

bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi, bunyi yang bukan dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Bunyi teriak, bersin, batuk-batuk, dan bunyi orokan bukan termasuk bunyi bahasa, meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia, karena semuanya itu tidak termasuk ke dalam sistem bunyi bahasa. Orokan terjadinya tidak disadari dan tidak dapat menyampaikan pesan apapun. Terikan, bersin, dan batuk-batuk terjadinya bisa disadari, dan kadang-kadang dipakai juga untuk menyampaikan pesan, tetapi tidak dapat dikombinasikan dengan bunyi-bunyi lain untuk menyampaikan pesan. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 42-43. 66

Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 55; al-Khûlî, Dictionary of Theoretical Linguistics , h. 209; Tamâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, cet. III (Kairo: ‘Âlam al- Kutub, 1998), h. 75-76; Apabila kita melihat deretan kata-kata dalam bahasa Indonesia seperti: lari, dari, tari, mari, atau dengan kata lain seperti: dari, daki, dasi, dahi, dengan jelas kita melihat bahwa bila suatu unsur diganti dengan unsur lainnya akan terjadi perubahan arti yang terkandung dalam kata itu. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa kesatuan-kesatuan yang kecil yang terjadi dari bunyi ujaran itu mempunyai peranan dalam membedakan arti. Lihat, Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, cet. XI (Flores: Nusa Indah Press, 1987), h. 30.

vokal panjang (fathah tawîlah) pada ketiga kata di atas tidak memiliki fungsi pembeda, dan menjadi ruang lingkup kajian fonetik.

2. Proses penghasilan (terjadinya) bunyi bahasa Bunyi bahasa tidak terjadi begitu saja, akan tetapi memerlukan beberapa sarana yang membantunya, antara lain: 67 Pertama, adanya arus udara yang bergerak dan dialirkan keluar dari paru-paru. Kedua, adanya alat ucap yang bergerak (artikulator) yaitu bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk menimbulkan suatu bunyi. Dan ketiga, titik artikulasi yaitu

bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari artikulator, sehingga terjadi hambatan sesaat pada arus udara. Ketiganya merupakan faktor utama dalam proses penghasilan bunyi bahasa, tanpa ketiganya bunyi bahasa tidak akan terjadi.

Proses terjadinya bunyi bahasa pada dasarnya melaui empat tahap, hal ini berkaitan erat dengan sarana-sarana yang telah disebutkan di atas. Empat proses tersebut –menurut Ahmad Mukhtâr ‘Umar- antara lain: 68 Pertama, proses mengalirnya udara (‘amaliyyah tayâr al-hawâ/air stream ). Kedua, proses fonasi (‘amaliyah al-taswît/phonation). Ketiga, proses oro-nasal (al-‘amaliyah al- anfiyah al-famawiyah). Dan keempat, proses artikulasi (al-‘amaliyah al- nutqiyah/articulatory). Dari uraian di atas sangat jelas bahwa bunyi bahasa dihasilkan melalui kerjasama antara beberapa organ manusia, di mana organ- organ dan kerjasamanya itu akan menjadi media penting dalam proses klasifikasi bunyi semua bahasa, termasuk bunyi bahasa Arab.

3. Alat-alat bicara

Mahmûd Fahmî Hijâzî, Madkhal ‘ilâ ‘Ilm al-Lughah (Kairo: Dâr Qubâ’, 2004), h. 34; J.D. Parera, Pengantar Linguistik Umum Fonetik dan Fonemik, cet. II (Flores, NTT: Nusa Indah, 1986), h. 15. Lihat pula, Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, h. 31. 68

Ahmad Mukhtâr ‘Umar, Dirâsah al-Saut al-lughawî, Cet. IV (Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 2006), h. 113; Marsono, Fonetik, h. 4; Fonasi menentukan bergetar-tidaknya pita suara, oro-nasal dibutuhkan untuk menentukan ke mana udara akan mengalir. Kemudian, terjadi kerja sama antara berbagai alat bicara (artikulator) pada saat proses artikulasi dan alat-alat bicara dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: bergerak aktif yakni lidah dan bibir bawah, dan tidak bergerak yakni pangkal tenggorok, dinding rongga kerongkongan, bibir atas, gusi bagian dalam, gigi, dan sebagainya. Lihat, Kamâl Ibrâhim Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj , Cet. II (Saudi Arabia: Matâbi’ Jâmi’ah al-Malik Su’ûd, 1988), h. 32.

