Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri Di SMA YAPIM Namorambe Tahun 2013

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRA PUTRI

DI SMA YAPIM NAMORAMBE TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

SURI MUHARANI NIM. 111021062

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU

SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRA PUTRI DI SMA YAPIM NAMORAMBE TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SURI MUHARANI NIM. 111021062

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRA PUTRI DI SMA YAPIM NAMORAMBE TAUN 2013

Nama Mahasiswa :Suri Muharani Nomor Induk Mahasiswa :111021062

Program Studi :Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan :Kesehatan Reproduksi

Tanggal Lulus : 27 Januari 2014

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes) NIP. 19581202 199103 1 001

(Drs. Heru Santosa, MS,Ph.D) NIP. 19581110 198403 1001

Medan, Januari 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas sumatera Utara

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Banyaknya faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah seperti pengetahuan, sikap, pelaksanaan keagamaan, paparan media pornografi, peran orang tua (ayah dan ibu), dan peran teman sebaya. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah seperti berfantasi, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi/bibir, meraba dada/alat kelamin, petting, oral seks, sampai dengan melakukan hubungan intim (senggama).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra putri di SMA YAPIM Namorambe Tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total Sampling dengan besar sampel sebanyak 71 orang. Data dianalisa dengan uji Chi Squaredengan α=0,05.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel yang signifikan adalah pengetahuan (Exp (B)= 45,989 sig=0,007), artinya remaja putra putri yang memiliki pengetahuan kurang baik mempunyai kemungkinan sebesar 45,989 kali melakukan perilaku seksual pranikah daripada remaja yang memiliki pengetahuan baik.

Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatkan pengetahuan siswa/siswi mengenai kesehatan reproduksi melalui konseling, bekerjasama dengan orang tua untuk memberikan pengetahuan tentang seksual dini. Pihak sekolah juga dapat melakukan razia secara berkala khususnya berkaitan dengan perilaku siswa/siswi dan diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk peneliti lainnya.


(5)

ABSTRACT

Sexual behavior is any behaviour which is driven by sexual desire, whether done alone, with the opposite sex or same-sex. Many factor that affect sexual behavior knowledge, such as premarital attitudes, religious, media exposure execution of pornography, the role of parent (father and mother), and the role of peers. As for other forms of premarital sexual behavior such as fantasizing, holding hands, hugging, kissing on the cheek/lips, fingering the chest/genital, petting, oral sex, to perform intercourse (intercourse).

This research aims to know the factors that affect adolescent premarital sexual behavior in sons and daughters in high school YAPIM Namorambe by 2013. Type of this research is descriptive analytic. Sampling done by sampling large samples with a total of as many as 71 people. Data were analyzed by Chi Square test with α=0.05.

The results of research using multiple logistic regression test indicates that the variable is significant knowladge (Exp (B)=45.989 sig=0.007), that teenaged sons and daughters who have less knowledge of either have possibility of sexual behavior time 45.989 premarital than teens who have good knowladge.

It is recommended to the school to enhance the knowledge of students about reproductive health through counseling, working with parents to provide knowledge about early sexual. The school also can do things on a regular basis, especially with regards to the behavior of students and expected to these studies can be useful for other researchers.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suri Muharani

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjungbalai, 25 Juli 1990

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : Suprayogi

Nama Ibu : Siti Hajar

Jumlah Anggota Keluarga : 4 (Empat)

Alamat Rumah : Jl. Jenderal Sudirman Km; 4 Tanjungbalai, Sumatera Utara

RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1995-1996 : TK Daar Alfalah Tanjungbalai

Tahun 1996- 2002 : SD. Negeri 010043 Air Itam, Asahan Tahun 2002- 2005 : MTS.s PP. Bina Ulama Kisaran Tahun 2005- 2008 : MA. Swasta YMPI Tanjungbalai

Tahun 2008- 2011 : Akademi Kebidanan Widya Husada Medan Tahun 2011- sekarang : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul “ Faktor-Faktor Yang MemengaruhI Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri Di SMA YAPIM Namorambe Tahun 2013”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik FKM USU.

3. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu drg. Rasmaliah selaku Dosen Penasehat Akademik.

6. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

7. Ibu Erni Ristauli Purba, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA YAPIM Namorambe Staf Pegawai di SMA YAPIM Namorambe

8. Kepada Ayahanda H.Suprayogi dan Ibunda Siti Hajar tercinta yang telah memberikan doa, semangat, nasehat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Ayahanda dan Ibunda adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

9. Kepada sanak saudara terima kasih untuk dukungan dan doanya.

10.Kepada teman-teman peminatan Kesehatan Reproduksi Stambuk 2011, terima kasih buat semangat dan dukungannya.

11.Kepada teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2014 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Remaja ... 9

2.1.1. Pengertian Remaja ... 9

2.1.2. Karakteristik Masa Remaja ... 9

2.1.3. Tahap Perkembangan Remaja ... 12

2.1.4. Perubahan Fisik Pada Masa Remaja ... 12

2.2. Konsep Perilaku ... 13

2.2.1. Perilaku ... 16

2.2.2. Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja ... 17

2.3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja ... 18

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja ... 21

2.5. Alasan Remaja Melakukan Perilaku seksual Pranikah ... 30

2.6. Risiko Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja ... 32

2.7. Cara Menghindari Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja ... 34

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 34

2.9. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 37


(10)

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1. Data Primer ... 38

3.4.2. Data Sekunder ... 38

3.5. Defenisi Operasional ... 38

3.6. Aspek Pengukuran ... 39

3.6.1. Pengetahuan Seks Pranikah ... 39

3.6.2. Sikap ... 39

3.6.3. Pelaksanaan Keagamaan ... 40

3.6.4. Paparan Media Pornografi ... 40

3.6.5. Peran Orang tua ... 41

3.6.6. Peran Teman Sebaya ... 41

3.6.7. Perilaku Seksual Pranikah Remaja ... 42

3.7. Tehnik Pengolahan Data ... 42

3.8. Analisis Data ... 42

3.8.1. Analisis Univariat ... 42

3.8.2. Analisis Bivariat ... 42

3.8.3. Analisis Multivariat ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Gambaran Umum SMA YAPIM Namorambe ... 44

