Dasar Hukum Pelaksanaan Bagi Hasil Pada Bank Sumut Syariah

BMI juga memiliki kewajiban moral untuk membantu bank-banak syariah yang baru berdiri, setidaknya untuk berbagi pengalaman dengan mereka. 65 . Bank Muamalat Indonesia pun telah mengambil posisi demikian. Sejumlah staf ahli BMI ikut terlibat langsung dalam berbagai pelatihan perbankan syariah. Langkah demikian memang mengandung resiko bagi BMI, terutama menyangkut transaksi antar bank. Kendala sebagai single fighter ini insya Allah akan dapat teratasi dengan semakin ramainya pemain di industri bank syariah. Minimal, ada mitra untuk meminjam di kala kekurangan dana dan di kala kelebihan komoditas.

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Bagi Hasil Pada Bank Sumut Syariah

Cabang Lubuk Pakam 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah memberi indikasi penegasan eksistensi prinsip usaha bank berlandaskan syariah dalam Pasal 1 angka 3, yang isinya bahwa, “Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensioanl dan atau berdasrakan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Dari ketentuan di atas, secara eksplisit di Indonesia terdapat 2 dua prinsip dalam perbankan yaitu prinsip perbankan syariah dan prinsip perbankan konvensional. Namum pada hakikatnya kedua jenis prinsip perbankan ini 65 Ibid, hal. 280. Universitas Sumatera Utara mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Perbedaan paling mendasar antara bank syariah dan bank konvensional adalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga interest free, tetapi berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian profit and loss sharing pronciple. Dalam bank syariah, praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba sejauh mungkin ditinggalkan dan diganti dengan kegiatan- kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan, karena riba merupakan suatu dosa besar dalam Islam. Kekhawatiran akan riba inilah yang merupakan faktor utama berdirinya bank Islam bank syariah. Hingga awal abad XX, bank syariah hanya merupakan diskusi teoritis. Belum ada langkah nyata yang memungkinkan perwujudan ide tersebut. Padahal telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilakan kesejateraaan sosial yang merata di negara-negara Islam atau negara-negara berpenduduk Islam. 66 Upaya untuk memperkenalkan bank syariah pada saat itu baru berupa diskusi terbatas atas inisiatif individu. Namun upaya tersebut seolah tenggelam di tengah kuatnya arus sistem operasional bank-bank non Islam bank konvensional. Seolah-olah tidak ada celah yang untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip syariah. Walaupn belum mempuanyai bentuk konkrit, gagasan tersebut terutama berkembang, meskipun dengan perlahan. Beberapa uji coba mulai dilakukan, 66 Muhammad Syafi’i Antonio., Op. cit, hal. 271. Universitas Sumatera Utara mulai dari bentuk yang sederhana hingga terbentuknya infra struktur perbankan yang bebas bunga. Rintisan bank syariah mulai mewujud di Mesir pada tahun 1960-an yang beroperasi sebagai rural-social bank semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia di samping delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamar Bank binaan Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil. Namun intitusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam. Pada sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam OKIdi Karachi Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut studi tentang pendirian Bank Islam International untuk Perdagangan dan Pembangunan International Islamic Bank For Trade and Development dan proposal pendirian Federasi Bank Islam Federation of Islamic Banks dikaji para ahli dari 18 negara Islam. Proposal tersebut pada intinya mengusulkan agar sistem keuangan berdasakan bunga diganti dengan suatu kerjasama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima dan sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk: 67 1. Mengatur transaksi komersial antar negara Islam. 2. Mengatur institusi pembangunan dan investasi. 67 Ibid, hal. 272. Universitas Sumatera Utara 3. Merumuskan masalah transfer, kliring, serta settlement antar bank sentral di negara Islam sebagai langkah awal untuk terbentuknya sistem perekonomian Islam yang terpadu. 4. Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di negara Islam. 5. Mendukung upaya-upaya bank sentra di negara Islam dalam hal pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja Islam. 6. Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat. 7. Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral Islam. Selain hal tersebut di atas, diuraikan pula pembentukan badan-badan khusus yng disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam Investment and Development Body of Islamic Countries. Badan tersebut berfungsi sebagai berikut: 68 1. Mengatur investasi modal Islam. 2. Menyeimbangkan investasi dengan pembangunan di negara Islam. 3. Memiliki lahansektor yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya. 4. Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk, investasi regional di negara-negara Islam. Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Bengazhi, Libya, Maret 1973, usulan tersebut kembali diagendakan. Sidang kemudian juga memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian bank Islam. Rancangan pendirian bank tersebut berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua, pada bulan Mei 1974. Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975, menyetujui pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank IDB 68 Ibid., hal. 273. Universitas Sumatera Utara dengan modal awal 2 milyar dinar Islam atau ekuivalen dengan 2 milyar SDR Special Drawing Right. Semua negara anggota OKI menjadi anggota IDB. Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat dari 22 menjadi 43 nehagar. IDB juga terbukti mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan negara-negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjamanm bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di bebagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah institusi riset dan peralihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik perbankan maupun keuangan secara umum lembaga ini disebut IRTI International Reseaerch and Training Institute. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan paduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial Islamic coomercial bank, dan Kedua, lembaga investasi dalam bentuk International holding companies. Universitas Sumatera Utara