Secara umum dapat dikatakan, organ tubuh manusialah yang menentukan terjadinya bunyi bahasa. 69 Pandangan ini merupakan kesepakatan semua ahli

bahasa, baik pada masa klasik atau modern. Akan tetapi tidak mudah untuk mengkaji bunyi dari semua organ manusia yang sangat luas, oleh karenanya ditetapkan beberapa organ yang dapat dilihat perannya dalam proses artikulasi, seperti: dari mulai paru-paru sampai bagian yang telihat (mulut dan hidung). Hal seperti ini telah dikemukakan oleh para ahli bahasa Arab Klasik, seperti Khalîl al-

Farâhîdî dan Sîbawaih. 70 Makhraj (titik artikulasi) bunyi-bunyi bahasa Arab - menurut Sîbawaih-, dimulai dari daerah faring sampai dua bibir. 71 Kesimpulan ini

menunjukkan bahwa dengan metode yang sangat sederhana, para ahli klasik dapat menentukan tempat-tempat artikulasi dengan baik, meskipun ada beberapa kelemahan yang berakhir pada perbedaan pandangan dengan para ahli modern.

Secara garis besar dapat diungkapkan, organ-organ yang menjadi titik artikulasi bunyi-bunyi bahasa, seperti: 72 paru-paru (lungs), pangkal tenggorok (larynx), rongga kerongkongan (pharynx), lidah (tongue), langit-langit (palate), anak tekak (uvula), rongga hidung (nasal cavity), dua bibir (lips), dan gigi (teeth). Organ-organ ini ketika digunakan untuk artikulasi bunyi dapat dikategorikan menjadi, artikulator aktif seperti: bibir bawah, ujung lidah, daun lidah, dan lainnya

dan artikulator pasif seperti: bibir atas, gigi atas, dan langit-langit keras. 73 Maksud

70 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 131. Khalîl Ibn Ahmad al-Farâhîdî (718-786/791) adalah ahli bahasa Arab terkemuka, orang

yang pertama menyusun kamus bahasa Arab dan yang pertama kali menyusun kaidah prosodi Arab. Kamusnya berjudul: Kitâb al-‘Ain dan bukunya yang lain ialah Kitâb al-‘Arûd. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 110. 71

Abû Bisyr ‘Umar Ibn ‘Utsmân Sîbawaih, al-Kitâb: Kitâb Sîbawaih , Tahqîq: ‘Abd al- Salâm Hârûn, Jilid IV (Kairo: Maktabah al-Khânjî, 1982), 433; Sîbawaih adalah ahli tata bahasa Arab (Nahwu) berasal dari Persia dan wafat pada tahun 793 M. Bukunya, al-Kitâb fi al-Nah w (terkenal dengan sebutan al-Kitâb) merupakan model tata bahasa Arab hingga saat ini, dan madzhab nahwunya adalah aliran Basrah. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 196.

72 Pangkal tenggorok terdiri dari: tulang rawan krikoid, dua tulang rawan aritenoid, sepasang pita suara, dan tulang rawan tiroid. Rongga kerongkongan adalah rongga yang terletak di

antara pangkal tenggorok dengan rongga mulut dan rongga hidung. Lidah dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu: akar lidah (root), pangkal lidah (dorsum), tengah lidah (medium), daun lidah (lamina), dan ujung lidah ( apex). Langit-langit dapat dibagi menjadi: gusi (alveolar), langit-langit keras (hard palate), dan langit-langit lunak (soft palate). Anak tekak (uvula) adalah dimulai dari ujung langit-langit lunak. Mukhtâr ‘Umar, Dirâsah al-Saut al-lughawî , h.100-108; Marsono, Fonetik, h. 6-7; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 134-141. 73

Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 108.

dari artikulator aktif adalah organ yang bergerak, sementara organ pasif merupakan titik (sentuh) pada saat artikulasi.

4. Klasifikasi bunyi bahasa Arab Bunyi bahasa Arab –seperti bunyi bahasa pada umumnya-, dibedakan atas vokal dan konsonan. Vokal dalam istilah Arab dikenal dengan al-aswât al-sâitah atau al-harakât, sementara konsonan dikenal dengan al-aswât al-sâmitah atau

hurûf. 74 Kedua klasifikasi ini berdasarkan pada dua hal: Pertama, bergetar tidaknya pita suara. Kedua, ada atau tidaknya hambatan terhadap arus udara. 75

Kedua klasifikasi ini juga telah diungkapkan oleh ahli bahasa Arab klasik, akan tetapi perhatian mereka lebih banyak terfokus kepada hurûf (konsonan) dibandingkan dengan vokal, terutama vokal pendek. Alasannya –menurut Kamâl Bisyr- adalah, konsonan merupakan unsur pembentuk kata dan simbolnya dapat

dilihat dengan jelas pada kata tersebut. 76 Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan, yang menjadi landasan analisis ahli klasik adalah simbol-simbol tertulis dalam suatu kata Arab, sementara simbol vokal tidak terdapat dalam tulisan Arab.

