Guru agama islam dalam perspektif Paikem

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Fathul Munir NIM. 105011000179

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H


(2)

(3)

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fathul Munir

NIM. : 105011000179

Jur./Fak. : PAI/FITK

Jenis Kelamin : Pria

Judul Skripsi : Guru Agama Islam Dalam Perspektif PAIKEM Dosen Pembimbing : Drs. Mu’arif Sam, M.Pd

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya sendiri dan merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 25 Februari 2011


(5)

i

mampu membuat manusia belajar mengenai hakikat kehidupan layaknya titel

animal educandum sekaligus animal educandus yang telah disandang sejak

manusia terlahir sebagai konsekwensi logis atas eksistensinya di dunia ini. Namun, realita berbicara akan kondisi pendidikan di Indonesia yang tak kunjung memperlihatkan kemajuannya yang pesat, tampak dengan jelas demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan. Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, rendahnya kualitas pendidik menjadi salah satu faktor adanya legitimasi akan ketidakmampuan pendidikan dalam menjawab harapan bangsa. Disinilah urgensi dari penelitian ini yang kemudian dijadikan dasar oleh penulis dalam mencari format guru agama ideal yang bisa membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik sebagai jawaban atas problematika pendidikan Indonesia. . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui format guru agama ideal menurut PAIKEM yang bisa dijadikan alternatif pedoman bagi guru agama dalam meningkatkan kualitas pribadinya sebagi pendidik. Dengan mengunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema guru agama dalam perspektif PAIKEM. Hasil penelitian tersebut memberikan penjabaran akan empat kompetensi pendidik yang terkandung dalam undang-undang menurut strategi PAIKEM. Empat kompetensi tersebut meliputi; pemahaman akan kesamaan kemampuan otak serta perbedaan akan penggunaannya oleh peserta didik (kompetensi pedagogik), kemampuan intrapersonal dan interpersonal (kompetensi sosial), pemahaman serta kesadaran pendidik akan tipologi kepribadian (kompetensi keoribadian), serta kemampuan akan keselarasan komunikasi pendidik dalam bentuk 3 V, yakni visual, verbal, dan voice (kemampuan profesional).


(6)

ii

dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan secerca karya tulis yang diharapkan bisa bermanfaat untuk sesama. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW, Insan sempurna yang selalu mengajarkan akan keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan. Semoga penulis selalu bisa belajar dan mengamalkan setiap ajaran yang diajarkannya. Begitu juga semoga rahmat dan ridho Allah selalu mengiringi Aba Fatah dan Ibu Muniro, dua sosok guru bangsa yang telah mengikhlaskan gerak hati dan langkah kakinya dalam mendidik penulis dalam proses pencarian jati dirinya.

Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak luput dari hambatan dan kendala yang penulis hadapi baik pikiran, tenaga maupun biaya. Namun berkat Ridho Allah serta kesediaan berbagai pihak dalm membimbing dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kajur. dan Sekjur. beserta staff Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Mu’arif Sam yang dengan kesediaan serta kesabarannya berkenan membimbing penulis.

4. Om Bagus (Tubagus Wahyudi) guru besar penulis dalam kuliah kehidupan 5. Neng IIS & Mas Wahid yang sudah ditemani keponakanku tercinta Siroj,

sepupuku dzurriyah, alif atas dukungannya selama ini

6. Lek Jib sekeluarga atas kesediaannya menerima dan membimbing penulis sejak berada di Jakarta.

7. Kanda Tanenji atas kesediaannya memberikan arahan-arahan positif dalam keberlangsungan belajar kehidupan.


(7)

iii

9. Para Bapak dan Ibu Dosen serta segenap karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Fathul Arif Wasekjend PAO PB HMI, Adit, Cilung, Bang Erick Hariadi,

K’Amel, Bang Fajri Ketua Umum PB HMI, Bang Rizki Ketum Lisuma Indonesia beserta pengurus, Bang Oqe Sekjend Lisuma Indonesia, Bang Fahri Ketum Lisuma Jakarta, Bang Ilung Kabid HI PB HMI, Bang Ujo & Cak Oji (Ketum & Sekjend HIMA Kosgoro 57).

11.Kawan-kawan seperjuangan, khususnya Riyan Nuridansyah atas kesediaannya mendesign semua skema gambar yang dibutuhkan di skripsi ini, Ujang Syahid, Ridwan, Wahyudin, Aris, Dewa, Riki, Oji, Fuad Tangsel, Fajri, Sipak, Faiq semoga sukses selalu. Keluarga besar KAHFI Al-KARIM, HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat, HMI Cabang Ciputat, LAPENMI, LISUMA INDONESIA, LISUMA JAKARTA, DPP PARMA, FK2I.

12.Adik-adik satu embrio HMI, Puzi, Eka, Nengsri, Milal, Johan (staff Dewan Pendidikan Tangsel), Edi (Program Manager Lazuardi Biru), Iman (Ketum DPP PARMA), Nira, Gendut, Fuad, Aan (Ketum Komtar), Anang, Abduh, Ucing, Nda, Mamen, Nnot.

13.Seseorang yang yang selalu mensupport penulis untuk segera menyelesaikan studi S1 Afaf Zahruddin Tohir, semoga selalu diberi kemudahan untuk meraih masa depan bersama yang cerah

14.Keluarga penulis di PAI, khususnya kelas E angkatan 2005 uus, tado, huda. Serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon,

Ciputat, 25 September 2012 Fathul Munir


(8)

iv LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Perumusan Masalah ... 7

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

F. Metodologi Penelitian... 7

BAB II. KONSEP PAIKEM ... 9

A.Sejarah & Pengertian PAIKEM ... 9

B.Landasan PAIKEM... 23

C.Prinsip-prinsip PAIKEM ... 27

D.Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran ... 29

E.Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM ... 31

BAB III. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ... 34

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah ... 34


(9)

v

1. Kompetensi Pedagogik ... 47

2. Kompetensi Kepribadian ... 53

3. Kompetensi Sosial ... 57

4. Kompetensi Profesional ... 61

C. Peran Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A.Kesimpulan ... 68

B.Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN


(10)

vi

Tabel 2 Tentang Ciri-ciri Gaya Belajar 51

Tabel 3 Tentang Kelebihan Dan Kekurangan Tipologi Kepribadian 55

Tabel 4 Tentang Cara Melatih dan Mengembangkan 3 V 62

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tentang Model Pembelajaran 11

Gambar 2 Tentang Kekuatan 3 V 21

Gambar 3 Tentang Komponen Kurikulum 38

Gambar 4 Tentang Fungsi Otak Kiri Dan Otak Kanan 50

Gambar 5 Tentang Tipologi Kepribadian Pendidik Dan Peserta Didik 56

Gambar 6 Tentang 3 V 62

Gambar 7 Tentang Guru Agama Ideal dalam Perspektif PAIKEM 69

DAFTAR LAMPIRAN

1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAI Tingkat SD, SMP, SMA


(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membincang perihal pendidikan di Indonesia, sudah semestinya semua pihak tergugah untuk berusaha mendermakan segenap pikiran dan tenaganya dalam konteks memperbaiki serta memajukan pendidikan di Indonesia. Berbagai problematika pendidikan muncul di seantero nusantara seolah tidak ada solusi yang bisa ditawarkan dalam penyelesaian problematika tersebut, tampak dengan jelas demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan. Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih tragis lagi, dibeberapa media sering tersorot wajah oknum pendidik yang tertangkap polisi karena merenggut keperawanan peserta didiknya. Belum lagi, kepedulian ditingkatan eksekutif seolah menjadi tanda tanya besar dalam benak masyarakat Indonesia, demikian juga pihak legislatif yang diharapkan menjadi mediator akan ekspektasi masyarakat terkesan membisu dan terlihat lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kerumunannya masing-masing.

Padahal disadari atau tidak, pendidikan menjadi faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, sehingga diperlukan usaha yang ekstra secara sistematis serta terencana dalam proses memajukan pendidikan Indonesia seperti yang tertuang dalam dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:


(12)

2 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.1

Dalam Undang-undang tersebut sangat jelas bahwa proses pembelajaran yang terjadi sudah semestinya diarahkan kepada pemberian ruang atau keleluasaan peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya sehingga proses pembelajaran yang terjadi bisa berjalan seperti yang diharapkan dimana peserta didik merasa senang, nyaman serta tertantang untuk terus mencari & menggali berbagai pengetahuan.

