28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense”
Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor terhadap simplisia kulit kayu sintok yang diteliti adalah jenis Cinnamomum sintoc Blume dari suku Lauraceae. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 43.
4.2 Hasil Pemeriksaan Simplisia Kulit Kayu Sintok Cinnamomum sintoc Blume
4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik
Pemerian berupa kepingan tebal 3-6 mm, tidak menggulung, tidak banyak retak, bagian luar berwarna kelabu tua, tengah dan di dalam berwarna
putih kemerah-merahan hingga jingga cokelat; bau khas; rasa agak kelat; agak pahit.
4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia kulit kayu sintok tampak fragmen pengenal adalah sklerenkim, sklereid, pati dan parenkim dengan
sklerenkim. Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 45.
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia
Hasil karakterisasi simplisia kulit kayu sintok yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit kayu sintok
Data hasil perhitungan karakterisasi simplisia kulit kayu sintok
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6-10 halaman 51-55. Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakterisasi simplisia simplisia
kulit kayu sintok telah memenuhi persyaratan Farmakope Herbal, dengan kadar air tidak lebih dari 12 Depkes, 2008.
Pengeringan simplisia dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Penurunan
mutu atau perusakan simplisia dapat dicegah dengan mengurangi kadar air dan penghentian reaksi enzimatik. Reaksi enzimatik tidak berlangsung lagi bila kadar
air dalam simplisia kurang dari 10 BPOM, 2005. Hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia kulit kayu sintok adalah
8,89. Kadar air simplisia berhubungan dengan proses pengeringan simplisia. Pengeringan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai
tingkat yang diinginkan. Kadar air yang cukup aman, maka simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila
simplisia yang dihasilkan tidak cukup kering maka kemungkinan akan terjadi pertumbuhan jamur dan jasad renik lainnya. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10 BPOM, 2005. Penetapan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari
larut dalam etanol dan air. Penetapan kadar sari simplisia menyatakan jumlah zat No
Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Kadar Penelitian
1. Kadar air
8,89 2.
Kadar sari yang larut dalam air 10,47
3. Kadar sari yang larut dalam etanol
12,485 4.
Kadar abu total 3,41
5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
0,1
Universitas Sumatera Utara
30 yang tersari dalam air dan dalam etanol. Dalam hal ini simplisia simplisia kulit
kayu sintok kadar sari yang larut dalam air diperoleh lebih besar 10,47 dari kadar sari yang larut dalam etanol 12,49. Penetapan kadar sari yang larut dalam
air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan
larut dalam air akan tersari oleh air sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol WHO, 1998
Kadar abu yang diperoleh memenuhi syarat Farmakope Herbal yaitu kadar abu total tidak lebih dari 7,0, dan kadar abu tidak larut asam tidak lebih
dari 6,0. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa
organik yang tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua, yang pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non
fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari luar yang terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk
menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1998.
4.3 Hasil Penetapan Kadar Minyak Atsiri