a) Vokal Bunyi-bunyi vokal bahasa Arab dapat diklasifikasikan melalui suatu sistem yang telah diperkenalkan oleh seorang ahli fonetik dari Inggris, yang bernama Daniel Jones. 77 Sistem tersebut dinamakan vokal kardinal (cardinal

74 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 149; Vokal adalah bunyi yang terjadi karena pita suara sedikit bergetar ketika arus udara melaluinya tanpa hambatan, kecuali rongga mulut yang dalam

bentuk tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Konsonan adalah bunyi yang terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan hambatan/rintangan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Lihat, Marsono, Fonetik, h. 16; Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, h. 33-35.

75 Mukhtâr ‘Umar, Dirâsah al-Saut al-lughawî, h.135-136; M. Fahmî H ijâzî, Madkhal ‘ilâ ‘Ilm al-Lughah, h. 39-40; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 149-150; Selain dua klasifikasi di atas,

ada juga yang menambahkan bunyi semi-vokal sebagai klasifikasi ketiga. Semi-vokal adalah bunyi bahasa yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi hanya karena waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni, maka bunyi-bunyi itu disebut semi-vokal, dan oleh karena itu di dalam pembahasannya masih tetap masuk dalam kelompok bahasan konsonan. Semi-vokal disebut juga semi-konsonan, namun istilah ini jarang dipakai. Lihat, Marsono, Fonetik, h. 16; Kamâl Badrî memberi dua nama untuk istilah ini, yaitu: syibh harakah (semi-vokal) untuk wâw dan nisf harakah (setengah vokal) untuk yâ’. Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 120-121. 76

77 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 155. Kamâl M. Bisyr, ‘Ilm al-Aswât al-‘Âm (Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1971), h. 180; Kamâl

Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 224; Daniel Jones adalah seorang ahli fonetik dari Inggris, memperkenalkan sistem vokal kardinal (cardinal vowels) yang menjadi acuan perbandingan dalam Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 224; Daniel Jones adalah seorang ahli fonetik dari Inggris, memperkenalkan sistem vokal kardinal (cardinal vowels) yang menjadi acuan perbandingan dalam

temuan Jones ini dijadikan acuan perbandingan dalam deskripsi vokal semestaan di dunia. Analisanya dimulai dengan melihat pada dua alat ucap yang penting dalam pembentukkan vokal, yaitu: bibir dan lidah. Parameter penentuan vokal kardinal itu ditentukan oleh keadaan posisi tinggi rendahnya lidah, bagian lidah

yang bergerak, striktur dan bentuk bibir. 79 Hasilnya Jones dapat menentukan vokal kardinal, yang dalam Abjad Fonetik Internasional (International Phonetics

Association) diberi lambang (i, e, ε, a, α, É, o, u) dan diberi nomor urut dari 1 sampai 8. 80 Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar vokal kardinal yang telah

disederhanakan di bawah ini:

Gambar

Vokal Kardinal yang disederhanakan

kasrah tawîlah

dammah tawîlah

Fathah tawîlah [α] (5)

[a]

deskripsi vokal semestaan di dunia. Karyanya yang terkenal antara lain, The Phoneme, Outline of English Phonetics, dan The Pronounciation of English yang diterbitkan oleh Universitas Cambridge pada tahun 1958. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 88. 78

Marsono, Fonetik, h. 27; Vokal Kardinal adalah salah satu seri vokal dengan ciri-ciri artikulasi tertentu, berguna sebagai dasar perbandingan vokal-vokal sebuah bahasa dan di antara bahasa-bahasa (diciptakan oleh Daniel Jones). Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 228. 79

Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Lughah al-‘Âm , h. 180-185; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 224- 230; Marsono, Fonetik, h. 27-29. 80 Marsono, Fonetik, h. 27-29; Interational Phonetic Alphabet (IPA) adalah sistem abjad yang disusun oleh l’Association Phonetique Internationale pada 1897 atas prakarsa Otto Jespersen, dengan tujuan supaya orang dapat belajar merekam lafal berbagai bahasa secara cermat dan menghindari ketidak-konsistenan; didasarkan pada huruf Latin dengan berbagai tambahan. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 84.

