Tingkat Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah

Tabel IV.35 Upaya Fiskal Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2004-2006 Tahun Pertumbuhan PAD Rp Pertumbuhan PDRB Harga BerlakuRp 2003 22.528.944.000 - 4.915.530.000.000 - 2004 27.177.367.787 20,63 5.475.850.000.000 11,39 2005 28.625.101.743 5,33 6.520.830.000.000 19,08 2006 37.870.002.754 32,29 7.504.500.000.000 15,08 Rata-rata - 19,42 - 15,18 Elastisitas PAD terhadap PDRB = 18 , 15 42 , 19 = 1,28 Sumber: BPS Klaten, Data diolah Elastisitas PAD Kabupaten Klaten sebesar 1,28 lihat tabel IV.35. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan PDRB sebesar 1, maka akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 1,28, yang artinya berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD, atau penerimaan PAD Kabupaten Klaten cukup elastis terhadap perubahan yang terjadi pada PDRB. Ini berarti struktur PAD Kabupaten Klaten akan semakin baik.

C. Tingkat Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah

1. Derajad Desentralisasi Fiskal Tingkat perbandingan derajad desentralisasi fiskal ketujuh daerah di eks Karesidenan Surakarta Surakarta, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Boyolali, dan Klaten dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel IV.36 Perbandingan Derajad Desentralisasi Fiskal Tahun Anggaran 2004-2006 Kab Kota 2004 2005 2006 Ket Rasio PAD TPD BPHPB TPD SB TPD PAD TPD BHPBP TPD SB TPD PAD TPD BHPBP TPD SB TPD Surakarta 15,32 8,47 76,20 17,09 9,42 73,36 15,39 7,49 77,12 Rendah Sukoharjo 6,00 4,64 89,37 7,98 7,28 84,69 8,01 5,74 86,21 Rendah Wonogiri 7,50 3,24 89,25 7,43 4,79 87,77 7,29 4,18 88,53 Rendah KraAnyar 7,90 5,79 86,31 8,76 6,48 84,76 8,41 4,82 86,78 Rendah Sragen 11,02 10,00 78,98 10,40 5,09 84,51 8,42 4,11 87,46 Rendah Boyolali 9,17 4,81 86,02 11,34 5,27 83,39 9,41 4,29 86,29 Rendah Klaten 5,25 4,86 86,83 5,15 4,92 85,85 4,77 3,58 87,74 Rendah Sumber: Data APBD Diolah Berdasarkan tabel IV.36 terlihat bahwa tingkat derajad desentralisasi fiskal yang paling tinggi pada tahun 2004 diantara tujuh kabupaten di eks Karesidenan Surakarta adalah pemerintah daerah kota Surakarta. Hal ini dapat dilihat dari proporsi PAD dan BHPBP dibandingkan dengan proporsi sumbangansubsidi dari pemerintah pusat. Dimana kota Surakarta mempunyai proporsi PAD yang paling tinggi dengan tingkat proporsi sumbanganbantuan paling kecil. Dengan proporsi PAD sebesar 15,32 dan BHPBP 8,47 serta proporsi sumbangan sebesar 76,20. Sedangkan, tingkat derajad desentralisasi fiskal pada tahun 2004 terendah adalah Kabupaten Sukoharjo dengan proporsi PAD sebesar 6, proporsi BHPBP sebesar 4,64 dan proporsi sumbangan sebesar 89,37. Berdasarkan tabel IV.36 terlihat bahwa tingkat derajad desentralisasi fiskal yang paling tinggi di tahun 2005 masih Kota Surakarta dengan proporsi PAD sebesar 17,09, proporsi BHPBP sebesar 9,42 dan proporsi sumbangan sebesar 73,36. Sedangkan tingkat derajad desentralisasi fiskal terendah tahun 2005 adalah Kabupaten Wonogiri dengan proporsi PAD sebesar 7,43, proporsi BHPBP sebesar 4,79 dan proporsi sumbangansubsidi sebesar 87,77. Berdasarkan tabel IV.36 terlihat bahwa tingkat derajad desentralisasi fiskal yang paling tinggi di tahun 2006 masih Kota Surakarta dengan proporsi PAD sebesar 15,39, proporsi BHPBP sebesar 7,49 dan proporsi sumbangan yang paling kecil yaitu 77,12. Tingkat derajad desentralisasi fiskal terendah tahun 2006 adalah Kabupaten Wonogiri dengan proporsi PAD sebesar 7,29, proporsi BHPBP sebesar 4,18 dan proporsi sumbangansubsidi sebesar 88,53.