Abdurrahman Shaleh menjelaskan akan dua komponen pendidikan yang berupa hardware & software yang kedua komponen tersebut harus saling bersinergis dan berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya, sehingga proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan bisa diraih dengan mudah. Salah satu komponen yang berupa hardware yang penulis rasa memiliki signifikansi yang besar dalam proses pembelajaran adalah tenaga pendidik atau lebih akrab dengan

sapaan guru dimana kata guru tersebut bisa dipahami dengan arti ”digugu &

dituru (dipercaya & dijadikan suri tauladan).”

Sangat tepat kalau kemudian sosok guru dianggap sebagai salah satu komponen yang sangat berpengaruh dalam frame pembelajaran karena memang guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar seperti penjelasan dari PP No 9 tahun 2005, pasal 28 yang berisi :

”yang dimaksud dengan pendidik sebagai agent pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator,

dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”.

Akan tetapi, pada tataran riilnya semua pihak tidak bisa menutup mata akan kebanyakan kondisi guru, baik dalam aspek mental serta kualitasnya, sehingga hal tersebut memiliki implikasi negatif bagi keberlangsungan proses

1

Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintahan RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar, (Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. I, h. 2


(13)

3 pembelajaran. Data penelitian yang pernah dilakukan oleh Depdiknas dapat dilihat di bawah ini2:

Tabel I Tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar 2007-2008

No Jenjang

Pendidikan

Jumlah Guru

Presentasi kepala Sekolah & Guru Menurut Ijazah tertinggi

< S1 S1 Keg S1

N-Keg

S2 S3

1. TK 233.563 88,84 8,26 2,67 0,23 1) -

2. SLB 16.090 57,00 38,75 3,66 0,59 1) -

3. SD 1.445.132 77,85 20,13 1,83 0,19 1) -

4. SMP 621.878 28,33 65,82 4,53 1,32 1) -

5. SM 536.639 18,60 70,51 8,82 2 2,07 1) -

6. a. SMA 305.852 15,25 75,27 7,23 2,25 1) -

7. b. SMK 230.787 23,04 64,22 10,92 1,82 1) -

8. PT 286.127 - 54,63 2) - 39,84 5,53

Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran cukup idealsebagaimana tertera dalam peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan bab VI standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 dan 29.3 Hasil tersebut terbagi 8,2 % untuk tingkat TK, 38,75% untuk tingkat SLB, 20,13% untuk tingkat SD, 65,82% untuk tingkat SMP, 70,51% untuk tingkat SM, 75,27 untuk tingkat SMA, dan 64,22% untuk tingkat SMK.

Memang tidak tepat mengeluarkan justifikasi akan kelemahan banyak guru begitu saja tanpa melihat berbagai faktor penyebab akan munculnya kelemahan-kelemahan tersebut. Di beberapa media terlihat dengan jelas akan faktor-faktor penyebab kelemahan tersebut, mulai dari gaji yang kurang manusiawi, sarana dan prasarana pendukung yang kurang memadai, kesejahteraan guru yang terabaikan, sampai pada diskriminasi akan tunjangan guru yang di negeri maupun di swasta.

Selain itu, wacana diberlakukannya UASBN pada materi pendidikan agama Islam sebenarnya telah menjadi perbincangan yang cukup hangat akhir-akhir ini. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat beberapa point yang termaktub

2

http://www.depdiknas.go.id//Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 2007/2008, Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan 2008, hal. 29

3

Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintahan RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. III, h. 154-155


(14)

4 dalam tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan potensi-potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia. Akan tetapi pada tataran riilnya seolah tidak ada format evaluasi tentang tujuan tersebut yang dilaksanakan dalam konteks pendidikan. SK Dirjen pendidikan Islam perihal pelaksanakan UASBN pada materi PAI sebenarnya telah dikeluarkan, akan tetapi sampai saat ini SK tersebut seolah-olah masih terdiam tanpa ada persetujuan secara resmi dari menteri agama akan diberlakukannya SK tersebut. Hal itu bisa dilihat dari ketiadaan sosialisasi secara masif akan diberlakukannya SK tersebut, khususnya di dunia pendidikan Islam.4

Terlepas dari faktor itu semua, kesadaran akan peran dan tanggung jawab guru menjadi penting karena hal itulah yang pada akhirnya membentuk bagaimana mental guru semestinya dalam konteks pengabdiannya untuk bangsa dan negara. Kesadaran akan peran dan tanggung jawab tersebutlah yang juga kemudian akan membangun kesadaran bahwa betapa mulianya profesi guru yang pada akhirnya nanti akan menegasikan faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab akan kelemahan-kelemahan pendidik.

Akar fundamental berupa mental yang telah dijelaskan menjadi pondasi awal untuk kemudian disuplai dengan kualitas guru yang semestinya telah memenuhi kriteria atau kompetensi yang telah ditetapkan dalam Undang-undang berupa kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional. Sehingga

stereotipe tentang guru asal-asalan, semua orang bisa menjadi guru dengan mudah

akan terminimalisir begitu saja.

Problem yang muncul kemudian, ternyata masih banyak ditemukan proses pembelajaran konvensional, pembelajaran tanpa strategi yang mempertimbangkan semua hal dalam menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan akan terjadinya proses interaktif antara pendidik dan peserta didik.

Berubahnya kurikulum seiring berubahnya zaman sudah semestinya diimbangi dengan bertambahnya berbagai pendekatan pembelajaran yang

4

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nomor : Dj.I /754/ 2010 Tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (Usbn) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Sd, Smp, Dan Sma / Smk Tahun Pelajaran 2010/2011, Ditetapkan di Jakarta, 2 Nofember 2010, Ditandatangani Oleh Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali.


(15)

5 diharapkan bisa menjawab akan kebutuhan peserta didik & pendidik dalam bingkai pembelajaran. Dalam catatan sejarah pendidikan nasional telah dikenal beberapa strategi yang pernah menjadi trend pada masanya seperti SAS

(Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara belajar Siswa Aktif), CTL (Contextual

Teaching Learning), Life Skill Education, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,

Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup mutakhir dikenal yakni PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Strategi PAIKEM dinilai bisa menjadi alternatif strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam proses pembelajaran karena memang strategi ini sangat berkesesuaian dengan diberlakukannya UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Permendiknas No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Dan yang lebih penting lagi bahwa strategi PAIKEM diyakini tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena strategi ini sangat memperhatikan potensi-potensi peserta didik yang perlu untuk dikembangkan.

Strategi PAIKEM memandang bahwa peserta didik tidak semestinya dipahami sebagai bejana kosong yang pasif yang hanya menerima cekokan dari guru, sehingga guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang memungkinkan dan memberi stimulus peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Strategi ini juga memberi peluang besar untuk melahirkan ide-ide baru atau inovasi positif dalam proses pembelajaran yang kemudian diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas peserta didik karena pada dasarnya setiap peserta didik memiliki imajinasi-imajinasi dan rasa keingintahuan yang tak terbatas. Tentunya strategi ini juga selalu mempertimbangkan efektifitas proses pembelajaran yang terjadi demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan yang sangat penting juga bahwa pendidik diharapkan mampu mendesign atau

mensetting proses pembelajaran sedemikian rupa yang diarahkan pada

terwujudnya proses pembelajaran yang menyenangkan karena suasana yang menyenangkan disadari atau tidak sangat mendukung keaktifan peserta didik serta membantu berkembangnya kreatifitas guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran.


(16)

6 Dari realitas tersebut, maka dalam konteks pembelajaran agama Islam, seorang guru sudah selayaknya memahami hakikat materi pendidikan agama Islam serta peserta didik dalam perspektif Islam dan aneka ragam metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran dengan merujuk pada strategi PAIKEM agar proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan sesuai dengan harapan. Sehinga penulis tergerak untuk menyusun sebuah tulisan yang kemudian diharapkan bisa menjadi alternatif pedoman atau panduan bagi penulis dan pendidik pada umumnya dalam menjalankan profesi keguruan. Tulisan ini dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul “Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM”.