Uraian tentang vokal kardinal yang dibangun oleh Jones di atas, dapat pula digunakan untuk mengetahui klasifikasi vokal bahasa Arab. Hal itu dapat dimaklumi karena hampir semua bahasa memiliki bunyi vokal, meskipun jumlahnya sangat beragam. Oleh karena itu, vokal bahasa Arab dapat

diklasifikasikan menjadi: 81

1. Tinggi-rendahnya lidah Berdasarkan tinggi-rendahnya lidah, vokal bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi: vokal tinggi (kasrah / ِِِـِِ /, kasrah tawîlah / ِﻲـ /, dammah / ُـ /, dan dammah tawîlah / ﻮُـ /), vokal madya (fathah / َـ /), dan vokal rendah

(fathah tawîlah / ﺎَـ /).

2. Bagian lidah yang bergerak Berdasarkan bagian lidah yang bergerak, vokal bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi: vokal depan (kasrah / ِـ ِ / dan kasrah tawîlah / ِﻲـ /), vokal tengah (fathah / َـ /), dan vokal belakang (dammah / ُـ / dan dammah tawîlah / 82 ﻮُـ

3. Striktur Striktur untuk bunyi vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit-langit, vokal bahasa Arab dapat diklasifikasikan menurut strikturnya menjadi: 83 vokal

tertutup (kasrah / ِـ /, kasrah tawîlah / ِﻲـ /, dammah / ُـ /, dan dammah tawîlah

Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Lughah al-‘Âm , h. 180-188; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 224- 237; Marsono, Fonetik, h. 27-35. 82 Vokal depan (front vowels), yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun- naiknya lidah bagian depan. Vokal tengah (central vowels), yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan lidah bagian tengah. Vokal belakang (back vowels), yaitu vokal yang dihasilkan oleh peranan turun-naiknya lidah bagian belakang (pangkal lidah). Lihat, Kamâl Bisyr, ‘Ilm al- Aswât, h. 231-232; Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 228-229. 83

Striktur adalah keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan artikulator pasif; vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal, terletak pada garis antara /i/ dengan /u/. Vokal semi- tertutup (half-close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat sampai ketinggian sepertiga di bawah vokal tertutup atau dua pertiga di atas vokal yang paling rendah, terletak antara vokal /e/ dengan /o/. Vokal semi-terbuka (half-open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat pada ketinggian sepertiga di atas vokal yang paling rendah atau dua pertiga di bawah vokal tertutup, letaknya antara vokal /ε/ dengan /É/. Dan vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin, kira-kira antara vokal /a/ dengan /α/. Lihat, Marsono, Fonemik, h. 31-32; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 232-233.

/ ﻮُـ /), vokal semi-tertutup yang tidak ada dalam bahasa Arab, dan vokal semi- terbuka (fathah / َـ /), dan vokal terbuka (fathah tawîlah / ﺎَـ /).

4. Bentuk bibir Berdasarkan bentuk bibir, vokal bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi: vokal bulat (bentuk bibir bulat) dapat terbuka atau tertutup, bahasa Arab hanya memiliki vokal bulat tertutup (dammah / ُـ / dan dammah tawîlah / ﻮُـ /), vokal netral yang juga tidak ada pada bahasa Arab, dan vokal tak bulat (kasrah / ِـ /, kasrah tawîlah /

ِﻲـ 84 /, fathah / َـ /, dan fathah tawîlah / ﺎَـ /).

Uraian tentang vokal di atas, secara sederhana dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Vokal Bahasa Arab

Tak Bulat

Tak Bulat

Bulat

Netral

kasrah / ِـ /

dammah /

Tinggi

kasrah tawîlah / Tertutup ِﻲـ

dammah tawîlah / ﻮُـ /

Semi- tertutup

Madya Semi-

fathah / َـ /

terbuka Rendah

ﺎَـ / Terbuka

fathah tawîlah /

Dari tabel 1 di atas, dapat dipaparkan bahwa vokal bahasa Arab adalah: Kasrah / ِـ /

tinggi depan tertutup tak bulat

Kasrah tawîlah / ِﻲـ /

tinggi depan tertutup tak bulat

Dammah / ُـ /

tinggi belakang tertutup bulat

Dammah tawîlah / ﻮُـ /

tinggi belakang tertutup bulat

84 Vokal bulat (rounded vowels) yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Bentuk bibir bulat bisa terbuka atau tertutup, jika terbuka maka vokal diucapkan dengan posisi

terbuka bulat (open-rounded), misalnya vokal /É/, jika tertutup maka vokal diucapkan dengan posisi bentuk bibir tertutup bulat, misalnya /o/, /u/. Vokal netral (neutral vowels) yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir dalam posisi netral, dalam arti tidak bulat tetapi juga tidak terbentang lebar, misalnya vokal /α/. Vokal tak bulat (unrounded vowels), yaitu vokal yang

diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 228-229; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 233-234.