2. Dasar Hukum Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits

Pelaksanaan operasional bank syariah didasarkan atas prinsip-prinsip berikut: 69 1 Larangan riba. Riba dalam Islam hukumnya haram. Hal ini diatur dalam Al Qur’an dan Al-Hadits sebagai dasar hukum , yaitu: a. Q.S. AlBaqarah 2 : 275-179 b. Q.S. Ali Imran 3 : 130 c. Q.S. Ar-Rum 30 : 39 d. Hadits Rasulullah SAW. Riwayat Al-Hakim: “Dan sabda Nabi SAW : dosa riba adalah lebih besar di sisi Allah Ta’ala daripada tiga puluh tiga kali perzinaan yang dilakukan seorang lelaki dalam Islam” 2 Mengutamakan dan mempromosikan perdagangan dan jual beli. Dasar hukumnya adalah: a. Q.S. An-Nisa 4 : 29; b. Q.S. Faathir 35 : 29-30, Ash-Shaff 61 : 10-11, dan At-Taubah 9 : 111; dan c. Hadits Rasulullah SAW. Hadits Riwayat Al-Bazaar, bahwa Nabi SAW pernah ditanya: “Mata pencaharian apa yang paling baik? Nabi menjawab: “Seorang pekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mulus dan bersih”. 69 Amin Azis., Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, Buku Kesatu, Cetakan Pertama Penerbit Bangkit, 1992. Universitas Sumatera Utara 3 Keadilan. Dasar hukumnya antara lain Q.S.Al-Israa 17: 16-35, An-Nisaa 4: 160-161, Q.S. Al-An’am 6 : 162 4 Kebersamaan dan Tolong Menolong. Dasar hukumnya antar lain Q.S. Al-Asr 103 : 1-3, Al-A’raf 7 : 10, 4 : 32, Al-Baqarah 2 : 212. Hadits Nabi SAW sebagai berikut: “Hadits Riwayat Thabrani yang artinya: “Bila kalian telah selesai shalat shubuh janganlah kalian tidur, lalu mencari rizki kalian”. Adapun bentuk-bentuk nyata prinsip-prinsip perbankan syariah tersebut di atas diwujudkan dalam benutuk-bentuk usaha berikut ini: 70 a. Al-Wadi’ah. Yaitu perjanjian antara pemilik barang termasuk uang dengan penyimpanan termasuk bank dimana pihak penyimpanan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya. Jadi al-wadi’ah ini merupakan titipan murni yang dipercayakan oleh pemiliknya. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tesebut menjadi hak penyimpan. Dasar hukum Al Wadi’ah ialah: Q.S. Al-Baqarah : 238 dan Q.S. An-Nisa : 58. b. Al-Mudharabah. Yaitu perjanjian antar pemilik modal uang atau barang dengan pengusaha enterpreneur. Dalam perjanjian ini pemilik modal membiayai sepenuhnya suatu proyek usaha dan pengusaha, setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak diperkenankan ikut dalam pengelolaan 70 Warkum Sumitro., Loc. cit, hal. 31. Universitas Sumatera Utara usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewengan atau penyalahgunaan oleh pengusaha. Dasar hukum Al-Mudharabah ialah: Q.S. Al-Muzammil : 20, Q.S. Al Jumm’ah : 10 dan Q.S. Al-Baqarah : 198. c. Al-Musyarakah. Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih pemilik modal uang atau barang untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa pasar modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing. Dasar hukum Al- Musyarakah adalah: Q.S. An-Nisa: 12 dan Q.S Shad : 24, dan Hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Allah SWT telah berkata, “ Aku menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain, seandainya berkhianat maka Aku keluar dari peyertaan