51, SMP 13 orang 31, sedangkan tingkat pendidikan SD, Diploma, dan Sarjana masing-masing sebanyak 2 orang 6.
27
Sementara itu penelitian yang dilakukan di Kelurahan Siringo-ringo terhadap pengendara becak bermotor tidak sesuai dengan data Riskesdas 2010
prevalensi perokok dewasa 31,9 adalah dari kalangan berpendidikan rendah tidak sekolah dan tidak tamat SD sedangkan pada kalangan berpendidikan tinggi
PT hanya 25,5.
6
5.2.2. Hubungan
antara Tingkat
Kecemasan dengan
Perilaku Ketergantungan Merokok
Berdasarkan penelitian ini, ada hubungan yang antara tingkat kecemasan dengan Perilaku Ketergantungan Merokok. Koefisien korelasi diperoleh 0,536
menandakan ada hubungan yang lemah antara tingkat kecemasan dengan perilaku ketergantungan merokok. Penelitian yang dilakukan Koemalasari dan Helmi
tentang faktor-faktor perilaku merokok. Perilaku merokok mempunyai kaitan yang erat dengan faktor psikologis terutama efek yang positif yaitu sejumlah
92,5 sedangkan efek negatif hanya sebesar 7,54. Hasil ini menunjukan bahwa subjek merasakan kepuasan setelah merokok. Kepuasan ini berkaitan dengan
aspek-aspek emosi, salah satu yang paling menonjol dirasakan subjek adalah ketenangan 12,7. Kepuasan psikologis ini berhubungan erat dengan frekuensi
merokok subjek. Kondisi yang paling banyak perilaku merokok adalah subjek dalam
tekanan yaitu 40,86. Konsumsi rokok merupakan upaya-upaya mengatasi masalah yang bersifat emosional atau sebagai kompensatoris kecemasan yang
dialihkan terhadap perilaku merokok. Hal ini semakin mempertegas perilaku merokok dianggap sebagai penyeimbang dalam keadaan cemas.
7
Moylan et al melakukan penelitian sebanyak 47 studi. Dari hasil studi membuktikan bahwa gangguan kecemasan adalah salah satu faktor risiko
seseorang untuk merokok dan mengalami ketergantungan merokok.
21
Penelitian yang dilakukan Mumtaz et al pada 438 responden tidak perokok, 411 orang
perokok yang tidak ketergantungan, 349 perokok yang sudah ketergantungan, dan
Universitas Sumatera Utara
527 responden mantan perokok dengan rentang usia 18-65 tahun. Hasil penelitian didapatkan tingkat kecemasan responden yang tidak pernah merokok 73,5,
perokok yang tidak ketergantungan 76,6, perokok yang sudah ketergantungan 79,9, dan mantan perokok 73,8. Perokok yang sudah ketergantungan memiliki
skor lebih tinggi dari perokok tidak ketergantungan, mantan perokok, dan tidak pernah merokok.
22
Penelitian yang dilakukan Urich dkk. mendapatkan hubungan antara ketergantungan merokok dengan LAS Lifetime Amount of Smoking yang
dihitung berdasarkan jumlah rokok dan lama merokok. Disini dikatakan semakin tinggi Lifetime Amount of Smoking maka tingkat ketergantungan merokok
semakin tinggi, walaupun tidak memberikan hasil yang signifikan.
28
Penelitian yang dilakukan pada perokok di Desa Penglipuran, Denpasar. Sebagian perokok telah merokok dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu lebih
dari 15 tahun sebanyak 66,7. Skor ketergantungan merokok yang dihasilkan pada kelompok ini juga yang paling tinggi dibandingkan dengan perokok reguler
selama kurang dari 5 tahun. Lamanya seseorang merokok ini akan makin meningkatkan ketergantungan terhadap rokok, yang pada akhirnya akan
mempersulit seseorang untuk berhenti merokok. Hal ini sesuai dengan teori primer prime theory yaitu kekuatan penggerak positif untuk terus merokok demi
mendapatkan kenikmatan reward yang sebanding, diikuti dengan peningkatan waktu dan jumlah rokok yang dikonsumsi perhari pada akhirnya akan
meningkatkan ketergantungan merokok.
29
Universitas Sumatera Utara
37
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan