zaki ghufron bunyi aksara dalam bahasa arab

Zaki Ghufron

NIM: 06.2.00.1.13.08.0054

Pembimbing:

Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, M.A.

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H / 2008 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Tesis yang berjudul Bunyi dan Aksara dalam Bahasa Arab ini merupakan hasil karya

asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 2 (Magister) di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Juli 2008

Zaki Ghufron

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul Bunyi dan Aksara dalam Bahasa Arab yang ditulis oleh Zaki Ghufron dengan no. Pokok 06.2.00.1.06.13.0054, pada konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab, Program Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah diperiksa dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian.

Pembimbing,

Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, M.A.

Tanggal: 25 Juli 2008

PERSETUJUAN TIM PENGUJI

Tesis saudara Zaki Ghufron (NIM. 06.2.00.1.13.08.0054) yang berjudul Bunyi dan Aksara dalam Bahasa Arab telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta pada hari Rabu, tanggal 27 Agustus 2008, dan telah diperbaiki sesuai saran serta rekomendasi dari Tim Penguji Tesis.

TIM PENGUJI

Ketua Sidang / Penguji, Pembimbing / Penguji,

Dr. Yusuf Rahman, M.A. Dr. A. Sayuti Anshari Nasution, M.A.

Tanggal: ... Agustus 2008 Tanggal: ... Agustus 2008

Peng uji, Peng uji,

Dr. M. Syairozi Dimyati, M.Ed. Dr. Ahmad Dardiri, M.A.

Tanggal: ... Agustus 2008 Tanggal: ... Agustus 2008

PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB LATIN

ts

gh

kh

dz

sy

Hamzah ( ﺀ ) baik yang di awal, di tengah, atau di akhir kata, mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun.

VOKAL: VOKAL PENDEK

VOKAL PANJANG ARAB

ــَــ (fathah)

a ﺎَـ

ــِــ (kasrah)

ــُــ (dammah)

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf ( ﻝﺍ ), dialihaksarakan menjadi huruf (al), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah, contoh: al-syams bukan as-syams.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ـّـ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu, contoh: ( ﻢﹼﻠﻌﺗ ) dialihkan menjadi ta’allama.

Tanda lain: //

untuk menandakan fonem []

untuk menandakan alofon (varian)

ABSTRAK

Tesis ini menyimpulkan bahwa aksara Arab memiliki keutamaan dan kelemahan, keduanya sama-sama dapat menjadi kendala pada saat melaksanakan fungsinya dalam merekam bunyi bahasa Arab. Hal itu disebabkan oleh adanya tingkat kesulitan pada kedua aspek tersebut, sehingga sering menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam aspek kebahasaan.

Kesimpulan tersebut didukung oleh beberapa kenyataan. Pertama, aksara Arab merupakan jenis tulisan ortografis yang hanya menggunakan satuan bunyi (fonem) sebagai acuan pada saat terjadinya proses pelambangan bunyi bahasa. Dengan demikian bunyi-bunyi yang sesungguhnya ada dan terjadi pada konteks kata tidak menjadi acuan. Kedua, beberapa karakter

khusus yang merupakan keutamaan aksara Arab masih cukup sulit untuk komunitas bahasa Arab,

meskipun telah dilengkapi dengan kaidah ejaan. Karakter khusus tersebut dapat dilihat pada: penulisan bunyi tâ’ dan fathah tawîlah dengan dua simbol, penulisan (لأ) al-qamariyyah dan al- syamsiyyah yang disertai perbedaan dalam cara pelafalan keduanya, dan simbol tertulis dan bunyi tidak terucap, atau sebaliknya bunyi terucap tanpa ada tanda dalam suatu kata. Ketiga, kelemahan sistem aksara ini pada beberapa aspek, seperti: kesamaan bentuk beberapa huruf Arab yang hanya dibedakan dengan penggunaan tanda titik, perubahan bentuk tiap-tiap huruf Arab seiring perbedaan letak dan posisinya dalam konteks kata, dan penggunaan tanda diakritik yang berada di luar struktur kata sebagai simbol pelengkap untuk melambangkan beberapa bunyi bahasa Arab. Kelemahan lain terletak pada proses pengaksaraan bunyi suprasegmental, di mana aksara Arab belum dapat mengalihkan unsur tekanan dalam bentuk simbol.

Kesimpulan di atas menunjukkan bahwa penelitian ini membuktikan kebenaran pernyataan-pernyataan sebelumnya berkenaan dengan kesulitan-kesulitan seputar aksara Arab, seperti: al-Qâsimî (1979), al-Syuwayrif (1999), dan Bisyr (2000), serta kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan huruf Arab yang telah dikemukakan oleh al-Khûlî (1989), al-Najjâr (2001) dan Tu’aymah (2001).

Data primer yang diteliti pada tesis ini terdiri dari pemikiran para ahli yang berhubungan dengan bunyi bahasa Arab dan sistem aksara yang digunakan untuk menuliskannya. Data tersebut bersumber dari beberapa buku, seperti: al-Kitâb (Sîbawaih), al-Aswât dan‘Ilm al-Lughah (Kamâl Bisyr), Dirâsâh al-Saut al-Lughawî (A. Mukhtâr ‘Umar), al-Hurûf wa al-Aswât (‘Abd al-Mun’im al-Najjâr), al-Kitâbah al-‘Arabiyyah (Mahmud al-Najjâr), Qawâid al-Imlâ’ (‘Abd al-Salâm Hârûn), al-Madâris al-Sautiyyah ‘ind al-‘Arab (‘Alâ’ Jabr), Khasâis al-‘Arabiyyah (Nâyif Ma’rûf), Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (Tamâm Hassân), Modern Arabic: Structures, Functions and Varieties (Clive Holes), dan dipadukan dengan buku-buku lain dalam bidang linguistik dan pendidikan bahasa. Selanjutnya data diolah dan dianalisis melalui pendekatan deskriptif-analitik untuk menghasilkan fakta tentang keutamaan dan kelemahan aksara Arab.

ABSTRACT

This thesis proves that Arabic letters have qualifications and weaknesses, both of them simply can be obstacles when they function as the symbols of Arabic sounds. This is due to the level of difficulties of each which accordingly emerge linguistic errors.

The conclusion above supported by many facts. First, Arabic letters including orthographic uses only phoneme refered to symbolize language sounds, so that sounds occurs in the real word context is actually not to be language reference. Second, many specific characteristics of Arabic letters are still, in many aspect, difficult enough for Arabic language communities although they are practically completed by spelling grammar. Such this

characteristics can be seen in transliteration of tâ’ sound and fathah tawilah with two symbols,

transliteration of (alif lam) al-qomariyyah dan al-syamsiyyah which has different way to spell each, and written symbols without spelling, or vise-versa, spelling without written symbols in a certain word. Third, the weakness of Arabic alphabetic system in many aspects such as; similarity of many Arabic letters which is differentiated only with simple dot use, changing each Arabic word in every position and word context, and diacritic symbol use out of word structure as a complement to symbolize many Arabic sounds. Other Arabic alphabetic system weaknesses is their incompleteness in symbolizing supra-segmental sound which its stress is not yet symbolized.

The conclusions show that this research proved the correctness of previous statement on difficulties occurs within Arabic letters, such as; al-Qâsimî (1979), al-Syuwayrif (1999), and Bisyr (2000) as well as errors which often occur in Arabic transliteration like stated by al-Khûlî (1989), al-Najjâr (2001) and Tu’aymah (2001).

The primer data researched in this thesis covered thoughts of many experts of Arabic language sound and alphabetic systems used for transliteration. The sources of this research are as follows : al-Kitâb (Sîbawaih), al-Aswât and ‘Ilm al-Lughah (Kamâl Bisyr), Dirâsah al-Saut al- Lughawî (A. Mukhtâr ‘Umar), al-Hurûf wa al-Aswât (‘Abd al-Mun’im al-Najjâr), al-Kitâbah al- ‘Arabiyyah (Mahmud al-Najjâr), Qawâid al-Imlâ’ (‘Abd al-Salâm Hârûn), al-Madâris al- Sautiyyah ‘ind al-Arab (‘Alâ’ Jabr), Khasais al-‘Arabiyyah (Nâyif Ma’rûf), Manâhij al-Bahts fi al- Lughah (Tamâm Hassân), Modern Arabic: Structure, Function and Varieties (Clive Holes) and many other literatures in linguistic and language education. The data analyzed through descriptive analytic approach to find facts about qualification and weaknesses of Arabic letters.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt., Dzat Yang Maha Ghafur, yang telah memberikan curahan nikmat-Nya kepada kita semua terutama kepada penulis, yang dengan izin- Nya lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang dengan lancar tanpa menemui hambatan yang berarti. Shalawat serta salam-Nya semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammmad saw., kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada umatnya.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah ikut andil besar membantu penulis dalam semua kegiatan yang menunjang kelancaran kegiatan akademik penulis selama ini. terutama kepada:

1. Departemen Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di tingkat magister, dengan dukungan bantuan beasiswa penuh sebagai salah satu bentuk perhatian terhadap pendidikan di Madrasah. 2. Ketua Yayasan Pendidikan Islam Al-Khairiyyah Tangerang dan juga kepala MA Al- khairiyyah selaku atasan penulis, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meninggalkan tempat tugas dan mengikuti program beasiswa ini. 3. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan segala kebijakannya telah memberikan pelayanan terbaiknya kepada penulis selama ini. 4. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melakukan penggodokan kedewasan akademis penulis, terutama kepada Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof. Dr. Suwito, MA., Dr. Fuad Jabali, MA., Dr. Yusuf Rahman, MA., Dr. Udjang Thalib, MA., dan staf Tata Usaha dari pimpinan sampai karyawannya. 5. Bapak Dr. H. Ahmad Sayuti Anshari Nasution, MA, selaku pembimbing tesis yang secara pribadi sangat membantu dengan meluangkan waktu, pikiran dan tenaga beliau untuk mengarahkan, membimbing dan mendengarkan penulis, selama proses bimbingan tesis ini. Segala amal kebaikannya, penulis kembalikan kepada Yang Maha Kuasa. 6. Dosen-dosen Sekolah Pascasajana, yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama belajar di kampus ini. 7. Kedua orang tua penulis, H Gozali dan Hj. Mardianah yang telah mendidik dan membesarkan penulis dalam buaian kasih sayangnya yang tiada bertepi. Semoga Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka, sebagaimana mereka menyayangi anaknya di waktu kecil.

8. Istriku tercinta, Azizah Alawiyyah, dan anakku tersayang Nadia Shefa Azkia, yang selalu setia mendorong dan menjadi motivasi besar bagi penulis untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan segala aktifitas. 9. Mas inung (di Mesir) sebagai kakak dan teman, yang telah banyak memberikan bantuan dan memfasilitasi penulis dengan kiriman buku-bukunya tanpa pamrih sedikitpun. 10. Kawan-kawan tercinta baik sesama mahasiswa magister di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ataupun kawan-kawan di Madrasah yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik pada saat penulisan tesis ini atau selama masa studi di Sekolah Pascasarjana. Semoga tali ukhuwwah ini tetap terbina sampai masa-masa yang akan datang. 11. Semua pihak yang telah berperan baik langsung maupun tidak dalam kelancaran penulisan tesis ini.

Akhirnya kepada Allah lah penulis bermunajat, semoga semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, dicatat sebagai amal ibadah dan mendapatkan pahala berlipat

ganda. Amin…

Jakarta, 28 Juli 2008 Penulis,

Zaki Ghufron

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa menurut para ahli bahasa (linguis) memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut Ibn Jinnî, bahasa adalah bunyi yang digunakan oleh setiap

masyarakat (bangsa) untuk mengungkapkan maksud mereka. 1 Bahasa juga dapat

2 berupa sistem lambang, 3 atau ungkapan dan kata-kata, yang digunakan manusia untuk keperluan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan pengertian

bahasa inilah, yang melahirkan kenyataan bahwa bahasa dapat berbentuk lisan, ataupun tulisan. Pengertian bahasa yang berbeda-beda tersebut, menunjukkan betapa luasnya arti bahasa itu. Tidaklah salah jika kemudian, Tamâm Hassân dalam bukunya al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ mengutarakan,

bahwa “bahasa terdiri dari beberapa satuan”, 4 dari satuan bunyi, lambang, ungkapan atau kata-kata.

1 Abu al-Fath ‘Utsmân Ibn Jinnî, al-Khasâis (Beirut: ‘Âlam al-Kutub, 2006), h. 67; Ibn Jinnî adalah Abu al-Fath ‘Utsmân anak dari seorang yang berasal dari Romawi Yunani bernama

Jinnî, seorang pembantu dari Sulaimân Ibn Ahmad al-Azzadî, sehingga ia dinasabkan kepada al- Azzadî. Lahir di al-Mawsil (Iraq sekarang) tahun 321/322 H., dan wafat pada umur 70 tahun (392 H.). Mempelajari Nahwu dari Ahmad Ibn M. al-Mawsilî yang dikenal dengan nama al-Akhfasy, dan juga gurunya Abu ‘Alî al-Fârisî al-Hasan Ibn Ahmad Ibn ‘Abd al-Ghaffâr yang sangat dikaguminya. Lihat, Ibn Jinnî, al-Khasâis, h. 7-13.

