Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter Fleksibel Dan Kaku Dalam Inseminasi Intrauteri

(1)

HASIL PENELITIAN OBGIN

PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN KATETER FLEKSIBEL DAN

KAKU DALAM INSEMINASI INTRAUTERI

OLEH :

Ray Christy Barus

PEMBIMBING :

1. Dr.dr. Binarwan Halim, M.Ked (OG), SpOG (K)

2. dr. Yostoto B. Kaban, SpOG (K)

PENYANGGAH :

1. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K)

2. dr. M. Rusda, M.Ked (OG), SpOG (K)

3. dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG(K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang:

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kasih, karena berkat karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

” PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN KATETER FLEKSIBEL DAN KAKU DALAM INSEMINASI INTRAUTERI

””

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran USU Medan

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K); Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi


(3)

FK-USU Medan, dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K); Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG(K); Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG(K); Prof. Dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K); Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K); Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG(K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K); Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG(K); yang telah bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Dr.dr. Binarwan Halim, M.Ked (OG), SpOG (K) dan dr. Yostoto B. Kaban, SpOG (K) selaku pembimbing atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan penelitian ini

4. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K); dr. M. Rusda, M.Ked (OG), SpOG (K); dan dr.

Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku penyanggah, yang penuh

kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

5. Dr . dr . Bi nar w an Ha lim , M . Ked( O G ) , SpO G ( K) sel aku Bap a k Angk at s aya se la m a m enj ala ni m a sa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

6. Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.


(4)

sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

8. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di rumah sakit tersebut.

9. Kepada senior-senior Saya, dr. Ilham Sejahtera L., SpOG; dr. Nur Aflah, SpOG; dr. Yusmardi, SpOG; dr. Gorga W. Udjung, SpOG; dr. Siti S. Sylvia, SpOG; dr. Anggia Melanie L., SpOG; dr. Maya Hasmita, SpOG; dr. David Luther, SKM, Mked(OG), SpOG; dr. Riza H. Nasution, SpOG; dr. Lili Kuswani, SpOG; dr. M. Ikhwan, SpOG; dr. Edward Muldjadi, SpOG; dr. Ari Abdurrahman Lubis, SpOG; dr. Zilliyadein R., SpOG; dr. Benny J., SpOG; dr. M. Rizki Yaznil, Mked(OG), SpOG; dr. Yuri Andriansyah, SpOG; dr. T. Jeffrey A., SpOG; dr. Made S. Kumara, SpOG; dr. Sri Jauharah L., SpOG; dr. M. Jusuf Rahmatsyah, Mked(OG), SpOG; dr. Boy P. Siregar, SpOG; dr. Hedy Tan, dr. Glugno Joshimin F, dr. Firman A, SpOG; dr. Aidil A., SpOG; dr. Rizka H., SpOG; dr. Hatsari, SpOG; dr. Andri P. Aswar, SpOG; dr. Alfian, SpOG; dr. Errol, SpOG; dr. T. Johan A., Mked(OG) , SpOG; dr. Tigor P. H., Mked(OG), SpOG; dr. Elvira M.S., Mked(OG), SpOG; dr. Hendry A.S., Mked(OG), SpOG; dr. Heika NS, Mked(OG), SpOG; dr. Riske E.P.; dr. Ali Akbar, Mked(OG), SpOG; dr. Arjuna S, Mked(OG), SpOG; dr. Janwar S, Mked(OG), SpOG; dr. Irwansyah P, Mked(OG), SpOG; dr. Ulfah W.K., Mked(OG), SpOG; dr. Ismail Usman, Mked(OG), SpOG; dan dr. Aries M., dr. Hendri Ginting, Mked(OG) SpOG; dr. Robby Pakpahan; dr. Meity Elvina, Mked(OG) SpOG; dr. M. Yusuf, Mked(OG) SpOG; dr. Dany Aryani, Mked(OG) SpOG; dr. Fatin Atifa, Mked(OG) SpOG; dr. Pantas S Siburian; dr. Morel Sembiring; dr. Sri Damayana H., Mked(OG); dr. Eka Handayani, Mked(OG); dr. Liza Marosa; dr. M Rizki P. Yudha; dr. Arief Siregar; dr. Ferdiansyah Putra Hrp Mked(OG); dr. Yudha Sudewo dan dr. Henry Gunawan, Saya berterima kasih atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

10. Kepada sejawat seangkatan dr. Ika Sulaika, dr. Edy Rizaldy, dr. Hotbin Purba, dr. Edward S. Manurung, dr. Kiko Marpaung, dr. Novrial, dr. Erwin Harahap, dr. Abdur Rohim Lubis, dr. M. Rizal Sangadji, dr. Julita A. Lubis, dr. Nurleliani Amni, dr. Fifianti P. Adela, dr. Anindita Novina, dr. Ricca Puspita


(5)

Rahim, dr. Hiro Hidaya D. Nasution, dr. Ivo Fitrian Canitry, dr. M. Wahyu Wibowo,

11.

terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya sejak dari awal hingga sekarang selama pendidikan.

Kepada teman sejawat yang pernah bekerjasama di tim jaga dr. Masitah, dr.Hendrik Tua Tarigan, dr. Chandran, dr.Apriza Prahatama, dr. Dona, dr. Rahmanita, dr.Ninong, dr.Bandini, dr. Indra, dr. Gamal, dr.Johan Sibarani, dr. Hamima, dr. Dina, dr. Dewi, dr. Yasmien, dr. Arvitamuriany lubis, dr. Daniel Simbolon, dr. Nafon, dr. Sugeng, dr. Andrian Sinuhaji, dr. Eva Maya, dr. Rizal Aritonang, dr. Trishna, dr. Doni Mega, dr.Mario, dr.Dalmi, dr.Ade Ayu, dr.Ratih, dr.Titi Amalia, dr.Gofur, dr.Muhar, dr.Hendri Silaen, dr.Dahler, terimakasih atas segala kerjasamanya selama ini.

12. Dan kepada seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

13. Kepada almh. lbu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah, Rahmi, dan seluruh Pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan dukungannya

14. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien

yang ikut membantu dan bekerja sama dengan saya dalam menjalani pendidikan Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, dr. Rusli P. Barus, SpOG(K) dan Rita Sebayang yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam


(6)

menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada Saya selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada saudara/i saya, Rehia Karenina Isabella, Joseph Arapta dan Jessica Yarahita terima kasih atas dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah yang Maha Baik senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

Medan, Oktober 2013


(7)

DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran Daftar Singkatan Abstrak Abstract i iii iv v vi vii ix

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan Umum 5

1.3.2 Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat 6

BAB II Tinjauan Pustaka 7

2.1 Pengertian 7

2.2. Epidemiologi 8

2.3 Indikasi 9

2.4 Kontraindikasi 11

2.5 Prosedur IIU dan Metode Inseminasi 11

2.5.1 Persiapan Semen 11

2.5.2 Kualitas dan Kuantitas Sperma 12

2.6 Stimulasi Ovarium 12

2.6.1 Stimulasi Ovarium Dengan Klomifen Sitrat 13

2.6.2 Stimulasi Ovarium Dengan FSH 13

2.7 Pemilihan Kateter 13

2.7.1 Kateter Kaku 16

2.7.2 Kateter Fleksibel 17

2.8 Cara Inseminasi 17

2.9 Waktu Inseminasi 18

2.10 Metode 18


(8)

2.12 Kerangka Teori 24

BAB III Metodologi Penelitian 24

3.1 Rancangan Penelitian 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 24

3.3 Populasi Penelitian 24

3.4 Sampel Penelitian 24

3.5 Kerangka Konsep 25

3.6 Hipotesis 25

3.7 Kriteria Sampel 25

3.8 Alur Penelitian 26

3.9 Cara Kerja 27

3.10 Batasan Operasional 30

3.11 Analisis Data 36

3.12 Etika Penelitian 37

BAB IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian 38

4.1 Karakteristik Pasangan Infertil 38

4.2 Karakteristik Siklus Inseminasi 40

4.3 Kesulitan dan Ketidaknyamanan Prosedur 42

4.4 Hasil Inseminasi Intrauteri 45

4.5 Analisa Uji Hipotesis 47

BAB V Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49

Daftar Pustaka 50


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Siklus Inseminasi Intrauteri di Eropa 8


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik wanita yang melakukan Inseminasi Intrauteri 38

Tabel 4.2 Karakteristik siklus inseminasi berdasarkan jumlah Folikel , ketebalan endometrium dan motilitas sperma

40

Tabel 4.3 Faktor penyulit yang dijumpai pada saat pelaksanaan IIU 42


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical Clearence 55

2 Analisa Statistika 56

3 Lembar Informasi Pasien 69

4 Lembar Persetujuan Pasien 71


(12)

DAFTAR SINGKATAN

ART : Assisted Reproductive Technology

DJJ : Denyut Jantung Janin

FERT : Fertility Treatment Other Than ART

GS : Gestasional Sac

hCG : Human Chorionic Gonadotropin

hMG : Human Menopausal Gonadotropin HSA : Human Serum Albumin

HSG : Histerosalfingogram IA : Inseminasi Artifisial

ICI : Intra Cervical Insemination

ICSI : Intracytoplasmic Sperm Injection

IIU : Inseminasi Intra Uteri

IVF : In Vitro Fertilization

LH : Luteinizing Hormone

r-FSH : Folicle Stimulating Hormone- recombinant

TVS : Trans Vaginal Sonography

u-FSH : Folicle Stimulating Hormone-urine

USG : Ultrasonografi


(13)

PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN KATETER FLEKSIBEL

DAN KAKU DALAM INSEMINASI INTRA UTERI

Binarwan H, Kaban YB,

Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi

Barus RC

Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Oktober 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui perbandingan keberhasilan inseminasi intra uteri dengan menggunakan kateter kaku dan kateter fleksibel.

Desain penelitian : Penelitian ini menggunakan metode Cohort Study dengan analisa observasional, yang dilakukan di Klinik Fertilitas Halim dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Maris Medan, dimulai pada Juli 2013 – September 2013.

Hasil : Tidak ada perbedaan karakteristik umum antara 60 kasus yang menggunakan kateter kaku dan kateter fleksibel, baik dari segi umur pasangan wanita, durasi infertil, dan jenis infertilitas. Begitu juga halnya dalam karakteristik siklus inseminasi, tidak dijumpai perbedaan bermakna dari jumlah folikel, ketebalan endometrium dan jumlah sperma yang digunakan pada kedua kelompok. Darah pada kateter lebih banyak dijumpai pada kelompok kateter kaku 18 (60%) dibandingkan dengan kateter fleksibel 17 (56.7%), tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna melalui uji Chi-Square dengan p>0.05. Refluks lebih banyak dijumpai pada kelompok kateter kaku 8 (26.7%), sebaliknya hanya dijumpai pada 1 kasus yang menggunakan kateter fleksibel (3.3%). Dijumpai perbedaan bermakna pada keadaan ini melalui uji Chi-square dimana didapatkan p value <0.05. Keberhasilan inseminasi intra uteri didapatkan lebih tinggi pada kelompok kateter fleksibel (26.7%) dibandingkan dengan kateter kaku (20%), akan tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna melalui uji Chi-Square dimana didapatkan nilai p sebesar 0.542. Keberhasilan lebih tinggi juga didapatkan pada kelompok kateter tanpa


(14)

adanya darah pada ujung kateter setelah insersi, tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna antara kelompok dengan adanya darah ataupun tidak.

