2.4 Kontraindikasi
Yang dimaksud dengan kontraindikasi adalah keadaan yang tidak dianjurkan untuk dilakukan IIU karena angka keberhasilannya rendah,
seperti: • Tuba non paten bilateral atau patologi tuba lainnya, seperti hidrosalfing
bilateral berat atau kerusakan tuba bilateral sehingga menghalangi terjadinya fertilisasi.
18
• Parameter semen abnormal berat seperti oligospermia dengan kuantitas sperma di bawah 1 juta sperma motil atau morfologi sperma yang buruk
sehingga sperma tidak bisa sampai ke tuba untuk proses fertilisasi. • Kelainan genetik suami.
• Massa di pelvis yang dapat mengurangi diameter tuba sehingga mengganggu fertilisasi.
• Wanita usia tua. • Kontraindikasi hamil.
• Dalam terapi kemoterapi dan radioterapi. • Kegagalan berulang inseminasi.
2.5 Prosedur IIU Dan Metode Inseminasi 2.5.1 Persiapan Semen
Sebelum dilakukannya IIU, perlu dilakukan pemisahan plasma seminal untuk mencegah kontraksi yang diinduksi oleh prostaglandin. Inseminasi
dengan semen yang tidak diproses juga berhubungan dengan infeksi pelvis. Pemisahan semen dilakukan dengan prosedur yang mudah. Metode yang
Universitas Sumatera Utara
dipakai paling sering ialah dengan cara sentrifugasi spermatozoa di dalam medium kultur atau gradien berdasarkan densitas diikuti dengan resuspensi
pada media kultur yang tersedia. Belum ada penelitian yang dapat menentukan metode terbaik dalam pemilihan sperma yang motil untuk
digunakan dalam ART atau IVF.
2.5.2 Kualitas Dan Kuantitas Sperma
19
Banyak literatur yang mencari batas spermatozoa motil yang digunakan pada IIU baik morfologi sperma atau jumlah spermatozoa yang
motil pada contoh semen atau jumlah spermatozoa yang motil pada sediaan inseminasi. Berdasarkan penelitian retrospektif dengan 893 siklus IIU yang
dilakukan oleh Khalil dkk tahun 2001 didapatkan banyaknya sperma motil yang digunakan dalam IIU lebih dari 2 juta sperma berhubungan dengan
peningkatan keberhasilan IIU. Demikian juga penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Stone dkk tahun 1999 dimana dari 3200 siklus IIU selama 6
tahun, didapatkan jumlah sperma motil yang digunakan dalam IIU sebanyak lebih dari 2 juta sperma merupakan prediktor yang baik untuk keberhasilan
IIU.
2.6. Stimulasi Ovarium
16,20
Penggunaan siklus stimulasi atau induksi ovulasi pada IIU mempunyai tujuan yaitu, meningkatkan jumlah oosit yang tersedia untuk IIU dan
meningkatkan produksi hormon steroid yang berguna untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Obat-obatan yang digunakan untuk stimulasi ovarium dapat diberikan dalam bentuk oral, yaitu klomifen sitrat dan penghambat aromatase, dan dapat juga
digunakan secara injeksi, misalnya gonadotropin, dalam bentuk human Menopausal Gonadotropin hMG, Follicle Stimulazing Hormone urine
u-FSH atau FSH-recombinant r-FSH dimana hasilnya yaitu didapatkan 2-4 folikel dengan diameter 17-18 mm, kadar estradiol 150-250 pgml dan tebal
endometrium 9 mm dengan gambaran trilaminar.
2.6.1. Stimulasi Ovarium Dengan Klomifen Sitrat
5,21
Klomifen sitrat dengan dosis 50-100 mg diberikan selama 5 hari mulai dari hari ke-3 sampai hari ke-7. Pasien diberikan instruksi untuk melakukan
pemeriksaan LH urine secara serial mulai hari ke 11-12. Bila positif, prosedur dilaksanakan esok harinya.