2 Bahasa adalah sistem lambang yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Lihat, WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, 1991), h. 75. 3 Bahasa adalah kata-kata yang digunakan oleh suatu bangsa untuk mengungkapkan

maksud-maksud mereka. Lihat Ibrâhîm Anîs dkk., al-Mu’jam al-Wasît, jilid II (Istanbul: al- Maktabah al-Islâmiyyah, tt.), h. 831. 4

Tamâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ (Kairo: ‘Alam al- Kutub, 1998), h. 34; Tamâm Hassân adalah seorang Doktor di bidang bahasa Arab berasal dari Mesir, bekerja sebagai pengajar ‘Ilm al-Aswât di Kulliyyah Dâr al-‘Ulûm Kairo University. Karyanya antara lain, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (1979), al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ (1973), dan lain-lain. Satuan bahasa terdiri dari satuan bunyi dan lambang yang diselidiki oleh suatu ilmu dalam linguistik yang disebut fonologi, sementara kata-kata atau ungkapan dalam linguistik dikaji oleh bidang morfologi (struktur dalam pembentukkan kata), sintaksis (struktur antar kata dalam suatu kalimat), dan semantik (makna kata). Lihat Harimurti Kridalaksana, kamus Linguistik, edisi III (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 57, 142, 193, dan 199.

Bahasa dalam manifestasinya yang pertama adalah berupa ujaran atau bunyi, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. 5 Bukan sembarang bunyi saja, melainkan bunyi tertentu, yang agak berbeda-beda menurut bahasa tertentu. Bunyi bahasa dapat dibedakan menjadi fon dan fonem. 6 Fon merupakan bahan baku yang diambil dari bunyi ujaran atau bahasa tutur, tanpa melihat fungsinya sebagai pembeda makna atau tidak. Sementara fonem adalah satuan terkecil dari bunyi-bunyi yang berfungsi dalam

membedakan makna. 7 Fonem berada pada tataran “atas”, sedangkan fon berada pada tataran bawahannya. 8 Keduanya sama-sama menjadi kajian linguistik

melalui dua bidangnya, yaitu fonetik dan fonemik. Secara umum, baik fon atau fonem diklasifikasikan menjadi vokal dan konsonan. Keduanya dinamakan pula dengan bunyi segmental, selain itu ada lagi jenis fon atau fonem yang disebut dengan unsur suprasegmental. 9 Segmental merupakan bagian dari struktur pembentuk kata, sementara suprasegmental tidak

6 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 42. Fon adalah bunyi; bunyi bahasa yang diucapkan seseorang dalam ujaran biasa. Fon

merupakan bagian dasar dari Alofon, dan alofon terletak dalam suatu fonem. Sementara Fonem ialah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna; misalnya dalam bahasa Arab / ﻁ / dan / ﺕ / adalah dua fonem yang berbeda karena ﺏﺎﻃ dan ﺏﺎﺗ berbeda maknanya. Fonem merupakan abstraksi, sedangkan wujud fonetisnya tergantung beberapa faktor, terutama posisinya dalam hubungan dengan bunyi lain. Lihat, Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 55-56. dan Muhammad ‘Ali al-Khûlî, A Dictionary of Theoretical Linguistics (Beirut: Libraire du Liban, 1982), h. 209. Ilmu yang menyelidiki fon disebut Fonetik, sedangkan ilmu yang menyelidiki fonem disebut Fonemik (fonologi). Lihat, JWM. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, cet. IV (Gadjah Mada University Press, 2004), h. 10. 7

8 Kamâl Bisyr, ‘Ilmu al-Aswât (Kairo: Dâr al-Gharîb, 2000), h. 66-67. Fonem berada pada tataran “atas”, tersimpan di dalam alam pikiran pemakai bahasa yang

merupakan underlying representation dalam sistem bunyi bahasa manusia. Fonem dalam tataran ini direalisasikan pada penggunaan bahasa yang sesungguhnya, dalam tataran bawahannya, yakni surface form atau tataran fonetik (phonetic level), pada tataran ini terdapat banyak variasi bunyi bahasa yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain keadaan fisik normal atau cacat, lelah, gembira, sakit, dan lainnya. Lihat Suhendra Yusuf, Fonetik dan Fonologi (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 1998), h. 19. 9

Vokal adalah fonem yang dibentuk dengan cara membebaskan udara yang mengalir ke luar melalui alat bicara sewaktu orang berbahasa lisan. Konsonan adalah fonem yang dibentuk dengan cara merintangi udara tersebut. Istilah semi-vokal dipergunakan untuk menamakan fonem yang terbentuk dengan cara setengah merintangi dan setengah membebaskan udara yang mengalir ke luar. Semi-vokal memang berarti “setengah vokal”. Sedangkan, fonem suprasegmental berbeda dengan fonem lainnya karena tidak merupakan bunyi tersendiri, berbeda dan terpisah dari bunyi lainnya. Fonem itu berupa tekanan atau nada. Lihat, Sudarno, Kata Serapan dari Bahasa Arab (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), h. 24-25. Pembagian fonem dapat dilihat di Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 56. dan Muh ammad ‘Ali al-Khuli, A Dictionary of Theoretical Linguistics, h. 209.

dapat dilihat pada struktur kata tetapi dapat dikaji dalam suatu ujaran bahasa. Bunyi-bunyi bahasa Arab (fon dan fonemnya) –sebagaimana bahasa-bahasa di dunia- diklasifikasikan menjadi vokal dan konsonan, selain juga unsur suprasegmental. Jumlah fonem bahasa Arab seluruhnya sebanyak 34, yaitu: enam

vokal dan 28 konsonan. 10 Unsur suprasegmental tidak dimasukkan ke dalam klasifikasi fonem bahasa Arab, karena tidak digunakan untuk membedakan makna umum suatu ujaran.

Fonem merupakan media penting untuk mempermudah dalam mempelajari bunyi ujaran suatu bahasa, terutama dalam pengajaran bahasa sebagai bahasa asing seperti pengajaran bahasa Arab di Indonesia. 11 Fonem merupakan satuan terkecil dalam pembentukan kata suatu bahasa, dan kata terdiri dari satu atau beberapa suku kata. Hal yang demikian berlaku untuk semua bahasa, tidak terkecuali bahasa Arab. Fonem-fonem setiap bahasa harus mengikuti aturan dalam pembentukan suku kata, begitu pula suku kata dalam

pembentukan kata. 12 Fonem juga dikaji dengan sangat teliti, untuk tujuan pemilihan dan penentuan aksara suatu bahasa sebagai bahasa tulis. 13 Hal ini dapat

dimengerti, mengingat jumlah fonem lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah bunyi bahasa secara umum.