B. Identifikasi Masalah

Guru agama Islam merupakan suatu kebutuhan yang mestinya terpenuhi dalam mewujudkan tujuan pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran yang mengarah pada pemberdayaan dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan guru agama Islam merupakan salah satu referensi karakter kehidupan beragama, minimal di lingkungan sekolah. Dengan demikian, banyak hal yang harus dibahas dalam penelitian ini mengenai profil guru agama dalam perspektif PAIKEM. Oleh karena itu diperlukan adanya identifikasi masalah dalam penelitian ini.

Adapun masalah yang akan diteliti dan dibahas adalah masalah-masalah seperti definisi, tugas dan fungsi, syarat, kompetensi, peran, dan sifat guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah pada pembahasan guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM. Dalam hal ini penulis hanya berusaha mengetahui guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM yang berkaitan dengan pengertian, kompetensi, dan peran guru agama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah


(17)

7 D. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Bagaimana Profil Guru Agama Islam di Sekolah dalam Perspektif PAIKEM?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui profil guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM b.Untuk menemukan alternatif pedoman guru dalam meningkatkan kualitas

pribadinya sebagai pendidik

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

a. Pendidikan Islam Secara Umum dalam Menambah khazanah Ilmu Pendidikan Agama Islam khususnya tentang profil guru agama ideal dalam perspektif PAIKEM.

b.Guru dan Calon Guru Agama Islam untuk dijadikan bahan pertimbangan dan rujukan alternatif dalam meningkatkan kompetensinya.

c. Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan salah satu bahan pertimbangan dan rujukan dalam proses evaluasi kompetensi tenaga pendidik.

d.Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan salah satu saran dan motivasi dalam proses pembelajaran menjadi calon pendidik agama ideal.

F. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bermaksud mengadakan deskripsi mengenai data-data5 tentang PAIKEM dan menganalisis serta mensintesiskan data tersebut dalam kaitannya dengan profil guru agama Islam.

5

Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet IX, h. 18


(18)

8 Kemudian dalam teknik pengumpulan data, penulis berusaha menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema pembahasan skripsi ini. Sumber data primer diantaranya; Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis

PAIKEM karya Ismail, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan

Untuk Guru SD karya Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif,

Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) karya Yudhi Munadi dan

Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM) karya Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Menjadi Public

Speaker Handal karya Tubagus Wahyudi, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas

Komponen Dasar Pendidikan Islam karya Abdul Mujib, Sejarah Pendidikan

Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia karya Samsul Nizar. Sementara, sumber data sekunder diantaranya; Active

Learning; 101 Cara Belajar Siswa Aktif karya Melvin L Silberman, The IQ

Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak karya Dr. Frank Lawlis,

Dalam konteks ini yang dideskripsikan adalah mencari format baru profil guru agama.

Secara teknis, penelitian ini disandarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007


(19)

9 BAB II KONSEP PAIKEM

A. Sejarah & Pengertian PAIKEM

Strategi pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tentu strategi pembelajaran tersebut melewati berbagai dinamika perkembangan seiring dengan diberlakukannya kebijakan kurikulum pendidikan mulai dari kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004 & KTSP 2006.

Strategi pembelajaran sering disandingkan dengan beberapa terminologi yang menurut beberapa ahli diaggap memiliki kemiripan dalam hal pemahaman. Term tersebut meliputi pendekatan, metode, teknik, taktik maupun desain pembelajaran. Meskipun jika dikaji lebih mendalam, maka akan ditemukan pemahaman yang berbeda antara satu term dengan term yang lainnya. Tetapi semua terminologi tersebut memiliki hubungan, dalam arti keselarasan dan kesesuaian satu term dengan yang lainnya dalam mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang pendidik terhadap proses pembelajaran, sedangkan metode dipahami sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan, sementara cara yang dilakukan pendidik dalam mengimplementasikan metode agar efektif dan efisien dipahami sebagai teknik, lebih detail lagi taktik dipahami sebagai gaya pendidik dalam melaksanakan suatu teknik dan metode tertentu.


(20)

Kata strategi berasal dari bahasa latin strategia, yang diartikan sebagai

“seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan”.6 Dan dalam bahasa yunani strategeia (stratos = militer; dan ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal.Pada mulanya kata strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang digunakan sebagai cara penggunaan keseluruhan kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan, misalnya ketika suatu negara sudah memutuskan untuk berperang dengan negara lain, maka sang panglima perang harus sudah mempunyai gambaran terlebih dahulu tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dan dijalankan oleh pasukannya agar kemenangan bisa diraih, baik pertimbangan akan kekuatan pasukan yang dimilikinya dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Begitu juga dalam kompetisi bisnis di era 1990-an kata strategi diartikan sebagai “penetapan

arah “manajemen” dalam arti sumber daya di dalam bisnis dan tentang

bagaimana mengidentifikasi kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.7

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu di waktu perang dan damai; ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh diperang dalam kondisi yang menguntungkan; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.8 Strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak

6

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Sebagai Bahan Ajar pada Program Sertifikasi Guru yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, hal. 16

7

Crown Dirgantoro, Manajemen Strategik, (Jakarta : Grasindo, 2001), hal. 5

8

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1092.


(21)

untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.9 Dalam perkembangannya, strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.

Sementara dunia pendidikan pun tidak mau kalah dalam mengadopsi kata strategi yang kemudian disandingkan dengan kata pembelajaran demi mewujudkan tujuan pendidikan dalam konteks pembelajaran. Dengan demikian strategi pembelajaran bisa dipahami sebagai a plan, method, or

series of activities designed to achieve a particular education goal, yang

berarti perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.10 Strategi pembelajaran juga diartikan sebagai cara dan seni menggunakan sumber daya untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran yang diciptakan secara kondusif, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara efektif.

Akhmad Sudrajat dengan jeli menjabarkan perbedaan beberapa terminologi yang dipaparkan di atas dengan strategi pembelajaran dalam sebuah skema yang menarik dan mudah dipahami.11

Gambar I Tentang Model Pembelajaran

9

Tabani Rusyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 165

10

Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, ( Surabaya : LAPIS-PGMI, 2008), hal. 8

11

Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran, Artikel tanggal 03 Januari 2008.

Pendekatan Pembelajaran (Student or Teacher Centered)

Strategi Pembelajaran (exposition-discovery learning or

group-individual learning))

Metode Pembelajaran (ceramah, diskusi, simulasi, dsb)

Teknik dan Taktik Pembelajaran (spesifik, individual, unik)


(22)

Contoh sederhana, disaat guru telah menetapkan pendekatan student

centered adalah pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran, maka

dia akan menentukan strategi yang dirasa mendukung dan sejalan dengan pendekatan yang telah ditetapkan, misalnya strategi CTL atau PAIKEM. Setelah itu, pertimbangan akan metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran juga harus diselaraskan dengan strategi dan pendekatan yang telah ditetapkan, maka metode yang variatif dalam proses pembelajaran memungkinkan untuk memberi keleluasaan bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Alur tersebut memberikan gambaran secara jelas tentang bentuk sebuah design atau model pembelajaran.

Pemahaman akan perbedaan beberapa terminologi dalam konteks pembelajaran tersebut menjadi penting agar terjadi kesamaan frame dalam mengkaji strategi pembelajaran yang lebih spesifik. Merunut pada sejarah pendidikan nasional telah dikenal berbagai strategi pembelajaran seperti SAS

(Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara Belajar Peserta didik Aktif), CTL

(Contextual Teaching Learning), Life Skill Education, PAKEM

(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup mutakhir dikenal yakni PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Diperkenalkannya pendekatan PAIKEM dapat diketahui dan didiskripsikan secara singkat pasca diberlakukannya UU RI No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen serta diterbitkannya Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Dalam Permendiknas tersebut diatur pelaksanaan sertifikasi guru melalui penilaian portofolio dengan sepuluh komponen yang bertujuan empat kompetensi pendidik, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional.