4.2. Gambaran Karakteristik Responden ... 45

4.2.1. Kelas Responden ... 45

4.2.2. Umur Respoden ... 45

4.2.3. Jenis Kelamin ... 46

4.3. Hasil Analisis Univariat ... 46

4.3.1. Pengetahuan Responden ... 46

4.3.2. Sikap Responden ... 48

4.3.3. Pelaksanaan Keagamaan Responden ... 51

4.3.4. Paparan Media Pornografi ... 53

4.3.5. Peran Orang Tua ... 54

4.3.5.1. Peran Ayah ... 54

4.3.5.1. Peran Ibu ... 56

4.3.6. Peran Teman Sebaya ... 57

4.3.7. Perilaku Seksual Pranikah ... 59

4.3.8. Distribusi Pengetahuan Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60


(11)

4.3.10.Distribusi Pelaksanaan Keagamaan Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 61

4.3.11.Distribusi Paparan Media Pornografi Berdasarkan Jenis kelamin ... 61

4.3.12.Distribusi Peran Ayah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.4.6.Distribusi Peran Ibu Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.4.7.Distribusi Peran Teman Sebaya Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.4. Hasil Analisis Bivariat ... 63

4.4.1. Hubungan Pengetahuan Remaja Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 63

4.4.2. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 64

4.4.10.Hubungan Pelaksanaan Keagamaan Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 64

4.4.11.Hubungan Paparan Media Pornografi Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 65

4.4.12.Hubungan Peran Ayah Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 65

4.4.13.Hubungan Peran Ibu Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 66

4.4.14.Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 67

4.5. Hasil Analisis Multivariat ... 67

BAB V PEMBAHASAN ... 69

5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri ... 69

5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri ... 71

5.3. Pengaruh Pelaksanaan Keagamaan Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri ... 72

5.4. Pengaruh Paparan Media Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri ... 73

5.5. Pengaruh Peran Orang Tua (Ayah dan Ibu) Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putra Putri ... 74

5.6. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di SMA YAPIM Namorambe Tahun 2013 ... 76

5.7. Hasil Wawancara ... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 83

6.1. Kesimpulan ... 83


(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :

1. Kuesioner Penelitian

2. Surat Permohonan Izin Penelitian 3. Surat Balasan Pelaksanaan Penelitian

4. Daftar Absensi Siswa-Siswi SMA YAPIM Namorambe 5. Master Data


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas ... 45

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 45

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 46

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Remaja Putra Putri Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 47

Tabel 4.6 Distribusi Sikap Responden Terhadap Perilaku Seksual Pranikah .... 48

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Remaja Putra Putri Terhadap Perilaku Seksual ... 51

Tabel 4.8 Distribusi Pelaksanaan Keagamaan Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 51

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Keagamaan Remaja Putra Putri Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 52

Tabel 4.10 Distribusi Media Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah .... 53

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Media Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 54

Tabel 4.12 Distribusi Peran Ayah Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 54

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Ayah Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 55

Tabel 4.14 Distribusi Peran Ibu Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 56

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Ibu Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 57

Tabel 4.16 Distribusi Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 57

Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 59

Tabel 4.18 Distribusi Jenis Perilaku Seksual Pranikah Remaja ... 59

Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual Pranikah ... 60

Tabel 4.20 Distribusi Pengetahuan Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.21 Distribusi Sikap Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.22 Distribusi Pelaksanaan Keagamaan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 4.23 Distribusi Paparan Media Pornografi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 4.24 Distribusi Peran Ayah Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

Tabel 4.25 Distribusi Peran Ibu Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62


(14)

Tabel 4.27 Hubungan Pengetahuan Remaja Dengan Perilaku Seksual

Pranikah ... 63 Tabel 4.28 Hubungan Sikap Remaja Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 64 Tabel 4.29 Hubungan Pelaksanaan Keagamaan Dengan Perilaku Seksual

Pranikah ... 64 Tabel 4.30 Hubungan Paparan Media Pornografi Remaja Dengan Perilaku

Seksual Pranikah ... 65 Tabel 4.31 Hubungan Peran Ayah Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 65 Tabel 4.32 Hubungan Peran Ibu Dengan Perilaku Seksual Pranikah ... 66 Tabel 4.33 Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual

Pranikah ... 67 Tabel 4.34 Hasil Uji Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik... 68


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(16)

ABSTRAK

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Banyaknya faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah seperti pengetahuan, sikap, pelaksanaan keagamaan, paparan media pornografi, peran orang tua (ayah dan ibu), dan peran teman sebaya. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah seperti berfantasi, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi/bibir, meraba dada/alat kelamin, petting, oral seks, sampai dengan melakukan hubungan intim (senggama).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra putri di SMA YAPIM Namorambe Tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total Sampling dengan besar sampel sebanyak 71 orang. Data dianalisa dengan uji Chi Squaredengan α=0,05.

Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel yang signifikan adalah pengetahuan (Exp (B)= 45,989 sig=0,007), artinya remaja putra putri yang memiliki pengetahuan kurang baik mempunyai kemungkinan sebesar 45,989 kali melakukan perilaku seksual pranikah daripada remaja yang memiliki pengetahuan baik.

Disarankan kepada pihak sekolah untuk meningkatkan pengetahuan siswa/siswi mengenai kesehatan reproduksi melalui konseling, bekerjasama dengan orang tua untuk memberikan pengetahuan tentang seksual dini. Pihak sekolah juga dapat melakukan razia secara berkala khususnya berkaitan dengan perilaku siswa/siswi dan diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk peneliti lainnya.


(17)

ABSTRACT

Sexual behavior is any behaviour which is driven by sexual desire, whether done alone, with the opposite sex or same-sex. Many factor that affect sexual behavior knowledge, such as premarital attitudes, religious, media exposure execution of pornography, the role of parent (father and mother), and the role of peers. As for other forms of premarital sexual behavior such as fantasizing, holding hands, hugging, kissing on the cheek/lips, fingering the chest/genital, petting, oral sex, to perform intercourse (intercourse).

This research aims to know the factors that affect adolescent premarital sexual behavior in sons and daughters in high school YAPIM Namorambe by 2013. Type of this research is descriptive analytic. Sampling done by sampling large samples with a total of as many as 71 people. Data were analyzed by Chi Square test with α=0.05.

The results of research using multiple logistic regression test indicates that the variable is significant knowladge (Exp (B)=45.989 sig=0.007), that teenaged sons and daughters who have less knowledge of either have possibility of sexual behavior time 45.989 premarital than teens who have good knowladge.

It is recommended to the school to enhance the knowledge of students about reproductive health through counseling, working with parents to provide knowledge about early sexual. The school also can do things on a regular basis, especially with regards to the behavior of students and expected to these studies can be useful for other researchers.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Remaja pada masa peralihan tersebut kemungkinan besar dapat mengalami masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat (Kusmiran, 2012).

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya, antara lain boleh tidaknya melakukan pacaran, onani, nonton bersama atau berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat dikalangan remaja. Perasaan bersalah atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang pernah melakukan perilaku seksual dalam hidupnya. Hal ini diakibatkan adanya pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya harus saling menyokong.

Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses oleh para remaja melalui internet atau majalah yang


(19)

disajikan baik secara jelas dan secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beresiko, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat (Novita, 2011).

Seks pranikah di kalangan remaja semakin meningkat. Keingintahuan remaja yang besar, perkembangan teknologi informasi, kurangnya komunikasi dalam keluarga, dan semakin tak pedulinya masyarakat membuat perilaku itu semakin meluas (Anna, 2012). Akibat buruk dari seksual pranikah dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya antara lain, terjadi kehamilan remaja putri diluar nikah, infeksi organ reproduksi, perdarahan, pengguguran kandungan yang tidak aman, resiko tertular penyakit seksual dan meningkatkan remaja putus sekolah (Susilawaty 2012).

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir, berpelukan, memegang buah dada, memegang alat kelamin, sampai dengan melakukan senggama.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) masalah kesehatan dipengaruhi oleh penyebab non perilaku dan perilaku. Penyebab non perilaku adalah berbagai faktor individu dan lingkungan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tetapi tidak dapat dikendalikan oleh perilaku manusia. Perilaku merupakan refleksi dari


(20)

berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap.

Green juga mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana kesehatan seperti paparan terhadap media dan faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang melupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Jumlah remaja Indonesia terbilang sangat besar mencapai 63,4 juta atau sekitar 26,7% dari penduduk Indonesia. Remaja yang emosional dan lebih menjadi rentan terjebak dalam kehidupan seks bebas dan penyimpangan lain. Menurut SKRRI pada tahun 2007 menemukan, 1% remaja wanita dan 6% remaja pria mengaku pernah melakukan seks diluar nikah. Bahkan remaja yang mengatakan menngetahui bahwa teman mereka melakukan seks diluar nikah jumlahnya besar, mencapai 26% (Saraswaty, 2012).

Berdasarkan Survei yang dilakukan Annisa Foundation di Cianjur, Jawa Barat, pada 2007, menemukan hasil mengejutkan. Di kota ini, lebih dari 42,3% pelajar perempuan di kota santri itu telah melakukan hubungan seks pra-nikah. Para responden mengaku hubungan pra-nikah itu dilakukan atas suka sama suka. Bahkan, ada responden yang mengaku berhubungan lebih dengan satu pasangan.


(21)

Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar diperoleh hasil, 97% remaja pernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan ciuman, meraba kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin (Anna, 2012)

Kementerian Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9% remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9% responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Harian Merdeka, 2013). Hasil survey 2010 yang dilakukan BKKBN; tercatat 51% remaja Jabodetabek sudah tidak perawan lagi, di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47% dan 52% di Medan dan Yogya 37% dan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa dan 800 ribu diantaranya terjadi dikalangan remaja (BkkbN, 2011).

Hasil itu sejalan dengan kondisi kesehatan reproduksi remaja berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 yang menyebutkan, 11% pria yang tak tamat SD dan 9% pria dengan pendidikan SMA ke atas menyetujui hubungan seks pranikah (Rahman, 2013). Remaja kota kini semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10 – 12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin


(22)

penting. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali.

Kata-kata bijak ini nampaknya juga berlaku bagi para remaja tentang pengetahuan seks kendati dalam hal ini ketidaktahuan bukan berarti lebih tidak berbahaya. Boyke mengatakan, 16 - 20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu cenderung naik; awal tahun 1980-an angka itu berkisar 5 - 10% (Evina, 2010).

Berdasarkan hasil survei di Sumatera Utara ditemukan sebanyak 2.000 anak-anak yang mengalami eksploitasi seksual sejak 2008 hingga 2010. Jumlah anak-anak-anak-anak yang terjun dalam bisnis pelacuran itu, semakin lama terus mengalami peningkatan. Bahkan yang terjun dalam praktik pelacuran itu, 30% di antaranya pelajar SLTP dan 45 % SLTA (Abdullah, 2011).

Hasil riset BKKBN menyebutkan bahwa 52% remaja di kota Medan sudah pernah melakukan seks pranikah. Ada sekitar 3.919 remaja di kota Medan yang melakukan seks bebas (Sudiono, 2009). Menurut Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku / SSP 2007-2008 di Indonesia, di Kabupaten Deli Serdang terdapat 250 WPS / Wanita Penjaja Seks langsung dan 200 WPS tidak langsung yang sebagian besar berasal dari kalangan remaja (Irawaty, 2012).

Hasil penelitian Seotjiningsih (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah hubungan orang tua dengan remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiustik), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.


(23)

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan di SMA YAPIM Namorambe, bahwa disekolah ini setiap akhir bulan diadakan kegiatan keagamaan yang wajib diikuti oleh siswa/siswi. Dan juga di sekolah ini sudah pernah diadakannya seminar kesehatan, tetapi bukan berkaitan dengan seksual pranikah, hal ini dapat dilihat dari 10 siswa/siswi yang diwawancarai hanya 1 siswa yang tahu tentang perilaku seksual pranikah dan resiko dari perilaku seksual tersebut.

Menurut keterangan dari salah seorang guru di sekolah tersebut, pada tahun 2013 ada dua siswi yang sudah pernah melakukan perilaku seksual pranikah yang berdampak pada kehamilan dan akhirnya siswi tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut. Selain itu juga ada beberapa siswa yang ditemukan melakukan kenakalan remaja seperti tidak masuk kelas tanpa ada keterangan, merokok, berjudi, menonton video pornografi serta terdapat salah seorang siswa yang melukis orang sedang bersenggama pada saat jam belajar.

Banyaknya faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA YAPIM Namorambe, yang meliputi pengetahuan, sikap, pelaksanaan keagamaan, paparan media pornografi, peran orang tua dan teman sebaya.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.


(24)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor- faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe .

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

2. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pelaksanaan keagamaan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

4. Untuk mengetahui pengaruh paparan media pornografi terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

5. Untuk mengetahui pengaruh peran orang tua terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra - putri di SMA YAPIM Namorambe.

6. Untuk mengetahui pengaruh peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra - putri di SMA YAPIM Namorambe.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi/sumber informasi bagi pihak sekolah dalam membina remaja sehingga remaja dapat memahami tentang pentingnya kesehatan reproduksi agar tidak melakukan hubungan seks pranikah sehingga tercipta reproduksi yang sehat bagi remaja putra dan putri.


(25)

2. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan oleh peneliti yang lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang masalah kesehatan reproduksi.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja

2.1.1. Pengertian Remaja

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu juga mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Selain itu juga terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2011).