Kesimpulan : Tidak dijumpai adanya perbedaan keberhasilan inseminasi intra uteri baik yang menggunakan kateter kaku maupun fleksibel. Akan tetapi, adalah lebih baik jika para klinisi tetap memperhatikan segi ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh salah satu jenis kateter pada saat prosedur insersi dilakukan.


(15)

COMPARISON OF SUCCESSFUL PREGNANCY RATE BETWEEN

FLEXIBLE AND RIGID CATHETER IN INTRA UTERINE

INSEMINATION

Halim B, Kaban YB,

Fertility, Endocrinology and Reproductive Division – Departement of Obstetric and Gynecology

Barus RC

Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, October 2013

ABSTRACT

Objective : To evaluate comparison of succesful pregnancy rate between flexible and rigid catheter in intra uterine insemination.

Methods : The study design was an analytic observational with cohort study design to evaluate the comparison of succesful pregnancy rate between flexible and rigid catheter in intra uterine insemination were performed at the Halim Fertility Centre and Stella Maris – Women and Children Hospital in Medan from July until September 2013.

Result : There is no difference between the general characteristics of 60 cases of rigid catheters and flexible catheter, both in terms of female partner age, duration of infertility, and type of infertility. From insemination cycle’s characteristics , we found no significant difference in the number of follicles, endometrial thickness and number of sperm used in both groups . Blood on the catheter more often found in groups of rigid catheter 18 ( 60 % ) compared to the flexible catheter 17 ( 56.7 % ) , but we found no significant differences by Chi - Square test with P> 0.05 . Reflux more common in rigid catheter group 8 ( 26.7 % ) , whereas only found in 1 case using a flexible catheter ( 3.3 % ) . We found significant differences through the Chi-square test with p value < 0.05 level. Intra-uterine insemination success rate obtained higher in flexible catheter group ( 26.7 % ) compared with rigid catheter ( 20 % ) , but we found no significant differences by Chi - Square test whereas p value 0.542. Higher success also earned in the group without the presence of blood on the tip after


(16)

insertion, but there is no significant differences between groups in the presence of blood or not .

Conclusion : There is no difference in the success rate of intra-uterine insemination using either rigid or flexible catheter. However, it is better if clinicians still consider inconvenience or uncomfortable conditions caused by one type of catheter during insertion procedure.


(17)

PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN KATETER FLEKSIBEL

DAN KAKU DALAM INSEMINASI INTRA UTERI

Binarwan H, Kaban YB,

Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi

Barus RC

Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, Oktober 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui perbandingan keberhasilan inseminasi intra

uteri dengan menggunakan kateter kaku dan kateter fleksibel.

Desain penelitian : Penelitian ini menggunakan metode Cohort Study dengan

analisa observasional, yang dilakukan di Klinik Fertilitas Halim dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Maris Medan, dimulai pada Juli 2013 – September 2013.

Hasil : Tidak ada perbedaan karakteristik umum antara 60 kasus yang

menggunakan kateter kaku dan kateter fleksibel, baik dari segi umur pasangan wanita, durasi infertil, dan jenis infertilitas. Begitu juga halnya dalam karakteristik siklus inseminasi, tidak dijumpai perbedaan bermakna dari jumlah folikel, ketebalan endometrium dan jumlah sperma yang digunakan pada kedua kelompok. Darah pada kateter lebih banyak dijumpai pada kelompok kateter kaku 18 (60%) dibandingkan dengan kateter fleksibel 17 (56.7%), tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna melalui uji Chi-Square dengan p>0.05. Refluks lebih banyak dijumpai pada kelompok kateter kaku 8 (26.7%), sebaliknya hanya dijumpai pada 1 kasus yang menggunakan kateter fleksibel (3.3%). Dijumpai perbedaan bermakna pada keadaan ini melalui uji Chi-square dimana didapatkan p value <0.05. Keberhasilan inseminasi intra uteri didapatkan lebih tinggi pada kelompok kateter fleksibel (26.7%) dibandingkan dengan kateter kaku (20%), akan tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna melalui uji Chi-Square dimana didapatkan nilai p sebesar 0.542. Keberhasilan lebih tinggi juga didapatkan pada kelompok kateter tanpa


(18)

adanya darah pada ujung kateter setelah insersi, tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna antara kelompok dengan adanya darah ataupun tidak.

Kesimpulan : Tidak dijumpai adanya perbedaan keberhasilan inseminasi intra uteri

baik yang menggunakan kateter kaku maupun fleksibel. Akan tetapi, adalah lebih baik jika para klinisi tetap memperhatikan segi ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh salah satu jenis kateter pada saat prosedur insersi dilakukan.


(19)

COMPARISON OF SUCCESSFUL PREGNANCY RATE BETWEEN

FLEXIBLE AND RIGID CATHETER IN INTRA UTERINE

INSEMINATION

Halim B, Kaban YB,

Fertility, Endocrinology and Reproductive Division – Departement of Obstetric and Gynecology

Barus RC

Medical Faculty – Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia, October 2013

ABSTRACT

Objective : To evaluate comparison of succesful pregnancy rate between flexible

and rigid catheter in intra uterine insemination.

Methods : The study design was an analytic observational with cohort study design

to evaluate the comparison of succesful pregnancy rate between flexible and rigid catheter in intra uterine insemination were performed at the Halim Fertility Centre and Stella Maris – Women and Children Hospital in Medan from July until September 2013.

Result : There is no difference between the general characteristics of 60 cases of

rigid catheters and flexible catheter, both in terms of female partner age, duration of infertility, and type of infertility. From insemination cycle’s characteristics , we found no significant difference in the number of follicles, endometrial thickness and number of sperm used in both groups . Blood on the catheter more often found in groups of rigid catheter 18 ( 60 % ) compared to the flexible catheter 17 ( 56.7 % ) , but we found no significant differences by Chi - Square test with P> 0.05 . Reflux more common in rigid catheter group 8 ( 26.7 % ) , whereas only found in 1 case using a flexible catheter ( 3.3 % ) . We found significant differences through the Chi-square test with p value < 0.05 level. Intra-uterine insemination success rate obtained higher in flexible catheter group ( 26.7 % ) compared with rigid catheter ( 20 % ) , but we found no significant differences by Chi - Square test whereas p value 0.542. Higher success also earned in the group without the presence of blood on the tip after


(20)

insertion, but there is no significant differences between groups in the presence of blood or not .

Conclusion : There is no difference in the success rate of intra-uterine insemination

using either rigid or flexible catheter. However, it is better if clinicians still consider inconvenience or uncomfortable conditions caused by one type of catheter during insertion procedure.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infertilitas adalah salah satu masalah yang mempengaruhi semua lapisan masyarakat di seluruh dunia meskipun penyebab dan angka kejadiannya bervariasi sesuai dengan geografis dan tingkat sosial ekonominya. Menurut WHO, satu dari empat pasangan di seluruh dunia merupakan pasangan infertil. Pada tahun 2010, estimasi dari 190 negara di dunia didapatkan 1,9% wanita usia 20-44 tahun mengalami infertilitas primer selama 5 tahun dan 10,5% mengalami infertilitas sekunder.1 Sekarang diperkirakan bahwa 60-80 juta pasangan menderita infertilitas setiap tahunnya secara global. Di India dilaporkan telah mencapai 15-20 juta pasangan infertil. Sedangkan di Inggris, 1 dari 7 pasangan mengalami infertilitas dimana 25% disebabkan oleh faktor pria dan 25% disebabkan oleh faktor unexplained

Infertilitas, baik pria maupun wanita didefinisikan sebagai kegagalan untuk mendapatkan kahamilan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih tanpa penggunaan alat pengaman sewaktu masa reproduksi. Infertilitas dikatakan primer ketika pasangan suami istri tidak pernah sekalipun mendapatkan keturunan, sedangkan infertilitas sekunder dimana pasangan tersebut pernah mendapatkan keturunan setidaknya sekali, namun tidak dapat hamil lagi lebih dari satu tahun atau lebih melakukan usaha untuk hamil secara alami. Ada dua pengobatan yang sering digunakan untuk infertilitas yaitu stimulasi ovarium dan inseminasi intrauteri. Stimulasi ovarium dan


(22)

inseminasi intrauteri (IIU) dapat digunakan tersendiri atau sebagai kombinasi untuk mengobati kasus-kasus infertilitas.

Tehnik seperti IIU atau Inseminasi Artifisial (IA), telah menjadi terapi andalan untuk pasangan yang menderita berbagai bentuk infertilitas. Bahkan saat ini, walaupun In Vitro Fertilization (IVF) dan Intra Cytoplasmic Sperm

Injection (ICSI) mempunyai angka keberhasilan yang baik namun IIU lebih

sering digunakan di seluruh dunia dan terapi lini pertama karena biayanya lebih murah dan prosedurnya lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan IVF/ICSI. Inseminasi intrauteri adalah terapi dengan menempatkan sperma yang sudah dicuci melalui transervikal ke dalam kavum uteri dengan menggunakan kateter inseminasi, dengan pemikiran bahwa semakin banyak spermatozoa motil yang mendekati atau mencapai sel telur.

3

4

Tehnik IIU baru-baru ini menjadi salah satu prosedur yang mendapatkan lisensi dari Human

Infertilization and Embriology Authority di Inggris dan tehnik ini merupakan

tehnik FERT (Fertility Treatment Other Than ART) yang paling banyak digunakan dalam teknologi reproduksi diseluruh dunia.

Penelitian Cochrane lebih merekomendasikan penggunaan IIU pada pasien yang infertilitasnya tidak diketahui penyebabnya, dimana rata-rata keberhasilan kehamilannya sama jika dibandingkan dengan IVF/ICSI pada populasi.

5

6

Penelitian yang dilakukan oleh Steures tahun 2006 di Belanda melaporkan tidak ada perbedaan tingkat keberhasilan kehamilan yang signifikan pada IIU dibandingkan dengan IVF. Steures menjabarkan dari 91 rumah sakit, terdapat 58 rumah sakit yang telah manjalankan prosedur IIU bahkan 15 rumah sakit sudah melaporkan banyaknya siklus IIU yang sudah dilakukan, yaitu terdapat 19.846 siklus IIU yang dimulai pada tahun 2001.


(23)

Tingkat keberhasilan IIU rata-rata adalah 9% per siklus dengan distribusi 2,8-20,1% per rumah sakit. Dan 35 rumah sakit juga melaporkan tingkat kehamilan setiap pasiennya. Rata-rata tingkat kehamilan yang sedang berlangsung adalah berkisar 7,3% per siklusnya dengan distribusi 2,5-14,4% per siklusnya.