Dalam pelaksanaan penilaian tersebut ketika pendidik dinyatakan lulus, maka pendidik tersebut mendapatkan sertifikat pendidik serta dinyatakan sebagai guru profesional. Sementara bagi pendidik yang belum lulus, maka


(23)

diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). Dalam buku rambu-rambu penyelenggaraan PLPG PAI yang diberlakukan secara nasional dijabarkan bahwa salah satu materi pokok yang harus diberikan adalah materi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Dengan demikian sejak akhir tahun 2007 istilah PAIKEM mulai dikenal secara luas dan mulai diterapkan dalam praktik dunia pendidikan di Indonesia.12

PAIKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bisa dipahami secara mudah karena PAIKEM sendiri adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Istilah Aktif dimaksudkan bahwa pembelajaran dipahami sebagai proses aktif membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan maupun pengalaman peserta didik sendiri dimana dalam proses pembelajaran tersebut peserta didik tidak semetinya dianggap layaknya bejana kosong yang pasif dan hanya mendengarkan ceramah-ceramah guru. Sehingga dalam proses pembelajaran pendidik diharapkan mampu menciptakan suasana yang memungkinkan peserta didik untuk menemukan, memproses serta mengkonstruk ilmu pengetahuan dan keterampilan baru.

Pembelajaran aktif berarti pembelajaran yang lebih mengacu pada pendekatan student centered daripada teacher centered, dimana kata kunci yang bisa dipegang oleh guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk dilakukan peserta didik baik kegiatan berpikir (minds-on) maupun berbuat

(hands-on), sehingga fungsi dan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator.13

Pembelajaran aktif bukan hanya berarti membuat peserta didik beraktifitas, bergerak, dan melakukan sesuatu dengan aktif dengan indikator situasi kelas yang ramai dan bergemuruh, sementara pendidik lebih santai. Hal tersebut dipahami karena kita telah lama mengenal cara belajar peserta didik aktif (CBSA) yang kemudian sering disalahartikan, bahkan di Bandung

12

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), Cet I, h. 46

13

Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009), hal. 12


(24)

dipelesetkan menjadi ”cul budak sinah anteng” (biarkan anak asyik bermain).14

Pembelajaran aktif sebenarnya sudah lama dikenal dan dikembangkan. Lebih dari 2400 tahun silam, Kon fusius menyatakan: ”What

I hear, I forget. What I see, I remember. What I do, I understand”.15 Tiga

pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang perlunya cara belajar aktif. Setelah itu Melvin L Silberman memodifikasi dan memperluas kata-kata Konfusius di atas menjadi apa yang ia sebut sebagai “Paham Belajar Aktif”,

yakni dalam ungkapan: “Yang saya dengar, saya lupa… Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat… Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami… Dari yang saya dengar,

lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan

keterampilan…Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.”16

Silbermen (1996) sebagaimana dikutip oleh Trianto juga berpendapat dalam aplikasi strategi pembelajaran aktif dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu :

a. Bagaimana membantu peserta didik aktif sejak awal, misalnya strategi tim membangun, penilaian mendadak, dan keterlibatan langsung.

b. Bagaimana membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang aktif, misalnya strategi pembelajaran kelas, diskusi kelas, kolaborasi, dan peer teaching.

c. Bagaimana membuat pembelajaran yang tidak terlupakan, misalnya review, penilaian diri, dan perencanaan masa depan.17

Menurut Taslimuharrom sebuah proses belajar dikatakan aktif (active

learning) apabila mengandung:

14

Hisyam Zaini Dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hal. 110

15

Bermawy Munthe, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2009), cet. III, hal. 63

16

Melvin L Silberman, Active Learning; 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung : Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2004), cet. I, hal. 15

17

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), cet. I, hal. 138


(25)

1) Keterlekatan pada tugas(Commitment)

Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran hendaknya bermanfaat bagi peserta didik (meaningful), sesuai dengan kebutuhan peserta didik (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);

2) Tanggung jawab (Responsibility)

Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang kepada peserta didik untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide peserta didik, serta memberikan pilihan dan peluang kepada peserta didik untuk mengambil keputusan sendiri.

3) Motivasi (Motivation)

Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic peserta didik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi peserta didik adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar peserta didik akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada peserta didik (student centered learning). Guru mendorong peserta didik untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi peserta didik, juga tidak seperti orang yang menuangkan air ke dalam ember.

Pembelajaran Inovatif dimaksudkan bahwa proses pembelajaran semestinya mampu memberikan keleluasaan dalam melahirkan ide-ide atau inovasi-inovasi pembelajaran yang kemudian diharapkan membantu peserta didik dalam meningkatkan rasa keingintahuan serta keinginannya untuk terus belajar dan menggali berbagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

Proses pembelajaran yang berlangsung diharapkan dapat memberikan peluang kepada peserta didik untuk berinovasi. Inovasi berarti pembaruan dan perubahan. Inovasi adalah suatu gagasan atau tindakan perubahan menuju ke arah perbaikan atau berbeda dari yang ada sebelumnya (baru), dilakukan dengan sengaja dan berencana. Memberikan peluang kepada peserta didik untuk berinovasi, tentunya harus oleh guru yang inovatif pula. Prinsip-prinsip yang harus dilakukan oleh guru dalam hal ini adalah:


(26)

a. Inspiratif, yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: 1) Memancing rasa ingin tahu peserta didik

2) Menimbulkan banyak pertanyaan peserta didik 3) Memancing munculnya ide peserta didik yang baru

b. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan bakat peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:

1) Membuka peluang mencari sesuai bakat sendiri 2) Membuka peluang melakukan sesuai bakat sendiri

3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain yang memiliki kesamaan bakat

c. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan minat peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:

1) Membuka peluang mencari sesuai dengan minat sendiri

2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan minat sendiri 3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain

yang memiliki kesamaan minat.

d. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan perkembangan fisik peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut: 1) Membuka peluang mencari sesuai dengan kemampuan fisik sendiri 2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik

sendiri

e. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:

1) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah

2) Membuka peluang mencari sesuai dengan cara berpikir sendiri

3) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan berpikir sendiri

4) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain yang memiliki kesamaan cara berpikir.18

Pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Misalnya, sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik.19 Dan hal tersebut dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara meng-integrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses

18

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan..., hal. 34

19

http://www.google.com/artikel/pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.htm


(27)

pembelajaran tersebut, sehingga terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri peserta didik. Penggunaan bahan pelajaran,

software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu

alternatif. 20

Sementara itu, istilah kreatif dari segi etimologi berasal dari bahasa inggris yaitu ”to create”yang berarti ”mencipta”.21 Jika dihubungkan dengan konteks pembelajaran, maka kata kreatif dimaknai sebagai sebuah proses pengembangan kreatifitas peserta didik, karena pada hakikatnya setiap individu memiliki potensi, imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti. Sehingga dalam hal ini seorang guru diharapkan bisa menciptakan proses pembelajaran yang memberdayakan segenap potensi pesera didik yang beraneka ragam yang nantinya mengarah pada pemberdayaan potensi dan imajinasi peserta didik secara maksimal. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan Stepehn Tong yang dikutip oleh Andreas Harefa ”we are created

by Creator to be creature with creativity”.22

Sementara Roger B. Yepsen berpendapat bahwa kreativitas merupakan ”creativity is the capacity for making something new”, kapasitas untuk membuat hal yang baru. Berbeda dengan Mihaly Csikszentmihalyi (1996) yang memahami kreatif sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak mangubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru ”a create person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new domain”.23

Proses pembelajaran yang kreatif memberikan peluang lebih besar bagi guru maupun peserta didik dalam berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dari

20

Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM). Dipresentasikan pada Pendidikan & Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2009.

21

Selo Sumardjan, Kreativitas Suatu Tinjauan dari Sudut Sosiologi, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), cet. I, hal. 87

22

Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000), cet VII.

23


(28)

pada berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat ).24

Beberapa ciri pembelajaran yang berpegang pada prinsip kreatif adalah: 1. Memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan

gagasan dan pengetahuan baru.

2. Bersikap respek dan menghargai ide-ide peserta didik. 3. Penghargaan pada inisiatif dan kesadaran diri peserta didik.

4. Penekanan pada proses, bukan hasil penilaian hasil akhir karya peserta didik.

5. Memberikan waktu yang cukup untuk peserta didik berpikir dan menghasilkan karya.

6. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kreativitas peserta didik, seperti mengapa, bagaimana dan apa yang terjadi ketika. Bukan hanya pertanyaan apa dan kapan.

