Keuangan Daerah TINJAUAN PUSTAKA

daerah akan mencerminkan gambaran tentang desentralisasi fiskal daerah atau otonomi fiskal daerah. Desentralisasi fiskal daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD untuk membiayai pembangunan daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi dibutuhkan dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerah, yang terdiri dari dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah. Dengan adanya desentralisasi fiskal daerah, diharapkan akan mendorong pemerintah daerah untuk mencari dan menggali sumber-sumber dana agar penerimaannya meningkat.

D. Keuangan Daerah

Menurut UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, dalam penjelasan umum pasal 156 ayat 1 disebutkan, pengertian keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah pusat sesuai dengan urusan pemerintah pusat yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. 1. Sumber Pendapatan Daerah Berdasarkan UU No. 12 tahun 2008 pasal 1 ayat 15, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah terdiri dari : a. Pendapatan Asli Daerah PAD Menurut UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 18, PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Berdasarkan UU No.12 tahun 2008 pasal 157 dan UU No.33 tahun 2004 pasal 6 ayat 1, PAD terdiri dari : 1 Hasil Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah PP No. 65 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 tentang Pajak Daerah. Yang termasuk dalam pajak daerah tingkat kabupatenkota adalah pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak-pajak baru M. Suparmoko, 2002:66 2 Hasil Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan danatau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan PP No. 66 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 tentang Retribusi Daerah. Sedangkan menurut Indra Bastian 2001:142 bahwa retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas pelayanan dan penggunaan fasilitas- fasilitas umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah bagi kepentingan masyarakat sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku. 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Sumber PAD berasal dari perusahaan daerah yaitu laba operasi perusahaan daerah. Bagian laba usaha daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Abdul Halim, 2002:65 4 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Pendapatan lain PAD yang sah meliputi: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh Daerah UU No. 33 tahun 2004 pasal 6 ayat 2 b. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 19. Menurut UU No. 33 tahun 2004 pasal 10 dan UU No.12 tahun 2008 pasal 159, tentang dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah, dana perimbangan terdiri dari : 1 Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil tersebut bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana yang bersumber dari pajak terdiri dari pajak bumi dan bangunan PBB, Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan BPHTB, dan pajak penghasilan PPh pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak pribadi dalam negeri, dan PPh pasal 21. sedangkan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas alam, dan pertambangan panas bumi. 2 Dana Alokasi Umum Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 21. Menurut UU No. 33 tahun 2004, DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antara daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. 3 Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 23. DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. c. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badanlembagaorganisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakatperorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korbankerusakan akibat bencana alam, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupatenkota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah dan bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 pasal 28. 2. Belanja Daerah Menurut PP No. 105 tahun 2000 pasal 16 ayat 2 yang dimaksud belanja adalah suatu kesatuan pengguna anggaran seperti DPRD dan sekertariat, serta dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya. Fungsi belanja antara lain untuk pendidikan, kesehatan dan fungsi-fungsi lainnya. Belanja dapat dikategorikan sebagai berikut : a Belanja Rutin Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi daerah. Belanja rutin terdiri dari : a Belanja rutin b Belanja barang c Belanja perjalanan dinas d Belanja lain-lain e Belanja pemeliharaan b Belanja ModalPembangunan Belanja modalpembangunan adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 pasal 1 ayat 51, yang dimaksud dengan Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah dapat dikategorikan sebagai berikut : a Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari : belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi basil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. b Belanja Langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari : a. belanja pegawai; b. belanja barang dan jasa; dan c. belanja modal. 3. Pembiayaan Daerah Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 pasal 1 ayat 54, Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali danatau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan bersumber dari : a. Penerimaan pembiayaan mencakup: a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya. SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 pasal 1. b. Pencairan dana cadangan Digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Permendagri No. 59 tahun 2007 pasal 64. c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerahBUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah. d. Penerimaan pinjaman daerah Digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan. e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman Digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat danatau pemerintah daerah lainnya. f. Penerimaan piutang daerah Digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya. b. Pengeluaran pembiayaan mencakup: a. Pembentukan dana cadangan b. Penyertaan modal investasi pemerintah daerah c. Pembayaran pokok utang d. Pemberian pinjaman daerah

E. Kinerja Keuangan Daerah

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan (Studi Empiris pada Wilayah Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Wilayah karesidenan Surakarta).

0 0 9

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEUANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK DESENTRALISASI FISKAL ( Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008).

0 3 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 7

Lampiran 1 ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 27

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 2 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8