Mudharabah Dalam Sistem Perbankan Islam

dari Nabi Muhammad serta para sahabat dan ulama yang menyatakan keabsahan musharakah untuk dilaksanakan dalam dunia bisnis. Jadi, dalam fiqh, konsep musharakah digunakan dalam pengertian yang lebih luas daripada yang digunakan dalam konsep perbankan Islam.

C. Mudharabah Dalam Sistem Perbankan Islam

Konsep mudharabah umumnya telah dioperasionalkan dalam sistem perbankan Islam di Timur Tengah dewasa ini. Kontrak semacam ini dalam bank Islam kebanyakan digunakan bertujuan untuk perdagangan jangka pendek dan jenis usaha tertentu. Kontrak tersebut memberikan wewenang terhadap segala macam yang menyangkut pembelian dan penjualan barang yang indikasinya untuk merealisasikan tujuan utama dari perdagangan yang berdasarkan pada kontrak. Dalam hal ini, posisi mudharib bertindak sebagai nasabah bank Islam untuk meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank yang dengan dana tersebut, mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. 50 Sebelum pembiayaan tersebut disetujui, mudharib memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada bank mengenai seluk-beluk usaha yang berkaitan dengan barang, sumber pembelanjaan, maupun seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Mudharib mengajukan sejumlah persyaratan finansial yang memuat beberapa hal menyangkut ketentuan harga penjualan, arus 50 Ahmad Abdel Fattah El-Ashker., The Islamic Business Enterprise Kent: Croom Helm, 1987, hal. 76. Universitas Sumatera Utara pembayaran, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Persyaratan tersebut akan dipelajari oleh pihak bank sebelum memutuskan menyetujui pembiayaan usaha tersebut. Bank umumnya akan menyetujui membiayai usaha tersebut jika tingkat keuntungan yang diharapkan cukup menjanjikan. 51

1. Modal Mudharabah

Bank Islam dalam melakukan kontrak mudharabah menetukan sejumlah modal yang dipinjamkan ke dalam usaha yang akan dijalankan. Umumnya dana yang diberikan dalam pembiayaan kontrak mudharabah tidak diberikan kontan, hal ini memungkinkan pihak bank senantiasa mengawasi dan mengelolah usaha tersebut. Karena dalam kontrak ini pembelanjaan barang dagangan telah ditemukan dan pihak bank secara langsung akan dapat menyusun pembiayaan kepada penjual mudharib. Dana yang dipinjamkan oleh pihak bank yang dijadikan sebagai modal usaha tidak boleh diselewengkan mudharib dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain. Meskipun bank Islam mengluarkan pernyataan bahwa dana yang dipinjamkan melalui kontrak mudharabah tidak boleh digunakan untuk tujuan lain dari yang telah ditentukan dalam kontrak, namun tampaknya dalam praktek tidaklah banyak berarti.

2. Manajemen Mudharabah

Tugas mudharib dalam menjalankan pembiayaan kontrak mudharabah meliputi mengelolah dan mengatur pembelanjaan, penyimpanan, pemasaran, maupun penjualan barang dagangan. Mudharib menjamin dalam mengelolah 51 Ibid., hal. 77. Universitas Sumatera Utara barang tersebut sesuai denagan ketentuan yang telah disepakati dalam pembiayaan mudharabah. Mudharib bertangggung jawab untuk menanggung segala kerugian yang disebabakan oleh kesalahannya sendiri yang menyimpang dari prosedur ketentuan kontrak. Pihak bank tidak menanggu kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dari pihak mudharib tersebut. Mudharib harus menjaga barang tersebut dengen segala resikonya dan juga harus menyimpannya secara tepat. Singkatnaya, mudharib harus tunduk terhadap segala persyaratan yang telah ditentukan dalam kontrak yang berkaitan dengan pengelolaan usaha. Pelaksanaan tersebut umumnya diawasi oleh pihak bank.

3. Masa Berlakunya Kontrak Mudharabah

Kontrak mudharabah umumnya digunakan untuk tujuan perdagangan jangka pendek yang dapat dengan mudah menentukan masa berlakunya dan ketentuan tersebut umumnya berlaku pada bank-bank Islam. Dengan mengetahui batas berakhirnya kontrak, tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari pindajamn bank akan dapat dihitung dan diketahui hasilnya, di samping itu juga penting bagi pihak bank untuk mengakhiri pembiayaan mudharabah dan modal bank akan dikembalikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam kontrak. Apabila terjadi perpanjangan masa berlakunya kontrak yang berjalan di luar kesepakatan di awal kontrak, maka segala resiko yang terjadi dalam kontrak menjadi tanggung jawab pihak bank, oleh karenanya pihak bank tidak diperbolehkan merubah tingkat rasio keuntungan yang disepakati sesuai dengan kontrak. Sebab tingkat rasio keuntungan berlaku tetap constan di seluruh masa Universitas Sumatera Utara kontrak mudharabah, sedangkan perpanjangan terhadap masa berlakunya berarti akan mengikis pengembalia modal yang dipinjamkan. 52

