5.3. Pengaruh Pemberian Berbagai Kadar Koagulan Biji Kelor terhadap Kadar Mangan Mn Air Sumur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pemanfaatan biji kelor sebagai koagulan menunjukkan peningkatan terhadap kadar mangan Mn sampel air sumur.
Hal ini dapat terlihat pada tabel 4.3, dimana rata-rata kadar mangan Mn pada kontrol maupun pada perlakuan penambahan koagulan biji kelor tidak menunjukkan
adanya penurunan melainkan terjadi peningkatan. Pada kontrol diketahui bahwa rata- rata kadar mangan Mn adalah 2,15286 mgl. Begitu juga pada perlakuan
penambahan koagulan biji kelor untuk masing-masing kadar koagulan. Rata-rata kadar mangan Mn nya dengan penambahn koagulan biji kelor 20 mg, 40 mg, 60
mg, dan 80 mg secara berurutan adalah 2,30891 mgl, 2,31229 mgl, 2,32776 mgl, dan 2,26810 mgl. Angka ini tetap menunjukkan kadar mangan Mn yang berada di
bawah baku mutu air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 416MENKESPerIX1990.
Terjadinya peningkatan kadar mangan Mn disebabkan oleh senyawa karbohidrat berupa glukosa yang ada dalam biji kelor. Biji kelor yang matang, selain
mengandung protein juga mengandung karbohidrat. Ketika biji kelor ditambahkan dalam sampel air tersebut, mangan teroksida akan bereaksi dengan glukosa seperti
reaksi di bawah ini: C
6
H
12
O
6
+ 12MnO
2
+ 24H
+
= 6CO
2
+ 12Mn
2+
+ H
2
O Pada reaksi tersebut dapat dijelaskan bahwa, mangan teroksidasi berupa koloid MnO
2
bereaksi dengan glukosa dalam suasana asam. Akibat reaksi ini, mangan tereduksi akan terurai menjadi mangan valensi dua Mn
2+
. Dengan terbentuknya mangan
Universitas Sumatera Utara
valensi dua ini, maka bertambahlah konsentrasi mangan terlarut di dalam ini. Hal ini yang menunjukkan bahwa pada reaksi koagulasi sampel air sumur terhadap biji kelor
terjadi peningkatan kelarutan mangan dalam air sampel tersebut.
5.4. Kadar Koagulan Biji Kelor yang paling efektif untuk Menurunkan Kadar Besi Fe Air Sumur
Berdasarkan hasil uji kruskal wallis, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan penurunan kadar besi Fe yang signifikan setelah penambahan koagulan
biji kelor. Kemudian berdasarkan hasil uji BNT terhadap penurunan kadar besi Fe untuk mengetahui pasangan rata-rata yang berbeda nyata dan menentukan kadar
koagulan biji kelor yang optimal dalam menurunkan kadar besi Fe tersebut. Pada kadar 20 mg koagulan biji kelor merupakan kadar yang paling optimal untuk
menurunkan kadar besi Fe, dimana perbedaan rata-rata kadar besi Fe berbeda nyata dengan kadar yang lebih rendah yaitu 0 mg kontrol, 40 mg, dan 60 mg
koagulan biji kelor, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu80 mg koagulan biji kelor. Koagulan biji kelor dengan konsentrasi 20 mg
tersebut dapat menurunkan kadar besi Fe hingga sebesar 90,85. Pada uji BNT yaitu tabel 4.7. menunjukkan adanya perbedaan antara 0 mg
dengan 20 mg, 0 mg dengan 40 mg, 0 mg dengan 60 mg, dan 0 mg dengan 80 mg. Untuk kadar 20 mg menunjukkan adanya perbedaan nyata yaitu antara 20 mg dengan
40 mg dan 20 mg dengan 60 mg. Sedangkan kadar 20 mg dengan 80 mg tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini terlihat dengan nilai p pada
masing-masing pasangan. Pada pasangan kadar 20 mg dengan 40 mg nilai p 0,006 0,05, dan pasangan kadar 20 mg dengan 60 mg nilai p 0,003 0,05. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
pasangan kadar 20 mg dengan 80 mg memiliki nilai p 0,052 0,05. Dengan demikian pada pasangan 20 mg dengan 80 mg tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata, maka kadar biji kelor sebagai koagulan yang mampu menurunkan kadar besi dalam air adalah pada kadar 20 mg dan 80 mg. Namun, persentase penurunan besi
lebih efektif pada kadar 20 mg, maka sebagai koagulan digunakan kadar 20 mg karena juga lebih efisien.
5.5. Nilai Efisiensi Penggunaan Koagulan Biji Kelor untuk Mengolah Air di Kelurahan Besar