Klasifikasi dan Tipe Penyakit Tuberculosis

commit to user Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto thoraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto thoraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1 Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto thoraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif, lihat bagan alur. 2 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian anti biotika non OAT, lihat bagan alur. 3 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus seperti: pneumothorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural dan pasien yang mengalami hemoptisis berat untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma.

h. Klasifikasi dan Tipe Penyakit Tuberculosis

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu: 1 Lokasi atau organ tubuh yang sakit adalah paru atau ekstra paru. 2 Bakteriologi hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis adalah BTA positif atau BTA negatif. 3 Tingkat keparahan penyakit adalah ringan atau berat. 4 Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati. Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah: 1 Menentukan paduan pengobatan yang sesuai. 2 Registrasi kasus secara commit to user benar. 3 Menentukan prioritas pengobatan TB dengan BTA positif. 4 Analisis kohort hasil pengobatan. Beberapa istilah dalam definisi kasus: 1 Kasus TB: Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau di diagnosis oleh dokter. 2 Kasus TB pasti definitive: pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1 Menghindari terapi yang tidak adekuat undertreatment sehingga mencegah timbulnya resistensi, 2 Menghindari pengobatan yang tidak perlu overtreatment sehingga meningkatkan pemakaian sumber daya lebih biaya efektif cost-effective, 3 Mengurangi efek samping. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim paru tidak termasuk pleura selaput paru dan kelenjar pada hilus. 2 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung pericardium, kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain- lain. commit to user Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1 Tuberkulosis paru BTA positif. a Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thoraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2 Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d Ditentukan dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan. 3 Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto thoraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang commit to user luas misalnya proses “far advanced”, dan atau keadaan umum pasien buruk. 4 TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan kelenjar adrenal. b TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: a Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. b Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. 5 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: a Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan 4 minggu. b Kasus kambuh Relaps commit to user Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif apusan atau kultur. c Kasus setelah putus berobat Default Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d Kasus setelah gagal Failure Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e Kasus Pindahan Transfer In Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. 6 Pengobatan Tuberculosis Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer lebih tinggi kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari OAT sekunder. OAT primer adalah isoniazid, rifampicin, ethambutol, pyrazinamide. Dengan keempat macam OAT primer itu kebanyakan penderita tuberkulosis dapat disembuhkan. Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan commit to user selama 6 bulan. Keempat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan berikutnya. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten, sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTs directly observed treatment, short course untuk penggunaan OAT primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT sekunder. OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide, thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine, penghambat betalaktam, clarithromycin, linezolid, thioacetazone, dan lain-lain. Pengobatan dengan OAT sekunder menghasilkan konversi sputum setelah 4-7 bulan, dan dilanjutkan selama minimal 18 bulan, jauh lebih lama dari pengobatan yang berintikan isoniazid dan rifampicin pada penderita yang masih sensitive terhadap OAT primer. Obat diberikan setiap hari, tidak ada regimen intermiten dengan OAT sekunder. Bila fasilitas memungkinkan, selama masih berpotensi mernularkan, penderita sebaiknya dirawat dan diisolasi di rumah sakit atau di sanatorium sambil memantapkan kepatuhan penderita melalui edukasi yang intensif. Karena tingginya ancaman kegagalan pengobatan dan tingginya biaya pengobatan MDR-TB, jalan yang terbaik adalah menekan sekecil mungkin terjadinya kasus MDRTB melalui peningkatan kemanfaatan pengobatan penyakit tubekulosis melalui program DOTS, PPTI, 2006. commit to user Indonesia sukses dalam mencapai target mengendalikan pendektesian kasus CDR yaitu mencapai 89.75, lebih tinggi dibanding target global yaitu 85. Bagaimanapun kesuksesan tersebut tidak berarti di Indonesia TB tidak lagi merupakan ancaman kesehatan. Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mengedalikan TB yaitu tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah, informasi seputar TB yang masih terbatas dan besarnya biaya pengobatan TB WHO, 2007. Terbatasnya informasi mengakibatkan kurangnya pengetahuan pasien atau masyarakat yang menderita penyakit TB. Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit TB yang dialaminya adalah merupakan kemampuan untuk mengingat kembali, dan memahami dampak resiko dari penyakit tersebut, diharapkan dapat memotivasi dirinya untuk melaksanakan program pengobatan DOTS sesuai dengan yang di intruksikan oleh dokter atau petugas kesehatan di rumah sakit kepadanya sampai tuntas dan sembuh success rate. a Tujuan pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. b Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: i. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori commit to user pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. ii. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT = Directly Observed Treatment oleh seorang Pengawas Menelan Obat PMO. iii. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. c Tahap awal intensif Pada tahap intensif awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif konversi dalam 2 bulan. d Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. e Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: commit to user i. Kategori 1 : 2HRZE4HR3. ii. Kategori 2 : 2HRZESHRZE5HR3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan HRZE. iii. Kategori Anak: 2HRZ4HR Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap OAT-KDT, sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. f Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan kontinuitas pengobatan sampai selesai. Satu 1 paket untuk satu 1 pasien dalam satu 1 masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1 Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin Efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2 Mencegah commit to user penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. 3 Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien. 7 Paduan OAT dan peruntukannya. a Kategori-1 2HRZE 4H3R3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: i. Pasien baru TB paru BTA positif. ii. Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif iii. Pasien TB ekstra paru b Kategori -2 2HRZES HRZE 5H3R3E3 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: i. Pasien kambuh. ii. Pasien gagal. iii. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat default. c OAT Sisipan HRZE Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan 28 hari. Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida misalnya kanamisin dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut commit to user jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua. 8 MDR-TB Resisten multi-obat TB MDR-TB didefinisikan sebagai TB yang resisten paling tidak untuk INH dan RMP. Isolat yang multiply-resisten terhadap kombinasi lainnya anti-obat TB tetapi tidak untuk INH dan RMP tidak digolongkan sebagai MDR-TB. Pada Oktober 2006, resistan terhadap obat secara luas TBC XDR-TB di definisikan sebagai MDR-TB yang resisten terhadap quinolones dan juga kepada salah satu kanamycin, capreomycin, atau amikasin. definisi kasus tua XDR -TB adalah TB-MDR yang juga kebal terhadap tiga atau lebih dari enam golongan obat lini kedua. Definisi ini seharusnya tidak lagi digunakan, tetapi dimasukkan di sini karena banyak mengacu pada publikasi tua itu. Prinsip-prinsip pengobatan MDR-TB dan XDR-TB adalah sama. Perbedaan utama adalah bahwa TB-XDR dikaitkan dengan angka kematian yang jauh lebih tinggi dari MDR-TB, karena berkurangnya jumlah pilihan pengobatan yang efektif. yang epidemiologi TB-XDR saat ini tidak diteliti dengan baik, tetapi diyakini bahwa XDR-TB ini tidak menular dengan mudah di populasi yang sehat, tetapi mampu menyebabkan epidemi dalam populasi yang sudah terserang oleh HIV dan karena itu lebih rentan terhadap infeksi. TB. commit to user