4. Jaminan Mudharabah

Bank Islam mengambil inisiatif meminta jaminan untuk keyakinan bahwa modal yang dipinjamkan kepada nasabah mudharib diharapkan kembali kepada semula sesuai dengan ketentuan awal ketika berlangsungnya kontrak. Meskipun dalam hukum Islam dijelaskan bahwa investor tidak diperkenankan meminta jaminan garansi dari mudharib. 53 Namun dalam bank Islam tetap meminta berbagai macama bentuk jaminan. Dalam perspektif perbankan Islam ini, jaminan garansi tersebut ditekankan kepada nasabah, adalah untuk menghindari hal mana jika terbuki suatu waktu mudharib atau nasabah tidak mempergunakan atau memanfaatkan dana atau tidak menjaga barang dagangan sebagaimana mestinya berdasarkan ketentuan persyaratan dari nvestor, dimana mudharib mengalami kerugian, maka jaminan yang diberikan tadi dijadikan sebagai ganti atas kerugian yang dialaminya. Dalam kasus tersebut mudharib bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi oleh karenanya, jaminan jaminan yang disyaratkan dalam kontrak menjadi kompensasi pihak dari bank. Jika jaminan tersebut tidak cukup, maka mudharib harus memberikan tambahan jaminan dalam jangka waktu yang ditentukan. 52 Abdullah Saeed., Op. cit, hal. 102. 53 Ibnu Qudama., Al-Mughini, Riyad: Maktabat Al-Riyad Al-Haditha, 1981, hal. 68. Universitas Sumatera Utara

5. Prinsip Bagi Hasil Profit and Loss Sharing Mudharabah

Bank Islam dalam melaksanakan kontrak mudharabah membuat kesepakatan dengan nasabah mudharib mengenai tingkat perbandingan keuntungan profit ratio yang ditentukan dalam kontrak. Perbaningan keuntungan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, kesepakatan dari nasabah, prediksi keuntungan yang akan diperoleh, respon pasar, kemampuan memasarkan barang, dan juga masa berlakunya kontrak. Jika kontrak mudharabah ternyata tidak menghasilkan keuntungan, maka mudharib selaku pengelola usaha tersebut tidak mendapatkan gaji dari pekerjaannya. Apabila terjadi kerugian, bank menanggung kerugian tersebut sepanjang tidak terbukti bahwa mudharib tidak menyelewengkan dana mudharabah berdasarkan atas persyaratan kontrak yang telah disepakati dengan investor. Namun jika terbukti akibat kecerobohan dari pihak mudharib, maka mudharib yang berhak menanggung kerugian itu. Jelas kelihatan bahwa bahwa bank dapat turut menanggung setiap terjadinya kerugian, meskipun demikian tidak harus diterima begitu saja. Melalui segala macam pertimbangan, bank Islam hampir menghilangkan karakter ketidaktentuan hasil usaha yang melalui kontrak mudharabah. Pertimbangan resiko dalam bidang usaha ini sebagaimana yang diambil oleh bank Islam dapat diperkirakan dan diperhitungkan sebelumnya. Berdasarkan alasan, terkesan bhwa kontrak mudharabah yang dipraktekkan dalam bank Islam memiliki sedikit perbedaan dengan operasional bisnis beresiko rendah atau bisnis yang tidak berisiko. Universitas Sumatera Utara Membicarakan kontrak mudharabah sebagaimana yang dipraktekkan oleh bank Islam mengindikasikan bahwa kontrak tersebut digunakan untuk tujuan jenis perdagangan jangka waktu pendek short term commercial di mana hasil yang akan diperoleh dapat diprediksi kepastiannya. Di sini sebenarnya tidak terdapat keseimbangan perpindahan modal kepada mudharib untuk menjalankan bisnis secara bebas. Pihak bank memintak keterangan seara detail mengenai seluk-beluk yang berkaitan dengan penjualan barang. Setiap terjadi kekeliruan dari persyaratan kontrak akan membuat mudharib bertanggung jawab untuk menanggu kerugian yang dialaminya. Pihak bank menentukan masa berlakunya kontrak, juga memintak jaminan untuk memastikan pengembalian modal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, walaupun pihak bank tidak mengungkapkannya secara ekspisit. Jadi, dalam melaksanakan sistem bagi hasil, pihak bank bertanggung jawab menanggung seluruh kerugian, tetapi tidak demikian dalam prakteknya, karena seringkali pihak bank tidak mudah percaya atas kerugian yang dialami pihak mudharib. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kontrak mudharabah yang dipraktekkan oleh bank Islam secara siknifikan berbeda dari kontrak mudharabah sebagaimana uumnya yang digambarkan dalam hukum Islam, atau yang digambarkan oleh para teoritikus perbankan Islam yang didambakan sebagai bentuk pembiayaan modal usaha atau sebagai pengembagan pembiayaan industri. Universitas Sumatera Utara

D. Musharakah Dalam SistemPerbankan Islam