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sam sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 2002).

2.1.2. Karekteristik Masa Remaja

Menurut Hurlock (2002), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Adapun ciri-ciri tersebut sebagai berikut :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Ada periode yang penting karena akibat fisik dan psikologis. Sebagian remaja mengalami kejadian pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental yang cepat.semua kejadian


(27)

perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada periode ini status remaja menjadi tidak jelas karena terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa remaja, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Disisi lain, status remaja yang tidak jelas tersebuit memberikan keuntungan karena status tersebut memberi ruang dan waktu mereka untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sikap yang paling sesuai bagi dirinya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga akan menurun.

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan yang menyebabkan hal itu yakni remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah yang dihadapinya karena pada masa kanak-kanak segala masalah diselesaikan oleh orang tua ataupun guru. Alasan kedua para remaja merasa telah mandiri sehingga menolak bantuan orang tua atau guru dengan alasan ingin mengatasi masalahnya sendiri. Karena ketidakmampuan mereka dalam


(28)

mengatasi masalah ini, maka banyak kegagalan yang sering kali disertai dengan akibat tragis.

5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah suatu upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya di masyarakat. Salah satu cara memunculkan identitas adalah dengan menggunakan simbol status yang mudah terlihat seperti model pakaian, gaya hidup dan pergaulan, jenis kendaraan dan lain-lain.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Ada anggapan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat bernilai tetapi sangat disayangkan banyak yang menjadikannya sebagai sesuatu yang bernilai negatif. Anggapan yang menyatakan bahwa remaja adalah anak-anak yang rapi, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan banyak kalangan dewasa takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja walaupun dilakukan dengan normal.

7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja memandang dirinya dan orang lain seperti yang diinginkannya dan bukan sebagaimana adanya, terutama dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini bukan hanya kepada dirinya semata tetapi juga terhadap teman-teman dan keluarganya. Kondisi ini menyebabkan meningginya emosi terutama di awal masa remaja. Semakin cita-citanya tidak realistis maka individu tersebut semakin menjadi pemarah.


(29)

8. Masa remaja sebagai ambang dewasa

Remaja mulai lebih memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat- obat terlarang, terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

2.1.3. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Pinem (2009), tahap perkembangan remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas :

Ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun) dengan ciri khas :

Mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.

3. Masa remaja akhir (16-19 tahun) dengan ciri khas :

Mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

2.1.4. Perubahan Fisik pada Masa Remaja

Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik yang sangat cepat untuk mencapai kematangan, termasuk organ-organ reproduksi sehingga mampu melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi yaitu :


(30)

1. Munculnya tanda-tanda seks primer : pada remaja putri terjadinya haid yang pertama (menarch) dan pada remaja putra mengalami mimpi basah.

2. Munculnya tanda-tanda seks sekunder yaitu : pada remaja putra tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuh kumis diatas bibir. Sedangkan pada remaja putri pinggul menjadi lebar dan membesar, payudara menjadi lebih besar dan bulat, kulit menjadi lebih kasar dan tebal, kelenjar lemak dan keringat lebih aktif, otot semakin besat dan kuat, serta suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2.2. Konsep Perilaku

Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skiner membedakan perilaku menjadi dua yaitu :

a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(31)

b. Perilaku Terbuka (Over Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dibagi dalam tiga domain (kognitif, afektrif, dan psikomotorik) untuk kepentingan tujuan pendidikan dalam pengembangan dan meningkatkan ketiga domain pengukuran hasil pendidikan. Caranya dengan mengukur pengetahuan terhadap materi yang diberikan (knowladge) sikap atau tindakan yang dilakukan sehubungan dengan materi (practice).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar penegtahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang (Over Behavior). Perilaku didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan memiliki 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (Know)

Meningkatkan kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.


(32)

b. Memahami (Comprehension)

Memahami artinya kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003). Kuesioner mengacu pada skala likert dengan


(33)

bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2007).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga memiliki beberapa tingkatan yaitu :

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.1. Perilaku

Perilaku berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan merupakan usaha memenuhi kebutuhannya. Perilaku merupakan refleksi berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya (Notoatmodjo 2003).


(34)

Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa masalah kesehatan disebabkan oleh faktor perilaku dan non perilaku. Faktor non perilaku mempengaruhi secara tidak langsung terhadap masalah kesehatan. Sedangkan faktor perilaku mempengaruhi secara langsung.

Green membedakan faktor penyebab perilaku dalam tiga bentuk yaitu : 1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Menjadi dasar/motivasi bagi perilaku. Termasuk didalamnya pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas-fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

2.2.2. Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Seks adalah jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas seperti dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultural. Perilaku seksual


(35)

sering ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi negatif, padahal perilaku seksual ini sangat luas sifatnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenisnya seperti mulai dari berdandan, mejeng, mengerlingkan mata, merayu, menggoda , bersiul (Kusmiran, 2012).

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkh laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama.objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sedangkan menurut Seotjiningsih (2008), perilaku seksual pranikah remaja adalah segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat seksual lawan jenisnya, yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah.

Perkembangan perilaku seksual pada remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosio kultural yang erata kaitannya dengan aktifitas seksual remaja. Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2010).

2.3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Menurut Kusmiran (2012), perilaku atau aktivitas seksual pranikah pada remaja dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti berfantasi, masturbasi, cium pipi, cium bibir, petting sampai akhirnya bisa berhubungan intim (intercourse).

Menurut Imran (2002) dalam Loveria (2012), perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui


(36)

berbagai perilaku yang disebut juga sebagai perilaku seksual. Perilaku seksual yang sering ditemukan pada remaja dapat berupa :

1. Berfantasi

Berfantasi adalah perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Jika dibiarkan terlalu lama, maka kegiatan produktif beralih kepada kegiatan memanjakan diri. 2. Berpegangan Tangan

Aktivitas ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual tercapai).

3. Cium Kering

Ciuman kering merupakan sebuah aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi denga bibir. Perilaku ini dapat berlanjut dengan berkembangnya imajinasi dan fantasi seksual.

4. Cium Basah

Ciuman basah merupakan aktiviats seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir. Akvitas ini menjadikan jantung berdebar-debar dan menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali.

5. Meraba

Kegiatan meraba-raba bagian sensitif rangsangan seksual (erogen) seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis. Bila kegiatan ini dilakukan maka seseorang akan terangsang secara seksual, sehingga mendorong untuk melakukan aktivitas seksual lebih lanjut seperti senggama.