B. Hubungan Variabel Bebas Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Jarak

Rumah dengan Variabel Terikat Motivasi 1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Motivasi Pendidikan pada seseorang juga berfungsi untuk memberikan suatu motivasi dan dorongan pada seseorang. Tanpa suatu dorongan pada seseorang, maka tidak akan ada kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan mekanisme bertindak sebagai pemuncul tingkah laku. Dorongan itu sendiri diaktifkan oleh kebutuhan yang timbul akan keadaan kekurangan fisiologis, tetapi tidak semuanya, karena insentif juga bisa menimbulkan dorongan. Dorongan tersebut juga bersifat mengarahkan pada tingkah laku mendekat atau menghindar, serta bertindak sebagai pemelihara kesinambungan tingkah laku sampai betujuan tetentu. Selain menimbulkan dorongan atau motivasi pada seseorang, tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor struktur sosial yang mencerminkan gaya hidup seseorang hubunganya dengan pemilihan pelayanan kesehatan. Perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan pengetahuan untuk memahami tentang kesehatan secara luas. Rendahnya pendidikan merupakan akan mempersulit upaya peningkatan ketrampilan serta pengetahuan untuk menghayati atau memahami kesehatan, Supriyadi, 2003. 2. Hubungan Pengetahuan dengan Motivasi Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit TB yang dialaminya adalah merupakan kemampuan untuk mengingat kembali, dan memahami

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

3 68 135

Konversi Sputum Bta Pada Fase Intensif Tb Paru Kategori I Antara Kombinasi Dosis Tetap (Kdt) Dan Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Generik Di Rsup. H. Adam Malik Medan

0 68 72

Hubungan antara karakteristik penderita dengan kepatuhan berobat pasien rawat jalan TB Paru di rumah sakit paru Jember Tahun 2005

0 5 102

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT TB PARU DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU PADA RAWAT JALAN DI RS PARU JEMBER

1 19 17

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KECEMASAN PADA PENDERITA TB PARU YANG MENJALANI PENGOBATAN Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Kecemasan Pada Penderita Tb Paru Yang Menjalani Pengobatan Di Ruang Pojok Tb Rumah Sakit Dr. R. Soeprapto Cepu.

0 3 14

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KECEMASAN PADA PENDERITA TB PARU YANG MENJALANI PENGOBATAN Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Kecemasan Pada Penderita Tb Paru Yang Menjalani Pengobatan Di Ruang Pojok Tb Rumah Sakit Dr. R. Soeprapto Cepu.

0 2 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

TINGKAT PENGETAHUAN TB PARU MEMPENGARUHI PENGGUNAAN MASKER PADA PENDERITA TB PARU

0 0 16

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita TB Paru di Rumah Sakit Paru Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 22