Perkembangan Perbankan Indonesia Pelaksanaan Bagi Hasil Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum Perbankan Indonesia (Studi Pada Bank Sumut Syariah Cabang Lubuk Pakam Deli Serdang)

mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas- petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenan dengan dunia perbankan tersebut. 27 Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut : 28 1. Asas-asas perbankan seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan hak dan kewajiban bank; 2. Para pelaku bidang perbankan seperti dewan komisaris, direksi, dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk-bentuk badan hukum pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing; 3. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah dan lain-lain; 4. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral dan lain-lain; 5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, pengawasan, prudentbanking dan lain-lain.

B. Perkembangan Perbankan Indonesia

Perkembangan perbankan di Indonesia telah melalui beberapa kurun waktu, yaitu : 29 27 Munir Fuady., Hukum Perbankan Modren, Citra Aditya Bakti, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 14. 28 Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 10. Universitas Sumatera Utara 1. Perbankan zaman penjajahan Belanda 2. Perbankan zaman Jepang 3. Perbankan zaman kemerdekaan Indonesia a. Perbankan zaman Orde Lama b. Perbankan zaman Orde Baru c. Perbankan masa pasca krisis moneter

1. Perbankan pada zaman penjajahan Belanda

Sejarah dan hukum perbankan di Indonesia dimulai sejak zaman Vereenigde Oost-Indeische Compagnie VOC yang merupakan serikat perdagangan Belanda di Indonesia, sekaligus sebagai cikal bakal penjajahan Belanda di Indonesia. Perusahaan pertama yang menjalankan fungsi bank di Indonesia adalah De Nederlandsche Handel Maatschappij NHM pada tahun 1824, yang secara resminya merupakan perusahaan dagang. Pada tahun 1827 barulah pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah bank yang bernama De Javasche Bank yang berfungsi untuk mengeluarkan uang dan mengawasi peredarannya. Bank ini sekarang menjadi Bank Indonesia, sedangkan NHM kemudian menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia.Kemudian didirikanlah sebuah bank swasta yang pertama kali di Indonesia yang bernama NV. Escompto Bank pada tahun 1857, yang setelah dinasionalisasikan pemerintah Indonesia berganti menjadi Bank Dagang Negara. Pada tahun 1895 didirikan beberapa koperasi simpan pinjam yang kemudian digabung menjadi satu pada tahun 1934 dengan nama Algemeene 29 Munir Fuady., Op. Cit, hal. 24. Universitas Sumatera Utara Volkscrediet Bank AVB. Selain itu pada tahun 1898 dengan bekerja sama dengan Jawatan Pos, pemerintah Hindia Belanda mendirikan pula Post Spaartbank, yakni semacam bank tabungan. Selain dari bank-bank yang didirikan pemerintah Hindia Belanda dan bank-bank yang didirikan oleh swasta, maka pemerintah Hindia Belanda juga membuka kesempatan terhadap berdirinya bank-bank asing di Indonesia. Bank- bank asing yang sempat berdiri di Indonesia misalnya The Charter bank of India, The Overseas Chinese Banking Coorporation, The Bank of China, The Bank of Taiwan, The Yokohama Specie Bank Yokohama Shokin Ginko, The Mitsui Bank, The Hongkong Shanghai Bank, Great Eastern Banking Cooporation, dan lain- lain. 30 Selain dari bank-bank tersebut di atas, maka di zaman pemerintahan Hindia Belanda sudah diakui keberadaan Lembaga Perkreditan Rakyat, terutama setelah keluarnya S. 1929 No. 357, tanggal 14 September 1929, yang berisikan ketentuan-ketentuan tentang Badan-badan Perkreditan Desa dalam provinsi- provinsi di Jawa dan Madura di luar wilayah kotapraja.

2. Perbankan zaman pemerintahan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang, kebanyakan bank-bank yang sudah ada pada masa pemerintahan Belanda ditutup atau dikuasai oleh pemerintah Jepang. Satu-satunya bank yang beroperasi adalah bank yang dioperasikan putera Indonesia, yaitu Bank Rakyat Indonesia yang awalnya bernama Algemeene 30 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan imdonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993, hal. 49. Universitas Sumatera Utara Volkscrediet Bank AVB. Berdasarkan ketentuan dalam Osamu Serei Nomor 8 Tahun 2602 Tahun Jepang, nama AVB diganti menjadi Syomin Ginko. 31 Akan tetapi setelah pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia, beberapa bank yang sempat ditutup oleh pemerintah Hindia Belanda, dibuka kembali. Maka dibukalah kembali Bank of Taiwan, Yokohama Bank, dan Mitsui Bank. Demikian pula halnya dengan Nanpo Kaihatsu Kinko yang pada tanggal 1 April 1943 membuka empat kantor di Jawa dan empat kantor di Sumatera. Sementara Bank Tabungan milik pemerintah Hindia Belanda yang sempat dibekukan oleh pemerintah Jepang kemudian dibuka kembali pada tanggal 1 April 1942 dengan nama Tyokin Kyoku. 32