7. Mampu memotivasi peserta didik.

8. Mampu menstimulus peserta didik untuk berpikir kritis. 9. Membangkitkan daya imajinasi peserta didik.

10.Memberikan keleluasaan peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya sendiri.

11.Mampu mendorong peserta didik untuk meraih prestasi.

12.Memberikan ruang peserta didik untuk berpikir secara orisinil.25

Pemikiran kreatif juga menuntut kelancaran, keluwesan, dan kemandirian dalam berpikir serta kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan (elaborasi).26 Sebagaimana Guilford dalam penelitiannya mengenai kreativitas dengan analisis faktor menemukan bahwa faktor penting yang merupakan ciri kemampuan berpikir kreatif adalah :

1. Kelancaran berpikir (fluence of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat.

2. Keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dengan sudut pandang yang berbeda-beda, mencari

24

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999), cet. I, hal. 79

25

Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009), hal. 14-15

26

Conny Semiawan dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Peserta didik Sekolah Menengah, (Jakarta: PT Gramedia, 1990), cet. III, hal. 12-13


(29)

alternatif atau arah yang berbeda-beda, dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir.

3. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau memperinci detil-detil dari objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

4. Keaslian (original), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.27

Sementara itu, istilah efektif dijabarkan bahwa model pembelajaran apapun yang diterapkan harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan tercapai secara optimal. Indikasi tercapainya tujuan tersebut terlihat pada pencapaian kompetensi peserta didik pasca berlangsungnya proses pembelajaran yang tampak pada perubahan pengetahuan, sikap & keterampilan pada diri peserta didik.

Proses pembelajaran pada esensinya merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik, maka tidak mengherankan muncul istilah one

way communication atau two way communication dalam proses pembelajaran.

Istilah yang pertama cenderung dipahami sebagai gaya pembelajaran konvensional, sementara istilah yang kedua lebih tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran di era ke-kinian.

Kesepahaman tersebut menuntut para guru untuk mampu mewujudkan proses komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. Suhadi memberikan beberapa tips yang bisa dijadikan acuan dalam proses mewujudkan komunikasi yang efektif antara guru dan peserta didik, diantaranya28 :

a. Penggunaan terminologi yang tepat

Langkah ini mencegah peserta didik mengalami kebingungan, dan kerancauan pada pemahaman materi, sehingga guru dituntut untuk menggunakan terminologi atau istilah yang tepat sesuai dengan tempatnya

27

Fuad Nashori dan Rachmi Dian Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami, (Yogjakarta: Menara Kudus, 2002), h. 43-44

28


(30)

(materinya). Hal tersebut sejalan dengan mulyadhi kartanegara dalam

bukunya ”seni mengukir kata”, dia menjelaskan pentingnya penggunaan

kata-kata yang ringan dan tidak terlalu bertele-tele agar pembaca maupun pendengar bisa memahami dengan jelas apa yang telah kita sampaikan maupun yang kita tulis.29

b. Presentasi yang sinambung dan runtut

Mempersiapkan materi secara sistematis dan membuat alur pembahasan yang jelas mempermudah peserta didik dalam memahami segala sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran.

c. Sinyal transisi atau perpindahan topik bahasan

Sinyal transisi ini memungkinkan peserta didik untuk mengetahui kapan suatu segmen bahasan atau topik berakhir dan dilanjutkan dengan topik atau pembahasan yang baru.

d. Tekanan pada bagian-bagian penting pembelajaran

Tekanan yang dimaksud tidak hanya berbentuk kata-kata, melainkan yang lebih penting adalah intonasi, dramatisasi suara dan gerakan tubuh (body language).

e. Kesesuaian antara tingkah laku komunikasi verbal & non verbal

Langkah terakhir ini bisa dikatakan sebagai salah satu kunci komunikasi yang paling efektif dalam proses pembelajaran. Contoh sederhana disaat seorang guru agama menjelaskan tentang keindahan surga dengan mimik muka yang terlihat menyeramkan dan menjelaskan tentang kesengsaraan di neraka dengan mimik muka yang membahagiakan, maka muncul kekhawatiran bahwa semua peserta didik ingin masuk neraka karena terpengaruh oleh mimik muka guru.30

Sejalan dengan Suhadi, pakar komunikasi Albert Mehrabian (profesor UCLA) dalam the silent massage yang dikutip oleh Tarmizi Yusuf

29

Mulyadhi Kartanegara, Seni Mengukir Kata, ( Bandung: Mizan Learning Center, 2005), cet. I, hal. 90

30

Tubagus Wahyudi, modul pelatihan tentang Menjadi Public Speaker Handal. Sebagai bahan ajar dalam Training Public Speaking for Teaching yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahapeserta didik UIN Jakarta 2010.


(31)

menjelaskan tentang pengaruh kata-kata (verbal) dalam proses komunikasi hanya 7%, suara (voice) 38%, dan selebihnya 55% adalah bahasa badan

(visual). Hasil penelitian tersebut lebih familiar dengan sebutan kekuatan 3V

seperti gambar dibawah ini:31

Gambar II Tentang Kekuatan 3 V

Kemudian istilah menyenangkan menjadi perhatian yang cukup menarik karena dalam proses pembelajaran sejatinya harus diusahakan seoptimal mungkin bahwa proses pembelajaran tersebut mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dan memang diyakini bahwa suasana yang menyenangkan dalam proses pembelajaran membantu akan penguatan pengalaman belajar peserta didik, kesan yang mendalam serta tertanam secara kuat dalam memory peserta didik (long term memory).

Dave Meler sebagaimana dikutip oleh Indrawati dan Wanwan memberikan pengertian menyenangkan atau fun sebagai suasana belajar dalam keadaan gembira. Suasana gembira disini bukan berarti suasana ribut, hura-hura, kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Ciri-ciri suasana belajar yang menyenangkan diantaranya :

a. Rileks

b. Bebas dari tekanan c. Aman

d. Menarik

e. Bangkitnya minat belajar f. Adanya keterlibatan penuh g. Perhatian peserta didik tercurah

31


(32)

h. Lingkungan belajar yang menarik (misalnya keadaan kelas terang, pengaturan tempat duduk leluasa untuk peserta didik bergerak)

i. Bersemangat j. Perasaan gembira k. Konsentrasi tinggi

Sementara ciri-ciri suasana belajar yang tidak menyenangkan meliputi : a. Tertekan

b. Perasaan terancam c. Perasaan menakutkan d. Merasa tidak berdaya e. Tidak bersemangat f. Malas / tidak berminat g. Jenuh / bosan

h. Suasana pembelajaran monoton

i. Pembelajaran tidak menarik peserta didik32

Sementara itu terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan dalam proses menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

1. Menciptakan kondisi yang terbaik untuk belajar, yaitu:

a. Menyediakan segala fasilitas belajar yang menyenangkan, menciptakan aroma dan warna yang menyenangkan, menghiasi dinding-dinding dengan berbagai poster berwarna, menyuguhkan seluruh poin penting yang harus dipelajari dalam bentuk kata-kata, musik maupun gambar. Semua fasilitas yang demikian itu akan memperkaya pikiran bawah sadar peserta didik, peserta didik menyerap bahan pelajaran tanpa memikirkannya secara sadar. Seluruh sudut ruangan terasa hangat dan bersahabat.

b. Menciptakan sebuah iklim atau atmosfer yang menyenangkan di setiap ruang kelas. Di sini adanya variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan sangatlah penting dalam menciptakan iklim ini. Mendatangkan tamu yang mengejutkan, melakukan perjalanan, kunjungan lapangan, program spontan, pembuatan drama, pertunjukan boneka (lebih baik direncanakan oleh para peserta didik) semuanya menambah pengayaan di samping membaca, menulis, dan diskusi.

Dalam kondisi seperti di atas, peserta didik dapat belajar dengan cara melakukan, menguji, menyentuh, membau (mencium), berbicara, bertanya, dan mencoba. Kondisi ruangan yang penuh warna, poster, dan mobilitas akan mulai menstimulasi para pelajar visual. Musik akan menyentuh para pelajar auditorial, dan aktivitas membuat para pelajar kinestetik akan segera merasa nyaman.

