KARAKTERISTIK PASANGAN INFERTIL HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK PASANGAN INFERTIL

Tabel 4.1 Karakteristik Wanita Yang Melakukan Inseminasi Intrauteri Karakteristik Pasangan Infertil Kateter Kaku n=30 Kateter Fleksibel n=30 Rerata Usia pasangan wanita tahun 32,53 + 3,97 30,90 + 4,52 Rerata Durasi infertil tahun 4,12 + 2,58 4,26 + 3,44 Jenis Infertilitas Primer Sekunder 24 80 6 20 27 90 3 10 Penyebab Infertilitas Faktor Pria Unexplained 11 36,7 19 63,3 19 63,3 11 36,7 Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan karakteristik pasangan wanita yang melakukan Inseminasi Intrauteri IIU mempunyai umur rata-rata yang relatif sama yaitu 32.53 ± 3.97 tahun pada kelompok kateter kaku dan 30.90 ± 4.52 tahun pada kelompok kateter fleksibel. Montanaro dkk tahun 2001 melalui penelitian retrospektif selama 5,5 tahun dengan 273 siklus IIU mendapatkan bahwa usia pasangan wanita 35 tahun merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan IIU. Hendin dkk tahun 2000 juga mendapatkan hasil yang sama dimana dari 533 siklus IIU diperoleh usia pasangan wanita 38 tahun yang menjalani program IIU didapatkan angka kehamilan yang lebih tinggi. 9 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan durasi infertilitas, kedua kelompok dengan durasi infertilitas yang tidak berbeda jauh yaitu 4.12 ± 2.58 tahun pada kelompok kateter kaku dan 4.26 ± 3.44 tahun pada kelompok kateter fleksibel. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa jenis infertilitas pasangan yang melakukan IIU pada kedua kelompok umumnya infertilitas primer dimana masing-masing 24 orang 80 pada kelompok kateter kaku dan 27 orang 90 pada kelompok kateter fleksibel. Farimani dkk tahun 2007 mengemukakan bahwa baik infertilitas primer maupun sekunder bukan merupakan prediktor yang berhubungan dengan keberhasilan IIU. Pada penelitian ini didapatkan penyebab infertilitas pada kedua kelompok adalah faktor unexplained dan faktor pria. Dimana pada kelompok kateter kaku penyebab infertilitas terbanyak adalah faktor pria yaitu 63,3 sedangkan pada kateter fleksibel yang terbanyak adalah faktor unexplained yaitu sekitar 63,3 . 33 Universitas Sumatera Utara 4.2 KARAKTERISTIK SIKLUS INSEMINASI Tabel 4.2 Karakteristik Siklus Inseminasi Berdasarkan Jumlah Folikel, Ketebalan Endometrium Dan Motilitas Sperma. Karakteristik Folikel dan Endometrium Kateter Kaku n=30 Kateter fleksibel n=30 Jumlah Folikel ɸ 17 mm 1 Folikel Lebih dari 1 Folikel 7 23,3 23 76,7 8 26,7 22 73,3 Tebal endometrium mm 8.47 ± 1.77 8.63 ± 1.97 Jumlah sperma motil yang pernah diinseminasi 11.29 x 10 6 12.04 x 10 ± 8.11 6 ± 8.72 Berdasarkan karakteristik siklus inseminasi, kedua kelompok IIU sebagian besar mempunyai jumlah folikel yang berdiameter lebih dari 17 mm masing-masing 23 pasien 76.7 pada kelompok kaku dan 22 pasien 73.3 pada kelompok kateter fleksibel. Farimani dkk tahun 2007 mengemukakan dari 463 siklus IIU yang dilakukan, didapatkan rerata besar folikel 16 mm dan merupakan prediktor yang baik yang berhubungan dengan peningkatan keberhasilan kehamilan pada IIU dengan p=0,003. 33 Sedangkan Khalil dkk tahun 2001 melakukan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU mendapatkan bahwa folikel yang besarnya 16 mm dan jumlahnya lebih dari 1 folikel berhubungan dengan meningkatnya angka keberhasilan IIU. Penelitian lain yang mendapatkan hasil yang sama dikemukakan oleh Montanaro dkk tahun 2001 dan Stone dkk tahun 1999. 9 Universitas Sumatera Utara Sedangkan tebal endometrium pada saat akan diinseminasi pada kedua kelompok berturut-turut mempunyai rerata 8.47 ± 1.77 cm pada kelompok kateter kaku dan 8.63 ± 1.97 cm pada kelompok kateter fleksibel Router dkk pada tahun 1996, mengemukakan bahwa ketebalan endometrium kurang dari 8 mm berhubungan dengan penurunan angka keberhasilan kehamilan pada inseminasi intrauteri. Hal yang sama dikemukakan oleh Teraporn dkk tahun 2003 yang mendapatkan cut off 7,5 mm dari ketebalan endometrium merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan inseminasi intrauteri. Jumlah sperma yang digunakan di kedua kelompok baik pada kelompok kateter kaku dan kateter fleksibel berturut-turut 11.29 x 10 8 6 ± 8.11 sperma dan 12.04 x 10 6 Berdasarkan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU yang dilakukan oleh Khalil dkk tahun 2001 didapatkan bahwa banyaknya