Fathah / َـ / madya tengah semi terbuka tak bulat Fathah tawîlah / ﺎَـ /

rendah depan terbuka tak bulat

b) Konsonan Bunyi-bunyi konsonan –menurut Marsono- lebih mudah dibedakan dari pada bunyi-bunyi vokal, karena secara fisiologis antara konsonan yang satu dengan konsonan yang lain terdapat perbedaan yang dapat dilihat dengan

mudah. 85 Oleh sebab itu tidak diperlukan prinsip bunyi kardinal, untuk mengklasifikasikan konsonan. Secara praktis konsonan dapat diklasifikasikan

menurut cara hambat, rongga yang dilalui aliran udara, tempat hambat (makhraj), hubungan posisional antara artikulator aktif dengan artikulator pasif, dan bergetar-

tidaknya pita suara. 86 Dalam hal ini konsonan bahasa Arab dapat dibedakan menjadi:

1. Cara hambat Klasifikasi konsonan dengan cara ini dilakukan dengan melihat dari titik hambat pada arus udara yang mengalir dari paru-paru saat artikulasi bunyi

tertentu, 87 melalui cara ini konsonan bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi: (a) konsonan letup (stops, plosives, infijârî) yaitu: / ﺓﺰﻤﳍﺍ /, / ﺽ /, / ﺏ /, / ﺩ /, / ﻁ /, / ﻕ /,

/ ﺕ /, dan / ﻙ /. (b) konsonan geseran (fricative, ihtikâkî) yaitu: / ﻑ /, / ﺙ /, / ﺱ /, / ﺹ /,

85 Marsono, Fonetik, h. 60; Prof. Dr. Marsono lahir di Temanggung, dan menyelesaikan S1, S2, dan S3nya di Universitas Gadjah Mada. Saat ini aktif mengajar di Fakultas Ilmu Budaya

UGM, dan karya-karyanya; Morfologi Bahasa Indonesia dan Nusantara (1989), Ensiklopedi Kebudayaan Jawa (2000), Manusia dan Dinamika Budaya (2001), dan pernah memperoleh penghargaan Satyalancana Karya Satya 20 tahun dari Presiden RI (2000) dan kesetiaan 25 tahun Mengabdi UGM (2003). 86

Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 167; Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, h. 35; Marsono, Fonetik, h. 60. 87 Klasifikasi konsonan dengan cara hambat: (1) konsonan letup (stops, plosives, infijârî ) yang terjadi akibat adanya hambatan penuh (sempurna) pada arus udara, kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Strikturnya pertama-tama rapat kemudian dilepaskan tiba-tiba, striktur rapat yang pertama disebut hambatan, sedangkan striktur pelepasan yang kedua disebut letupan. (2) konsonan geseran (fricative, ihtikâkî) yang terbentuk karena peyempitan jalan arus udara yang dihembuskan dari paru-paru, sehingga terhalang dan keluar dengan bergeser. Strikturnya renggang atau tidak rapat seperti konsonan letup, dan hambatan terjadi secara tidak sempurna. Dan (3) konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus, terbentuk akibat adanya hambatan penuh pada arus udara dari paru-paru, kemudian hambatan itu dilepaskan secara bergeser pelan-pelan. Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 197-199; Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah, h. 117; Marsono, Fonetik, h. 60, 79, 81; Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 55-56; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 64.

/ ﺵ /, / ﺡ /, / ھ /, / ﺥ /, / ﺯ /, / ﺫ /, / ﻅ /, / ﻉ /, dan / ﻍ /. (c) konsonan paduan (afrikat, murakkab) yaitu konsonan yang memiliki dua karakter baik letup dan bergeser, dan konsonan yang termasuk klasifikasi ini adalah : / ﺝ /. Dan (d) konsonan tengah-tengah (mutawassit) yaitu konsonan yang sama sekali berbeda dengan cara hambat lainnya, konsonan yang termasuk klasifikasi ini adalah: (/ ﻭ /, / ﻱ /), (/ ﻝ /),

(/ /), dan (/ /, / /). 88 ﺭ ﻥ ﻡ Konsonan-konsonan ini memiliki karakter dan cara hambat yang berbeda satu sama lainnya, sehingga istilah keempatnya pun berbeda, seperti: semi-vokal (/ ﻭ /, / ﻱ /), lateral (/ ﻝ /), tril (/ ﺭ /), dan nasal (/ ﻥ /, / ﻡ /).

