Sektor Agraria

Sektor Agraria

UU yang mengatur agraria atau pertanahan nasional adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. UU ini menyatakan bahwa peran pemerintah dalam masalah pertanahan nasional hanya sebatas sebagai regulator saja. Pemerintah hanya berperan sebagai pemberi dan pencabut hak hak- hak atas tanah yang dimiliki oleh orang pribadi, kelompok masyarakat, badan usaha swasta termasuk swasta asing, dan badan usaha milik negara. UU ini masih tetap berlaku hingga saat ini dan belum ada revisi atau amendmen sama sekali.

Ada beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait dengan UU Pokok Agraria ini dan semuanya menetapkan bahwa peran pemerintah hanya sebagai regulator saja. Posisi perorangan, badan usaha miliki negara/daerah, dan badan usaha swasta dapat dikatakan sama yaitu terbatas sebagai pemegang hak atas tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga tahun 2014. BPN yang tadi merupakan lembaga negara yang bertanggung jawab ke presiden kemudian ditingkatkan menjadi kementerian negara dengan nama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Era Presiden Jokowi saat ini (2014 – 2019).

Pasal 2 dari UU No. 5/1960 ini menyatakan: “(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

20 Produk kehutanan yang dihasilkan oleh Perum Perhutani mencakup kayu bundar (log) serta retail dan property.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatanperbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. ”

Selanjutnya, Pasal 16 mengatur tentang jenis-jenis hak yang dapat diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang sekarang menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Kutipan penuh dari Ayat 1 Pasal 16 adalah:

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah : a. hak milik, b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan, h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan

dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Satu dan/atau beberapa hak termaksud dalam Pasal 16 diatas dapat diberikan kepada: perorangan warga negara Indonesia, perorangan warga negara asing, badan hukum Indonesia/asing sesuai dengan peruntukan jenis-jenis hak tersebut. Tentunya dipahami bahwa badan hukum Indonesia tersebut mencakup koperasi, badan usaha milik swasta, dan badan usaha milik negara/daerah. Jelas terlihat bahwa posisi Badan Usha Milik Negara/Daerah dalam sektor pertanahan ini adalah hanya sebatas pemegang hak tanah yang dapat hanya satu jenis hak saja, atau, bebarapa hak yang lain, atau, semua hak yang tersedia. BUMN tidak diberikan mandat sama sekali untuk bertindak sebagai regulator dan/atau pemain utama dalam bidang pertanahan nasional. Kutipan penuh dari pasal-pasal yang terkait langsung dengan peran negara dan BUMN dalam bidang pertanahan ini disajikan dalam catatan akhir bab ini iv .