2. Kebutuhan Fiskal

Tingkat perbandingan kebutuhan fiskal ketujuh daerah di eks Karesidenan Surakarta selama tiga tahun anggaran 2004-2006 adalah sebagai berikut: Tabel IV.37 Perbandingan Kebutuhan Fiskal Tahun Anggaran 2004-2006 KabupatenKota Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Ket Surakarta 303,52 x 261,72 x 258,19 x mampu Sukoharjo 177,75 x 154,48 x 168,37 x mampu Wonogiri 191,90 x 171,14 x 170,05 x mampu Karanganyar 188,67 x 182,78 x 173,60 x mampu Sragen 194,24 x 186,47 x 194,69 x mampu Boyolali 187,15 x 178,06 x 160,72 x mampu Klaten 193,51 x 179,42 x 279,11 x mampu SKF Rp.2.268,75 Rp.2.549,30 Rp.3.553,32 - Sumber: Data APBD Diolah Berdasarkan tabel IV.37 terlihat bahwa kebutuhan fiskal selama tiga tahun anggaran 2004-2006 dari ketujuh deareh di eks Karesidenan Surakarta dapat dikatakan besar karena melebihi standar kebutuhan fiskal daerah. Perbandingan kebutuhan fiskal ini adalah hasil yang paling besar adalah yang terbaik, karena hasil yang besar menunjukkan tingkat pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat semakin bagus. Berdasarkan tabel tersebut di atas, kebutuhan fiskal terbesar pada tahun 2004 adalah Kota Surakarata 303,52x, dan yang terendah adalah Kabupaten Sukoharjo 177,75x. Pada tahun 2005 kebutuhan fiskal tertinggi masih kota Surakarta 261,72x, dan yang terendah masih sama, yaitu Kabupaten Sukoharjo 154,48x. Dan di tahun 2006 kebutuhan fiskal terbesar adalah Kabupaten Klaten 279,11x, dan yang terendah adalah Kabupaten Boyolali 160,72x. 3. Kapasitas Fiskal Tingkat perbandingan kapasitas fiskal ketujuh daerah di eks Karesidenan Surakarta selama tiga tahun anggaran adalah sebagai berikut: Tabel IV.38 Perbandingan Kapasitas Fiskal Tahun Anggaran 2004-2006 Kabupaten Kota Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Ket Surakarta 55,20 x 51,34 x 48,19 x Blm mampu Sukoharjo 34,34 x 32,51 x 30,81 x Blm mampu Wonogiri 18,21 x 16,79 x 16,49 x Blm mampu Karanganyar 35,99 x 33,04 x 30,91 x Blm mampu Sragen 20,78 x 19,79 x 18,85 x Blm mampu Boyolali 26,73 x 24,21 x 22,13 x Blm mampu Klaten 28,46 x 28,12 x 26,61 x Blm mampu KFS Rp.170.591,36 Rp.203.536,49 Rp.250.392,08 - Sumber: Data APBD Diolah Berdasarkan tabel IV.38 terlihat bahwa ketujuh daerah di eks Karesidenan Surakarta selama tiga tahun anggaran 2004-2006, memiliki kapasitas fiskal yang lebih baik jika dibandingkan dengan kapasitas fiskal standar daerahnya. Dimana apabila kapasitas fiskal besar menunjukkan kemampuan yang baik, dan apabila suatu daerah mampu memenuhi kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskalnya maka dapat di katakan kinerja daerah tersebut bagusbaik. Berdasarkan tabel tersebut di atas, pada tahun 2004 kapasitas tertinggi adalah Kota Surakarta 55,20x, dan yang terendah adalah Kabupaten Wonogiri 18,21x. Pada tahun 2005 kapasitas tertinggi masih Kota Surakarta 51,34x, dan yang terendah adalah Kabupaten Wonogiri 16,79x. Dan pada tahun 2006 tingkat kapasitas tertinggi masih Kota Surakarta 48,19x, dan tingkat kapasitas fiskal terendah adalah Kabupaten Wonogiri 16,49x.