2. Bergetar-tidaknya pita suara ( ﺔﻴﺗﻮﺼ ﻟﺍ ﺭﺎﺗﻭﻷﺍ ﻊﺿﻭ )

Proses klasifikasi konsonan bahasa Arab dengan cara ini, melahirkan: (a) konsonan bersuara (voiced/majhûr), yaitu: / ﺏ /, / ﺝ /, / ﺩ /, / ﺫ /, / ﺭ /, / ﺯ /, / ﺽ /, / ﻅ /, / ﻉ /, / ﻍ /, / ﻝ /, / ﻡ /, / ﻥ /, / ﻭ / pada kata ( ﺪﻟﻭ ) dan (

ﺽﻮﺣ 89 ), dan / ﻱ / pada kata ( ﺖﻴﺑﻭ ﻙﺮﺘﻳ ). Dan (b) konsonan tidak bersuara (voiceless/mahmûs), yaitu: / ﺕ /, / ﺙ /, / ﺡ /, / ﺥ /,

/ ﺱ /, / ﺵ /, / ﺹ /, / ﻁ / , / ﻑ /, / ﻕ /, dan / ﻙ /. 90 Kedua klasifikasi ini juga telah

diungkapkan oleh para ahli klasik, seperti al-Khalîl, Sîbawaih, dan Ibn Jinnî. Proses klasifikasi yang mereka lakukan hanya melihat hambatan pada arus udara

saat artikulasi, tanpa melihat keadaan pita suara. 91 Oleh karena itu, terdapat perbedaan hasil klasifikasi bunyi bahasa Arab antara para ahli.

Konsonan tengah-tengah memiliki empat kemungkinan: (1) aliran udara tidak mendapatkan hambatan/rintangan secara tidak jelas, dan melahirkan suatu bunyi yang disebut vokal atau semi-vokal, yaitu: / ﻭ /, / ﻱ /. (2) aliran udara menjauhi hambatan yang ada di dalam rongga mulut, karena lidah terangkat ke langit-langit, sehingga udara terpaksa keluar dari kedua sisi samping lidah, bunyi demikian disebut munharif/jânibî (literal/liquida) yaitu: / ﻝ /. (3) hambatan terjadi secara tidak tetap, karena lidah mendekati alveolum (gusi dalam/pangkal gigi), akan tetapi lalu menjauh lagi. Kejadian ini terjadi berulang-ulang dengan cepat, sehingga udara yang keluar digetarkan. Konsonan seperti ini disebut getar (trill/mukarrar), yaitu: / ﺭ /. Dan (4) udara tidak mengalir melalui rongga mulut, tetapi melalui rongga hidung. Bunyi yang demikian disebut nasal/sengau (anfî) seperti / ﻥ / dan / ﻡ /. Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 200-202; Abdul Mu’in,

Analisis Kontrastif, h. 64-65; dan Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, h. 36. 89 Konsonan bersuara terbentuk karena pita suara saling berdekatan pada saat arus udara mengalir ketika proses artikulasi, dan kemudian pita suara turut bergetar. Kamâl Bisyr, ‘Ilm al- Ashwât, h. 174; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Lughah, h. 110; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif, h. 65 90

Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah, h. 114; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 174; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât al-‘Âm, h. 109-110; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 65. 91

Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 176.

3. Tempat hambat ( ﺯﺎﻴﺣﻷﺍﻭ ﺝﺭﺎﺨﳌﺍ ﺚﻴﺣ ﻦﻣ )

Hasil klasifikasi konsonan dengan cara ini –menurut Kamâl Bisyr- berbeda antara satu bahasa dengan yang lainnya. 92 Konsonan bahasa Arab - melalui cara ini- dapat diklasifikasikan menjadi: (a) bilabial (syafawiyyah) yaitu: /

ﺏ 93 /, / ﻡ /, dan / ﻭ /. Klasifikasi wâw dalam bilabial adalah pandangan ahli klasik, karena bibir memang memiliki pengaruh terhadap pembentukan bunyi ini, akan

tetapi menurut ahli modern bunyi ini termasuk semi-vokal karena memiliki

karakter keduanya. (b) labio-dental (asnâniyyah syafawiyyah), 94 yaitu: / ﻑ

/. (c)

inter-dental (baina asnâniyyah ), yaitu: / ﺙ /, / ﺫ /, dan / ﻅ /. 95 (d) apiko-alveolar

96 ﺭ /, / ﺯ /, / ﺹ /, dan / ﺱ /. (e) apiko-dental-alveolar (dzalqî latsawî asnânî), yaitu bunyi: / ﺕ /, / ﺩ /, / ﻁ /, / ﺽ /, / ﻝ /, dan / ﻥ /. 97 (f) fronto-

