penghayatan terhadap objek. Dan dari hasil penelitian yang dilakukian kepada remaja putri yang tinggal di kost Lingkungan V Padang Bulan memilki rata-rata memiliki
sikap cukup dan melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini perlu diperhatikan karena bisa jadi suatu sikap menjadi dasar seseorang bertindakbertingkah laku jika
ada faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kitting dan Jawiah yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku seksual remaja. Dari penelitian Kitting 2004, didapatkan remaja yang setuju perempuan
boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah lebih sedikit 6,25 laki-laki dan 8,47 perempuan dibandingkan dengan yang setuju laki-laki boleh melakukan
hubungan seksual sebelum menikah 8,33 laki-laki dan 10,7 perempuan. Remaja yang setuju dengan pernyataan hubungan seksual boleh dilakukan karena menikah
lebih besar 25,63 laki-laki dan 10,0 perempuan dibandingkan yang setuju karena saling mencintai 20 laki-laki dan 8 perempuan.
5.4. Hubungan Keterpaparan Sumber Informasi dengan Seksual Pranikah
Hasil statistik uji pearson chi-square diperoleh bahwa nilai p=0,000 α=0,05
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara keterpaparan sumber informasi dengan seksual pranikah sehingga Ho ditolak menunjukkan adanya kolerasi
positif yang signifikan. Artinya, bahwa adanya keterpaparan sumber informasi berhubungan dalam melakukan hubungan seksual pranikah pada remaja putri.
Dari penelitian yang dilakukan pada remaja putri yang tinggal di kost dapat diketahui keterpaparan sumber informasi yang di peroleh dari media cetak, media
elektronik, internet, VCD porno dan dari pacar disalah gunakan oleh remaja putri
Universitas Sumatera Utara
yang tinggal di kost sehingga timbul rasa ingin tahu dan keinginan untuk melakukan kegiatan-kegiatan seksual di temapat kost bersama pasangannya yang tidak sada
pengawasan dari ibu kost. Menurut Mohammad 1998, media cetak dan elektronik merupakan media
yang paling banyak di pakai sebagai penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja dipacu oleh paparan media massa yang mengandung rasa ingin
tahu dan keinginan untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual, sedangkan yang menentukan pengaruh tersebut bukanlah frekuensi tapi isi media itu sendiri.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bungin tahun 2001, sifat media informasi mengandung nilai manfaat, tetapi selain itu sering tidak sengaja menjadi media
informasi yang ampuh untuk menyebarkan nilai-nilai baru yang muncul di masyarakat. Media cetak dan elektronik mempunyai peran besar dalam memberikan
informasi seksual. Remaja yang belum pernah mengetahui masalah seksualitas dengan lengkap akan mencoba dan meniru apa yang mereka lihat, dengan ataupun
baca. Selain sumber informasi yang diperoleh dari orang tua di lingkungan rumah,
guru di lingkungan sekolah, teman sebaya di lingkungan kost, juga diperoleh informasi positif mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual dari petugas
kesehatan bidang Kesehatan Reproduksi Remaja KRR untuk membantu memberi informasi kepada remaja. Sejalan dengan penelitian Budisuari 2002, petugas
kesehatan berperan dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi seperti yang dilakukan di puskesmas daerah Semarang melakukan penyuluhan tentang kesehatan
Universitas Sumatera Utara
reproduksi di sekolah yang berada di wilayah kerja puskesmas, dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Dengan tingginya paparan media khususnya media elektronik seperti penggunaan internet yang semakin mudah diakses saat ini, banyak manfaat yang bisa
diambil dari penggunaan internet tetapi tentunya penggunaan media ini tidak luput dari dampak yang bisa ditimbulkan, salah satunya yaitu kemudahan akses pornografi,
yang tidak didampingi dengan pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang baik menjadikan remaja menjadi rentan terhadap dampak media tersebut.
5.5. Hubungan Lingkungan Kost dengan Seksual Pranikah