Meskipun dikatakan bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulis sekunder, tetapi peran dan fungsi bahasa tulis sangat besar untuk manusia dalam kehidupan modern. Bahasa tulispun sebenarnya merupakan “rekaman” bahasa lisan, dapat menembus ruang dan waktu, sehingga dapat disimpan sampai waktu yang tidak

10 Fonem vokal bahasa Arab terdiri dari ،ﺔﻨﻛﺎﺴﻟﺍ ﺓﺮﺴﻜﻟﺍ ،ﺔﻨﻛﺎﺴﻟﺍ ﺔﺤﺘﻔﻟﺍ ،ﺔﻤﻀﻟﺍ ،ﺓﺮﺴﻜﻟﺍ ،ﺔﺤﺘﻔﻟﺍ

ﺀﺏﺕﺙﺝﺡﺥﺩﺫﺭﺯﺱﺵﺹﺽﻁﻅﻉﻍﻑﻕﻙﻝﻡ ﻥﻩ ﻭﻱ sedangkan fonem suprasegmental terdiri dari ﺪﻤﻠﻟ ﺀﺎﻴﻟﺍﻭ ،ﻭﺍﻮﻟﺍ ،ﻒﻟﻷﺍ , lihat Sudarno, Kata

ﺔﻨﻛﺎﺴﻟﺍ ﺔﻤﻀﻟﺍﻭ fonem konsonan terdiri dari

Serapan dari Bahasa Arab, h. 27 dan, Tamâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, h. 72-23. 11

Fonem dapat mempermudah pembelajaran bunyi suatu bahasa, karena melalui fonem diketahui perbedaan setiap bunyi dan letak makhrajnya. Begitu pula, dalam mempelajari bahasa asing, karena setiap bahasa memiliki karakteristik masing-masing, baik dalam penuturannya. Lihat, Kamâl Bisyr, ‘Ilmu al-Aswât, h. 491.

12 Posisi fonem berbeda-beda, ada yang hanya dapat menduduki posisi awal saja, ada yang hanya di tengah dan di akhir saja, juga ada yang bisa menempati dua posisi sekaligus. Begitu

pula suku kata dalam membentuk kata. Lihat, Sudarno, Kata Serapan dari Bahasa Arab, h. 22-23. 13 JD. Parera, Fonetik dan Fonemik, cet. II (Penerbit Nusa Indah, 1986), h. 78. Aksara adalah sistem tanda-tanda grafis yang dipakai manusia untuk berkomunikasi, dan sedikit banyaknya mewakili ujaran. Lihat, Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 5.

terbatas, dan dapat dimanfaatkan bagi generasi selanjutnya. Martha C. Pennington mengungkapkan, “The fact that written documents have much longer survival period than individual humans means that the conventions of written language of

one generation can easily be preserved into the next generation”. 14 Dalam hal ini bahasa tulis memiliki banyak kegunaan, seperti sebagai media penting dalam pembuatan: dokumentasi, administrasi, dan pendidikan, terutama pembelajaran bahasa Asing.

Aksara (ortografi) adalah sistem tulisan yang dibuat untuk digunakan secara umum dan berlaku di dalam masyarakat suatu bahasa. 15 Aksara dibuat untuk dapat menggambarkan bunyi yang sebenarnya dari suatu bahasa, biasanya acuan pembentukan aksara adalah satuan bunyi yang memiliki fungsi pembeda makna. Dalam sejarah kehidupan manusia, aksara telah melewati beberapa fase perubahan, dari mulai piktograf, ideograf, aksara silabis, sampai pada sistem

aksara seperti yang digunakan saat ini. 16 Perubahan-perubahan terhadap aksara bahasa tersebut terjadi dan dilakukan untuk memperbaiki kemampuannya dalam melambangkan bunyi bahasa yang berkembang dengan cepat.

Sistem ortografis yang digunakan untuk melambangkan bunyi bahasa Arab, dikenal dengan nama aksara Arab. 17 Aksara ini dibuat untuk digunakan sebagai perekam ujaran bahasa Arab, yang terdiri dari bunyi-bunyi sebagai satuan terkecilnya. Aksara ini juga memiliki sejarah panjang, dan telah melewati

Martha C. Pennington, Phonology in English Language Teaching: An International Approach (New York: Longman Publishing, 1996), h. 186. 15 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 110; Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan,

aksara mencakup huruf istilah umum untuk graf dan grafem. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya, sedangkan grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem. Urutan huruf dalam suatu sistem aksara dinamakan abjad atau alfabet. Misalnya dalam aksara Arab, alfabet itu dimulai dari alif sampai ya. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 93. 16

Bahasa gambar disebut piktogram, sebagai sistem tulisan disebut piktograf, satu huruf yang berupa satu gambar, melambangkan satu makna, sistem ini digunakan oleh bangsa Mesir kuno, T’sang Chien di Cina, dan Babilonia. Bahasa Paku digunakan oleh bangsa Sumaria pada lebih kurang 4.000 SM, sistem ini disebut aksara silabis karena digunakan untuk menyatakan suku kata. Lihat, Hasan Zâzâ, al-Lisân wa al-Insân Madkhal ila Ma’rifah al-Lughah (Damaskus: Dâr al-Qalam, 1990), h. 127-128 dan Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 85-89. 17

Aksara Arab mula-mula dipakai untuk menuliskan bahasa Arab, diturunkan dari aksara Aramea; peninggalan tertua beraksara Arab berasal dari tahun 512 M; dalam penyebarannya juga dipakai untuk menuliskan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Urdu, bahasa Melayu, bahasa Jawa; dituliskan dari kanan ke kiri. Lihat Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 5.

beberapa fase perubahan. 18 Perubahan itu bertujuan untuk menyempurnakan kemampuan dalam menjalankan fungsinya sebagai pelambang bunyi bahasa Arab,

sehingga dapat dinilai memiliki kelayakan untuk fungsi tersebut. Menurut Clive Holes, aksara Arab sangat konsisten dan sangat dekat dengan bunyi bahasanya, jika dibandingkan dengan bahasa lain. 19 Hal itu dapat dilihat bahwa setiap huruf primer dan tanda lain dalam aksara Arab dapat menggambarkan fonem, sekaligus alofon-alofonnya (varian), contohnya: /bâ’/,

/tâ’/, dan /tsâ’/ dilambangkan dengan huruf ( ﺙ ،ﺕ ،ﺏ ), meskipun bunyi-bunyi

tersebut memiliki beberapa alofon dalam konteks kata. Fonem berikut alofonnya dalam bahasa Arab cukup dituliskan dengan sebuah huruf, hasilnya terdapat 29 huruf yang tersusun dalam abjad (alfabet) Arab. 20 Huruf-huruf ini tersusun dalam suatu urutan abjad yang dikenal dengan nama al-Hurûf al-Hijâiyyah. Dengan segala konsistensi dan ketelitian yang dimilikinya, aksara Arab masih memiliki kelemahan dalam pelambangan bunyi bahasa Arab, hal seperti ini juga terjadi pada aksara bahasa lain. Aksara Arab masih belum dapat melambangkan bunyi ujaran bahasa secara akurat, terutama unsur

suprasegmental. 21 Hal ini dapat dimaklumi mengingat bunyi-bunyi ujaran bahasa berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman, sementara perkembangan

aksara terlalu lambat untuk mengikuti kemajuan itu. Menurut Kridalaksana, “kesepadanan antara huruf dan bunyi sering arbiter”. 22 Untuk selanjutnya, kegiatan menulis adalah bentuk turunan dari bahasa lisan, dan sudah seharusnya

18 Bentuk tulisan yang paling lama berasal dari sistem tulisan al-Masnad Yaman dalam bentuk tiang-tiang. Bentuk kedua adalah bentuk al-Nibtî salah satu macam tulisan al-Ârâmi seperti

tulisan Nuqûsy (gambar-gambar) pada kuburan. Kemudian sampai pada tulisan Arab yang diambil dari al-Nibtî juga, dengan beberapa perubahan. Perubahan itu terus terjadi sampai pada sistem tulisan seperti sekarang dan bukan dalam bentuk nuqûsy. Lihat, ‘Ali ‘Abd al-Wâhid Wâfî, Fiqh al- Lughah, cet. VIII (Kairo: Dâr Nahdhah Misr, tt), h. 251-254.