(dzalqî latsawî), yaitu bunyi: /

98 palatal (tarfî ghârî), yaitu: / 99 ﺝ

/ dan / ﺵ /. (g) centro-palatal (wastî ghârî), yaitu:

93 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 181. Bunyi konsonan ini terbentuk karena pertemuan antara bibir bawah (artikulator aktif)

yang merapat kepada bibir atas (artikulator pasif). Bunyi / ﺏ / terbentuk setelah terjadinya hambatan secara sempurna pada arus udara, kemudian hambatan tersebut dilepas secara tiba-tiba dan keluar dengan letupan. Bunyi / ﻡ / adalah nasal, karena saat bibir atas dan bibir bawah terkatup rapat, udara mengalir melalui rongga hidung. Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 111- 112; Yang mengatakan bunyi / ﻭ / termasuk dalam klasifikasi ini adalah tidak salah, namun harus dijelaskan bahwa bunyi ini terjadi akibat mendekatnya lidah ke arah langit-langit lunak. Lihat, Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 183. 94

Bunyi konsonan ini terbentuk akibat pertemuan bibir bawah dengan gigi atas. Bunyi konsonan bahasa Arab yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah bunyi / ﻑ /, pita suara tidak bergetar pada saat artikulasi bunyi ini. Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 183; Kamâl Badrî, ‘Ilm al- Lughah al-Mubarmaj, h. 113; Marsono, Fonetik, h. 82. 95

Konsonan inter-dental terbentuk dengan meletakkan ujung lidah di antara gigi atas dan gigi bawah, tanpa menutup arus udara secara sempurna. Dengan demikian, udara dapat keluar secara bergeser pelan-pelan melalui celah-celah himpitan lidah di antara gigi atas dan gigi bawah. Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 113; Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 84; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 68.

96 Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 114; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 68; artikulasi konsonan ini terjadi akibat langit-langit

lunak beserta anak tekaknya dinaikkan sehingga udara tidak keluar melalui rongga hidung, tetapi melalui rongga mulut. Lidah membentuk lengkungan dengan ujung lidah merapat kemudian merenggang (melepas) secara berkali-kali pada gusi belakang sehingga menyebabkan jalannya udara bergetar. Lihat, Marsono, Fonetik, h. 93. 97

Konsonan ini terbentuk dengan meletakkan atau menempelkan ujung lidah pada pangkal gigi atas di depan gusi. Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 116-118; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 69; Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 16. 98

Bunyi ini dihasilkan akibat penekanan daun lidah (artikulator aktif) terhadap langit- langit keras (artikulator pasif). Konsonan ini disebut fronto karena ujung lidah bagian depan ikut berpartisipasi dalam artikulasi bunyi ini, sedangkan disebut palatal karena ujung lidah bergerak ke Bunyi ini dihasilkan akibat penekanan daun lidah (artikulator aktif) terhadap langit- langit keras (artikulator pasif). Konsonan ini disebut fronto karena ujung lidah bagian depan ikut berpartisipasi dalam artikulasi bunyi ini, sedangkan disebut palatal karena ujung lidah bergerak ke

dan / 101 ﻭ

(i) Dorso-uvular (qussî lahawî) yaitu: / ﻕ /. (j) rooto-faringal (jadzrî

halqî) yaitu akibat mendekatnya akar lidah kepada dinding rongga kerongkongan tanpa menyentuhnya, sehingga udara keluar bergeser secara pelan-pelan tanpa letupan, seperti: / / dan / 102 ﺡ ﻉ /. (k) glotal (hanjarî) akibat saling merapatnya dua pita suara, seperti bunyi: / ھ / dan / ﺀ /. 103 Hasil klasifikasi dengan cara ini (tempat hambat) tentu akan berbeda-beda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya, hal itu dapat dimaklumi dan pasti terjadi dikarenakan perbedaan pola dan pemanfaatan titik artikulasi bunyi antara pengguna bahasa-bahasa di dunia.

Selain dengan ketiga cara di atas, konsonan bahasa Arab juga dapat dibedakan dari sifatnya baik tafkhîm atau tarqîq. 104 Klasifikasi ini merupakan ciri khusus dari bunyi bahasa Arab, dan tidak ada perbedaan pendapat antara ahli klasik dan modern dalam hal ini. Dalam tataran fonologi, tafkhîm berarti pengucapan suatu bunyi konsonan secara tervelarisasikan, hal ini terjadi karena dua faktor: Pertama, naiknya pangkal lidah ke arah langit-langit lunak, sehingga terjadi perubahan pada rongga mulut yang menghasilkan resonansi. Kedua, kemudian lidah kembali ke arah belakang dengan cepat, seperti ketika

arah langit-langit keras. Lihat, Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 118-119; Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 69. 99

Konsonan ini terbentuk dengan menaikkan lidah bagian tengah ke arah langit-langit keras, namun tidak sampai menyentuhnya. Ketinggiannya lebih sedikit dari ketinggian vokal kasrah. Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 120.

