Kinerja Keuangan Daerah TINJAUAN PUSTAKA

pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah. d. Penerimaan pinjaman daerah Digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan. e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman Digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat danatau pemerintah daerah lainnya. f. Penerimaan piutang daerah Digunakan untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya. b. Pengeluaran pembiayaan mencakup: a. Pembentukan dana cadangan b. Penyertaan modal investasi pemerintah daerah c. Pembayaran pokok utang d. Pemberian pinjaman daerah

E. Kinerja Keuangan Daerah

Untuk mengetahui kinerja pemerintah daerah dalam menghadapi otonomi daerah, khususnya di bidang keuangan dapat digunakan analisis kinerja keuangan daerah. Menurut Sukanto Reksohadiprojo 2001:1550 untuk melihat kinerja keuangan daerah dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: 1 Derajad desentralisasi fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu: a 100 x TPD Daerah Penerimaan Total PAD Daerah Asli Pendapatan b 100 x TPD Daerah Penerimaan Total BHPBP daerah untuk Pajak Bukan dan Pajak Hasil Bagi c 100 x TPD Daerah Penerimaan Total SB Daerah Sumbangan Dengan tujuan untuk mengetahui kemandirian suatu daerah otonom yaitu dengan membiayai pembangunan daerah, sebagian besar dananya dari PAD dan tidak menggantungkan subsidi dari pemerintah pusat yang lebih besar dengan kriteria kemandirian suatu daerah sebagai berikut : Apabila jumlah PAD dan BHPBP lebih besar dari jumlah subsidi dari pemerintah pusat berarti ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin kecil dan sebaliknya. Apabila jumlah PAD dan BHPBP lebih kecil dari jumlah subsidi dari pemerintah pusat berarti ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin besar. 2 Kebutuhan Fiskal Untuk mengetahui kebutuhan fiskal pemerintah daerah kabupatenkota di eks Karesidenan Surakarta, maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : Indek pelayanan publik perkapita pemerintah daerah kabupatenkota di eks Karesidenan Surakarta adalah : Indek Pelayanan Publik Perkapita IPPP = SKF Fiskal Kebutuhan Standar PPP publik jasa - jasa untuk perkapita n Pengeluara Keterangan : PPP = Jumlah pengeluaran rutin dan pembangunan per kapita masing- masing daerah. Rata-rata kebutuhan fiskal standar se-Jawa Tengah adalah : Standar Kebutuhan Fiskal SKF = kota kabupaten Jumlah penduduk Jumlah : daerah n pengeluara Jumlah Semakin tinggi indeknya, maka kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar. Dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pengeluaran atau kebutuhan fiskal daerah dan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penduduk untuk memenuhinya. Dengan kriteria penilaian adalah apabila jumlah pengeluaran perkapita suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan standar kebutuhan fiskal, berarti kebutuhan fiskalnya besar. Dan apabila pemerintah daerah mampu mencukupi sebesar kebutuhan fiskal tersebut berarti pemerintah daerah sudah dianggap mampu. 3 Kapasitas Fiskal Fiscal Capacity Sama halnya dengan perhitungan kebutuhan fiskal diatas, untuk standar yang digunakan adalah PDRB perkapita se-Jawa Tengah atas dasar harga berlaku. Kapasitas fiskal pemerintah daerah kabupatenkota di eks Karesidenan Surakarta dapat dihitung sebagai berikut : Fiscal Capacity FC = standar fiskal Kapasitas penduduk Jumlah : PDRB Jumlah Kapasitas Fiskal Standar KFS = kota kabupaten Jumlah penduduk Jumlah : PDRB Jumlah Keterangan : PDRB = Produk Domestik Regional Bruto Semakin tinggi hasilnya maka kapasitas fiskal suatu daerah semakin tinggi. Dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah PAD yang kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Dengan penilaian, apabila jumlah PAD yang diserahkan kepada pemerintah daerah lebih besar dari jumlah kebutuhan fiskal daerah tersebut berarti potensi untuk mendapatkan PAD di daerah tersebut cukup bagus tanpa subsidi dari pemerintah pusat. Jadi apabila pendapatan kapasitas fiskal lebih besar dari pengeluaran atau kebutuhan fiskal sama dengan surplus, dapat dikatakan bahwa daerah tersebut sudah mampu membiayai kebutuhan fiskal daerahnya. Dan apabila pendapatan kapasitas fiskal lebih kecil dari pengeluaran kebutuhan fiskal sama dengan defisit, dapat dikatakan bahwa daerah tersebut belum mampu membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masih harus ditutup subsidi dari pemerintah pusat. 4 Upaya FiskalPosisi Fiskal Posisi fiskal dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastis PAD, maka struktur PAD di daerah akan semakin baik. Upaya fiskal dapat dihitung sebagai berikut : Elastisitas PAD terhadap PDRB harga berlaku = Bruto Regional Domestik Produk Daerah Asli Pendapatan ∆ ∆ Keterangan : ∆ = Perubahan Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat PAD dengan laju pertumbuhan produk domestik regional bruto dengan kriteria penilaian yaitu apabila PDRB naik satu persen maka akan berpengaruh pada PAD.

F. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan (Studi Empiris pada Wilayah Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Wilayah karesidenan Surakarta).

0 0 9

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEUANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK DESENTRALISASI FISKAL ( Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008).

0 3 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 7

Lampiran 1 ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 27

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 2 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8