19 Clive Holes, Modern Arabic: Structures, Functions and Varieties (New York: Longman Publishing, 1995), h. 73. 20 21 Kamâl Bisyr, ‘Ilmu al-Aswât, h. 492.

‘Alî M. al-Qâsimî, Ittijâhât Hadîtsah fi Ta’lîm al-‘Arabiyyah li al-Nât iqîn bi al-Lughât al-Ukhrâ (Riyâd: ‘Imâdah Syu’ûn al-Maktabât Jâmi’ah al-Riyâd, 1979), h. 252. 22 Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 79.

sistem bahasa tulis itu menyesuaikan diri dengan bentuk-bentuk bunyi dan perubahan di dalamnya. 23 Bukan sebaliknya, bunyi yang mengikuti sistem tulis.

Aksara Arab juga dapat menimbulkan kesulitan dalam tataran penggunaanya, mengingat ada beberapa karakter khusus dan kaidah pelengkap dalam ejaan aksaranya, seperti: penulisan hamzah yang berbeda-beda seiring

perbedaan tempatnya, baik di depan, di tengah atau di akhir sebuah kata. 24 Perbedaan juga terletak pada sistem tulis dan karakteristik antara hamzah al-wasl

dan hamzah al-qat’. 25 Dalam aksara Arab terdapat vokal-vokal yang terucap, akan tetapi tidak direalisasikan melalui suatu simbol dalam penulisan kata, contohnya:

vokal panjang (al-madd) pada kata ( ﻦﲪﺮﻟﺍ ،ﺍﺬﻫ ،ﷲﺍ ), sebaliknya simbol tertulis vokalnya tersembunyi, seperti: alif pada kata ( ﺍﻮﻣﺭ) dan wâw pada kata ( ﻚﺌﻟﻭﺃ) . 26

Aksara Arab juga memiliki karakter khusus dalam melambangkan fathah tawîlah

dengan dua simbol alif dan alif maqsûrah, seperti: ( ﻰﻣﺭ ،ﺎﺼﻋ ). 27 Karakter-karakter

khusus ini sebenarnya merupakan sisi keutamaan dari aksara Arab, akan tetapi dapat menjadi kendala karena tingkat kesulitan yang terjadi dalam tataran penggunaanya.

Bahasa Arab sebagai suatu bahasa memiliki banyak keutamaan dan kelebihan, sehingga menarik untuk dipelajari. Bahasa ini tidak hanya dipelajari oleh bangsa Arab saja, akan tetapi banyak bangsa-bangsa lain yang mempelajari

bahasa ini sebagai bahasa asing. 28 Pengajaran bahasa Arab baik sebagai bahasa

23 Tulisan merupakan turunan dari bahasa lisan, dalam arti bahwa sistem aksara mengikuti perkembangan bunyi dan tidak berjalan dengan ketentuan sendiri. Lihat, Dick, J.G. Kooij, Ilmu

Bahasa Umum (edisi terjemah), (Jakarta: RUL, 1994), h. 113-114.

25 Clive Holes, Modern Arabic: Structures, Functions and Varieties, h. 73-74. Hamzah al-wasl dituliskan dengan huruf alif, diucapkan ketika berada di awal kalimat,

seperti ﻢﺳﺍ , dan tidak diucapkan ketika didahului oleh kata lain, seperti ؟ﻞﺟﺮﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻢﺳﺎﻣ. Hamzah al- qat’ ditulis dengan hamzah di atas alif, diucapkan baik di awal kalimat, ataupun didahului oleh kata lain, dan tandanya tetap harus dituliskan. Seperti ،ﺪﻌﺳﺃ ﻝﺎﻗ ،ﺪﻌﺳﺃ ﻥﺃ . Lihat, Riyâd Zakî Qâsim, Taqniyyât al-Ta’bîr al-‘Arabî (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 2000), h. 37. 26

Kamâl Bisyr, ‘Ilmu al-Aswât, h. 599-601 dan Clive Holes, Modern Arabic: Structures, Functions and Varieties, h. 73-75. 27 Mustafâ Ghalâyaynî, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, 1993), h. 155-156.

28 Keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh bahasa Arab terletak pada: Pertama, identitasnya sebagai bahasa Alquran, sehingga banyak digunakan oleh pemeluk agama Islam.

Kedua, Bahasa Arab penting untuk dipelajari karena bangsa Arab (Islam) itu sendiri memiliki sejarah peradaban yang sangat mengagumkan di masa lampau. Selain itu bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang telah diakui dan digunakan sebagai bahasa resmi Perserikatan Bangsa- bangsa (PBB). Lihat Rusydî Ahmad Tu’aymah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nât iqîn bihâ Kedua, Bahasa Arab penting untuk dipelajari karena bangsa Arab (Islam) itu sendiri memiliki sejarah peradaban yang sangat mengagumkan di masa lampau. Selain itu bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang telah diakui dan digunakan sebagai bahasa resmi Perserikatan Bangsa- bangsa (PBB). Lihat Rusydî Ahmad Tu’aymah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nât iqîn bihâ

berbicara dan menulis. 29 Keterampilan berbahasa ini diberikan baik secara terpadu ataupun secara satuan dalam pengajaran bahasa Arab. Menulis merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting dalam pengajaran bahasa Arab, baik sebagai bahasa ibu maupun sebagai bahasa asing. Keterampilan ini diajarkan terhadap siswa melalui sistem gradasi dari mulai yang

mudah seperti menuliskan huruf, dilanjutkan dengan menuliskan kata, sampai dengan yang paling sulit yaitu menulis dalam bentuk mengarang. 30 Oleh sebab itu, bentuk pengajaran keterampilan menulispun berbeda-beda, dari mulai menulis dalam bentuk kaligrafi (khat), menyalin (naskh), menulis secara dikte (imlâ’), 31 sampai dengan menulis bebas (insyâ’). 32 Bentuk-bentuk pengajaran ini sebaiknya diajarkan secara berurutan, sehingga menjadi landasan yang baik untuk langkah berikutnya.