tersebut” HR. Abu Daud. d. Al-Murabahah dan Al- Bai’u Bithaman Ajil. Al-Murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi cara pembayaran sekaligus. Sedangkan Al-Bai’u Bithaman Universitas Sumatera Utara Ajil adalah persetujuan jual beli dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran. Dasar hukum dari kedua jenis persetujuan ini di dalam Al Qur’an adalah : Q.S. An-Nisa : 29 dan Q.S. Al Baqarah : 275 dan Hadits Nabi SAW yang berbunyi: 1 Dari sabda ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkatan, yaitu 1 menjual dengan pembayaran secara kredit, 2 muqaradhah nama lain dari mudharabah, 3 mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual. HR. Ibnu Majah, Subli Assalam 2 Dari Abu Said Al-Hudri bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan secara suka sama suka”. HR. Al Baihaqi, Ibnu Majah dan Sahih menurut Ibnu Hibban. e. Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri. Al-Ijarah adalah perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikan kepada pemilik. Sedangkan Al-Ta’jiri adalah perjanjian antara barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah Universitas Sumatera Utara pihak. Dasar hukum Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri adalah Q. S. Al-Qashas : 26 dan Q. S. At-Thalaq : 6. f. Al-Qardhul Hasa. Yaitu suatu pinjaman yang diberikan atas kewajiban sosial semata, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman dan biaya administrasi. Dasar hukumnya adalah : Q. S. Al Baqarah : 245 dan Q. S. Al-Muazammil : 20. Dasar hukum berupa Hadits adalah Ibnu Mas’ud ra yang diriwayatkan oleh Riwayat Muslim, bahwa Rasulullah SAW telah berasbda, “Barangsiapa yang telah melepaskan saudaranya yang miskin dari satu kesusahan-kesusahan dunia maka Allah akan lepaskan satu kesusahan padanya di hari akhir. Barangsiapa telah membantu saudaranya yang kesulitan di dunia, maka Allah akan membantunya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah selalu membantu seorang hamba, selama hamba tersebut membantu saudaranya”. Selain fasilitas-fasilitas di atas, bank syariah juga memberikan fasilitas berupa produk-produk di bawah ini: 1. Al-Kafalah. Yaitu pemberian garansi kepada nasabah untuk menjamin pelaksanaan proyek dan pemenuhan kewajiban tertentu oleh pihak yang dijamin dengan cara bank meminta pihak yang dijamin dengan cara meminta pihak yang dijamin untuk menyetorkan sejumlah dana sebagai setoran jaminan dengan prinsip Al-Wadi’ah. Hasilnya, bank akan memperoleh fee. 2. Al-Hiwalah. Yaitu jasa bank untuk melakukan kegiatan transfer kiriman uang atau pengalihan tagihan. Dari kegiatan ini bank akan memperoleh fee sebagai imbalan. Universitas Sumatera Utara 3. Al-Wakalah. Yaitu jasa penitipan uang atau surat berharga, untuk itu bank mendapat kuasa dari yang menitipkan untuk mengelola uang atau surat berharga tersebut. Dalam hal ini bank akan memperoleh fee sebagai jasanya. 4. Al-Sharf. Yaitu kegiatan jual beli suatu mata uang dengan mata uang lainnya. Jika yang diperjualbelikan adalah mata uang yang sama maka nilai mata uang tersebut haruslah sama dan penyerahannya juga dilakukan pada waktu yang sama.