3. Perbankan zaman kemerdekaan Indonesia

a. Perbankan zaman orde lama

Setelah kemerdekaan, dalam sidang Dewan Menteri tanggal 19 September 1945, pemerintah Republik Indonesia, mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Pelaksanaan pembentukannya dipercayakan kepada Tuan RM Margono Djojohadikusumo. Sebagai realisasinya, pada tanggal 14 Oktober 1945, dengan akta notaris RM Soerojo, notaris di Jakarta, terbentuklah Yayasan Pusat Bank Indonesia. 33 Selain itu pada tanggal 17 Agustus 1946 diresmikanlah Bank Negara Indonesia 1946, yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Perppu Nomor 1 Tahun 1946, pada tanggal 5 Juli 1946. Selain sebagai bank komersial, BNI 1946 juga berfungsi sebagai bank sentral. 31 Muhammad Djumbana, Op. cit, hal. 50. 32 Widjanarto, Op. cit, hal. 5. 33 Munir Fuady, Op. cit, hal. 26. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946, tanggal 22 Februari 1946, pemerintah mendirikan Bank Rakyat Indonesia BRI yang sebenarnya merupakan terusan dari De Algemeene Volkscrediet. Peraturan mengenai perbankan dalam bentuk Undang-undang Perbankan di zaman kemerdekaan ini untuk pertama kali diatur dalam Undang-undang No.11 Tahun 1953 tentang Undang-Undang Pokok Bank Indonesia, yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 ini kemudian dicabut dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang dirubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pada zaman Orde Lama, maka seperti juga dalam bidang perusahaan- perusahaan yang lain, perbankan juga mengalami musim nasionalisasi dari bank- bank Belanda yang ada di Indonesia. Sedangkan Bank Belanda yang pertama kali dinasionalisasi adalah Nationale Handels Bank NHB yang merupakan sebuah perseroan terbatas yang bergerak di bidang pembiayaan perkebunan. NHB dinasionalisasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1959, didirikanlah Bank Umum Negara yang kemudian lebih dikenal dengan Bank Bumi Daya. Setelah NHB, maka bank yang dinasionalisasikan berikutnya adalah Nederlandsche Handels Maatschappij NHM dengan Undang-Undang Nomor 41prp1960. NHB yang sudah berdiri sejak tahun 1842 tersebut dinasionalisasi dengan membentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan. Di samping itu pemerintah juga menasinalisasi PT. Escompto Bank, yang ketika berdirinya pada tahun 1863 bernama Nederlabsche Indische Handelsbank. Untuk keperluan tersebut Universitas Sumatera Utara pemerintah mendirikan Bank Dagang Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 13prp1960. Sejak nasinalisasi terhadap bank-bank Belanda pada masa ini berdirilah Bank-bank Pembangunan Daerah BPD yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah setempat. Bank-bank ini didirikan berdasarkan pada Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Peristiwa penting yang patut pada masa Orde Baru adalah adanya tindakan pengintegrasian bank-bank pemerintah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Negera Indonesia, yang diprakarsai oleh Menteri Bank SentralGubernur Bank Indonesia, Jusuf Muda Dalam, berdasarkan Penetapan Presiden RI Nomor 17 Tahun 1965. 34