Dengan ragam dan bentuk pengajaran keterampilan menulis di atas, masih saja terjadi kesalahan-kesalahan dalam penulisan huruf Arab. Penyebab terjadinya

(Mansyûrât al-Munazzamah al-Islamiyyah li al-Tarbiyah wa al-‘Ûlûm wa al-Tsaqâfah – ISESCO, 1988), h. 31-34.

29 Fathî ‘Alî Yûnus dan Muh ammad ‘Abd al-Raûf al-Syaikh, al-Marja’ fi Ta’lîm al- Lughah al-‘Arabiyyah li al-Ajânib min al-Nazariyyah ilâ al-Tat bîq (Kairo: Maktabah Wahbah,

2003), h. 59-69. 30 Sistem gradasi (al-tadarruj) sangat penting dilihat dari dua faktor, yaitu: Pertama, akademis (pendidikan), gradasi harus dari yang mudah sampai yang sulit. Kedua, filosofis, tidak mungkin diajarkan cara menulis makalah sebelum siswa mempelajari cara menulis paragraf, karena makalah terdiri dari beberapa paragraf. Lihat M. ‘Ali al-Khûlî, ‘Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, cet. III (Riyad: T.pn, 1989), h. 129. 31

Siswa diharapkan mampu menuliskan huruf dengan benar dan dapat membedakan antara huruf-huruf yang berdekatan makhraj-nya melalui kegiatan kaligrafi dan menyalin. Sementara melalui kegiatan imlâ’, siswa diharapkan mampu menuliskan apa yang ia dengar, baik dalam bentuk kata, kalimat, ataupun paragraf sesuai dengan kaidah penulisan (kaidah imlâîyyah) dalam bahasa Arab. lihat, Rusydî Ahmad Tu’aymah, Ta’lîm al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nât iqîn bihâ, h. 186.

32 Sedangkan insyâ’ adalah kegiatan menulis yang tingkatannya lebih tinggi dari naskh dan imlâ. Dalam insyâ, siswa diharapkan mampu menulis suatu karangan menurut ide dan

kreatifitasnya, baik dalam bentuk insyâ’ muwajjah maupun insyâ’ hurr. Insyâ’ muwajjih adalah mengarang dengan bimbingan (arahan) melalui klu-klu yang harus diikuti oleh siswa. Sedangkan insyâ hurr’ adalah mengarang bebas tanpa ada bimbingan dan arahan. Lihat, al-Khûlî, ‘Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 138-140.

kesalahan ini -jika diamati-, akibat kelemahan, karakter khusus, atau kaidah ejaan dalam penggunaan aksara Arab. M. ‘Ali al-Khûlî menegaskan bahwa kesalahan yang sering kali terjadi dalam kegiatan imlâ’, diakibatkan karena kesulitan dalam membedakan bunyi-bunyi yang berdekatan, kesulitan dalam penulisan hamzah,

lâm al-syamsiyyah dan lâm al-qamariyyah, dan lainnya. 33 Hal ini membuktikan bahwa kesalahan bukan hanya diakibatkan oleh kelemahan aksara Arab saja, tetapi dapat pula terjadi karena tingkat kesulitan yang dimilikinya baik dalam bentuk karakter khusus atau kaidah ejaan, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan performan masyarakat bahasa Arab.

Kesulitan dalam penulisan aksara Arab juga dirasakan oleh siswa di Indonesia, sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan. Banyak keluhan yang dilontarkan terhadap penguasaan bahasa siswa, keluhan itu karena siswa dianggap

kurang mampu menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun secara tertulis. 34 Hal senada diungkapkan oleh Mastuhu bahwa pada setiap ujian masuk IAIN dan PTAIS misalnya, para calon mahasiswa dari madrasah tidak memenuhi standar minimal untuk tes bahasa Arab, serta tidak bisa menulis Arab seperti surat al-

Fâtihah dan surat-surat pendek lain. 35 Dalam hal ini, kesalahan dapat saja terjadi karena siswa tidak memahami karakter dan kaidah ejaan aksara Arab.

Kesalahan-kesalahan tersebut pada hakikatnya tidak hanya dalam penulisan kata atau kalimat saja, tetapi kesalahan dalam penulisan huruf masih sering terjadi. Padahal penulisan huruf (imlâ’) merupakan langkah pendahuluan

sebelum diajarkan menulis dalam bentuk kata atau kalimat (insyâ’). 36 Kesalahan- kesalahan ini sudah sepantasnya dijadikan perhatian oleh berbagai kalangan, baik

pihak sekolah yang secara langsung terlibat dalam pengajaran, ataupun kalangan pembuat kebijakan dan pemerhati pengajaran bahasa Arab baik sebagai bahasa ibu atau bahasa asing.

34 al-Khûlî, ‘Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, h. 135-136. Penggunaan bahasa secara lisan nampak waktu berpidato, atau berdiskusi. Sedangkan

penggunaan bahasa tulisan nampak pada waktu menyusun surat, pidato, atau membuat suatu karangan. Lihat, Achmad Satori Ismail, Prospek Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia, Jurnal al- Qalam, No. 102/Vol. 21, 2004, h. 394. 35

36 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 59. Siswa dapat belajar (diajarkan) menulis delam bentuk insyâ’ muwajjah, setelah

diajarkan menulis huruf, menyalin, dan imlâ’. Lihat, al-Khûlî, ‘Asâlîb Tadrîs al-Lughah al- ‘Arabiyyah, h. 138.

Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka judul penelitian ini laik dilakukan. Penelitian yang dilakukan untuk menelaah proses pengaksaraan bunyi- bunyi (ujaran) bahasa Arab, merupakan langkah penting untuk memahami sistem dan karakter bunyi dan aksara Arab. Pengetahuan tentang problem (kendala) yang terjadi dalam pengaksaraan bunyi-bunyi (ujaran) bahasa Arab, dapat digunakan untuk menyimpulkan sisi kesulitan yang terjadi akibat karakter khusus, kaidah ejaan, atau kelemahan aksara Arab. Semuanya itu sangat baik untuk dijadikan pijakan dalam proses pengajaran bahasa Arab dan dalam rangka meminimalisir kesalahan-kesalahan dalam penggunaan aksara Arab.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa permasalahan yang berhubungan dengan bunyi dan aksara dalam bahasa Arab, antara lain:

a. Bunyi-bunyi bahasa (fon atau fonem) sangat beragam, dan terdapat perbedaan yang signifikan antara bunyi bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.

b. Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli bahasa, baik dalam klasifikasi dan sifat bunyi bahasanya.

c. Bunyi bahasa Arab (fonem) merupakan media penting dalam pembentukan sistem bahasa tulisnya, atau sebagai media pembelajaran, meskipun terdapat hubungan yang arbiter antara bunyi dan simbol aksara dalam setiap bahasa.

d. Terdapat kesulitan-kesulitan dalam tataran penggunaan aksara arab, yang dapat disebabkan oleh karakter khusus, kaidah ejaan, dan kelemahannya. terutama dalam menjalankan fungsinya sebagai pelambang bunyi bahasa Arab, seperti: - Karakter khusus dalam penulisan hamzah dengan kaidah-kaidah

penulisannya, seiring perbedaan posisinya dalam konteks kata. Karakter dan kaidah tersebut merupakan tingkat kesulitan dalam tataran penggunaannya.