32


(33)

2. Menampilkan presentasi yang baik

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan presentasi yang baik, di antaranya adalah:

a. Berorientasi pada peserta didik

b. Terkait dengan tujuan pembelajaran mereka

c. Harus bersifat positif, artinya guru sebagai fasilitator tidak boleh mengesankan bahwa pelajaran ini tidak menyenangkan, hindari kalimat-kalimat yang membuat peserta didik tidak nyaman.

d. Suguhkan terlebih dahulu gambaran umum dari apa yang akan dipresentasikan

e. Mengoptimalkan keterlibatan indera peserta didik. Presentasi yang bagus haruslah menarik bagi setiap gaya belajar individu peserta didik (visual, auditorial, dan kinestetik). Gaya belajar yang paling banyak terabaikan adalah gaya belajar kinestetik.

f. Menghindari pola-pola perkuliahan (lecturing) sepenuhnya. Ini mungkin membutuhkan perubahan paling mendasar dalam gaya mengajar. Guru yang baik adalah seorang aktivator, fasilitator, pelatih, motivator, dan orkestrator.

g. Melakukan berbagai perubahan suasana, sehingga para peserta didik secara bergantian melakukan kegiatan satu ke kegiatan berikutnya, misal dari mendengar ke melihat, kemudian ke berbicara, ke diskusi dan seterusnya.

h. Jadikan belajar tentang cara belajar sebagai kunci belajar. Ini mungkin merupakan hasil keseluruhan yang diinginkan dari seluruh proses belajar. Jadi, teknik-teknik tersebut harus disatupadukan dalam seluruh aktivitas.33

B. Landasan PAIKEM

Bukan tanpa alasan PAIKEM muncul dan diketahui oleh khalayak umum dalam dunia pendidikan nasional. PAIKEM dalam tinjauan yuridis formal (dasar hukum penerapan PAIKEM). Dalam konteks ini adalah segala bentuk perundangan dan peraturan serta kebijakan pendidikan yang berlaku di Indonesia yang didalamnya telah mengatur dan memberi rambu-rambu tentang implementasi proses pendidikan yang berbasis PAIKEM.

33

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan..., hal 37-39


(34)

Beberapa regulasi dan kebijakan pendidikan yang dimaksud meliputi : 1. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS;

a. pasal 1, ayat 1 yakni; ” Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.

b. pasal 4, ayat 3 yakni; ”Pendidikan diselenggarakan suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung

sepanjang hayat”.

c. pasal 4, ayat yakni; ”Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan ketaladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas

peserta didik dalam proses pembelajaran”.

d. kemudian pasal 39, ayat 2 yakni; ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan serta melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pedidikan tingkat sekolah/madrasah”.

Makna pendidikan, penyelengaraan pendidikan serta tenaga kependidikan yang termuat dalam UU RI tentang sisdiknas tersebut terlihat dengan jelas akan hubungannya dengan PAIKEM dimana peserta didik menjadi bagian dari subjek pendidikan (student centered) yang harus diberi keleluasaan dalam mengembangkan potensi-potensinya. Sementara pendidik tidak hanya berkewajiban memberikan pengajaran di ruangan kelas, akan tetapi lebih luas lagi harus mengabdikan dirinya kepada masyarakat demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia indonesia.


(35)

2. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

a. Pasal 19, ayat 1 yakni; ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, manantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.

b. Pasal 28, ayat 1 yakni; ”Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

PP tentang standar nasional pendidikan tersebut menuntut para guru untuk mampu mengcreate proses pembelajaran sedemikian rupa agar proses pembelajaran yang terjadi mampu memancing dan mengembangkan kreativitas peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan PAIKEM dimana proses pembelajaran harus mengutamakan keaktifan dan kreativitas peserta didik. 3. UU RI No 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN;

a. Pasal 1, ayat 1 yakni; ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan peserta didik usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

b. Pasal 6 yakni; ”kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

jawab”.

UU RI tentang guru dan dosen tersebut menggambarkan betapa mulia tugas seorang guru dan betapa besar tanggung jawab guru dalam konteks pendidikan. Sementara PAIKEM memiliki keselarasan dengan UU tersebut,


(36)

dalam arti bisa dijadikan alternatif strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pada beberapa regulasi pendidikan tersebut, baik berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah dapat dipahami dengan jelas bahwa proses pembelajaran pada satuan manapun secara yuridis formal dituntut diselanggarakan secara aktif, inovatif, kreatif, dialogis, demokratis dan dalam suasana mengesankan serta bermakna bagi peserta didik. Disinilah terlihat dengan jelas relevansi serta legitimasi implementasi pembelajaran PAIKEM dalam dunia pendidikan nasional.

Strategi PAIKEM secara filosofis berlandaskan pada pandangan konstruktivisme dimana peserta didik membangun pemahaman dan pengetahuannya mengenai dunia sekitarnya melalui pengenalan benda-benda yang direfleksikannya melalui pengalamannya. Ketika menemukan sesuatu yang baru, kita dapat merekonstruksinya dengan ide-ide awal yang ada. Hal ini memungkikankann terjadinya perubahan pengetahuan atau bahkan memperkuat pengetahuan hasil dialektika antara ide awal dan ide baru. Landasan filosofis ini memberikan pemahaman bagi pendidik bahwa peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tidak berangkat dari kekosongan ide atau pengetahuan, sehingga pendidik bisa melakukan penyesuaian-penyesuaian yang tepat dalam proses pembelajaran.

Sementara itu, PAIKEM dalam tinjauan psikologis-pedagogis (kepribadian-pengajaran) dimaksudkan untuk melihat signifikansi penerapan pembelajaran berbasis PAIKEM dalam frame kajian psikologi belajar. Proses pembelajaran tradisional menitik-beratkan pada metode imposisi dimana pembelajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi peserta didik, cara ini tidak mempertimbangkan kesesuaian antara materi dengan kebutuhan, minat serta tingkat perkembangan dan pemahaman peserta didik.

Hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi kepribadian dan tingkah laku manusia, berpendapat bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu, sehingga aktivitas belajar akan berhasil apabila didasarkan


(37)

pada motivasi pada diri peserta didik. Ibarat pepatah ”anda dapat memaksa

kambing masuk air, tapi anda tidak bisa memaksanya untuk minum air”,34 maksudnya bahwa peserta didik bisa dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan, akan tetapi tidak bisa dipaksa untuk menghayati perbuatan sebagaimana mestinya. Begitu juga guru dapat memaksakan materi pelajaran kepada peserta didik, akan tetapi guru tidak dapat memaksanya untuk belajar dalam arti yang sebenarnya. Disinilah terlihat tugas guru yang paling berat adalah berupaya agar peserta didik mau belajar dan memiliki keinginan belajar secara berkelanjutan tanpa dibatasi ruang & waktu.

Dalam konteks inilah kehadiran PAIKEM diharapkan dapat memperkaya guru dalam hal strategi, metode dan teknik mengajar sebagai seni dalam proses pembelajaran, sehingga secara psikologis-pedagogis PAIKEM memiliki relevansi dalam kerangka mewujudkan proses pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.

C. Prinsip-prinsip Penerapan PAIKEM

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam penerapan PAIKEM, yakni :

1. Memahami sifat peserta didik; pada dasarnya peserta didik memiliki

modal yang luar biasa berupa sifat rasa ingin tahu dan imajinasi yang kemudian harus dipahami oleh pendidik untuk kemudian modal tersebut diusahakan agar terus berkembang dan terberdayakan secara maksimal.

2. Mengenal peserta didik secara individual; pada hakikatnya peserta didik

merupakan bagian dari ciptaan Tuhan yang memiliki beraneka ragam keunikan masing-masing dan memiliki latar belakang, potensi serta kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut harus diperhatikan dan tercermin secara riil dlam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tersebut memberikan peluang sinergitas antara satu dengan yang lain dengan modal potensinya masing-masing.

34


(38)

3. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar; peserta didik secara naluriah memiliki sifat kebersamaan atau berpasangan. Hal ini bisa dimanfaatkan pendidik dalam pengorganisasian kelas yang nantinya memberikan peluang terjadinya pertukaran pikiran atau ide-ide antara peserta didik yang satu dengan yang lain.