(37)

6. Berpelukan

Aktivitas ini membuat jantung berdegup lebih kencang, sehingga menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang serta menimbulkan rangsangan seksual. 7. Masturbasi

Masturbasi adalah perilaku merangsang organ kelamin. Biasanya dengan tangan, tanpa melakukan hubungan intim, dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Bagi laki-laki masturbasi dilakukan dengan cara merangsang penis yaitu mengusap atau menggosok-gosokkannya. Sedangkan masturbasi bagi perempuan dilakukan dengan cara mengusap-usap atau menggosok-gosokkan alat kelamin terutama bagian klitoris dan vagina.

8. Oral

Perilaku seksual secara oral adalah memasukkan alat kelamin kedalam mulut lawat jenis. Perilaku ini tidak lazim memurut masyarakat Indonesia karena tidak sesuai dengan hukum agama dan norma masyarakat.

9. Petting

Petting adalah keseluruhan aktivitas non intercourse/senggama (hingga menempelkan alat kelamin). Masih banyak remaja yang menganggap petting tidak akan menyebabkan kehamilan. Pada perilaku ini dapat menyebabkan kehamilan, karena cairan sperma yang keluar pada saat terangsang pada laki-laki juga sudah mengandung sperma (meski dalam kadar terbatas).

Selain itu meskipun ejakulasi diluar, cairan vagina dapat menjadi medium yang membantu masuknya sperma kedalam vagina. Petting juga dapat berlanjut kepada


(38)

senggama karena lepas kontrolnya diri. Bagi perempuan, petting dapat menyebabkan robek nya selaput darah.

10.Intercouse (Senggama)

Intercouse atau senggama adalah aktivitas dengan memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin perempuan.

Menurut Kinsey (1965) yang dikutip dari Loveria (2012) bahwa perilaku seksual melalui empat tahapan yaitu :

1. Bersentuhan (touching) mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan.

2. Berciuman (kissing) mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan lidah.

3. Bercumbuan (petting) menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan dan mengarah kepada pembangkitan gairah seksual.

4. Berhubungan kelamin.

Selain itu, Kinsey juga mengkategorikan tingkatan perilaku seksual dibagi menjadi dua, yaitu perilaku seksual ringan jika seseorang pernah melakukan berpegangan tangan, berpelukan, sampai berciuman bibir dan perilaku seksual berat jika seseorang pernah melakukan perilaku seksual meraba dada/alat kelamin pasangan, saling menggesekkan alat kelamin dengan pasangan, oral seks, dan melakukan hubungan seksual (intercouse).

2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Menurut Kusmiran (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah :


(39)

1. Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkkan perilaku seksual.

2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual yang dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.

3. Pengaruh teman sebaya yang kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.

4. Remaja dengan prestasi rendah lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.

Menurut Sarwono (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah :

a. Perubahan hormonal

Yaitu terjadinya perubahan seperti peningkatan hormone testosterone pada laki-laki dan estrogen pada perempuan, dapat menimbulkan hasrat (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam tingkah laku seksual tertentu.

b. Penundaan usia perkawinan

Merupakan penyaluran hasrat seksual yang tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang perkawinan yang menetapkan batas usia minimal (paling sedikit 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki).


(40)

c. Norma-norma di masyarakat

Yaitu norma-norma agama yang berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman, dan masturbasi. Remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut. Norma budaya dalam perilaku seksual pranikah adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

d. Penyebaran informasi melalui media massa

Merupakan kecenderungan pelanggaran yang semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya teknologi canggih (video, cassette, foto copy, satelit palapa, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa. Khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

e. Tabu larangan

Yaitu orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.


(41)

f. Pergaulan dan akses yang semakin mudah

Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.

Hasil penelitian Seotjiningsih (2008), menunjukkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja selain pengetahuan adalah hubungan orang tua-remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman aspek agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.

Pengetahuan remaja tentang hubungan seksual pranikah merupakan keyakinan atau opini setiap individu terhadap hubungan seksual, pengetahuan ini dapat bersifat positif atau negatif yang tergantung pada luasnya wawasan dan nilai moral setiap individu. Apabila seorang individu menyadari bahwa hubungan seksual pranikah adalah tindakan yang tidak dapat diterima oleh keluarga dan lingkungan komunitas, maka potensi remaja tersebut untuk melakukan seksual pranikah akan semakin kecil (Jawiah dalam Loveria 2012). Berikut adalah penjabaran penjelasan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yaitu :

1. Pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah

Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu remaja juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi biasanya hanya dari teman atau media, yang biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan rentan terhadap


(42)

kematian maternal. Kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, kekerasan atau pelecehan seksual dan lain-lain.

Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan berbagai faktor antara lain adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2010).

Menurut Astuti dalam Susilawaty (2012), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat mempengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat, khusunya yang terkait dengan kesehatan reproduksi.

2. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah

Menurut Bungin (2001) dalam Fadhila (2010), Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.

Pengetahuan seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah. Remaja yang mendapat informasi yang benar tentang seksual pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap negatif. Sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannya tentang seksual pranikah cenderung mempunyai sikap positif/ sikap menerima adanya perilaku seksual pranikah sebagai kenyataan sosiologis.


(43)

3. Pelaksanaan keagamaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama merupakan suatu sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Menurut penelitian yang dilakukan Audisti dan Ritandiyono (2008) dalam Susilawaty (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas terhadap perilaku seks pranikah. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah perilaku seks bebasnya, dan sebaliknya semakin rendah religiusitasnya maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya.

Seseorang yang memilki tingkat religiusitas yang rendah yang tidak menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Orang seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada wilayah seksual. Maka demikian, seseorang akan mudah melanggar ajaran agamanya misal dengan melakukan perilaku seks bebas sebelum menikah.

4. Paparan media pornografi

Menurut Boyke dalam Evina (2006), pornografi adalah tulisan, gambar, televisi, atau bentuk komunikasi lain yang melukiskan orang,hampir sebagian besar perempuan tetapi terkadang laki-laki dan anak-anak, dalam pose yang erotis (menggairahkan secara seksual) atau aktivitas seksual yang menentang , menyimpang dari apa yang disebut sehat dan normal.


(44)

Menurut Kusmiran (2012), kondisi hormonal remaja dapat menyebabkan remaja semakin peka terhadap stimulus seksual berupa visual, sentuhan, audiovisual dan lainnya sehingga mendorong munculnya perilaku seksual. Dengan meningkatnya dorongan seksual, remaja akan mudah sekali terangsang secara seksual. Membaca bacaan romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan dapat menimbulkan rangsangan seksual.