b. Perbankan zaman orde baru

Pada masa pemerintahan Orde Baru, perbankan Indonesia dapat dibagi ke dalam 2 periode, yaitu sebelum pakto 1988 dan setelah Pakto 1988. 1 Masa orde baru sebelum Pakto 1988 Pada masa ini dipergunakanlah prinsip anggaran berimbang dan lalu lintas devisa bebas. Di samping itu dilakukan pembentukan perangkat keras dan perangkat lunak terhadap perbankan, antara lain dengan membenahi peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perbankan ini. Maka pada tahun 1967, pemerintah mengundangkan undang-undang tentang Bank Sentral dengan 34 Ibid, hal. 28. Universitas Sumatera Utara keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang menggantikan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia Tahun 1953. Selanjutnya diterbitkan pula peraturan perundang-undangan yang bersifat administratif yang sebenarnya lebih merupakan deregulasi. Hal tersebut mulai dilakukan dengan deregulasi pada bulan Juni 1983. Hal penting dalam deregulasi ini adalah penghapusan pagu kredit, bank-bank negara dibebaskan untuk menetapkan tingkat suku bunga, dan pengurangan jumlah kredit likuiditas. Hal tersebut dilakukan untuk lebih menggairahkan masyarakat untuk menggunakan jasa-jasa perbankan dan mengurangi ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia. 35 2 Masa orde baru setelah Pakto 1988 Walaupun pada tahun 1983 telah dilakukan semacam deregulasi perbankan, akan tetapi deregulasi yang lebih fundamental dilakukan pada tahun 1988 yang dikenal dengan nama Paket Deregulasi Oktober 1988 Pakto 1988. Paket deregulasi ini memberi kemudahan bagi pertumbuhan bagi bank-bank swasta, sehingga tidak mengherankan jika kemudian bank-bank swasta tumbuh bagaikan jamur di musim hujan Pakto 1988 ini dirasakan sangat memberi kelonggaran bagi pihak-pihak yang ingin mendirikan bank. Di antara materi yang diatur oleh Pakto 1998 adalah: 36 a Pendirian bank umum dan bank pembangunan swasta dibebaskan dengan syarat mempunyai modal disetor sebesar Rp. 50 Milyar; 35 Ibid, hal. 28. 36 http:docs.google.comviewer?a=vq=cache:pxVFmdPlgCgJ:katalog.pdii.lipi.go.idin, diakses terakhir tanggal 12 Maret 2010. Universitas Sumatera Utara b Seruluh bank nasional dapat membuka kantor cabangnya di seruluh wilayah Indonesia asalakan memenuhi persyaratan 24 bulan terakhir sehat; c Perlasan kesempatan mandiri Bank Pengkreditan Rakyat; d Memoermudah pemberian statuspengakuan kepada bank sebagai bank devisa; e Mempermudah bank asing untuk membuka cabangnya di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, dan Ujung Pandang; dan f Mempermudah pendirian bank-bank patungan di lima kota besar tersebut. Ketentuan-ketentan dalam Pakto 1988 ini mengalami penyempurnaan dengan dibuatnya beberapa paket kumpulan peraturan seperti: a Mengenai tabungan, deposito, kantor BPR dan bank asing, dengan Paket Desember 1989 Pakdes 1989; b Penyempurnaan sistem perkreditan dengan Paket 29 Januari 1990 Pakjan 1990; dan c Pengawasan dan Pembinaan bank dengan Paket Februari 1991 Pakfeb 1991. Puncaknya adalah dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksananya. Perkembangan perbankan setelah Pakto 1988 ini memang sangat pesat tetapi kurang terkontrol, sehingga menimbulkan masalah dalam perbankan, dan prinsip Prudent Banking sama sekali diabaikan. Akibatnya pada sekitar tahun 1991 bank-bank besar dan kecil mengalami berbagai kesulitan karena tindakan- Universitas Sumatera Utara tindakan yang tidak sesuai hukum yang dilakukan oleh pemilik atau pimpinam bank. Kasus perbankan yang paling monumental pada masa ini adalah atas Bank Summa. 37

c. Perbankan masa pasca krisis moneter 1997

Sebagai akibat dari kemudahan yang sangat luas bagi pendirian bank pasca Pakto 1988, maka perkembangan perbankan tidak terkontrol lagi. Apalagi ditambah dengan adanya kebijakasanaan pemerintah yang terkesan sangat tetutup dalam dunia perbankan, dan longgarnya pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Hal ini diperparah dengan adanya kolusi antara pihak bank dengan pihak-pihak tertentu seperti terkuak dalam kasus mega kredit Bank Bapindo dalam kasus Edi Tansil yang cukup spektakuler itu. Keadaan dunia perbankan yang tidak menentu ini, di samping masalah- masalah regional lainnya, turut memperparah gejolak moneter di penghujung tahun1997. Kurang tangkapnya peminaan moneter di bidang ini membuat rupiah terpuruk cukup parah hingga mencapai Rp. 15.000,- per dolar Amerika. Dalam keadan kebingungan semua pihak yang terkait dalam bidang pemulihan perekenomian Indonesia, tetapi mensyratkan antara lain pembenahan sistem perbankan. Akhirnya pemerintah terpaksa mengambil keputusan yang bagaikan petir di siang bolong bagi dunia perbankan, yaitu melikuidasi 16 bank bermasalah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Tertanggal 1 November 1997. 37 Tempo Edisi Nomor 38 Tahun XXII tanggal 21 November 1992, hal. 73. Universitas Sumatera Utara Selain itu, pemerintah kemudian tidak mengunakan istilah likuidasi bank, tetapi menggantikannya dengan istilah Bank Beku Operasi BBO atau Bank Take Over BTO yang pada hakikatnya sama saja dengan pembekuan operasional bank atau pengambil alihan bank. Selain likuidasi, langkah yang diambil pemerintah adalah memerintahkan bank-bank melakukan merger agar jumlahnya tidak terlalu banyak. Juga dengan meningkatkan modal setor bank-bank umum menjadi 1 Trillin rupiah di akhir 1998, 2 Trilliun rupiah di akhir 1999, dan 3 Trilliun di akhir tahun 2000. Tapi akhirnya jumlah ini kemudian diturunkan lagi karena dirasakan tidak realitis. Badai krisis ini akhirnya melahirkan lagi suatu badan dalam bidang perbankan dengan dibentuknya Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN oleh pemerintah pada tahun 1997, yang berfungsi sebagai badan yang merawat bank-bank yang sakit.

C. Sumber Hukum Perbankan Indonesia