sperma motil yang digunakan dalam IIU lebih dari 2 juta sperma ± 8.72 sperma. berhubungan dengan peningkatan keberhasilan kehamilan pada IIU. Demikian juga penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Stone dkk tahun 1999, dari 3200 siklus IIU selama 6 tahun, didapatkan jumlah sperma motil yang digunakan dalam IIU sebanyak lebih dari 2 juta sperma merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan kehamilan pada IIU. 16,17 Universitas Sumatera Utara 4.3. KESULITAN DAN KETIDAKNYAMANAN PROSEDUR IIU Tabel 4.3 Faktor Penyulit Yang Dijumpai Pada Saat Pelaksanaan IIU Faktor Penyulit Kateter Kaku n=30 Kateter fleksibel n=30 Nilai p Kegagalan memasukkan Kateter 0 0 0 0 Darah pada kateter Ada Tidak 18 60 12 40 17 56,7 13 43,3 0,793 Ketidaknyamanan prosedur Ada Tidak 13 43,3 17 56,7 9 30 21 70 0,284 Refluks saat inseminasi Ada Tidak 8 26,7 22 73,3 1 3,3 29 96,7 0,030 nilai p didapat dengan uji pearson Chi-square nilai p didapat dengan uji Continuity Correction. Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada ditemukan faktor penyulit berupa kegagalan dalam memasukkan kateter pada kedua kelompok penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis keteter relatif mudah dalam melakukan insersi. Teraporn dkk tahun 2003 dengan 239 siklus inseminasi intrauteri yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan dalam kesulitan prosedur insersi kateter yang signifikan pada kelompok kateter kaku dan fleksibel 16.4 dan 17.1 berturut-turut, p=0.886. Pada tabel ini dapat dilihat juga bahwa terdapat darah pada kateter saat dikeluarkan dari kavum uteri yang lebih banyak pada kelompok kateter kaku yaitu 18 60 daripada kelompok kateter fleksibel yaitu 17 56.7. 8 Universitas Sumatera Utara Darah pada kateter menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya cedera endometrium ataupun endoserviks saat insersi kateter namun secara statistik dengan uji Chi-square didapatkan nilai p 0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal adanya darah pada kateter setelah prosedur. Menurut Lavie dkk tahun 1997, keberhasilan IIU dapat dipengaruhi oleh adanya trauma endometrium yang ditandai dengan ada tidaknya darah pada kateter setelah dikeluarkan dari kavum uteri. Dimana mereka menemukan kerusakan pada lapisan endometrium sebanyak 12,5 pada kateter fleksibel dan 50 pada kateter kaku, namun angka keberhasilan pada kedua kelompok tidak bermakna secara statistika. Sedangkan Fancsovits dkk tahun 2005 dari 251 siklus IIU menyimpulkan bahwa ditemukan darah pada kateter setelah dilakukannya prosedur IIU pada 68 siklus IIU pada kelompok kateter kaku dibandingkan dengan 66 siklus IIU pada kelompok kateter fleksibel. Pada tabel ini juga menunjukkan adanya ketidaknyamanan berupa kramnyeri perut yang dinilai secara subjektif saat atau setelah prosedur inseminasi dimana lebih banyak terjadi pada kelompok kateter kaku yaitu 13 kasus 43,3, daripada kateter fleksibel yaitu 9 kasus 30. Namun secara statistik dengan uji Chi-square didapatkan nilai p0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal ketidaknyamanan dalam prosedur pemasangan kateter. 34 Teraporn dkk tahun 2003 melaporkan adanya keluhan perut kram pada 33 pasien yang menjalani IIU menggunakan kateter fleksibel dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan 34 pasien pada kelompok kaku. Segal dkk tahun 1998 melaporkan dari 34 siklus IIU yang dilakukan didapatkan adanya keluhan berupa perut kram pada 2 pasien pada kelompok kateter fleksibel dibandingkan dengan 8 pasien pada kelompok kateter kaku. Terjadinya refluks saat prosedur inseminasi mungkin akan mempengaruhi keberhasilan dari IIU. Pada penelitian ini, terdapat refluks yang lebih banyak pada kelompok kateter kaku sebanyak 8 orang 26,7 sedangkan pada kelompok fleksibel sebanyak 1 3,3. Secara statistik dengan uji Chi-square dengan continuity correction didapatkan nilai p0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dalam hal terjadinya refluks setelah prosedur IIU. Hal ini mungkin disebabkan karena kateter kaku mempunyai diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan kateter fleksibel yang digunakan, dimana diameter yang lebih besar kateter fleksibel dapat mengakomodasi besar kanalis servikalis pasien yang sehingga mencegah refluks. 8,16 Universitas Sumatera Utara

4.4 HASIL INSEMINASI INTRAUTERI