Banyak sekali informasi melalui media massa, cetak, elektronik yang ditayangkan secara vulgar dan bersifat tidak mendidik, tetapi lebih cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk bacaan berupa buku porno, melalui film porno semakin meningkat. Konsultasi seks yang diberikan melalui media elektronik yang disebut sebagai pendidikan seks, penayangan film tertentu di televisi dapat menyebabkan salah persepsi atau pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan reproduksi (Pinem, 2009).

Dampak negatif dari media terutama pornografi merupakan hal yang serius untuk ditangani. Makin meningkatnya jumlah remaja yang terpapar pornografi merupakan suatu masalah besar yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah remaja yang berperilaku seksual aktif. Semakin meningkatnya prevalensi penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual aktif pada remaja juga berpengaruh terhadap meningkatnya permasalahan pada kesehatan reproduksi remaja.

5. Peran Orang Tua

Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan social pertama, yang meletakkan dasar-dasar


(45)

kepribadian remaja. Selain orang tua, saudara kandung dan posisi anak dalam keluarga juga berpengaruh bagi remaja. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap remaja. Pola asuh otoriter, demokratik, ataupun permisif memberikan dampak yang berbeda bagi remaja. Orang tua yang menerapkan pola asuh yang otoriter dimana orang tua menerapkan disiplin yang kaku dan menuntut anak untuk mematuhi aturan-aturannya, membuat remaja menjadi frustasi. Sebaliknya pola asuh yang permisif diaman orang tua memberikan kebebasan kepada anak namun kurang disertai adanya batasan-batasan dalam berperilaku, akan membuat anak kesuliatan dalam mengendalikan keinginan-keinginannya maupun dalam perilaku untuk menunda pemuasan. Pola asuh demokratik yang mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih menguntungkan bagi remaja, karena selain memberikan kebebasan kepada anak, tetapi juga disertai dengan adanya kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat diantara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama (Marheni dalam Soetjiningsih, 2010).

Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari remaja akan menyelamatkan mereka dari seks bebas yang sudah menjadi trend hidup modern saat ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun juga perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka sendiri. Dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan. Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk berpikir tentang risiko-risiko yang


(46)

akan mereka hadapi ketika mereka melakukan seks bebas. Sayangnya, kini sebagian besar orang tua kehilangan skill untuk berkomunikasi dengan anak mengenai pengetahuan seks (Riandini, 2011).

Menurut Irmayani (2008), perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya.

6. Peran teman sebaya

Teman sebaya adalah anak- anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Salah satu fungsi teman sebaya adalah untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Menurut Andayani dalam Susilawaty (2012), mengatakan bahwa dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Selanjutnya kadang kala teman sebaya menjadi slah satu sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, akan tetapi informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman sendiri.

Kuatnya pengaruh teman sebaya karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti


(47)

bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

2.5. Alasan Remaja Melakukan Perilaku Seksual Pranikah

Menurut Dianawati (2006), bahwa alasan seorang remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan terbagi dalam beberapa faktor yaitu :

1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Pada umumnya remaja tersebut melakukan seks pranikah hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga remaja tersebut dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang diinginkan.

2. Adanya tekanan dari pacar. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang nanti dihadapi.

3. Adanya kebutuhan badaniah. Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang .

4. Rasa penasaran. Pada masa remaja keingintahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat. Ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

5. Pelampiasan diri. Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya


(48)

tersebut ia akan putus asa dan mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas.

Menurut pangkahila yang dikutip dari Soetjiningsih (2010), hubungan seksual yang pertama kali dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

1. Waktu atau saat mengalami pubertas. Saat itu remaja tidak pernah memahami tentang apa yang dialaminya

2. kontrol sosial yang kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar 3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya

4. Hubungan antar pasangan remaja makin romantis

5. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak memasuki masa remaja dengan baik

6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik

7. Status ekonomi. Remaja yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan lebih mudah melakukan pesiar ketempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok ekonomi lemah tapi banyak tuntutan/kebutuhan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu

8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ketempat-tempat sepi 9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin


(49)

misalnya remaja ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu membujuk seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksualnya

10. Penggunaan obat-obat terlarang dan alkohol

11. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya 12. Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.

2.6. Risiko Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Banyak remaja telah melakukan hubungan seksual pranikah sehingga mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut Surbakti (2008) dalam Evina (2010), jika seorang remaja hamil, ia memikul tiga kesulitan sekaligus yang datang pada saat bersamaan, yakni :

1. Menyangkut keremajaan mereka sendiri

Sebagai remaja mereka sedang mencari identitas. Mungkin sekali mereka sedang gelisah, cemas dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Pada saat pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka

2. Menjadi orang tua pada masa remaja

Dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang remaja harus berperan menjadi orang tua bagi bayinya, sementara sebagai remaja, mereka sendiri masih labil dan sangat membutuhkan bimbingan dari orang tuanya perihal keremajaannya. Melahirkan usia remaja memiliki risiko bagi dirinya dan bayi yang dilahirkannya. Karena ia akan sulit untuk merawat bayinya, bahkan kemungkian besar bayinya akan terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan pola asuh yang baik terhadap bayinya.


(50)

3. Terpaksa menikah dini

Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus meninggalkan bangku sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang menghamilinya, pasangannya juga harus berhenti sekolah. Bagaimana mereka harus membiayai rumah tangga mereka sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat mereka stress sehingga memicu persoalan berikutnya.

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

1. Dampak psikologis diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak fsiologis diantaranya dapat menimbulkan kehamilan yang tidak di inginkan dan aborsi.

3. Dampak sosial antar lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut.

4. Dampak fisik adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.


(51)

2.7. Cara Menghindari Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Menurut Martharina (2013) Cara menghindari perilaku seksual pranikah terutama di kalangan remaja antara lain sebagai berikut.

1. Beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah maupun di luar sekolah.

2. Melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti berolahraga, mengikuti kegiatan organisasi di lingkungan masyarakat atau sekolah.

3. Mencari teman yang baik dan bergaul dengan lingkungan (masyarakat) yang baik.

4. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang berguna seperti membantu pekerjaan orang tua di rumah, ikut kursus keterampilan, dan lain-lain.

2.8. Kerangka konsep penelitian

Berdasarkan teori L. Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan, kepercayaan, nilai atau keyakinan dan sikap dapat mempengaruhi perilaku. Dalam pengetahuan, pengetahuan yang cukup belum tentu dapat menyebabkan perubahan perilaku, begitu juga dengan kepercayaan dan nilai/ keyakinan atau nilai persepsi seseorang belum tentu mengubah perilaku. Sedangkan sikap itu sendiri dapat menggambarkan suatu kumpulan keyakinan atau persepsi yang dapat diukur dalam bentuk baik atau buruk.