1. Pengawasan Pada Bank Syariah

Sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank syariah mesti diawasi dengan ketat seperti pengawasan yang dijalankan terhadap bank-bank lainnya. Namun khusus untuk bank syariah diadakan suatu sistem pengawasan yang lebih cermat, yaitu sistem pengawasan rangkap two tier, yaitu: 71 a. Pengawasan Umum Pengawasan umum adalah suatu pengawasan yang sama dengan yang berlaku pada bank umum konvensional. Untuk pengawasan yang sama dengan yang berlaku pada bank umum konvensional. Untuk pengawasan ini Bank Indonesia bertindak sebagai pengawas utama, di samping pengawasan- pengawasan lain seperti pengawasan internal oleh dewan komisaris bank, dan lain-lain. b. Pengawasan Syariah 71 Munir Fuady., Loc. cit, hal. 173. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32341999 Pasal 19 Ayat 2, dalam menjalankan operasionalnya, bank syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah DPS yang berkedudukan di kantor pusat bank tersebut. Dewan yang tidak terdapat pada bank konvensional ini berfungsi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dan tidak menyimpang dari tuntutan Syariah Islam Pasal 20 Ayat 1. Dalam menjalankan fungsinya maka DPS wajib mengikuti fatwa Dewan syariah Nasional Pasal 20 Ayat 2. 72 Dewan Syariah Nasional adalah suatu badan yang dibentuk oleh MUI pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah. Fungsi dewan ini adalah mengawasi, meneliti dan memberi fatwa bagi produk- produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan dan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. 73 Dewan Pengawasan Syariah adalah suatu dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah Islam. Dewan Pengawas Syariah bertugas mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi-transaksi bisnis yang ada pada bank syariah untuk menentukan apakah masalah tersebut sesuai dengan ketentuan- ketentuan syariah Islam. 74 Agar dewan dapat melaksanakan tugas dengan baik dan tetap berpijak pada fungsi amanah tersebut, maka keanggotaanya disyaratkan terdiri dari orang- 72 Sutan Remy Sjahdeini., Perbankan Islam, Putaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, hal. 151. 73 Muhammad Syafi’I Antonio., Op. cit, hal. 285. 74 Karnaen Perwataatmadja., dan Muhammad Syafi’I Antonio., Op. cit, hal. 2. Universitas Sumatera Utara orang yang ahli syariah dan sedikit banyak menguasai hukum dagang positif serta berpengalaman dalam penyelenggaraan kontrak-kontrak bisnis. Wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah: 75 a. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah daro operasional bank Islam, baik penyerahan dana, penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya. b. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank Islam yang telah atau sedang berjalan namun dinilai pelaksanaan bertentangan dengan ketentuan syariah. Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan ini sangat tergantung pada independensinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Oleh karena itu, untuk menjamin independensi dewan ini maka untuk keanggotaannya disyaratkan sebagai berikut: 76 a. Bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif b. Dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian pula penentuan tentang honorariumnya c. Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya badan pengawas lainnya. Untuk menyatukan pendapat antara Dewan Pengawas Syariah yang mungkin berbeda satu dengan lainnya, untuk tingkat internasional telah dibentuk International Association of Islamic Bank’s yang berkedudukan di Kairo. Sedangkan di tingkat nasional dibentuklah suatu Konsorsium Dewan Pengawas Syariah Nasional di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia MUI bekerja sama dengan Bank Indonesia.