Selain itu, banyak literatur dan uji klinis tentang infertilitas selama beberapa tahun terakhir mengenai jenis kateter dalam program IVF untuk memindahkan embrio ke dalam kavum uteri saat prosedur transfer embrio dan penggunaan kateter ini juga diterapkan dalam IIU untuk menempatkan sperma motil ke kavum uteri. Pengaruh dari penggunaan kateter sudah banyak dilakukan pada prosedur transfer embrio. Lavie menyatakan bahwa hampir separuh wanita (50%) yang menggunakan kateter kaku pada proses inseminasi intrauteri, mengalami kerusakan lapisan endometrium yang teridentifikasi pada saat dilakukannya induksi ovulasi. Dan sebaliknya, gambaran kerusakan endometrium pada penggunaan kateter fleksibel sangat jarang, yaitu hanya sebanyak 12,5%. Kateter inseminasi dibedakan berdasarkan diameter, ujung bagian distal dan konsistensi. Kateter fleksibel memiliki keunggulan dibandingkan kateter kaku. Berdasarkan teori bahwa kateter fleksibel memiliki kontruksi lebih lembut dan lebih lentur dari kateter kaku sehingga mengurangi efek trauma pada endometrium yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan transfer embrio. Hal ini yang menjadi dasar klinisi menggunakan kateter fleksibel dibandingkan kateter kaku pada prosedur IVF di seluruh dunia karena dapat menghindari terjadinya trauma endometrium sehingga penggunaannya dapat meningkatkan angka keberhasilan inseminasi.

7


(24)

Hanya beberapa penelitian yang dilakukan untuk menilai pengaruh dari trauma endometrium dan hubungannya dengan keberhasilan IIU. Rata-rata kehamilan dengan terapi IIU dilaporkan sekitar 10-20 kehamilan berdasarkan etiologi infertilitas dan angka tertinggi yang dilaporkan ketika IIU digunakan pada pasien yang sedang menjalani induksi ovulasi.10 Penelitian yang dilakukan Karen dkk tahun 2002 melaporkan dari 180 siklus IIU pada kelompok yang menggunakan kateter fleksibel angka keberhasilan IIU 16,4% dibandingkan dengan 184 siklus IIU pada kelompok yang menggunakan kateter fleksibel dimana angka keberhasilannya sekitar 18,1%. Begitu pula dengan penelitian Teraporn dkk tahun 2003 di Thailand yang melaporkan 77 orang wanita yang menggunakan kateter fleksibel angka keberhasilan kehamilannya sekitar 11,4% sedangkan yang menggunakan kateter kaku sekitar 12,9% dari 89 orang wanita yang diteliti dan dihasilkan nilai p = 0,714 yang menyimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kateter tersebut.8 Penelitian oleh Ahmed dkk pada tahun 2006 mendapatkan hasil dimana perbedaan antara penggunaan kateter fleksibel dengan kateter kaku tidak bermakna. Penelitian oleh Ahmed ini mendukung penelitian sebelumnya.

Namun, tidak didapatkan data yang jelas mengenai keberhasilan inseminasi dengan penggunaan kateter fleksibel maupun kateter kaku di Indonesia dan hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini.


(25)

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu aspek pada FERT yang mendapatkan perhatian beberapa tahun belakangan ini adalah masalah penggunaan kateter pada proses inseminasi. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai kateter lunak untuk transfer embrio dapat meningkatkan keberhasilan prosedur transfer embrio. Penjelasan mengenai hal ini belum begitu jelas, namun secara teoritis dihubungkan dengan kejadian trauma pada lapisan endometrium, dimana penggunaan kateter fleksibel dapat mengurangi trauma pada saat masuknya embrio ke kavum uteri dibandingkan dengan kateter kaku.

Namun, pemilihan IIU sebagai salah satu terapi untuk pasangan infertil masih kurang diteliti dan data mengenai perbandingan jenis kateter fleksibel maupun kateter kaku pada inseminasi intrauteri masih terbatas.

Sehingga yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Adakah perbedaan tingkat keberhasilan inseminasi yang menggunakan kateter fleksibel dengan yang menggunakan kateter kaku?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisa perbedaan tingkat keberhasilan inseminasi yang menggunakan kateter fleksibel dengan yang menggunakan kateter kaku

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasangan wanita yang melakukan Inseminasi Intrauteri berdasarkan usia, durasi, jenis infertilitas, dan indikasi dilakukannya inseminasi intrauteri pada pasangan infertil


(26)

2. Untuk mengetahui jumlah folikel yang berdiameter lebih atau sama dengan 17 mm, tebal endometrium dan banyak sperma yang motil yang digunakan saat inseminasi intrauteri.

3. Untuk mengetahui kegagalan memasukkan kateter, ketidaknyamanan selama proses inseminasi intrauteri, refluks sperma setelah inseminasi dan darah yang ditemukan di kateter setelah proses inseminasi intrauteri.

4. Untuk menganalisa perbedaan keberhasilan inseminasi berdasarkan penggunaan kateter fleksibel dan kateter kaku; ada tidaknya darah pada kateter dan adanya refluks pada proses IIU.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya penelitian ini, pemilihan kateter pada IIU dapat dijadikan salah satu faktor yang dipertimbangkan untuk memberikan tingkat keberhasilan IIU yang lebih tinggi.

2. Karena penelitian ini merupakan penelitian pertama kali di senter USU dan juga di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan dorongan bagi peneliti lain untuk penelitian tentang kateter IIU selanjutnya.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Penelitian mengenai inseminasi intrauteri pertama kali dilakukan pada tahun 1962 oleh Cohen, dimana merupakan usaha yang meliputi persiapan sperma, pemantauan waktu selama preovulatorik dan induksi ovulasi dengan

Human Chorionic Gonadotropin (hCG) untuk mendapatkan kehamilan, namun

sejauh ini IIU tidak diklasifikasikan sebagai ART. IUI dimasukkan dalam FERT (Fertility Treatment Other Than ART).5,11,12 Tehnik ini sudah banyak digunakan karena penggunaannya mudah, tidak invasif dan murah sehingga biasanya digunakan sebagai terapi empiris untuk kasus infertilitas secara umum. The European IVF Monitoring Programme pada tahun 2004 melaporkan 98.388 kasus dilakukan IIU di 19 negara dengan 12.081 kelahiran (12,3%). Dimana 87 % melahirkan anak tunggal dan 13 % kelahiran multipel.

Walaupun sudah banyak dan umum digunakan hampir di seluruh dunia, tapi keefektifannya masih kecil pada penyebab infertilitas akibat faktor pria dan salah satu penelitian bahkan menemukan bahwa stimulasi dengan IIU tidak efektif sebagai terapi infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya walaupun ada beberapa penelitian lainnya yang menyimpulkan sebaliknya. Keadaan klinis yang dapat membuktikan keefektifan dari IIU adalah mencakup: penggunaan dari IIU, indikasi IIU, keoptimalan prosedur persiapan sperma, metode inseminasi dan waktu, untuk melindungi Luteinizing hormone

(LH) prematur dan defisiensi luteal pada IIU.

13


(28)

2.2 Epidemiologi

Walaupun penggunaan IIU tidak termasuk dalam data registrasi ART,

The European IVF Monitoring Programme memasukkan data siklus IIU yang

menggunakan sperma suami atau donor yang dilaporkan sejak 2001.15 Data kehamilan dan kelahiran ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Gambar 1. Siklus Inseminasi Intrauteri di Eropa

Dimana perbandingan IIU, IVF dan ICSI (berurutan) yang ditunjukkan dari 17 negara sampai pada tahun 2004. Yaitu 97.180 siklus, 52,866 siklus IVF dan 93.845 siklus ICSI.

16

17

Di Belanda, penggunaan IIU lebih tinggi dibandingkan dengan IVF. Kira-kira ada 28.500 siklus IIU pada tahun 2003 dibandingkan dengan 9761 siklus IVF.7


(29)

2.3 Indikasi

Pengobatan dengan IIU dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan pada pasangan infertil dengan menambah banyaknya sperma yang motil mencapai tempat fertilisasi. Dengan penggunaan kateter pada IIU dapat menghindarkan faktor lendir serviks yang abnormal saat prosedur IIU.

Inseminasi intrauteri diindikasikan pada hampir semua kasus infertilitas, antara lain:

17

1. Faktor ovulasi

18

Faktor ini sering terjadi pada setiap wanita. Sekitar 25 % dari seluruh kasus infertilitas.

2. Faktor tuba

Karena fungsi dari tuba adalah sebagai tempat fertilisasi, maka pada wanita harus dipastikan bahwa saluran tuba dalam batas normal, sehingga pemeriksaan tuba menjadi pemeriksaan rutin yang wajib dilakukan pada kasus infertilitas. Sekitar 35 % kasus infertilitas disebabkan oleh faktor tuba. Pemeriksaan HSG (Histerosalpingogram) salah satu pemeriksaan yang mudah dan sering dilakukan oleh ahli. Jika ditemukan kedua tuba falopi non paten, maka IIU menjadi kontraindikasi.

3. Faktor pria

Sekitar 40 % dari pasangan infertil disebabkan oleh faktor ini. Sehingga analisis sperma harus dilakukan.

4. Faktor umur

Montanaro dkk tahun 2001 melalui penelitian retrospektif selama 5,5 tahun dengan 273 siklus IIU mendapatkan bahwa usia pasangan wanita < 35


(30)

tahun merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU.19 Hendin dkk tahun 2000 juga mendapatkan hasil yang sama dimana dari 533 siklus IIU diperoleh usia pasangan wanita < 38 tahun yang menjalani program IIU didapatkan angka kehamilan yang lebih tinggi.

5. Faktor uterus

9

Faktor uterus juga dapat menyebabkan infertilitas. Kelainan seperti endometriosis, mioma atau polip uterus dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infertilitas. Histeroskopi sekarang ini menjadi salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan kelainan di uterus.

6. Faktor peritoneum

Infertilitas akibat kelainan peritoneum adalah terdapat kelainan pada peritoneum seperti adhesi (perlengketan) atau pun endometriosis. Laparaskopi dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya endometriosis atau perlengketan yang terjadi di kavum abdomen.

7. Unexplained infertility

Terdapat pada sekitar 10 % pasangan infertil. Semua pemeriksaan yang dilakukan normal dan sulit untuk menentukan penyebab infertilitasnya. Pada pasangan unexplained infertility mungkin ada masalah di kualitas sel telur, fertilisasi, genetik, fungsi tuba, atau fungsi sperma yang sulit untuk didiagnosa dan diobati.


(31)

2.4 Kontraindikasi

Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk dilakukan IIU karena angka keberhasilannya rendah, seperti:

• Tuba non paten bilateral atau patologi tuba lainnya, seperti hidrosalfing bilateral berat atau kerusakan tuba bilateral sehingga menghalangi terjadinya fertilisasi.

18

• Parameter semen abnormal berat seperti oligospermia dengan kuantitas sperma di bawah 1 juta sperma motil atau morfologi sperma yang buruk sehingga sperma tidak bisa sampai ke tuba untuk proses fertilisasi.

• Kelainan genetik suami.

• Massa di pelvis yang dapat mengurangi diameter tuba sehingga mengganggu fertilisasi.

• Wanita usia tua.

• Kontraindikasi hamil.

• Dalam terapi kemoterapi dan radioterapi.

• Kegagalan berulang inseminasi.