4. Upaya Fiskal

Tingkat perbandingan upaya fiskal ketujuh daerah di eks Karesidenan Surakarta selama tiga tahun anggaran adalah sebagai berikut : Tabel IV.39 Perbandingan Upaya Fiskal Tahun Anggaran 2004-2006 KabupatenKota Elastisitas PAD terhadap PDRB atas dasar harga berlaku Keterangan Surakarta 1,59 Elastis Sukoharjo 2,87 Elastis Wonogiri 1,65 Elastis Karanganyar 2,41 Elastis Sragen 1,21 Elastis Boyolali 4,03 Elastis Klaten 1,28 Elastis Sumber: Data APBD Diolah Elastisitas PAD terhadap PDRB menunjukkan pengaruh perubahan PDRB terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah PAD. Semakin besar hasilnya maka perubahan PDRB akan semakin berpengaruh terhadap perubahan PAD. Berdasarkan tabel IV.39 terlihat bahwa elastisitas PAD terbesar adalah Kabupaten Boyolali 4,03, dan elastisitas PAD yang terendah adalah Kabupaten Sragen 1,21. Rekapitulasi Derajad Otonomi Fiskal Daerah Tahun Anggaran 2004-2006 Tabel IV.40 Kabupatenkota Derajad Desentralisasi Fiskal Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal Upaya Fiskal Surakarta rendah mampu belum mampu elastis Sukoharjo rendah mampu belum mampu elastis Wonogiri rendah mampu belum mampu elastis Karanganyar rendah mampu belum mampu elastis Sragen rendah mampu belum mampu elastis Boyolali rendah mampu belum mampu elastis Klaten rendah mampu belum mampu elastis Secara keseluruhan berdasarkan keempat perbandingan analisis yang telah disampaikan, dapat dikatakan bahwa kinerja pemerintah daerah di eks Karesidenan Surakarta selama tiga tahun anggaran 2004-2006 jika dilihat dari perbandingan derajad dessentrlisasi fiskal tingkat kinerja yang paling baik adalah Kota Surakarta, kemudian kinerja yang paling rendah adalah Kabupaten Wonogiri. Sedangkan jika dilihat dari perbandingan tingkat kebutuhan fiskal yang paling besar adalah Kota Surakarta dan kebutuhan yang terendah adalah Kabupaten Sukoharjo. Yang memiliki kapasitas fiskal tertinggi adalah Kota Surakarta dan kapasitas fiskal terendah adalah Kabupaten Wonogiri. Sedangkan upaya fiskal atau elastisitas PAD terhadap PDRB yang tertinggi adalah Kabupaten Boyolali dan yang terendah adalah Kabupaten Sragen. 80

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberhasilan otonomi daerah diperlukan kesiapan pemerintah daerah disegala bidang, terutama kesiapan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan-tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk memberdayakan potensi yang ada, sehingga dari segi keuangan yang merupakan unsur utama dalam menjalankan pemerintahan dapat dicapai kemandirian. Berdasarkan hasil analisis, kinerja keuangan pemerintah daerah kabupatenkota di eks Karesidenan Surakarta adalah sebagai berikut: 1. Kemandirian pemerintah daerah disetiap kabupatenkota di eks Karesidenan Surakarta masih relatif rendah karena pemerintah daerah masih sangat tergantung kepada pemerintah pusat. Kinerja pemerintah daerah di eks Karesidenan Surakarta dilihat dari aspek keuangannya belum berhasil untuk mencukupi kebutuhan daerahnya sendiri. Terlihat dari hasil perhitungan derajad desentralisasi fiskal, rasio PAD dan BHPBP memiliki proporsi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio sumbangan atau bantuan dari pemerintah pusat. Dimana PAD dan BHPBP secara rata-rata selama tiga tahun anggaran 2004-2006 sebesar 9,14 dan 5,68 sedangkan rasio sumbangansubsidi dari pemerintah pusat sebesar 84,64. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah daerah kabupatenkota di

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan (Studi Empiris pada Wilayah Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Wilayah karesidenan Surakarta).

0 0 9

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEUANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK DESENTRALISASI FISKAL ( Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ).

0 0 7

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008).

0 3 8

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 7

Lampiran 1 ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ( Studi Empiris Pada Wilayah Karisidenan Surakarta ).

0 0 27

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 2 13

PENDAHULUAN ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN (Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo).

0 1 8