(52)

Berdasarkan tujuan peneliti dan tinjauan pustaka, kemudian beberapa faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra putri di SMA YAPIM Namorambe, maka kerangka konsep dalam penelitian terdiri dari beberapa komponen yang digambarkan dalam skema berikut :

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Keyakinan 5. Nilai-nilai Faktor Pendukung 1. Lingkungan fisik 2. Tersedia/Tidak tersedia Fasilitas Kesehatan Perilaku Kesehatan Faktor Pendorong 1. Sikap/Perilaku petugas kesehatan 2. Kelompok masyarakat pEPerilaku Seksual Pranikah Pada Remaja 1. Pengetahuan Remaja

2. Sikap Remaja 3. Pelaksanaan

Keagamaan 4. Paparan Media

Pornografi 5. Peran Orang tua

- Ayah - Ibu


(53)

2.9. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh antara pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

2. Ada pengaruh antara sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

3. Ada pengaruh antara pelaksanaan keagamaan terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

4. Ada pengaruh antara paparan media terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

5. Ada pengaruh antar peran orang tua (ayah dan ibu) terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

6. Adanya pengaruh antara peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

7. Ada pengaruh beberapa variabel independen (pengetahuan, sikap, pelaksanaan keagamaan, paparan media pornografi, peran orang tua (ayah dan ibu), peran teman sebaya) terhadap variabel dependen (perilaku seksual pranikah).


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif analitik dengan desain

Cross Sectional study dimana pengambilan data dilakukan hanya satu kali saja pada

kurun waktu tertentu (Hidayat, 2007), yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja putra- putri di SMA YAPIM Namorambe.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA YAPIM Namorambe. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena masih rendahmya pengetahuan siswa- siswi tentang perilaku seksual pranikah serta risikonya bagi kesehatan reproduksi, dan ditemukan siswi yang sudah pernah melakukan perilaku seksual pranikah dan yang terpapar media pornografi.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pelaksanaannya pada bulan November 2013 s/d Januari 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X, XI dan XII SMA Namorambe yang berjumlah 71 orang.


(55)

3.3.2. Sampel

Seluruh populasi dijadikan sampel yakni sebanyak 71 orang. 3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner (amgket) yang berisi daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari sekolah berupa jumlah siswa/ siswi kelas X, XI dan XII di SMA YAPIM Namorambe.

3.5. Defenisi Operasional Variabel Independen :

1. Pengetahuan seksual pranikah adalah kemampuan siswa dalam memahami tentang perilaku seksual pranikah dan dampak dari seksual pranikah.

2. Sikap adalah penilaian atau pandangan siswa terhadap beberapa pernyataan baik positif maupun negatif menyangkut masalah seksual pranikah.

3. Pelaksanaan keagamaan adalah aktivitas atau tindakan yang dilakukan siswa mengenai kegiatan k eagamaan atau ibadah.

4. Paparan media pornografi adalah riwayat pernahnya siswa terpapar (mendengar/membaca/melihat/menonton) materi pornografi melalui berbagai jenis media massa baik media cetak maupun media elektronik.


(56)

5. Peran Orang Tua adalah peran ayah dan ibu dalam mendidik, memberikan informasi, dan memberikan pengawasan kepada siswa tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang perilaku seksual pranikah.

6. Peran teman sebaya adalah peran remaja (teman) dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama baik yang sejenis maupun lawan jenis dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang perilaku seksual pranikah.

Variabel Dependen :

1. Perilaku seksual pranikah remaja adalah aktivitas remaja yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut hukum, agama seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, oral seks, petting, meraba alat kelamin dan melakukan hubungan intim (seksual). 3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Pengetahuan Seksual Pranikah

Pengetahuan seksual pranikah diukur melaui jawaban kuesioner, pertanyaan yang diajukan adalah 10 pertanyaan. Setiap pertanyan yang benar akan diberi skor 1 yang salah akan diberi skor 0 dan jawaban tidak tahu diberi skor 0. Total skor maksimal adalah 10 dan total skor minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 2 kategori :

0=Baik, jika skor yang diperoleh ≥ 65% dari skor tertinggi (7-10) 1=Kurang baik, jika skor yang diperoleh < 65% dari skor tertinggi (0-6)


(57)

3.6.2. Sikap

Variabel sikap menggunakan skala Likert dengan mengukur melalui 10 pertanyaan dengan item jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2007). Dimana pernyataan sikap terdiri dari pernyataan positif dan negatif dengan penilaian sebagai berikut :

Pernyataan positif : pernyataan negatif :

- Sangat setuju : 4 - Sangat Setuju : 1

- Setuju : 3 - Setuju : 2

- Tidak setuju : 2 - Tidak setuju : 3 - Sangat tidak setuju: 1 - Sangat tidak setuju : 4 Variabel sikap dapat dikategorikan sebagai berikut :

0=Baik, jika skor yang diperoleh ≥ 65% dari skor tertinggi (26-40) 1=Kurang baik, jika skor yang diperoleh < 65% dari skor tertinggi (10-25) a. 3.6.3. Pelaksanaan keagamaan

Variabel pemahaman aspek agama terdiri dari 5 pertanyaan, jenis pertanyaan yang diberikan merupakan jenis pertanyaan tertutup. Dimana jawaban Ya diberi skor 1 dan jawaban Tidak diberi skor 0.

Berdasarkan interpretasi skor jawaban responden, pelaksanaan keagamaan dikategorikan sebagai berikut :

a. 0=Baik, jika skor yang diperoleh ≥ 65% dari skor tertinggi (3-5)


(1)

Terpapar Count 0 39 % within Paparan Media

Pornografi Kategorik

,0% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

,0% 58,2%

Total Count 4 67

% within Paparan Media Pornografi Kategorik

5,6% 94,4%

% within Perilaku Seksual Kategorik

100,0% 100,0%

Paparan Media Pornografi Kategorik * Perilaku Seksual Kategorik Crosstabulation Total Paparan Media Pornografi

Kategorik

Tidak terpapar Count 32

% within Paparan Media Pornografi Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

45,1%

Terpapar Count 39

% within Paparan Media Pornografi Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

54,9%

Total Count 71

% within Paparan Media Pornografi Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5,166a

1 ,023

Continuity Correctionb 3,082 1 ,079

Likelihood Ratio 6,668 1 ,010

Fisher's Exact Test ,037 ,037

Linear-by-Linear Association 5,093 1 ,024

N of Valid Cases 71

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,80. b. Computed only for a 2x2 table