4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta mampu

memecahkan masalah; pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah,

untuk itu peseerta didik perlu dibekali dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif untuk menganalisa berbagai masalah yang muncul, sehingga peserta didik mampu melahirkan berbagai alternatif pemecahan masalah.

Guru bisa mengajukan pertanyaan yang dimulai dengan kata ”mengapa”, ”bagaimana”, ”apa yang terjadi jika” (tipe open question).35

5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik;

ruangan kelas yang di setting semenarik mungkin menjadi hal yang harus diwujudkan, salah satunya seperti pemajangan hasil karya peserta didik dirungan karena hal itu bisa memotivasi peserta didik serta memberikan apresiasi atas karya yang telah diciptakan. Hal tersebut juga memungkinkan lahirnya inspirasi-inspirasi positif baik bagi pendidik maupun peserta didik.

6. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar; lingkungan (fisik,

sosial, budaya) merupakan bagian dari sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan juga dapat berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar peserta didik.

7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan belajar;

pemberian feedback yang positif merupakan interaksi antara pendidik & peserta didik yang diharapkan bisa memberikan motivasi bagi peserta didik dalam meningkatkan kegiataan belajarnya, tentunya feedback yang diberikan tidak mengandung unsur merendahkan apalagi meremehkan peserta didik.

35


(39)

8. Membedakan antara aktif fisik & aktif mental; dalam pembelajaran PAIKEM, aktif mental sebenarnya lebih diharapkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktifitas sering bertanya, mempertanyakan pendapat orang lain & mengemukakan gagasan sendiri merupakan indikasi dari keaktifan mental peserta didik.36

Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut Muhibbin Syah dan Rahayu Kariadinata juga berpendapat bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam implementasi PAIKEM adalah:

a. Memahami sifat yang dimiliki peserta didik

b. Memahami perkembangan kecerdasan peserta didik c. Mengenal peserta didik secara perorangan

d. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar e. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan

memecahkan masalah

f. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik g. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

h. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar i. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental37

D. Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran

Belajar dalam konteks PAIKEM dimaknai sebagai proses aktif dalam membangun pengetahuan atau membangun makna. Dalam proses belajar, peserta didik akan terlibat dengan proses sosial, dan proses tersebut akan dilaksanakan secara berkesinambungan atau sepanjang hayat. Makna tersebut didasari oleh pandangan konstruktivisme.

Sedangkan Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori perubahan konsep juga dipengaruhi atau didasari oleh filsafat konstruktivisme. Filsafat ini menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh peserta didik yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep menjelaskan bahwa peserta didik

36

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 54-56

37

Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan………, hal. 6-13


(40)

yang mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang peserta didik bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari, sehingga teori perubahan konsep bisa dikatakan sejalan dengan makna belajar dalam konteks PAIKEM.

Begitu juga menurut teori skema, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.38 Hal tersebut juga ditekankan oleh PAIKEM dalam proses belajar dimana peserta didik diharapkan mampu menancapkan pengetahuannya dengan kuat (long term memory).

Bruner dalam teori belajar penemuan (discovery learning) mengasumsikan bahwa belajar paling baik apabila peserta didik menemukan sendiri informasi dan konsep-konsep. Dalam belajar penemuan, peserta didik menggunakan penalaran deduktif untuk mendapatkan prinsip-prinsip, contoh-contoh. Misalnya, guru menjelaskan kepada peserta didik tentang penemuan sinar lampu pijar, kamera, dan CD, serta perbandingan antara invertion dengan

discovery (misalnya listrik, nuklir dan gravitasi). Peserta didik kemudian

menjabarkan sendiri apakah yang dimaksud dengan invertion dan bagaimana perbedaannya dengan discovery.

Dalam belajar penemuan, peserta didik ”menemukan” konsep dasar atau

prinsip-prinsip dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendemonstrasikan

konsep tersebut. Bruner yakin bahwa peserta didik ”memiliki” pengetahuan

apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya sendiri, yang memotivasinya untuk belajar.

Sementara mengajar dalam konteks PAIKEM bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik, melainkan sesuatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya sendiri. Mengajar berarti partisipasi peserta didik dalam membentuk pengetahuannya

38


(41)

sendiri, membuat makna, mencari kejelasan, berpikir kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar itu sendiri.39

E. Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM

Beberapa kelebihan dari strategi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) di antaranya adalah:

a. Proses belajar mengajar menjadi proses yang menyenangkan (learning is fun). Karena peserta didik terlibat dan berperan aktif di dalam proses situ. Pengetahuan yang mereka peroleh, mereka konstruksi sendiri melalui pengalaman belajar bukan transfer dari guru kepada peserta didik. Dengan demikian pembelajran menjadi bermakna (meaningful).

b. Strategi PAIKEM sangat sesuai dengan berbagai gaya belajar. Pada umumnya gaya belajar peserta didik ada tiga macam, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.

1) Visual

Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera penglihatan. Mereka sangat mudah mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Seseorang yang sangat visual mempunyai ciri-ciri:

a) Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan; b)Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada

dibacakan;

c) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail, mengingat apa yang dilihat.

2) Auditorial

Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera pendengaran. Mereka sangat mudah mengakses segala jenis bunyi dan kata, seperti musik, nada dan irama. Ciri-ciri seseorang yang auditorial adalah:

a) Perhatiannya mudah terpecah; b)Berbicara dengan pola berirama;

c) Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/berbicara saat membaca.

d)Berdialog secara internal dan eksternal 3) Kinestetik

Gaya belajar ini mampu mengakses segala jenis gerak dan emosi – diciptakan maupun diingat– gerakan, koordinasi irama, tanggapan emosional dan kenyamanan fisik sangat menonjol di sini. Ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:

a) Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak;

b)Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menanggapi secara fisik;

c) Mengingat sambil berjalan dan melihat.

39


(42)

c. Aspek sosial belajar. Di dalam proses pembelajaran, peserta didik terlibat dan berpartisipasi aktif seperti berdiskusi dalam kelompok kecil, mempresentasikan hasil diskusi, menanggapi pertanyaan teman, membuat rangkuman baik secara individu maupun kelompok. Hal ini akan dapat membuat peserta didik merasa senang dan merasa memiliki dan dimiliki sesama anggota kelompok. Secara berproses hal ini akan memupuk rasa percaya diri peserta didik. Di samping itu, adanya interaksi peserta didik di dalam diskusi atau kerja kelompok, akan menjadikannya memiliki keterampilan sosial dan keterampilan berkomunikasi.

Di atas kita telah melihat begitu banyak kelebihan dari strategi PAIKEM, namun kita tidak menafikan akan adanya kelemahan strategi ini. Kelemahan strategi PAIKEM ini antara lain:

a. Membutuhkan waktu yang banyak; hal ini akan sangat berbeda jika dibandingkan ketika guru menggunakan metode ceramah. Ketika guru harus melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran secara langsung seperti dalam diskusi kelompok, guru harus menghabiskan waktu paling tidak sekitar 5-10 menit hanya untuk membentuk kelompok. b. Guru dituntut untuk memiliki keterampilan dan kreativitas. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini guru yang kreatif menjadi syarat utama. Yang dihadapi oleh guru adalah peserta didik sebagai individu yang kadang tidak dapat diperkirakan perubahannya. Ketika seorang guru telah membuat sebuah skenario pembelajaran dan telah sukses diterapkan di sebuah kelas, namun bisa terjadi skenario tersebut tidak dapat kita gunakan di kelas lain karena kondisi anak berubah di luar perkiraan guru. Maka guru harus dengan cepat mengubah skenario yang ada yang disesuaikan dengan kebutuhan kelas tersebut, dan hal ini membutuhkan kreatifitas. Kreatifitas juga sangat diperlukan untuk menciptakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, tujuan, dan kondisi kelas. c. Proses pembelajaran hanya menjadi ajang permainan. Sering terjadi

proses pembelajaran hanya focus kepada permainanya saja, sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Seorang guru harus secara teliti membuat perencanaan secara rinci dan bila perlu guru harus memperhitungkan menit per menit semua kegiatan sehingga guru dapat mengambil tindakan jika proses pembelajaran melenceng dari tujuan yang telah dibuat.