- Sistem penulisan fathah tawîlah dengan dua simbol alif dan alif

maqsûrah, seperti: ( ﻯﺮﺟ ،ﺎﻋﺩ ).

- Terdapat simbol yang tertulis, namun vokalnya tidak terucap, seperti

( ﺍﻮﻌﲰ ), atau sebaliknya terdapat vokal yang terucap, namun tidak direalisasikan melalui suatu simbol, seperti ( ﺍﺬﻫ ،ﺀﻻﺆﻫ ﻦﲪﺮﻟﺍ ، ).

- Terdapat kelemahan aksara Arab dalam penulisan unsur suprasegmental, di mana tekanan belum dapat dialihkan dalam bentuk simbol.

- Terdapat kelemahan dalam persamaan bentuk hampir semua huruf

primer aksara Arab, seperti: ( ﱁﺇ ... ،ﺫ،ﺩ ،ﺥ ،ﺡ ،ﺝ ،ﺙ ،ﺕ ،ﺏ ).

e. Kesulitan-kesulitan akibat karakter khusus, kaidah penulisan, serta kelemahan aksara Arab –semuanya- dapat menjadi kendala dalam penggunaanya, sehingga dapat menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam penulisan huruf-huruf dan tanda-tanda aksara Arab.

2. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, dan karena ruang lingkup pembahasan tentang bunyi dan aksara dalam bahasa Arab yang sangat luas, maka penelitian ini hanya terbatas pada usaha untuk mengungkap proses pengaksaraan bunyi-bunyi dalam bahasa Arab dan kendala-kendala dalam proses tersebut. Hal tersebut sangat penting, karena dengan penelitian ini dapat diketahui letak-letak kesulitan baik yang diakibatkan bunyi bahasa yang begitu beragam, keutamaan (karakter khusus dan kaidah ejaan), ataupun kelemahan aksara Arab. Pengetahuan tentang letak kesulitan penggunaan aksara Arab itu sangat baik untuk dijadikan pijakan dalam rangka perbaikan sistem dan kebijakan pengajaran bahasa Arab.

3. Perumusan Masalah Untuk itu maka permasalahan dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana proses pengaksaraan bunyi bahasa Arab yang sangat beragam? a. Bagaimana proses pengaksaraan bunyi bahasa Arab yang sangat beragam?

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian tentang bunyi bahasa Arab telah ada sejak masa lalu, di antara ahli yang pernah membahas hal ini adalah Sîbawaih, 37 dalam bukunya al-Kitâb

pada bab al-Idghâm. 38 Pembahasan Sîbawaih telah sampai kepada perbedaan makhraj bunyi-bunyi bahasa Arab dan sifat-sifatnya, akan tetapi pembahasan itu

masih bersifat umum dan belum sampai pada kesimpulan perbedaan bunyi bahasa, baik yang bersifat fonetis atau bunyi yang bersifat fonemis. Pembahasan Sîbawaih ini merupakan titik tolak pandangan ahli-ahli lainnya, terutama dari kalangan ahli Tajwîd, meskipun dalam beberapa pandangannya terdapat kelemahan. Kelemahan pendapat Sîbawaih terletak pada penetapan titik artikulasi beberapa bunyi, hal tersebut dapat dilihat jika dibandingkan dengan pembahasan

Ibn Sînâ dalam bukunya Asbâb Hudûts al-Hurûf. 39 Penetapan titik artikulasi yang telah diungkapkan Ibn Sînâ terlihat lebih jelas, mengingat latar belakang

keahliannya dalam bidang anatomi tubuh, dan -pada akhirnya- pandangan ini banyak diikuti oleh ahli kontemporer.

Bunyi bahasa Arab banyak dikaji oleh ahli bahasa modern, baik yang berasal dari Arab maupun non-Arab. Kajian mereka sangat beragam baik dalam tujuan, ataupun hasil yang dicapai. Tamâm Hassân dalam bukunya Manâhij al-

Bahts fi al-Lughah, 40 membahas bunyi bahasa Arab dalam dua tataran fonetik dan fonemik. Menurutnya, terdapat perbedaan fungsi antara fonem vokal dan fonem

konsonan bahasa Arab. Fonem bahasa Arab memiliki aturan yang baku dalam pembentukan suku kata. Fonem juga berguna untuk pengajaran bunyi-bunyi

37 Sîbawaih, ahli Nahwu yang bernama Abu Bisyr ‘Amr bin ‘Utsmân (w. 796), dilahirkan di al-Baydâ’ dan menetap di Basrah. Beliau belajar pada al-Khalîl, dan dikenal sebagai Imam

Madzhab Basrah (salah satu madzhab Nahwu), bukunya yang terkenal berjudul al-Kitâb. 38 Lihat Abu Bisyr ‘Amr bin ‘Utsmân Ibn Qanbûr Sîbawaih, al-Kitâb, jilid IV, cet. II

(Kairo: Maktabah al-Khânjî, 1982), h. 431-451. 39 ‘Alî Ibn al-Husayn Ibn Sînâ, Asbâb Hudûts al-Hurûf (Damaskus: Matbû’ât Majma’ al- Lughah al-‘Arabiyyah, 1983). 40 Tamâm Hassân, Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (al-Maghrib: Dâr al-Tsaqâfah, 1979).

bahasa dan pembentukan sistem ortografi bahasa Arab. Hal seperti ini juga dibahas dengan lebih terperinci lagi oleh Kamâl M. Bisyr dalam dua bukunya,

yaitu: ‘Ilm al-Lughah al-‘Âm dan ‘Ilm al-Aswât. 41 Kedua bukunya tersebut merupakan satu pembahasan yang komprehensif tentang bunyi bahasa Arab, baik dalam tataran fonetik ataupun fonemik. Pembahasan tersebut juga dilengkapi dengan perbedaan pendapat yang terjadi antara ahli bahasa klasik dan modern, sehingga dapat diketahui sisi dan penyebab perbedaan antara keduanya. Kamâl Bisyr mengungkapkan bahwa fonemisasi bunyi bahasa Arab merupakan langkah yang baik untuk keperluan pada bidang lain, terutama penetapan aksara bahasa

Arab. Di akhir bukunya dijelaskan dengan singkat letak-letak kesulitan pada penggunaan aksara Arab, hal itu sebagai bukti bahwa suatu aksara hanya berlandaskan pada fonem bahasanya.