2. Leason Syariah

75 Ibid., hal. 3. 76 Ibid., hal. 5. Universitas Sumatera Utara Oleh karena Dewan Pengawas Syariah secara administratif tidak berada di bawah kekuasaan bank, maka dibentuk suatu penghubung atau perantara Dewan Pengawas Syriah dengan Dewan Direksi Bank. Perantara ini disebut Leason Syariah yang tugas-tugasnya meliputi: 77 a. Menyusun dan melaksanakan program jangka panjang dan jangka pendek sekretariat Dewan Pengawas Syariah. b. Memberikan informasi tentang mekanisme operasional bank Islam dan prinsip syariah kepada pihak luar dengan persetujuan Dewan Direksi dan atau Dewan Pengawas Syariah. c. Mengenai jalannya aktifitas bank Islam dan mengajukan ke Dewan Pengawas Syariah apabila Bank Islam terbukti melakukan suatu pelanggaran. d. Menyusun dan melaksanakan paket atau modul-modul tertentu untuk meningkatkan intelektualitas dan komitmen keislaman segenap jajaran dan segmen bank Islam. e. Memberi kejelasan syariah kepada segenap jajaran internal bank. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan tambahan modal kerja untuk membiayai suatu usaha produktif, halal dan menguntungkan perlu disediakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut dan sesuai dengan prinsip syariah. Pemberian pembiayaan untuk tujuan modal kerja dapat diberikan dengan prinsip mudharabah dan musyawarah. Maka beberapa ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan sehubungan dengan penerapan prinsip syariah tersebut adalah: 78 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3471 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Nomor 3790; 77 Ibid, hal. 4. 78 Dasar hukum penerapan sistem pembagian hasil berdasarkan prinsip syariah pada PT. Bank Sumut Syariah Cabang Lubuk Pakam berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Bank Sumut Nomor 120DIRDUSY-PDJSSK2009 tentang Pembiayaan Modal Kerja. Universitas Sumatera Utara 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tanggal 16 Juli 2008 Tentang Perbankan Syariah; 3. Akta notaris Alina Hanum SH Nomor 38 Tanggal 16 April 1999 tentang pendirian PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dengan di singkat PT. Bank SUMUT yang telah mendapat pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C-8224 HT.01.01.TH 99 tanggal 05 Mei 1999 dan diumumkan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 06 Juli 1999 dan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir diubah dengan Akta Nomor 39 tanggal 10 Juni 2008 yang dibuat dihadapan H.Marwansyah Nasution, SH Notaris di Medan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-87927.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 20 November 2008 dan diumumkan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 10 tanggal 03 Februari 2009; 4. Surat keputusan Dewan Komisaris PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara Nomor 65DK-BPDSUSK2004 tanggal 3 November 2004 tentang tata tertib dan tata cara menjalankan Pekerjaan Direksi PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara; 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 83PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 tantang kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubah peraturan Bank Indonesia Nomor : 97PBI2007 tanggal 04 Mei 2007; 6. Peraturan Bank Indonesia Nomor : 919PBI2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah sebagaimana diubah peraturan Bank Indonesia Nomor 1016PBI2008 tanggal 25 September 2008; 7. Surat edaran Bank Indonesia Nomor 1014DPBS tanggal 17 Maret 2008 perihal pelaksanaan dan penyaluran dana serta pelayanan Jasa Bank Syariah; 8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 tanggal 14 November 2005 tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; 9. Surat Keputusan Direksi PT. Bank SUMUT Nomor 057DIRDUSY- PDJSSK2009 tanggal 12 Mei 2009 tentang Penyempurnaan Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana pada PT. Bank SUMUT Unit Usaha Syariah; 10. Fatwa dewan Syariah Nasional Nomor 07DSN-MUIIV2000 tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H04 April 2000 tentang Pembiayaan Mudharabbah qiradh; Surat keputusan tersebut mulai berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2009 dan bilamana dikemudian hari terdapat kekeliruan atau ketidasesuaian di dalamnya Universitas Sumatera Utara maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan perkembangan keadaan dengan kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan terkait agar dapat tercapai kepastian hukum sehubungan dengan penerapan prinsip-prinsip syariah pada sistem perbankan saat ini.

C. Pelaksanaan Bagi Hasil Pada Bank Sumut Syariah Cabang Lubuk Pakam