f. Ukuran tubuh antropometri. Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh
merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Vessy at.al 1990 menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki
resiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus.
2.6. Nordic Body Map
Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja Wilson and Corlett, 1995. Untuk
mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat digunakan kuesioner Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checlist
ergonomi yang sudah terstandarisasi.
Joanne O. Crawford dalam Jurnal Oxford 2007, mengemukakan bahwa Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai wawancara
terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah muskuloskeletal yang dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari studi difokuskan pada isu-isu
muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila diberikan sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung
bagian bawah, pergelangan tangantangan, pinggangpantat, lutut dan tumitkaki Kroemer, 2001. Adapun gambarnya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Nordic Body Map
0.leher bagian atas 1 leher bagian bawah
2 bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan
4 lengan atas kiri 5 punggung
6 lengan atas kanan 7 pinggang
8 bokong 9 pantat
10 Siku kiri 11 Siku kanan
12 lengan bawah kiri 13 lengan bawah kanan
14 pergelangan tangan kiri 15 pergelangan tangan kanan
16 jari-jari tangan kiri 17 jari-jari tangan kanan
18 paha kiri 19 paha kanan
20 lutut kiri 21 lutut kanan
22 betis kiri 23 betis kanan
24 pergelangan kaki kiri 25 pergelangan kaki kanan
26 jari kaki kiri 27 jari kaki kanan
Universitas Sumatera Utara
2.7. Industri Informal
Industri informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi danatau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan
penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut, bekerja dengan keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga maupun keahlian KBBI, 2010.
Menurut Notoatmodjo 1989 dalam Departemen Kesehatan RI 1994 menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal
sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan. Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara
kecil-kecilan. Menurut Simanjuntak 1985 dalam Depkes RI 1994, sektor informal adalah
kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: 1.
Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja
yang tidak ketat. 2.
Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha kecil-kecilan.
3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan
Terbatas atau CV. 4.
Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relatif lebih mudah daripada formal.
Universitas Sumatera Utara
Timbulnya sektor
informal adalah
akibat dari
meluapnya atau
membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup
menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini
berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal Depkes RI, 1994.
Dalam kelompok masyarakat desa dan kota terdapat perbedaan tantangan hidup. Oleh karenanya sektor informal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu Depkes
RI, 1994: 1.
Kelompok sektor informal desa Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di desa pada umumnya meliputi
bidang pertanianperikanan, perkebunan dan kerajinan tangan seperti anyaman, menyulam, pembuatan tempetahu, keramik dan sebagainya.
2. Kelompok sektor informal kota
Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di kota pada umumnya meliputi bidang-bidang perdagangan pedagang baso, warung nasi, jamu gendong,
pedagang es, tukang koran dan pedagang bermacam-macam minuman dan makanan baik keliling maupun disuatu tempat, kerajinan tangan tukang
jahit, tukang bordir, pembuat dan penjaja mainan anak-anak, pemahat, dan sebagainya, bidang jasa seperti tukang tambal ban, tukang jam, tukang becak,
dan bermacam-macam usaha perantara atau calo, bidang keuangan seperti
Universitas Sumatera Utara
tukang membungan uang atau “rentenir”. Disamping itu sekarang ini pemulung juga diperhitungan sebagai usaha sektor informal di kota.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2002, sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun
penerimaanya. 2.
Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah.
3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian. 4.
Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.
5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.
6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan
rendah. 7.
Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat
pendidikan. Menurut ICHOIS 1997, gambaran umum industri sektor informal
mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Timbulnya resiko bahaya pekerjaan yang tinggi.
2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan menentukan pelayanan kesehatan kerja yang adekuat.
Universitas Sumatera Utara
3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor resiko kesehatan kerja. 4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja
yang panjang. 5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan
manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan. 6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat kerja.
7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik. 8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, social asuransi
kesehatan dan fasilitas kesejahteraan.
2.8. Kerangka Konsep Pekerja