2.5 Prosedur IIU Dan Metode Inseminasi

2.5.1 Persiapan Semen

Sebelum dilakukannya IIU, perlu dilakukan pemisahan plasma seminal untuk mencegah kontraksi yang diinduksi oleh prostaglandin. Inseminasi dengan semen yang tidak diproses juga berhubungan dengan infeksi pelvis. Pemisahan semen dilakukan dengan prosedur yang mudah. Metode yang


(32)

dipakai paling sering ialah dengan cara sentrifugasi spermatozoa di dalam medium kultur atau gradien berdasarkan densitas diikuti dengan resuspensi pada media kultur yang tersedia. Belum ada penelitian yang dapat menentukan metode terbaik dalam pemilihan sperma yang motil untuk digunakan dalam ART atau IVF.

2.5.2 Kualitas Dan Kuantitas Sperma

19

Banyak literatur yang mencari batas spermatozoa motil yang digunakan pada IIU baik morfologi sperma atau jumlah spermatozoa yang motil pada contoh semen atau jumlah spermatozoa yang motil pada sediaan inseminasi. Berdasarkan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU yang dilakukan oleh Khalil dkk tahun 2001 didapatkan banyaknya sperma motil yang digunakan dalam IIU lebih dari 2 juta sperma berhubungan dengan peningkatan keberhasilan IIU. Demikian juga penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Stone dkk tahun 1999 dimana dari 3200 siklus IIU selama 6 tahun, didapatkan jumlah sperma motil yang digunakan dalam IIU sebanyak lebih dari 2 juta sperma merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU.

2.6. Stimulasi Ovarium

16,20

Penggunaan siklus stimulasi atau induksi ovulasi pada IIU mempunyai tujuan yaitu, meningkatkan jumlah oosit yang tersedia untuk IIU dan meningkatkan produksi hormon steroid yang berguna untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi.


(33)

Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral, yaitu klomifen sitrat dan penghambat aromatase, dan dapat juga digunakan secara injeksi, misalnya gonadotropin, dalam bentuk human

Menopausal Gonadotropin (hMG), Follicle Stimulazing Hormone urine

(u-FSH) atau FSH-recombinant (r-FSH) dimana hasilnya yaitu didapatkan 2-4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pg/ml dan tebal endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.

2.6.1. Stimulasi Ovarium Dengan Klomifen Sitrat

5,21

Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai dari hari ke-3 sampai hari ke-7. Pasien diberikan instruksi untuk melakukan pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke 11-12. Bila positif, prosedur dilaksanakan esok harinya.

2.6.2. Stimulasi Ovarium Dengan Injeksi Folikel Stimulate Hormone (FSH)

21,22

Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi ovarium siklus pertama dibutuhkan dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40 tahun yang diasumsikan telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya dinaikkan menjadi 225-300 IU.

2.7 Pemilihan Kateter

21,22

Ada beberapa faktor yang menjadi faktor keberhasilan IIU. Hal ini termasuk umur pasien, penyebab infertilitas, volume sperma dan kualitas,


(34)

kontrol stimulasi induksi.23 Namun prosedur IIU dengan menggunakan kateter untuk memasukkan sperma yang telah dicuci melewati barier mukus serviks ke dalam kavum uterus dan meningkatkan konsentrasi sperma untuk fertilisasi sehingga angka kehamilan per siklus meningkat. Banyak variasi kateter yang sering digunakan pada inseminasi dan transfer embrio. Kateter inseminasi dibedakan berdasarkan diameter, ujung terbuka bagian distal dan konsistensi. Pengaruh dari konsistensi dari kateter telah diteliti dengan berdasarkan hipotesa bahwa kateter ujung lunak lebih sedikit menyebabkan kerusakan endometrium dan membatasi kontraksi yang dapat mengeluarkan embrio setelah transfer embrio atau sperma pada prosedur inseminasi intrauteri. Angka rata-rata kehamilan per siklus meningkat setelah transfer embrio dengan kateter ujung lembut dibandingkan dengan kateter kaku berdasarkan beberapa penelitian acak.24,25

Adapun beberapa syarat kateter yang mungkin mempengaruhi keberhasilan IIU, antara lain:

Namun sebaliknya, dampak pemilihan kateter pada program IIU jarang diteliti. Beberapa penelitian membandingkan perbedaan kateter IIU, tetapi desain penelitiannya hanya bersifat observasional, retrospektif atau prospektif, sedikit dengan penelitian acak.

1. Mudah digunakan

2. Harus cukup kaku untuk menyesuaikannya dengan serviks dan bentuk uterus tanpa menyebabkan trauma ke endoserviks atau endometrium atau keduanya, dan


(35)

3. Ujung kateter inseminasi harus cukup kecil untuk meminimalisasi refluks dari material inseminasi (Lavie 1997)

Penelitian pertama oleh Lavie dkk tahun 1997 yang dilakukan secara prospektif namun bukan penelitian secara acak, dari 102 siklus IIU dinilai efek dari kateter pada gambaran endometrium tiga lapis dan angka kehamilan rata-rata per siklus.Total kerusakan endometrium sangat rendah pada kelompok kateter lunak (12,5 %) dibandingkan dengan kelompok kateter keras (50%). Sedangkan angka kehamilan pada kedua kelompok sama.

Penelitian yang menggunakan sampel yang lebih besar, Smith dkk pada tahun 2002 dengan penelitian acaknya menyimpulkan angka kehamilan rata-rata per siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak (16%) dan kelompok ujung keras (18%) namun tidak bermakna secara statistika dengan nilai p=0.61.

26

Teraporn dkk tahun 2003 melaporkan bahwa dari 239 siklus IIU yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika dari keberhasilan inseminasi baik dari kateter kaku dan fleksibel dengan nilai p= 0,714.

27

Miller dkk tahun 2005 secara prospektif dan penelitian acak dengan 100 pasien. Tidak ada perbedaan bermakna pada angka kehamilan rata-rata per siklus pada kelompok dengan ujung lunak dan ujung keras.

8

Penelitian lainnya yang dilakukan Fancsovits dkk tahun 2005 yang melakukan inseminasi intrauteri pada 251 pasien dengan kateter fleksibel dan kaku mendapat hasil yang sama dengan lainnya, dimana kelompok kateter


(36)

tomcat terdapat 33 kehamilan dari 127 inseminasi sedangkan 34 kehamilan pada kelompok kateter Wallace ( 9,7% % berbanding 10,4, berurutan ).

Jenis Kateter Inseminasi

28

1. Kateter kaku (Rigid Catheter) 2. Kateter fleksibel (Flexible Catheter)

2.7.1 Kateter Inseminasi Kaku

Jenis kateter kaku:

1. Kateter inseminasi Tomcat (Kendall Sovereign, Mansfield, MA, USA) Kateter semi kaku, dengan satu lumen. Panjangnya sekitar 11,4 cm, 3,5 French (fr) dan desain dengan ujungnya terbuka. Dapat dimodulasi mengikuti bentuk uterus.

2. Kanula Makler (Sefi Medical Instruments, Haifa, Israel)

9

Terdiri dari dua bagian: (1) kanula yang muat dengan besar 1 ml syringe

tuberculin, (2) gagang untuk memegang syringe. Kateter Makler ini kaku,

semi rigid, dengan satu lumen dan ujung yang membulat. Bentuknya seperti api dimana dapat menutup serviks saat inseminasi untuk membantu mencegah refluks saat prosedur. Ini dapat dilakukan dengan dengan memasukkan sampai tulang servikal eksterna dengan kateter yang berbentuk api.


(37)

2.7.2 Kateter Inseminasi Fleksibel

Jenis kateter fleksibel:

1. Kateter Inseminasi Wallace (Smith Medical)

Kateter lunak, fleksibel, dengan dua lumen yang berguna untuk sistem

co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 18 cm, dengan ujung membulat

dan dilengkapi dengan sisi bilateral yang menyebar yang berguna untuk mencegah kontaminasi dan menghalangi sperma keluar saat dilakukannya inseminasi. Mempunyai bagian luar yang fleksibel.

2. Kateter inseminasi Cook (Cook Women’s Health, Spencer, IN, Amerika Serikat)

Kateter ini juga lunak, fleksibel, dua lumen, memiliki sistem co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 19 cm dengan ujung membulat. Bagian luar sama dengan kateter Wallace.

3. Kateter Inseminasi Gynetics (Gynetics Medical Products, Hamont-Achel, Belgia)

Kateter ini lunak, fleksibel, dua lumen, dan sistem co-aksial. Panjangnya 20,6 cm dengan ujung membulat. Sebagai tambahan, sama dengan kateter Wallace, kateter ini menggunakan dua ujung lateral di bagian distal untuk distribusi sperma ke intrauteri. Bagian luarnya lebih padat dan tebal untuk pasien dengan sulit memasukkan ke serviksnya.

2.8 Cara Inseminasi

Suspensi sperma dapat dipertahankan di serviks, uterus, peritoneum dan tuba falopi. IIU merupakan tehnik yang paling sering digunakan. Hal ini dilakukan dengan memasukkan 0,2-0,5 ml suspensi sperma ke uterus


(38)

dengan kateter fleksibel atau kaku, tanpa atau dengan pemantauan menggunakan ultrasonografi (USG). Untuk semen yang dibekukan, IIU lebih baik daripada intra Cervical insemination (ICI). Penggunaan kateter inseminasi juga mempunyai pengaruh terhadap angka kehamilan. Lavie dkk memperkirakan bahwa gambaran tiga lapis endometrium, yang umumnya menjadi tanda untuk dilakukan inseminasi, mengganggu setengah dari jumlah pasien yang menjalani inseminasi menggunakan kateter kaku. Gambaran gangguan ini dilihat dari adanya trauma pada endometrium. Dari penemuan ini menunjukkan bahwa dengan kateter fleksibel, angka kehamilan akan lebih tinggi dibandingkan dengan kateter kaku.

2.9 Waktu Inseminasi

9

Inseminasi dapat dilakukan di waktu yang berbeda sekitar ovulasi dan dapat dilakukan sekali atau berulang. Sebagian besar penelitian, inseminasi dilakukan 32-36 jam setelah pemberian hCG. Inseminasi sebaiknya dilakukan pada sekitar ovulasi karena sangatlah penting untuk keberhasilan IIU.27 Penelitian sistematik menemukan tidak ada perbedaan angka kehamilan perpasangan yang dilakukan inseminasi dua kali atau satu kali.

2.10 Metode

29

Semua pasien wanita menerima 1 dari 3 regimen induksi ovulasi, antara lain: 1) klomifen sitrat 2) klomifen sitrat ditambah dengan human

menopausal gonadotropin atau recombinant follicle stimulating hormone,

HMG atau rFSH. Pilihan regimen diputuskan oleh pasangan dan spesialisnya setelah diberikan penjelasan mengenai faktor harga, angka keberhasilan dan komplikasi dari tiap regimen. Pada protokol menggunakan klomifen sitrat,


(39)

wanita menerima klomifen sitrat 100 mg per hari untuk 5 hari dimulai dari hari ke 2 siklus menstruasi. Pada regimen kombinasi klomifen sitrat dengan HMG/rFSH, dosis harian klomifen sitrat 100 mg diberikan hari ke 3 sampai hari ke 7, diikuti dengan 75 IU HMG atau 70 IU rFSH per hari dari siklus 8-10 siklus menstruasi. Pada regimen yang menerima HMG/rFSH, dosis harian 150-225 IU HMG atau 100-150 IU rFSH diberikan dimulai dari hari ke 3 siklus menstruasi sampai salah satu folikel mencapai diameter 17 mm atau lebih. Ultrasonografi transvaginal dilakukan untuk mengukur diameter folikel. Jika rerata diameter folikel sudah sampai 17 mm, 5000 IU human chorionic

gonadotropin disuntikkan secara intramuskular. IIU direncanakan 38-40 jam

setelah pemberian HCG.

Preparat sperma diproses di laboratorium andrologi dengan menggunakan tehnik direct swim up. Spermatozoa diseleksi dengan kemampuan sperma untuk berenang keluar dari plasma seminalis dan medium kultur. Semen sebaiknya tidak didilusikan dan disentrifugasi sebelum sperma berenang keluar plasma seminalis, karena dapat menyebabkan kerusakan oleh peroksidase dari membran sperma. Reagen yang dipakai seperti BWW, Earle’s, Ham’s F-10 atau HSA (Human Serum Albumin).30


(40)

Gambar 2. Prosedur Inseminasi Intrauteri

2.11. Komplikasi

31

Komplikasi jarang terjadi pada inseminasi intrauteri. Komplikasi yang sering terjadi lebih sering terjadi pasca inseminasi, sedangkan keluhan pasien saat proses inseminasi jarang ditemukan. Komplikasinya antara lain:

a. Kram perut

32

Keluhan ini terjadi sekitar 5% dari seluruh pasien yang menjalani inseminasi intrauteri. Beberapa kemungkinan yang menyebabkan kram perut, antara lain:

- Kateter yang dimasukkan ke dalam uterus dikenal sebagai benda asing di dalam tubuh sehingga menyebabkan refleks kram alami.

- Kerusakan dari sebagian kecil endometrium saat insersi kateter menyebabkan pelepasan prostaglandin. Gejala biasanya terlihat 2 sampai 4 jam pasca inseminasi.

- Sisa prostaglandin dari cairan seminal pada semen karena ketidakakuratan dalam pencucian sperma dapat menyebabkan kram beberapa menit setelah prosedur inseminasi.


(41)

Kram perut ini bukan merupakan suatu masalah yang serius. Pengobatannya biasa diberikan asetaminofen atau aspirin. Dan hal ini tidak memicu terjadinya infeksi.

Teraporn dkk tahun 2003 dengan 239 siklus inseminasi intrauteri yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan dalam kesulitan prosedur insersi kateter yang signifikan pada kelompok kateter kaku dan fleksibel (16.4% dan 17.1% berturut-turut, p=0.886 ), begitu juga halnya dengan dilatasi serviks tidak bermakna secara statistika (1.7% dan 1.6%, berurutan, p=0.953). Sama halnya dengan ketidaknyamanan saat prosedur pada kedua kelompok dimana pada kelompok kateter kaku 29,3 % dan kateter fleksibel 26,8 % dengan nilai p=0.882.

b. Perdarahan Ringan

8

Biasanya terjadi 1 % dari seluruh inseminasi. Perdarahan terjadi akibat iritasi pada kelenjar servikal akibat insersi kateter saat menuju kavum uteri. biasanya terjadi saat insersi kateter dan menghilang dengan sendirinya.

c. Gangguan saluran cerna

Mual dan diare ringan terjadi 0,05 % dari seluruh pasien inseminasi. Adanya prostaglandin biasanya yang menyebabkan keluhan ini dan terjadi beberapa jam setelah prosedur.

d. Infeksi pelvis

Komplikasi yang paling serius dalam prosedur inseminasi adalah infeksi pelvis. Terjadi sekitar 0,2 % dari semua pasien inseminasi. Meskipun jarang, tapi komplikasi ini sangat mengganggu. Infeksi pada uterus dapat menyebar ke tuba falopi dan jaringan di sekitarnya, sehingga memerlukan


(42)

perawatan dan pemberian antibiotika. Infeksi dapat menyebabkan adanya bekas luka yang permanen pada tuba falopi dan jaringan sekitar, yang dapat membuat pasien menjadi infertil.

Infeksi terjadi karena barrier mukus serviks yang normal rusak saat insersi kateter dan bakteri agresif yang ada pada mukus serviks atau pada sperma yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Ini sering terjadi pada pasien yang mempunyai riwayat infeksi. Gejala yang muncul pada infeksi pelvis seperti demam, nyeri pada serviks atau saat sedang berhubungan. Gejala muncul beberapa hari atau minggu pasca inseminasi.

e. Reaksi Alergi

Reaksi alergi pada sperma sering dilaporkan saat pasien berhubungan sehingga ada kemungkinan juga terjadi pada proses inseminasi. Walaupun sangat jarang terjadi, tapi akibatnya fatal.


(43)

2.12. Kerangka Teori

Inseminasi

Hamil Kateter

Fleksibel Kaku

Trauma Endometrium Refluks Kualitas Sperma

Stimulasi Ovarium Penyebab

Infertilitas


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain analitik observasional dan menggunakan metode Cohort Study untuk mengetahui perbandingan mengenai angka keberhasilan inseminasi antara penggunaan kateter fleksibel dibandingkan dengan penggunaan kateter kaku.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Halim Fertility Center, Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Maris Medan Divisi Fertilitas, Endokrinologi dan Reproduksi FK-USU. Penelitian akan dimulai dari bulan Juli 2013 sampai September 2013.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien dengan riwayat infertil yang akan direncanakan untuk menjalani inseminasi intrauteri di Klinik Halim Fertility

Center, Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Maris Medan Divisi Fertilitas,

Endokrinologi dan Reproduksi FK-USU.

3.4 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Metode pangambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan


(45)

menggunakan periode waktu, dimana sampel diambil dari mulai bulan Juli sampai September 2013.

3.5 Kerangka Konsep

3.6. Hipotesis Penelitian

Tidak ada perbedaan yang signifikan mengenai tingkat keberhasilan inseminasi intrauteri yang menggunakan kateter fleksibel dengan kateter kaku.

3.7. Kriteria Sampel

- Pasien infertil yang mempunyai indikasi untuk dilakukannya inseminasi intrauteri dengan indikasi faktor pria dan unexplained

- Yang menandatangani surat informed consent

Inseminasi Intrauteri

Hamil

Kateter

Fleksibel Kaku


(46)

3.8. Alur Penelitian

Memenuhi kriteria inklusi ( dilakukan randomisasi )

Tidak ada folikel> 17 mm Transvaginal Sonography

( hari ke 8,12,16 ) Stimulasi Ovarium

(hari ke 2-5 )

Folikel > 17 mm

Inseminasi menggunakan sperma yang telah dicuci menggunakan

kateter fleksibel atau kaku ( secara randominisasi )

Tes beta HCG kualitatif dari urine 2 minggu pasca inseminasi

Tes (-) Tidak hamil Tes (+)

Konfirmasi dengan TVS GS (+)

Observasi DJJ dengan USG

Pematangan dengan injeksi HCG 5000 IU


(47)

3.9. Cara Kerja

1. Dilakukan stimulasi ovarium pada pasangan wanita:

- Diberikan klomifen sitrat tablet 2 x 100 mg dimulai dari hari ke 2 sampai dari ke 5 siklus haid.

- Pada hari ke 3 diberikan injeksi FSH 75 IU.

- Kemudian pada hari ke 9, dilakukan pemantauan folikel untuk menilai besar folikel dengan ultrasonografi.

- Jika besar folikel < 17 mm, injeksi FSH 75 IU diteruskan.

- Dilakukan monitor ulang pada hari ke 11. Jika terdapat minimal satu folikel > 17 mm, dilakukan maturasi folikel dengan injeksi HCG 5000 IU dan 36 jam kemudian dilakukan inseminasi.

2. Kemudian pada pasangan pria, 1-2 jam sebelum dilakukan inseminasi dilakukan penampungan sperma di wadah yang telah disediakan. Pemilihan sperma yang akan diinseminasi dilakukan dengan metode “direct swim up”. Caranya:

- Masukkan 1 ml semen di tabung sentrifus steril 15 ml, dan lapiskan dengan hati-hati di atas 1,2 ml medium kultur. Alternatif yang lain, letakkan semen secara hati-hati dengan menggunakan pipet di bawah medium kultur.

- Miringkan tabung keatas dengan sudut 45 derajat, untuk meningkatkan luas area permukaan semen – medium kultur dan diinkubasi dalam 1 jam pada 37 derajat.


(48)

- Kembalikan secara hati-hati tabung ke posisi tegak dan keluarkan 1 ml bagian paling atas dari medium karena bagian itu terdiri dari sel sperma dengan motilitas tinggi.

- Dilusikan bagian tersebut dengan 1,5-2 ml medium kultur

- Sentrifugasi pada 300-500 g dalam 5 menit dan supernatan dibuang.

- Resuspensi sperma di 0,5 ml medium untuk menilai konsentrasi sperma, motilitas total dan progesifitas motilitas.

- Spesimen sudah dapat digunakan untuk IIU.

3. Pasien dibaringkan dengan posisi dorso litotomi.

4. Spekulum cocor bebek dibilas dengan NaCl hangat.

5. Masukkan spekulum tersebut ukuran standar ke dalam vagina sampai serviks terlihat dengan jelas.

6. Serviks diusapkan dengan NaCl hangat memakai kasa yang sudah disediakan.

7. Sementara pasien disiapkan, sperma yang sudah preparasi di laboratorium dimasukkan ke dalam spuit yang terhubung dengan kateter kaku (Tom Cat) atau fleksibel (Wallace). Pasien yang diinseminasi dengan kateter kaku atau fleksibel dipilih secara random oleh spesialis yang melakukan inseminasi.

8. Volume medium inseminasi yang akan dimasukkan ke dalam kavum uteri adalah 0,2-0,4 ml (rata-rata 0,3 ml).


(49)

9. Masukkan kateter yang sudah berisi medium dan sperma melalui ostium uteri eksterna, kanalis servikalis, sampai ke dalam kavum uteri sesuai dengan arah uterus.

10. Jika ditemukan kesulitan, terkadang diperlukan pemasangan tenakulum untuk menarik serviks pada saat memasukkan kateter.

11. Jarang diperlukan anestesi (paraservikal) pada waktu inseminasi.

12. Prosedur inseminasi ini harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati untuk mengurangi cedera pada endometrium yang dapat mengakibatkan perdarahan sehingga mengurangi viabilitas dari sperma.

13. Setelah ujung kateter mencapai fundus, tarik keluar sekitar 1 cm sehingga ujung kateter berada pada kavum uteri yang terluas. Selanjutnya, medium dan sperma disemprotkan ke dalam kavum uteri.

14. Tarik kembali kateter perlahan-lahan sambil memutarnya.

15. Pasien diminta berbaring terlentang selama 15 menit pasca inseminasi. Selanjutnya, diperbolehkan pulang dan melakukan aktivitas seperti biasa.

16. Hubungan seksual dianjurkan 24 jam pasca inseminasi.

17. Pada fase luteal, diberikan progesteron 3 x 100 mg pasca inseminasi. Jika perlu periksa kadar progesterone.

18. Setelah 14 hari dilakukan tes kehamilan. Dan jika hasil tes kehamilan (+), 2 minggu kemudian dilakukan ultrasonografi untuk melihat kantong gestasi,


(50)

3.10. Batasan Operasional

1. Inseminasi intrauteri

Definisi : Prosedur memasukkan sperma yang sudah dipreparasi ke dalam uterus saat terjadi ovulasi.

Alat ukur : Kateter inseminasi

Cara ukur : Menghitung jumlah inseminasi

Skala ukur : Skala nominal

2. Infertilitas primer

Definisi : Ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan konsepsi sekurangnya 1 tahun.

Alat Ukur : Anamnesis meliputi lamanya menikah dan mengusahakan untuk punya anak

Cara ukur : Menghitung lama mengusahakan punya anak

Skala ukur : Skala nominal

3. Infertilitas sekunder

Definisi : ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan konsepsi sekurangnya 1 tahun dimana sebelumnya pernah hamil kurang lebih satu kali.

Alat Ukur : Anamnesis meliputi lamanya menikah dan mengusahakan untuk punya anak


(51)

Cara ukur : Menghitung lama mengusahakan punya anak

Skala ukur : Skala nominal

4. Kateter fleksibel

Definisi : Alat yang digunakan untuk memasukkan sperma ke dalam cavum uteri dengan ujungnya bersifat lunak, fleksibel, dengan dua lumen yang berguna untuk sistem co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 18 cm, dengan ujung membulat dan dilengkapi dengan sisi bilateral yang menyebar yang berguna untuk mencegah kontaminasi dan menghalangi sperma keluar saat dilakukannya inseminasi.

Alat Ukur : Kateter wallace

Cara ukur : Menghitung jumlah pemakaian kateter

Skala ukur : Skala nominal

5. Kateter kaku

Definisi : Alat yang digunakan untuk memasukkan sperma ke dalam cavum uteri bersifat semi kaku, dengan satu lumen. Panjangnya sekitar 11,4 cm, 3,5 French (fr) dan desain dengan ujungnya terbuka. Dapat dimodulasi mengikuti bentuk dari uterus.

Alat Ukur : Kateter tomcat

Cara ukur : Menghitung jumlah pemakaian kateter


(52)

6. Usia pasangan adalah usia dimana seorang pasangan masih mempunyai kemungkinan besar untuk memiliki keturunan.

Definisi : usia saat dilakukannya prosedur inseminasi

Alat Ukur : Kalender dalam tahun

Cara ukur : Anamnesis yang meliputi usia pasangan saat melakukan pernikahan pertama kali

Skala ukur : Usia dibawah 40 tahun (skala ratio)

7. Durasi infertilitas

Definisi : Lama pasangan infertil baik primer maupun sekunder tidak memiliki keturunan.

Alat Ukur : Kalender dalam tahun

Cara ukur : Menghitung lama tidak punya anak

Skala ukur : Skala ratio

8. Indikasi IIU karena faktor pria

Definisi : Ketidakmampuan pasangan mendapatkan keturunan dikarenakan kelainan baik anatomis maupun fisiologis pria.

Alat Ukur : Kuantitas dan kualitas sperma

Cara ukur : Analisa sperma


(53)

9. Indikasi IIU karena faktor unexplained

Definisi : ketidakmampuan pasangan mendapatkan keturunan dikarenakan penyebab yang tidak diketahui selain faktor pria, endometriosis, faktor tuba dan faktor uterus

Alat Ukur : analisa sperma, USG, pemeriksaan hormonal

Cara ukur : observasi

Skala ukur : skala nominal

10. Jumlah folikel

Definisi : Banyaknya folikel dengan diameter ≥17 mm

Alat Ukur : USG

Cara ukur : Diameter folikel dalam cm

Skala ukur : Skala nominal

11. Tebal endometrium.

Definisi : Ukuran terjauh dari satu titik endometrium ke titik endometrium lainnya

Alat Ukur : USG

Cara ukur : Jarak terjauh antara satu titik endometrium ke titik lainnya secara tegak lurus dalam sentimeter


(54)

12. Jumlah sperma motil yang diinseminasikan

Definisi : Banyaknya sperma yang dipreparasi yang akan dimasukkan ke dalam cavum uteri dengan kateter inseminasi.

Alat Ukur : Jumlah sperma

Cara ukur : Analisa sperma dalam 10

Skala ukur : Skala ratio

6

13. Kegagalan dalam memasukkan kateter

Definisi : Ketidakmampuan kateter kaku dan fleksibel untuk masuk sampai ke kavum uteri.

Alat Ukur : Kegagalan insersi kateter

Cara ukur : Kegagalan memasukkan kateter tanpa alat bantu sebanyak 3 kali percobaan

Skala ukur : Skala nominal

14. Darah di kateter

Definisi : Ditemukan darah di kateter baik fleksibel dan kaku saat prosedur inseminasi.

Alat Ukur : Observasi selama prosedur

Cara ukur : Darah (+) saat kateter dikeluarkan dari uterus yang menempel di kateter


(55)

Skala ukur : Skala nominal

15. Ketidaknyamanan

Definisi : Keluhan subjektif ibu yang dirasakan selama proses inseminasi maupun pasca inseminasi.

Alat Ukur : anamnesis keluhan saat dan pasca inseminasi

Cara ukur : anamnesis keluhan seperti kram perut atau nyeri perut

Skala ukur : skala nominal

16. Refluks sperma

Definisi : Banyaknya sperma yang keluar dari OUE setelah sperma disemprotkan di cavum uteri

Alat ukur : observasi

Cara ukur : melihat ada atau tidak sperma yg keluar dari OUE

Skala ukur : skala nominal

17. Kehamilan positif

Definisi : Pasangan wanita dinyatakan hamil dengan tes beta HCG kualitatif positif pada 2 minggu pasca inseminasi dan ditemukannya

gestasional sac dan denyut jantung janin di dalam kavum uteri dengan

menggunakan USG pasca tes beta HCG kualitatif.


(56)

Cara ukur : tes kehamilan positif (bergaris dua jelas) dan kantong gestasi dan denyut jantung janin dari ultrasonografi

Skala ukur : skala nominal

18. Kehamilan negatif

Definisi : Pasangan wanita dinyatakan tidak hamil dengan tes beta HCG kualitatif negatif pada 2 minggu pasca inseminasi.

Alat Ukur : tes kehamilan (sensitif)

Cara ukur : tes kehamilan negatif (bergaris satu)

Skala ukur : skala nominal

3.11. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan program komputer meliputi pemasukan data dan tabulasi data. Umur pasangan wanita, jenis dan lama infertilitas indikasi IIU, jenis induksi ovulasi, banyak folikel ≥ 17 mm, jumlah sperma yang motil yang digunakan untuk IIU, tebal endometrium dan keluaran IIU dicatat. Chi square digunakan untuk membandingkan proporsi dan p-value < 0,05 dijadikan acuan jika hasil bermakna secara statistika.


(57)

3.12. Etika Penelitian

Setiap peserta penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan akan diberikan penjelasan mengenai latar belakang, tujuan, manfaat, cara kerja, keuntungan dan kerugian dari penelitian ini. Dilakukan informed consent

untuk memperoleh persetujuan setelah penjelasan yang dilakukan oleh peneliti. Keikutsertaan subyek penelitian adalah sukarela dengan menandatangani formulir lembar persetujuan. Penelitian ini dilakukan setelah melalui penilaian komisi etik dan telah disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumeatera Utara.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK PASANGAN INFERTIL

Tabel 4.1 Karakteristik Wanita Yang Melakukan Inseminasi Intrauteri

Karakteristik Pasangan Infertil

Kateter Kaku n=30

Kateter Fleksibel n=30

Rerata Usia pasangan wanita ( tahun )

32,53 (+ 3,97) 30,90 (+ 4,52)

Rerata Durasi infertil (tahun) 4,12 (+ 2,58) 4,26 (+ 3,44)

Jenis Infertilitas Primer Sekunder

24 ( 80% ) 6 ( 20% )

27 ( 90% ) 3 ( 10% ) Penyebab Infertilitas

Faktor Pria Unexplained

11 ( 36,7% ) 19 ( 63,3% )

19 ( 63,3% ) 11 ( 36,7 % )

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan karakteristik pasangan wanita yang melakukan Inseminasi Intrauteri (IIU) mempunyai umur rata-rata yang relatif sama yaitu 32.53 ± 3.97 tahun pada kelompok kateter kaku dan 30.90 ± 4.52 tahun pada kelompok kateter fleksibel.

Montanaro dkk tahun 2001 melalui penelitian retrospektif selama 5,5 tahun dengan 273 siklus IIU mendapatkan bahwa usia pasangan wanita < 35 tahun merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU. Hendin dkk tahun 2000 juga mendapatkan hasil yang sama dimana dari 533 siklus IIU diperoleh usia pasangan wanita < 38 tahun yang menjalani program IIU didapatkan angka kehamilan yang lebih tinggi.9


(59)

Berdasarkan durasi infertilitas, kedua kelompok dengan durasi infertilitas yang tidak berbeda jauh yaitu 4.12 ± 2.58 tahun pada kelompok kateter kaku dan 4.26 ± 3.44 tahun pada kelompok kateter fleksibel.

Tabel diatas juga menunjukkan bahwa jenis infertilitas pasangan yang melakukan IIU pada kedua kelompok umumnya infertilitas primer dimana masing-masing 24 orang (80%) pada kelompok kateter kaku dan 27 orang (90%) pada kelompok kateter fleksibel. Farimani dkk tahun 2007 mengemukakan bahwa baik infertilitas primer maupun sekunder bukan merupakan prediktor yang berhubungan dengan keberhasilan IIU.

Pada penelitian ini didapatkan penyebab infertilitas pada kedua kelompok adalah faktor unexplained dan faktor pria. Dimana pada kelompok kateter kaku penyebab infertilitas terbanyak adalah faktor pria yaitu 63,3 % sedangkan pada kateter fleksibel yang terbanyak adalah faktor unexplained

yaitu sekitar 63,3 %.


(60)

4.2 KARAKTERISTIK SIKLUS INSEMINASI

Tabel 4.2 Karakteristik Siklus Inseminasi Berdasarkan Jumlah Folikel, Ketebalan Endometrium Dan Motilitas Sperma.

Karakteristik Folikel dan Endometrium

Kateter Kaku n=30

Kateter fleksibel n=30

Jumlah Folikel ɸ > 17 mm

1 Folikel

Lebih dari 1 Folikel

7 ( 23,3% ) 23 ( 76,7%)

8 ( 26,7% ) 22 ( 73,3 % )

Tebal endometrium ( mm ) 8.47 ± 1.77 8.63 ± 1.97

Jumlah sperma motil yang pernah diinseminasi

11.29 x 106 ± 8.11 12.04 x 106 ± 8.72

Berdasarkan karakteristik siklus inseminasi, kedua kelompok IIU sebagian besar mempunyai jumlah folikel yang berdiameter lebih dari 17 mm masing-masing 23 pasien (76.7%) pada kelompok kaku dan 22 pasien (73.3%) pada kelompok kateter fleksibel.

Farimani dkk tahun 2007 mengemukakan dari 463 siklus IIU yang dilakukan, didapatkan rerata besar folikel > 16 mm dan merupakan prediktor yang baik yang berhubungan dengan peningkatan keberhasilan kehamilan pada IIU dengan p=0,003.33 Sedangkan Khalil dkk tahun 2001 melakukan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU mendapatkan bahwa folikel yang besarnya > 16 mm dan jumlahnya lebih dari 1 folikel berhubungan dengan meningkatnya angka keberhasilan IIU. Penelitian lain yang mendapatkan hasil yang sama dikemukakan oleh Montanaro dkk tahun 2001 dan Stone dkk tahun 1999.9


(61)

Sedangkan tebal endometrium pada saat akan diinseminasi pada kedua kelompok berturut-turut mempunyai rerata 8.47 ± 1.77 cm pada kelompok kateter kaku dan 8.63 ± 1.97 cm pada kelompok kateter fleksibel

Router dkk pada tahun 1996, mengemukakan bahwa ketebalan endometrium kurang dari 8 mm berhubungan dengan penurunan angka keberhasilan kehamilan pada inseminasi intrauteri. Hal yang sama dikemukakan oleh Teraporn dkk tahun 2003 yang mendapatkan cut off < 7,5 mm dari ketebalan endometrium merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan inseminasi intrauteri.

Jumlah sperma yang digunakan di kedua kelompok baik pada kelompok kateter kaku dan kateter fleksibel berturut-turut 11.29 x 10

8

6

± 8.11 sperma dan 12.04 x 106

Berdasarkan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU yang dilakukan oleh Khalil dkk tahun 2001 didapatkan bahwa banyaknya sperma motil yang digunakan dalam IIU lebih dari 2 juta sperma

± 8.72 sperma.

berhubungan dengan peningkatan keberhasilan kehamilan pada IIU. Demikian juga penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Stone dkk tahun 1999, dari 3200 siklus IIU selama 6 tahun, didapatkan jumlah sperma motil yang digunakan dalam IIU sebanyak lebih dari 2 juta sperma merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan kehamilan pada IIU.16,17


(62)

4.3. KESULITAN DAN KETIDAKNYAMANAN PROSEDUR IIU Tabel 4.3 Faktor Penyulit Yang Dijumpai Pada Saat Pelaksanaan IIU

Faktor Penyulit Kateter Kaku n=30 Kateter fleksibel n=30 Nilai p Kegagalan memasukkan Kateter

0 ( 0% ) 0 ( 0% )

Darah pada kateter

Ada Tidak

18 ( 60% ) 12 ( 40% )

17 ( 56,7% ) 13 ( 43,3% )

0,793*

Ketidaknyamanan prosedur

Ada Tidak

13 ( 43,3% ) 17 ( 56,7% )

9 ( 30% ) 21 ( 70% )

0,284*

Refluks saat inseminasi

Ada Tidak

8 ( 26,7% ) 22 ( 73,3% )

1 ( 3,3% ) 29 ( 96,7% )

0,030**

*nilai p didapat dengan uji pearson Chi-square ** nilai p didapat dengan uji Continuity Correction.

Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada ditemukan faktor penyulit berupa kegagalan dalam memasukkan kateter pada kedua kelompok penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis keteter relatif mudah dalam melakukan insersi.

Teraporn dkk tahun 2003 dengan 239 siklus inseminasi intrauteri yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan dalam kesulitan prosedur insersi kateter yang signifikan pada kelompok kateter kaku dan fleksibel (16.4% dan 17.1% berturut-turut, p=0.886).

Pada tabel ini dapat dilihat juga bahwa terdapat darah pada kateter saat dikeluarkan dari kavum uteri yang lebih banyak pada kelompok kateter kaku yaitu 18 (60%) daripada kelompok kateter fleksibel yaitu 17 (56.7%).


(63)

Darah pada kateter menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya cedera endometrium ataupun endoserviks saat insersi kateter namun secara statistik dengan uji Chi-square didapatkan nilai p > 0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal adanya darah pada kateter setelah prosedur.

Menurut Lavie dkk tahun 1997, keberhasilan IIU dapat dipengaruhi oleh adanya trauma endometrium yang ditandai dengan ada tidaknya darah pada kateter setelah dikeluarkan dari kavum uteri. Dimana mereka menemukan kerusakan pada lapisan endometrium sebanyak 12,5% pada kateter fleksibel dan 50 % pada kateter kaku, namun angka keberhasilan pada kedua kelompok tidak bermakna secara statistika. Sedangkan Fancsovits dkk tahun 2005 dari 251 siklus IIU menyimpulkan bahwa ditemukan darah pada kateter setelah dilakukannya prosedur IIU pada 68 siklus IIU pada kelompok kateter kaku dibandingkan dengan 66 siklus IIU pada kelompok kateter fleksibel.

Pada tabel ini juga menunjukkan adanya ketidaknyamanan berupa kram/nyeri perut yang dinilai secara subjektif saat atau setelah prosedur inseminasi dimana lebih banyak terjadi pada kelompok kateter kaku yaitu 13 kasus (43,3%), daripada kateter fleksibel yaitu 9 kasus (30%). Namun secara statistik dengan uji Chi-square didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal ketidaknyamanan dalam prosedur pemasangan kateter.

34

Teraporn dkk tahun 2003 melaporkan adanya keluhan perut kram pada 33 pasien yang menjalani IIU menggunakan kateter fleksibel dibandingkan


(64)

dengan 34 pasien pada kelompok kaku. Segal dkk tahun 1998 melaporkan dari 34 siklus IIU yang dilakukan didapatkan adanya keluhan berupa perut kram pada 2 pasien pada kelompok kateter fleksibel dibandingkan dengan 8 pasien pada kelompok kateter kaku.

Terjadinya refluks saat prosedur inseminasi mungkin akan mempengaruhi keberhasilan dari IIU. Pada penelitian ini, terdapat refluks yang lebih banyak pada kelompok kateter kaku sebanyak 8 orang (26,7%) sedangkan pada kelompok fleksibel sebanyak 1 (3,3%). Secara statistik dengan uji Chi-square dengan continuity correction didapatkan nilai p<0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal terjadinya refluks setelah prosedur IIU. Hal ini mungkin disebabkan karena kateter kaku mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan kateter fleksibel yang digunakan, dimana diameter yang lebih besar kateter fleksibel dapat mengakomodasi besar kanalis servikalis pasien yang sehingga mencegah refluks.


(65)

4.4 HASIL INSEMINASI INTRAUTERI Tabel 4.4 Hasil Inseminasi Intrauteri

Kehamilan

n = 30 total Nilai p

Positif Negatif

Jenis Kateter Kaku Flexibel 6 (20%) 8 (26.7%) 24 (80%) 22 (73,3%) 30 (100%)

30 (100%) 0,542*

Darah di Kateter Ada Tidak ada 5 (14,3%) 9 (36%) 30 (85,7%) 16 (64%) 35 (100%) 25 (100%) 0,050* Refluks Ada Tidak ada 2 (22,2%) 12 (23,5%) 7 (77,8%) 39 (76,5%) 9 (100%) 51 (100%) 1,00**

*nilai p didapat dengan uji pearson Chi-square ** nilai p didapat dengan uji Continuity correction

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan angka keberhasilan inseminasi intrauteri pada kelompok kateter fleksibel lebih tinggi (26,7%) dibandingkan dengan kelompok kateter kaku (20%), namun dari uji statistik dengan

Chi-square didapatkan nilai p=0,542, yang menunjukkan tidak ada perbedaan

yang bermakna dalam hal tingkat keberhasilan kehamilan antara kedua kateter.

Hasil yang sama didapatkan dari penelitian Teraporn dkk tahun 2003 bahwa dari 239 siklus IIU didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika mengenai keberhasilan inseminasi baik dari kateter kaku dan fleksibel dengan nilai p=0,714.8 Demikian juga pada penelitian yang dilakukan Smith dkk pada tahun 2002 dengan penelitian acaknya menyimpulkan bahwa angka kehamilan rata-rata per siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak (16%) dan kelompok ujung keras (18%) dan tidak bermakna secara


(66)

statistika dengan nilai p=0,61.25 Miller dkk, tahun 2005, secara prospektif dan penelitian acak dengan 100 pasien. Tidak ada perbedaan bermakna pada angka kehamilan rata-rata per siklus pada kelompok dengan ujung lunak dan ujung keras.26 Dan Fancsovits dkk tahun 2005 yang melakukan inseminasi pada 251 pasien dengan kateter fleksibel dan kaku mendapatkan hasil yang sama dengan lainnya, dimana kelompok kateter kaku terdapat 33 kehamilan dari 127 inseminasi sedangkan 34 kehamilan pada kelompok kateter fleksibel (10,4% berbanding 9,7%, berurutan).34

Hasil penelitian juga ditunjukkan pada tabel 4.4 bahwa angka kegagalan inseminasi intrauteri pada kasus dengan kateter yang mengandung darah lebih tinggi (85,7%) dibandingkan dengan kasus yang tidak mengandung darah (64%), namun dari uji statistik dengan Chi-square

didapatkan nilai p=0,050, yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat keberhasilan kehamilan antara kateter yang menimbulkan perdarahan atau yang tidak.

Hal ini memberi kesan bahwa kedua jenis kateter (kaku dan flexibel) dapat digunakan dalam prosedur IIU dengan tingkat keberhasilan yang relatif sama.

Mungkin hal ini karena setelah IIU, sperma diketahui telah mencapai rongga peritoneum dalam waktu yang sangat cepat. Berbeda pada inseminasi yang dilakukan pada transfer embrio dimana implantasi embrio pada uterus terjadi sekitar 7 hari pasca fertilisasi. Embrio akan mengapung sebelum implantasi atau menempel pada dinding endometrium dengan dalam beberapa hari (transfer embrio hari kedua atau ketiga) atau berimplantasi dalam 1 hari (transfer embrio hari ke 5 atau ke-6). Oleh sebab itu, rata-rata implantasi embrio akan menurun jika kateter embrio transfer merusak


(67)

langsung embrio dan/atau endometrium atau jika embrio keluar lewat serviks atau tuba falopi.

Sedangkan angka kegagalan inseminasi intrauteri pada kasus kateter dengan refluks sperma, sama pada kedua kelompok dimana dari nilai uji Continuity Correction didapatkan nilai p=1,00 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam tingkat keberhasilan kehamilan antara kateter yang menyebabkan refluks atau tidak.

35

Hal ini mungkin disebabkan oleh efek negatif dari kateter kaku maupun fleksibel yang digunakan pada IIU mungkin dapat mengeluarkan volume sperma sampai sekitar 0,5 ml, setidaknya 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan suspensi embrio (0,04 ml). Dengan dasar itu sangat menarik untuk dicatat bahwa ada penelitian yang mengemukakan bahwa IIU dengan volume sperma yang banyak (lebih dari 4 ml) lebih tinggi keberhasilannya daripada IIU klasik yang menggunakan volume 0,5 ml.

4.5 ANALISA UJI HIPOTESIS

36

Hasil penelitian sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 4.4 menunjukkan angka keberhasilan inseminasi intrauteri pada kelompok kateter fleksibel lebih tinggi (26,7%) dibandingkan dengan kelompok kateter kaku (20%), namum dari uji statistik dengan Chi-square didapatkan nilai p>0,05, yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna tingkat keberhasilan kehamilan antara kedua kateter. Berdasarkan kondisi ini maka hipotesis penelitian tentang tidak ada perbedaan yang bermakna tingkat keberhasilan kehamilan yang menggunakan kateter fleksibel dengan kateter kaku diterima.


(1)

DJJ

Total positif tidak

refluks ada Count 2 7 9

% within refluks 22,2% 77,8% 100,0%

tidak ada Count 12 39 51

% within refluks 23,5% 76,5% 100,0%

Total Count 14 46 60

% within refluks 23,3% 76,7% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,007a 1 ,932 1,000 ,651 Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,007 1 ,932 1,000 ,651

Fisher's Exact Test 1,000 ,651

N of Valid Cases 60

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,10. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Kepada Yth.

Ibu yang saya hormati

Terima kasih atas kesedian ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul:

“Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter Fleksibel dan Kaku Pada

Inseminasi Intrauteri”

Nama saya dr. Ray Christy Barus saat ini saya sedang menjalani Program

Pendidikan Dokter Spesialis di bidang kebidanan dan penyakit kandungan (OBGIN)

FK-USU. Saya meneliti tentang “Perbandingan Tingkat Keberhasilan Kateter

Fleksibel dan Kaku Pada Inseminasi Intrauteri”.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat

keberhasilan penggunaan kateter fleksibel dan kaku pada inseminasi intrauteri.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengobservasi untuk menilai keberhasilan

kehamilan pada inseminasi.

Adapun prosedur yang akan dilakukan sebagai berikut: peneliti akan

mengumpulkan data identitas ibu saat sebelum inseminasi dimulai. Kemudian

inseminasi akan dilakukan dengan cara ibu dibaringkan di meja pemeriksaan

dengan posisi litotomi, dan cocor bebek dipasang untuk melihat mulut rahim.

Kemudian alat kateter yang berisi sperma suami yang telah dicuci, dimasukkan ke

rahim dan disemprotkan. Setelah prosedur selesai, ibu berbaring selama 15-30

menit. Peneliti akan menanyakan keluhan-keluhan selama dan setelah inseminasi


(3)

Risiko yang mungkin timbul dalam penelitian ini adalah ketidaknyamanan

dalam memasukkan kateter dan ketidaknyamanan dalam saya mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan inseminasi tersebut.

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

keberhasilan penggunaan kateter fleksibel dan kaku untuk mendapatkan hasil

inseminasi yang lebih baik.

Saya menjamin kerahasiaan pribadi ibu dalam hal segala prosedur mulai dari

identitas, perlakuan selama inseminasi dan hasil.

Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan

maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu menolak untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini, maka tidak akan hilang hak sebagai pasien. Setelah memahami

berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu yang terpilih sebagai

subyek sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta

dalam penelitian yang disiapkan.

Terimakasih saya ucapkan kepada ibu yang telah berpartisipasi didalam

penelitian ini. Jika selama menjalani pemeriksaan ini terdapat hal-hal yang kurang

jelas maka ibu dapat menghubungi saya dr. Ray Christy Barus di Dept.Obstetri dan

Ginekologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan atau No. Telp. 082160619293.

Medan,

2013

Hormat Saya


(4)

LAMPIRAN 4

LEMBARAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

SUBJEK PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama

: ...

Umur

: ...

Alamat

: ...

Dengan ini menyatakan :

Setelah mendapat penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang

maksud dan tujuan serta tata laksana penelitian yang berjudul :

PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN KATETER FLEKSIBEL DAN

KAKU PADA INSEMINASI INTRAUTERI

Saya menyatakan bersedia/ tidak keberatan untuk dilibatkan dan berpartisipasi

dalam penelitian ini, dengan sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri karena

berbagai alasan. Biaya penelitian tidak dibebankan kepada saya.

Demikian surat pesetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan penuh

tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan,

2013


(5)

1 Veronika Kaban 32 2 2 unexplained 7.5 16.24 19.5 4 2 0 tidak tidak ada tidak tida 2 Citra Kusmardiani 24 0 1 unexplained 7 13.37 17 2 2 0 tidak tidak ada ada a 3 Belinda Saragih 36 4 1.5 unexplained 7 7.53 18 1 3 2 tidak tidak ada tidak tida 4 Enna Turnip 38 0 4 faktor pria 8.5 2.22 19.5 2 1 4 tidak tidak ada positif po

5 Rafika Agustini 28 0 1 faktor pria 6.5 25.63 17 2 7 6 tidak ada ada a

6 Feiphin 32 0 9 unexplained 8 3.51 17.5 2 3 2 tidak tidak ada ada a

7 Hasna Duma 38 0 7 unexplained 6 26.46 18.5 4 1 3 tidak tidak ada tidak tida 8 Evita Hanum 37 0 11 unexplained 8.5 5.02 18.5 3 0 3 tidak tidak ada tidak tida 9 marlina Lumbantobing 31 0 5 unexplained 9 11.17 17.5 3 1 0 tidak tidak ada ada tida 10 Suryati Sahban 31 0 8 faktor pria 8 4.2 19 1 1 3 tidak tidak ada tidak tida 11 Renta Siregar 32 1 4 unexplained 9 11.13 20.5 1 0 7 tidak tidak ada tidak a

12 Evi Susanti 32 0 8 faktor pria 5 4.32 18 2 0 1 tidak tidak ada ada a

13 Roswita 31 0 3 faktor pria 8 14.3 17 1 2 5 tidak ada ada a

14 Dewi Ratnawati 40 1 5 unexplained 9 6.53 18.5 4 1 1 tidak ada ada tida

15 Betty Hutapea 32 2 2.8 unexplained 8 16.5 17.5 7 4 4 tidak ada ada tida

16 Yanti Capa 32 0 5 faktor pria 7 10.8 19.5 1 6 7 tidak tidak ada ada tida

17 Perawati Sianturi 24 0 3.6 unexplained 12 17.76 20 5 4 1 tidak ada ada a

18 Sri Wasiyanti 27 0 5 unexplained 12.5 6.17 17.5 7 12 3 tidak tidak ada ada a

19 Tiur Maida 36 0 5 unexplained 9.5 4.41 17 1 0 0 tidak tidak ada ada tida

20 Nurintan 32 0 1.5 unexplained 7 1.58 17 3 2 8 tidak ada ada a

21 Indrawati Pardede 34 0 1 unexplained 6 8.35 17 2 2 0 tidak ada ada a

22 Lili 39 0 2.5 unexplained 8 8.82 18 3 0 0 tidak tidak ada ada a

23 Susilawati 30 0 1 faktor pria 9 3.09 18 2 4 0 tidak tidak ada tidak tida

24 Elita Sihole 30 0 4.6 faktor pria 9.5 11.68 19 3 0 0 tidak tidak ada ada tida

25 Verawaty 33 1 6 unexplained 8 6.17 17 1 2 1 tidak ada tidak tida

26 Fitri 31 0 1.5 unexplained 9 26.64 18 2 3 0 tidak tidak ada ada a

27 Nirwana Karo 32 0 5 unexplained 12 22.17 18.5 2 0 2 tidak tidak ada tidak tida 28 Mei Fong 37 0 2 faktor pria 11 30.24 18.5 2 0 0 tidak tidak ada tidak tida

29 Jenny 35 0 3 faktor pria 9 8.83 19 5 0 0 tidak tidak ada tidak tida

30 yuli 30 0 4.6 faktor pria 9 4.04 19 3 0 0 tidak tidak ada tidak tida

31 Astuti Siregar 32 0 5 faktor pria 9 10.37 17.5 3 3 0 tidak tidak ada tidak tida 32 Tridia Emilda 29 0 3 faktor pria 10 8.8 18.5 9 1 8 tidak tidak ada ada tida

33 Sri Dewi 24 0 2 faktor pria 9 11.68 20.5 5 1 1 tidak tidak ada ada tida

34 Zainab 23 0 2 unexplained 10.5 14.4 18.5 4 3 7 tidak tidak ada ada tida

35 Maidinse Hutasoit 33 0 3 faktor pria 7 2.7 19.5 3 5 8 tidak tidak ada ada tida

36 Rosari 30 0 1 unexplained 5 9.11 21 4 0 0 tidak tidak ada ada a

37 Irmayani 29 0 2 unexplained 6 37.44 18.5 11 3 1 tidak tidak ada ada tida

38 Junita Henny 27 0 2.4 unexplained 8 2.29 18.5 5 3 4 tidak tidak ada ada tida 39 Yenny Sagala 32 0 7 faktor pria 13.5 11.8 19.5 1 2 0 tidak tidak ada tidak a 40 Lasma Suryani 28 0 1.3 faktor pria 9.5 17.28 21.5 2 1 2 tidak tidak ada ada tida

41 Ika Satria 29 0 6 unexplained 8 12.3 19 4 5 1 tidak tidak ada ada a


(6)

43 Diana wati Sihombing 28 0 3.4 faktor pria 9 4.5 17 2 0 0 tidak tidak ada ada tida

44 Masitah 31 0 4 faktor pria 9 5.85 17.5 4 2 0 tidak tidak ada ada tida

45 Mirauli Purba 38 1 15 faktor pria 8.8 2.82 17.5 3 3 0 tidak ada ada a

46 Rini 30 1 3.7 faktor pria 7.5 14.25 20.5 1 6 1 tidak tidak ada tidak tida

47 Armidianta Tarigan 40 0 14 faktor pria 7 3.58 18.5 2 0 2 tidak tidak ada ada a 48 Nurhayati Sinulingga 37 1 7 faktor pria 7 9.97 18.5 2 4 0 tidak tidak ada ada a 49 nurpita Dewi Hasibuan 28 0 2 faktor pria 9 3.82 17 1 3 4 tidak tidak ada ada tida 50 Erika Siagian 38 0 6 faktor pria 8 2.87 19 6 1 0 tidak tidak ada tidak tida 51 Lilis Susanto 29 0 2 unexplained 10 29.46 18.5 2 2 2 tidak tidak ada tidak tida 52 Juniar Purba 36 0 2.6 faktor pria 6 8.55 20 1 1 1 tidak tidak ada tidak tida 53 Advia Gultom 36 0 2.5 unexplained 11 27.93 17.5 5 1 3 tidak tidak ada tidak a

54 sylvia 28 0 5 faktor pria 8.5 16.7 17.5 1 0 2 tidak tidak ada ada a

55 Rindu Gurusinga 34 0 1 faktor pria 7 20.07 18.5 1 1 0 tidak tidak ada tidak tida

56 Diana Sri 27 0 5 unexplained 8 15.83 19.5 3 1 5 tidak tidak ada tidak a

57 Melia 30 0 3.5 faktor pria 12 16.47 20 6 7 4 tidak tidak ada tidak tida

58 Dewi Siregar 23 0 1.5 unexplained 8 2.04 18 1 1 1 tidak tidak ada tidak tida 59 Sri Yulianni 37 0 9 unexplained 7.5 4.59 18 1 0 3 tidak tidak ada tidak tida