100 Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 120; Pangkal lidah menekan rapat pada langit-langit lunak. Langit-langit lunak beserta anak tekaknya dinaikkan, sehingga udara yang

dihembuskan dari paru-paru terhambat untuk beberapa saat. Secara tiba-tiba pangkal lidah yang menekan rapat itu kemudian dilepaskan, maka terjadilah letupan sehingga udara keluar dari rongga mulut. Lihat, Marsono, Fonetik, h. 71. 101

Konsonan ini terbentuk karena pertemuan antara pangkal lidah dengan anak tekak. Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, h. 70; Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 46. 102

103 Kamâl Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmaj, h. 122. Glotal terjadi karena penyempitan ruang antara kedua belah pita suara. Lihat

Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 65. 104 Tafkhîm adalah bentuk masdar dan diambil dari asal kata fakhkhama yang berarti mengagungkan, membesarkan, dan menebalkan. Secara istilah berarti menebalkan bunyi pada saat mengucapkannya, dan lawan katanya adalah raqqaqahu artinya menipiskan atau menghaluskannya. Walîd M. Abd al-‘Azîz al-Hamd, al-Basît fi ‘Ilm al-Tajwîd, cet. II (Kuwait: t.p, 1999), h. 155.

mengucapkan bunyi muraqqaq. 105 Hal kedua tadi –menurut Tamâm Hassân- menyebabkan naiknya pangkal lidah dari dinding belakang ke rongga

kerongkongan atau faringalisasi (tahlîq). 106 Bunyi mufakhkham memiliki dua titik artikulasi, yaitu: artikulasi asli dan pergerakan lidah saat artikulasi. Oleh sebab itu dapat ditegaskan, bahwa velarisasi bunyi bahasa merupakan hasil dari gerakan penyerta terhadap pengucapan bunyi di tempat (makhraj) yang lain, yang melahirkan kualitas bunyi tertentu, yang mewarnai bunyi yang diucapkan di tempat yang lain itu. Sifat ini dimiliki dan terjadi pada pengucapan bunyi / ﺹ /, / ﺽ /, / ﻁ /, / ﻅ /, kualitas bunyi demikian disebut mutbaq atau mufakhkham. 107 Bunyi

/ ﺹ /, / ﺽ /, / ﻁ /, dan / ﻅ / selalu diucapkan dengan tafkhîm, sementara / ﺥ /, / ﻍ /, dan / ﻕ / mufakhkham apabila diikuti fathah atau dammah, dan muraqqaq jika

sesudahnya kasrah. 108 Dalam hal ini keempat bunyi pertama memiliki sifat mufakhkham yang merupakan karakter dan sifat tetapnya, sementara tiga sifat

mufakhkham pada kelompok bunyi kedua sangat berkaitan erat dengan bunyi- bunyi lain yang datang sesudahnya dalam konteks kata. Bunyi-bunyi bahasa Arab lainnya dapat dikategorikan memiliki sifat yang dilafalkan secara muraqqaq, meskipun dalam konteks kata dapat saja bunyi ini dilafalkan mufakhkham karena bersandingan dengan bunyi mufakhkham. 109 Hal itu dikarenakan suatu bunyi dapat saja mempengaruhi bunyi yang bersandingan dengannya dalam konteks kata, sehingga bunyi tersebut dapat berubah dari sifat aslinya.

Hasil klasifikasi bunyi konsonan bahasa Arab secara lebih mudah dan jelas lagi, dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2 Konsonan Bahasa Arab

Tempat Artikulasi/ Cara Pengucapan / Artikulasi

105 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (London: Wiesbeden, 1971), h. 700; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 394; Resonansi adalah getaran yang terjadi serempak dengan

gerak tekanan udara yang disebabkan oleh getaran lain. lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 188.

106 Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah, h. 116; Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 394.

107 Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah, h. 115.

109 Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 400. Kamâl Bisyr, ‘Ilm al-Aswât, h. 403.

Pd. Lt. Tr. Ns. Sv. Kh Rq Kh Rq Kh Rq Kh Rq B B B B B Bilabial

alveolar Fronto-palatal

B : bersuara

Lt. B : lateral bersuara

: tidak bersuara

Tr. B : tril bersuara

Kh

: mufakhkham

Ns. B : nasal bersuara

Rq

: muraqqaq

Sv. B : semi-vokal bersuara

Pd. B : paduan bersuara