2.6.2. Stimulasi Ovarium Dengan Injeksi Folikel Stimulate Hormone FSH
21,22
Penentuan dosis awal FSH tergantung beberapa hal, antara lain usia wanita dan respon ovarium sebelumnya. Secara umum, untuk stimulasi
ovarium siklus pertama dibutuhkan dosis awal FSH 75-150 IU. Dengan bertambahnya usia, terutama pada usia lebih dari 40 tahun yang diasumsikan
telah terjadi penurunan cadangan ovarium, dosis awal sebaiknya dinaikkan menjadi 225-300 IU.
2.7 Pemilihan Kateter
21,22
Ada beberapa faktor yang menjadi faktor keberhasilan IIU. Hal ini termasuk umur pasien, penyebab infertilitas, volume sperma dan kualitas,
Universitas Sumatera Utara
kontrol stimulasi induksi.
23
Namun prosedur IIU dengan menggunakan kateter untuk memasukkan sperma yang telah dicuci melewati barier mukus serviks
ke dalam kavum uterus dan meningkatkan konsentrasi sperma untuk fertilisasi sehingga angka kehamilan per siklus meningkat. Banyak variasi
kateter yang sering digunakan pada inseminasi dan transfer embrio. Kateter inseminasi dibedakan berdasarkan diameter, ujung terbuka bagian distal dan
konsistensi. Pengaruh dari konsistensi dari kateter telah diteliti dengan berdasarkan hipotesa bahwa kateter ujung lunak lebih sedikit menyebabkan
kerusakan endometrium dan membatasi kontraksi yang dapat mengeluarkan embrio setelah transfer embrio atau sperma pada prosedur inseminasi
intrauteri. Angka rata-rata kehamilan per siklus meningkat setelah transfer embrio dengan kateter ujung lembut dibandingkan dengan kateter kaku
berdasarkan beberapa penelitian acak.
24,25
Adapun beberapa syarat kateter yang mungkin mempengaruhi keberhasilan IIU, antara lain:
Namun sebaliknya, dampak pemilihan kateter pada program IIU jarang diteliti. Beberapa penelitian
membandingkan perbedaan kateter IIU, tetapi desain penelitiannya hanya bersifat observasional, retrospektif atau prospektif, sedikit dengan penelitian
acak.
1. Mudah digunakan
2. Harus cukup kaku untuk menyesuaikannya dengan serviks dan bentuk
uterus tanpa menyebabkan trauma ke endoserviks atau endometrium atau keduanya, dan
Universitas Sumatera Utara
3. Ujung kateter inseminasi harus cukup kecil untuk meminimalisasi
refluks dari material inseminasi Lavie 1997 Penelitian pertama oleh Lavie dkk tahun 1997 yang dilakukan secara
prospektif namun bukan penelitian secara acak, dari 102 siklus IIU dinilai efek dari kateter pada gambaran endometrium tiga lapis dan angka kehamilan
rata-rata per siklus.Total kerusakan endometrium sangat rendah pada kelompok kateter lunak 12,5 dibandingkan dengan kelompok kateter
keras 50. Sedangkan angka kehamilan pada kedua kelompok sama. Penelitian yang menggunakan sampel yang lebih besar, Smith dkk
pada tahun 2002 dengan penelitian acaknya menyimpulkan angka kehamilan rata-rata per siklus sama pada kelompok kateter ujung lunak 16 dan
kelompok ujung keras 18 namun tidak bermakna secara statistika dengan nilai p=0.61.
26
Teraporn dkk tahun 2003 melaporkan bahwa dari 239 siklus IIU yang dilakukan didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika dari
keberhasilan inseminasi baik dari kateter kaku dan fleksibel dengan nilai p= 0,714.
27
Miller dkk tahun 2005 secara prospektif dan penelitian acak dengan 100 pasien. Tidak ada perbedaan bermakna pada angka kehamilan rata-rata
per siklus pada kelompok dengan ujung lunak dan ujung keras.
8
Penelitian lainnya yang dilakukan Fancsovits dkk tahun 2005 yang melakukan inseminasi intrauteri pada 251 pasien dengan kateter fleksibel dan
kaku mendapat hasil yang sama dengan lainnya, dimana kelompok kateter
26
Universitas Sumatera Utara
tomcat terdapat 33 kehamilan dari 127 inseminasi sedangkan 34 kehamilan pada kelompok kateter Wallace 9,7 berbanding 10,4, berurutan .