Pembahasan bunyi bahasa Arab dengan dua tatarannya baik fonetik dan fonemik, dapat dilihat pada beberapa karya, seperti: Ahmad Mukhtâr ‘Umar dalam bukunya Dirâsah al-Saut al-Lughawî, 42 Kamâl Ibrâhîm Badrî dengan bukunya ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmij , 43 Mahmûd Fahmî Hijâzî dalam bukunya

Madkhal ‘ilâ ‘Ilm al-Lughah , ‘Alâ’ Jabr Muhammad dalam bukunya al-Madâris al-Sautiyyah ‘ind al-‘Arab , dan beberapa karya lainnya. Dua buku yang pertama berisi tentang pembahasan bunyi bahasa Arab, dua buku selanjutnya memuat semua tataran yang dimiliki bahasa Arab, sementara buku terakhir berisi kajian fonetik bahasa Arab yang dilakukan oleh para ahli dengan berbagai latar belakang keilmuan, seperti: Nahwu, Balâghah, dan Tajwîd. Oleh sebab itu, pembahasan bunyi bahasa Arab telah banyak dilakukan oleh kalangan dari bangsa Arab

Kamâl M. Bisyr, ‘Ilm al-Lughah al-‘Âm (Kairo: Dâr al-ma’ârif, 1971), dan ‘Ilm al- Aswât (Kairo: Dâr al-Gharîb, 2000). Kamâl Bisyr adalah Doktor bahasa Arab yang berasal dari Mesir, sebagai salah satu pengajar di Kulliyyah Dâr al-‘Ilm Kairo University. Karyanya tentang bunyi-bunyi bahasa Arab secara lengkap dijelaskan dalam dua bukunya, yaitu: ‘Ilm al-Lughah al- ‘Âm (1971) dan ‘Ilm al-Aswât (2000) yang merupakan pelengkap buku pertama.

42 Ahmad Mukhtâr ‘Umar, Dirâsah al-Saut al-Lughawî , Cet. IV (Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 2006). Ahmad Mukhtâr ‘Umar adalah seorah ahli bahasa Arab, sebagai staf pengajar bidang ‘Ilm

al-lughah di Kulliyyah Dâr al-‘Ulûm Kairo University. Salah satu karyanya adalah Dirâsah al- saut al-lughawî, yang mengungkapkan bunyi-bunyi bahasa Arab baik dalam tataran fonetik atau pun dalam tataran fonemik. 43

Kamâl Ibrâhîm Badrî, ‘Ilm al-Lughah al-Mubarmij (al-Riyâd: ‘Imâdah Syu’ûn al- Maktabât Jâmi’ah al-Malik Su’ûd, 1988). Kamâl Ibrâhîm Badrî adalah dosen terbang pada beberapa Universitas, seperti: Jâmi’ah al-Malik Su’ûd di Riyâd dan Ma’had al-‘Ulûm al- Islâmiyyah sebagai salah satu cabang Jâmi’ah al-Malik Su’ûd yang berada di Indonesia.

sendiri, namun sebagian besar hanya untuk mengkaji bunyi dengan berbagai aspeknya.

Pembahasan bunyi bahasa Arab yang dilakukan oleh kalangan ahli yang berasal dari non-Arab dapat dilihat dari penelitian Sudarno, dalam bukunya yang berjudul Kata Serapan dari Bahasa Arab . 44 Buku tersebut dimulai dengan uraian tentang fonem-fonem bahasa Arab dan klasifikasinya baik vokal, konsonan, semi- vokal dan suprasegmental. Pembahasan juga dilengkapi dengan aturan dan sistematika urutan fonem dalam pembentukan kata, kemudian dilakukan perbandingan dengan fonem-fonem bahasa Indonesia. Tujuan penelitiannya

adalah mengungkapkan kata-kata yang di serap oleh bahasa Indonesia dari bahasa Arab. Sementara itu, pembahasan tentang sistem aksara (bahasa tulis) dapat ditemukan pada beberapa literatur. Abdul Chaer dalam bukunya Linguistik Umum, 45 -dalam pembahasannya mengenai aksara- mengungkapkan bahwa datangnya Islam di Indonesia menyebabkan tersebarnya aksara Arab. Aksara Arab digunakan pula dalam bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan beberapa bahasa daerah

lain. 46 Penggunaannya berakhir setelah ditetapkan ejaan Van Ophuijsen (1901 M) untuk bahasa Indonesia. 47 Menurutnya juga, bahwa transkripsi ortografis yang

berlaku pada suatu bahasa tidak akurat dalam merekam bunyi-bunyi bahasanya, karena hanya berdasarkan pada satuan bunyi bahasanya saja. Hal semacam ini juga pernah diuraikan oleh David Cowan, dalam bukunya An Introduction to Modern Literary Arabic.

44 Sudarno adalah seorang dosen di beberapa perguruan tinggi, seperti IAIN dan IKIP Muhammadiyah Jakarta. Gelar masternya diperoleh di UNE, NSW Australia pada tahun 1975,

sementara gelar doktor diperoleh di IKIP Jakarta. Liha sudarno, Kata Serapan dari Bahasa Arab, 1990.

45 Abdul Chaer lahir di Jakarta, memperoleh gelar sarjana pendidikan dari IKIP Jakarta tahun 1969. Meraih post graduate study dalam bidang linguistik pada Rijksuniversiteit Leiden

Belanda tahun 1976-1977. Sekarang menjabat Dosen Mata Kuliah Linguistik Umum di IKIP Jakarta. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum. 46

Aksara Arab yang digunakan di Malaysia disebut aksara Jawi, yang dipakai untuk bahasa Insonesia (waktu dulu) disebut aksara Arab Melayu atau Arab Indonesia, dan yang dipakai dalam bahasa Jawa disebut aksara Pegon. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 89. 47

Ejaan van Ophuijsen adalah ejaan pertama bahasa Indonesia, diambil dari nama seorang guru besar Belanda yang juga pemerhati bahasa. Ejaan ini diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda yang berkuasa di Indonesia, digunakan selama 46 tahun dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka. Lihat Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 16.

Aksara Arab (Arabic script) –dalam sebuah artikel 48 - berasal dari aksara Nabatean Aramea, dan memiliki dua jenis yaitu: aksara klasik (classical Arabic)

dan aksara Arab modern (modern standard Arabic). Aksara klasik digunakan dalam menuliskan Alquran dan literatur-literatur klasik, sementara aksara modern digunakan dalam berbagai penulisan seperti yang dapat dilihat saat ini. Aksara Arab terdiri dari 28 huruf (grafem) ditambah huruf hamzah, masing-masing huruf memiliki perubahan bentuk sesuai perbedaan tempatnya, baik di depan, tengah,

atau akhir kata. Dalam artikel yang berjudul Arabic Alphabet, 49 aksara Arab tidak hanya digunakan untuk menuliskan bunyi-bunyi bahasa Arab, seperti: penulisan