d. Membutuhkan biaya yang besar. Ketika guru menerapkan pembelajaran dengan strategi PAIKEM, maka guru membutuhkan media atau alat peraga. Karena tanpa alat peraga proses pembelajaran tidak maksimal. e. Membutuhkan persiapan yang matang. Ketika seorang guru tampil

mengajar di depan kelas itu hanya merupakan puncak dari serangkaian kegiatan yang harus dilakukan guru sebelumnya. Guru harus membuat berbagai persiapan; dari mempersiapkan materi, merumuskan tujuan yang akan dicapai, memilih dan membuat media yang sesuai sampai pada


(43)

menentukan alat evaluasi untuk mengetahui seberapa banyak peserta didik dapat menyerap materi yang disampaikan.40

Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada, mestinya setiap pendidik sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Sehingga proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan sesuai pada tracknya, dengan kata lain, pendidik mampu menerapkan PAIKEM tanpa menanggalkan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa langkah yang patut untuk dilakukan oleh pendidik sebelum menerapkan strategi PAIKEM dalam proses pembelajaran, diantaranya:

a. Mempersiapkan materi yang hendak disampaikan

b. Menyediakan alat, media yang diperlukan dalam penerapan PAIKEM c. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran

dengan menggunakan strategi PAIKEM

d. Mempersiapkan berbagai games yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas

e. Berpegang teguh pada prinsip pencapaian tujuan pembelajaran

40

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, dan..., hal 41-43


(44)

34 BAB III

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Pendidikan dalam konteks keIslaman lebih populer dikenal dengan kata ”tarbiyah”, ta’lim, dan ta’dib,. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lain. Dari ketiga term tersebut, tarbiyah menjadi term yang popular dan sering digunakan dalam praktik pendidikan Islam dibanding dengan dua term yang lainnya.

Term tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.41 Term tersebut mengisyaratkan adanya empat unsur pendekatan dalam pendidikan Islam, yakni:

1. Memelihara dan menjaga fitrah peserta didik sebelum dewasa (baligh). 2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.

3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan 4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.

Sementara term ta’lim berasal dari kata ‘allama yang berarti pengajaran. Berbeda dengan term tarbiyah dan ta’lim, term ta’dib dipahami

41

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, h. 25


(45)

sebagai pendidikan sopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika. Pemahaman akan ketiga term tersebut memberikan gambaran secara jelas bahwa term tabiyah lebih tepat untuk digunakan dalam konteks pendidikan Islam, karena memiliki makna pendidikan yang lebih sistematis.

Berbagai term-term yang muncul akan mempermudah untuk kemudian dicari pengertian tentang hakikat pendidikan agama Islam. Tetapi sebelum merumuskan pengertian pendidikan agama Islam, akan lebih tepat kalau kita menelaah terlebih dahulu berbagai pandangan tentang pendidikan agama Islam, yakni :

Pertama, Syaikh Mustafa Al-Ghulayani memaknai pendidikan Islam sebagai

berikut:

yang berarti bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa peserta didik serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air.42 Hal tersebut sejalan dengan Zakiah Daradjat berpandangan bahwa pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyikininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak.43 Artinya, bahwa pendidikan Islam dipahami sebagai sebuah proses mendidik peserta didik dalam memahami serta mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam yang nantinya

42

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 35

43


(1)

tentang Mu’amalah ekonomi dalam Islam

 Memberikan contoh transaksi ekonomi dalam Islam

 Menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari

Tarikh dan Kebudayaan Islam

 Memahami

perkembangan Islam pada abad pertengahan (1250 – 1800)

 Menjelaskan perkembangan Islam pada abad pertengahan

 Menyebutkan contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan

Kelas XI, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Al Qur’an

 Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang perintah menjaga kelestarian lingkungan hidup

 Membaca QS. al Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27

 Menjelaskan arti QS. al Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58, dan QS Ash Shad: 27

 Membiasakan perilaku menjaga kelestarian lingkungan hidup seperti terkandung dalam QS. al Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58, dan Shad: 27

Aqidah

 Meningkatkan keimanan kepada Kitab-kitab Allah

 Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap Kitab-kitab Allah

 Menerapkan hikmah beriman kepada Kitab-kitab Allah


(2)

 Membiasakan perilaku terpuji

 Menjelaskan pengertian dan maksud menghargai karya orang lain

 Menampilkan contoh perilaku menghargai karya orang lain  Membiasakan perilaku

menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari

 Menghindari perilaku tercela

 Menjelaskan pengertian dosa besar

 Menyebutkan contoh perbuatan dosa besar

 Menghindari perbuatan dosa besar dalam kehidupan sehari-hari

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Fiqih

 Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah

 Menjelaskan tatacara pengurusan jenazah  Memperagakan tatacara

pengurusan jenazah

 Memahami khutbah, tabligh dan dakwah

 Menjelaskan pengertian khutbah, tabligh dan dakwah  Menjelaskan tatacara

khutbah, tabligh dan dakwah  Memperagakan khutbah,

tabliqh dan dakwah

Tarikh dan Kebudayaan Islam  Memahami

perkembangan Islam pada masa modern (1800-sekarang)

 Menjelaskan perkembangan Islam pada masa modern  Menyebutkan contoh


(3)

Islam pada masa modern

Kelas XII, Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Al Qur’an

 Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang anjuran bertoleransi

 Membaca QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29

 Menjelaskan arti QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29

 Membiasakan perilaku bertoleransi seperti terkandung dalam QS al Kafiiruun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29

 Memahami ayat-ayat al

Qur’an tentang etos kerja  Membaca QS. Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10  Menjelaskan arti QS. Al

Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10

 Membiasakan perilaku beretos kerja seperti terkandung dalam Al Mujadalah : 11 dan QS. Al Jumuah : 9-10

Aqidah

 Meningkatkan keimanan kepada Hari Akhir

 Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan terhadap Hari Akhir

 Menerapkan hikmah beriman kepada Hari Akhir

 Membiasakan perilaku menghargai karya orang lain dalam kehidupan sehari-hari

Akhlaq

 Membiasakan perilaku terpuji

 Menjelaskan pengertian adil, ridha dan amal shaleh


(4)

 Menampilkan contoh perilaku adil, ridha dan amal shaleh  Membiasakan perilaku adil,

ridha dan amal shaleh dalam kehidupan sehari-hari

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Fiqih

 Memahami Hukum Islam tentang Hukum Keluarga

 Menjelaskan ketentuan hukum perkawinan dalam Islam  Menjelaskan hikmah

perkawinan

 Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia

Tarikh dan Kebudayaan Islam  Memahami

perkembangan Islam di Indonesia

 Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia

 Menampilkan contoh perkembangan Islam di Indonesia

 Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di Indonesia

Kelas XII, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Al Qur’an

 Memahami ayat-ayat al Qur’an tentang

pengembangan IPTEK

 Membaca QS. Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164  Menjelaskan arti QS Yunus :

101 dan QS. al Baqarah : 164  Melakukan pengembangan


(5)

IPTEK seperti terkandung dalam QS Yunus : 101 dan QS. al Baqarah : 164 Aqidah

 Meningkatkan keimanan kepada Qadha’ dan Qadhar

 Menjelaskan tanda-tanda keimanan kepada Qadha’ dan Qadar

 Menerapkan hikmah beriman kepada Qadha’ dan Qadhar Akhlaq

 Membiasakan perilaku terpuji

 Menjelaskan pengertian dan maksud persatuan dan kerukunan

 Menampilkan contoh perilaku persatuan dan kerukunan

 Membiasakan perilaku persatuan dan kerukunan  Menghindari perilaku

tercela

 Menjelaskan pengertian Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah

 Menjelaskan contoh perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah

 Menghindari perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah dan Fitnah dalam kehidupan sehari-hari

Fiqih

 Memahami Hukum Islam tentang Waris

 Menjelaskan ketentuan hukum Waris

 Menjelaskan contoh pelaksanaan hukum Waris

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar


(6)

 Memahami

perkembangan Islam di dunia

 Menjelaskan perkembangan Islam di dunia

 Menampilkan contoh perkembangan Islam di dunia

 Mengambil hikmah dari perkembangan Islam di dunia