Jenis Kateter Inseminasi
28
1. Kateter kaku Rigid Catheter
2. Kateter fleksibel Flexible Catheter
2.7.1 Kateter Inseminasi Kaku
Jenis kateter kaku: 1.
Kateter inseminasi Tomcat Kendall Sovereign, Mansfield, MA, USA Kateter semi kaku, dengan satu lumen. Panjangnya sekitar 11,4 cm, 3,5
French fr dan desain dengan ujungnya terbuka. Dapat dimodulasi mengikuti bentuk uterus.
2. Kanula Makler Sefi Medical Instruments, Haifa, Israel
9
Terdiri dari dua bagian: 1 kanula yang muat dengan besar 1 ml syringe tuberculin, 2 gagang untuk memegang syringe. Kateter Makler ini kaku,
semi rigid, dengan satu lumen dan ujung yang membulat. Bentuknya seperti api dimana dapat menutup serviks saat inseminasi untuk membantu
mencegah refluks saat prosedur. Ini dapat dilakukan dengan dengan memasukkan sampai tulang servikal eksterna dengan kateter yang berbentuk
api.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Kateter Inseminasi Fleksibel
Jenis kateter fleksibel: 1.
Kateter Inseminasi Wallace Smith Medical Kateter lunak, fleksibel, dengan dua lumen yang berguna untuk sistem
co-axial. Kateter bagian dalam panjangnya 18 cm, dengan ujung membulat dan dilengkapi dengan sisi bilateral yang menyebar yang berguna untuk
mencegah kontaminasi dan menghalangi sperma keluar saat dilakukannya inseminasi. Mempunyai bagian luar yang fleksibel.
2. Kateter inseminasi Cook Cook Women’s Health, Spencer, IN, Amerika
Serikat Kateter ini juga lunak, fleksibel, dua lumen, memiliki sistem co-axial.
Kateter bagian dalam panjangnya 19 cm dengan ujung membulat. Bagian luar sama dengan kateter Wallace.
3. Kateter Inseminasi Gynetics Gynetics Medical Products, Hamont-
Achel, Belgia Kateter ini lunak, fleksibel, dua lumen, dan sistem co-aksial.
Panjangnya 20,6 cm dengan ujung membulat. Sebagai tambahan, sama dengan kateter Wallace, kateter ini menggunakan dua ujung lateral di bagian
distal untuk distribusi sperma ke intrauteri. Bagian luarnya lebih padat dan tebal untuk pasien dengan sulit memasukkan ke serviksnya.
2.8 Cara Inseminasi
Suspensi sperma dapat dipertahankan di serviks, uterus, peritoneum dan tuba falopi. IIU merupakan tehnik yang paling sering digunakan. Hal ini
dilakukan dengan memasukkan 0,2-0,5 ml suspensi sperma ke uterus
Universitas Sumatera Utara
dengan kateter fleksibel atau kaku, tanpa atau dengan pemantauan menggunakan ultrasonografi USG. Untuk semen yang dibekukan, IIU lebih
baik daripada intra Cervical insemination ICI. Penggunaan kateter inseminasi juga mempunyai pengaruh terhadap angka kehamilan. Lavie dkk
memperkirakan bahwa gambaran tiga lapis endometrium, yang umumnya menjadi tanda untuk dilakukan inseminasi, mengganggu setengah dari jumlah
pasien yang menjalani inseminasi menggunakan kateter kaku. Gambaran gangguan ini dilihat dari adanya trauma pada endometrium. Dari penemuan
ini menunjukkan bahwa dengan kateter fleksibel, angka kehamilan akan lebih tinggi dibandingkan dengan kateter kaku.
2.9 Waktu Inseminasi
9
Inseminasi dapat dilakukan di waktu yang berbeda sekitar ovulasi dan dapat dilakukan sekali atau berulang. Sebagian besar penelitian, inseminasi
dilakukan 32-36 jam setelah pemberian hCG. Inseminasi sebaiknya dilakukan pada sekitar ovulasi karena sangatlah penting untuk keberhasilan
IIU.
27
Penelitian sistematik menemukan tidak ada perbedaan angka kehamilan perpasangan yang dilakukan inseminasi dua kali atau satu kali.
2.10 Metode