Peran ayah Kategorik * Perilaku Seksual Kategorik Crosstabulation Perilaku Seksual Kategorik

Total Tidak melakukan Melakukan

Peran ayah Kategorik Baik Count 2 38 40

% within Peran ayah Kategorik 5,0% 95,0% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

50,0% 56,7% 56,3%

Kurang Count 2 29 31

% within Peran ayah Kategorik 6,5% 93,5% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

50,0% 43,3% 43,7%

Total Count 4 67 71

% within Peran ayah Kategorik 5,6% 94,4% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,069a

1 ,792

Continuity Correctionb

,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,069 1 ,793

Fisher's Exact Test 1,000 ,591

Linear-by-Linear Association ,068 1 ,794

N of Valid Cases 71

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,75. b. Computed only for a 2x2 table

Peran ibu Kategorik * Perilaku Seksual Kategorik Crosstabulation Perilaku Seksual Kategorik

Total Tidak melakukan Melakukan

Peran ibu Kategorik Baik Count 4 51 55

% within Peran ibu Kategorik 7,3% 92,7% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

100,0% 76,1% 77,5%

Kurang Count 0 16 16

% within Peran ibu Kategorik ,0% 100,0% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

,0% 23,9% 22,5%

Total Count 4 67 71

% within Peran ibu Kategorik 5,6% 94,4% 100,0%

% within Perilaku Seksual Kategorik

100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,233a

1 ,267

Continuity Correctionb

,245 1 ,621

Likelihood Ratio 2,111 1 ,146

Fisher's Exact Test ,568 ,351

Linear-by-Linear Association 1,216 1 ,270

N of Valid Cases 71

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,90. b. Computed only for a 2x2 table

Peran teman sebaya Kategorik * Perilaku Seksual Kategorik Crosstabulation

Perilaku Seksual Kategorik Tidak melakukan Melakukan

Peran teman sebaya Kategorik Baik Count 3 14

% within Peran teman sebaya Kategorik

17,6% 82,4%

% within Perilaku Seksual Kategorik

75,0% 20,9%

Kurang Count 1 53

% within Peran teman sebaya Kategorik

1,9% 98,1%

% within Perilaku Seksual Kategorik

25,0% 79,1%

Total Count 4 67

% within Peran teman sebaya Kategorik

5,6% 94,4%


(3)

Peran teman sebaya Kategorik * Perilaku Seksual Kategorik Crosstabulation Total

Peran teman sebaya Kategorik Baik Count 17

% within Peran teman sebaya Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

23,9%

Kurang Count 54

% within Peran teman sebaya Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

76,1%

Total Count 71

% within Peran teman sebaya Kategorik

100,0% % within Perilaku Seksual

Kategorik

100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6,068a 1 ,014

Continuity Correctionb

3,460 1 ,063

Likelihood Ratio 4,978 1 ,026

Fisher's Exact Test ,040 ,040

Linear-by-Linear Association 5,982 1 ,014

N of Valid Cases 71

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,96. b. Computed only for a 2x2 table

MULTIVARIAT

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 71 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 71 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 71 100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Tidak melakukan 0

Melakukan 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Perilaku Seksual Kategorik Percentage Correct Tidak melakukan Melakukan

Step 0 Perilaku Seksual Kategorik Tidak melakukan 0 4 ,0

Melakukan 0 67 100,0

Overall Percentage 94,4

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500


(4)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 2,818 ,515 29,983 1 ,000 16,750

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables PKat 20,239 1 ,000

SKat 7,383 1 ,007

MKat 5,166 1 ,023

PTKat 6,068 1 ,014

Overall Statistics 25,251 4 ,000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio) Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 18,606 4 ,001

Block 18,606 4 ,001

Model 18,606 4 ,001

Step 2a

Step -1,788 1 ,181

Block 16,819 3 ,001

Model 16,819 3 ,001

Step 3a

Step -2,051 1 ,152

Block 14,768 2 ,001

Model 14,768 2 ,001

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 12,175a

,231 ,655

2 13,963a ,211 ,600

3 16,014b ,188 ,534

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found. b. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

Perilaku Seksual Kategorik Percentage Correct Tidak melakukan Melakukan

Step 1 Perilaku Seksual Kategorik Tidak melakukan 2 2 50,0

Melakukan 1 66 98,5

Overall Percentage 95,8

Step 2 Perilaku Seksual Kategorik Tidak melakukan 2 2 50,0

Melakukan 1 66 98,5

Overall Percentage 95,8

Step 3 Perilaku Seksual Kategorik Tidak melakukan 2 2 50,0

Melakukan 1 66 98,5

Overall Percentage 95,8


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a PKat 3,141 1,575 3,975 1 ,046 23,127

SKat 2,179 1,559 1,953 1 ,162 8,836

MKat 18,207 5566,813 ,000 1 ,997 80730444,821

PTKat 1,993 1,591 1,569 1 ,210 7,340

Constant -2,086 1,574 1,757 1 ,185 ,124

Step 2a PKat 3,129 1,448 4,667 1 ,031 22,841

SKat 2,288 1,466 2,434 1 ,119 9,851

MKat 17,877 6042,610 ,000 1 ,998 58035068,487

Constant -1,144 1,203 ,904 1 ,342 ,319

Step 3a

PKat 3,828 1,429 7,181 1 ,007 45,989

SKat 2,588 1,447 3,199 1 ,074 13,305

Constant -1,111 1,194 ,866 1 ,352 ,329

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a PKat 1,055 507,129

SKat ,416 187,616

MKat ,000 .

PTKat ,324 166,055

Constant

Step 2a PKat 1,337 390,326

SKat ,557 174,390

MKat ,000 .

Constant

Step 3a PKat 2,796 756,384

SKat ,780 226,847

Constant

a. Variable(s) entered on step 1: PKat, SKat, MKat, PTKat. Model if Term Removed Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 PKat -8,526 4,877 1 ,027

SKat -7,183 2,190 1 ,139

MKat -7,489 2,802 1 ,094

PTKat -6,981 1,788 1 ,181

Step 2 PKat -9,842 5,721 1 ,017

SKat -8,397 2,832 1 ,092

MKat -8,007 2,051 1 ,152

Step 3 PKat -12,522 9,031 1 ,003

SKat -9,931 3,849 1 ,050

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a

Variables PTKat 1,858 1 ,173

Overall Statistics 1,858 1 ,173

Step 3b Variables MKat 1,461 1 ,227

PTKat 1,064 1 ,302

Overall Statistics 3,560 2 ,169

a. Variable(s) removed on step 2: PTKat. b. Variable(s) removed on step 3: MKat.


(6)