Hubungan Transaksi antara Pelaku Usaha dengan Konsumen

BAB III Hubungan Antara Pelaku Usaha dan Konsumen Serta Profil Perusahaan Air

Minum Tirta Sibayakindo

A. Hubungan Transaksi antara Pelaku Usaha dengan Konsumen

Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebutterjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain. A.Zen Umar Purba dalam menguraikan konsep hubungan pelaku usaha dan konsumen mengemukakaan sebagai berikut : 52 Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen yang berkelanjutanterjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran hingga penawaran.Rangkaian kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan hukum yangmempunyai “Kunci pokok perlindungan hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling membutuhkan. Produksi tidak adaartinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pelaku usaha.” Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat bergantung pada dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen tidak mungkin pelaku usaha dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Sebaliknya kebutuhan konsumen sangat bergantung dari hasil produksi pelaku usaha. 52 A. Zen Umar Purba, Perlindungan Konsumen : Sendi-sendi Pokok Pengaturan, Bandung : Nusa Media, 2010, hlm.14. Universitas Sumatera Utara akibat hukum, baik terhadap semua pihak maupun hanya kepada pihak tertentu saja. Hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam suatu sistem distribusi dan pemasaran produk barang guna mencapai suatu tingkat produktifitas dan efektifitas tertentu dalam rangka mencapai sasaran usaha. Pada tahap hubungan penyaluran dan distribusi tersebut menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal. 53 1. Pengertian Konsumen, Hak dan Kewajibannya Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis ditemukan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup laindan tidak untuk diperdagangkan”. 54 Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna dan pemanfaat barang dan jasa untuk tujuan tertentu. 55 53 Ibid., hlm. 16 54 Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 55 A.Z. Nasution, Perlindungan Hukum Konsumen, Bandung : Nusa Media, 2010 hlm. 30. Istilah konsumen berasal dari bahasa consumer Inggris-Amerika, atau consumentBelanda. Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada. Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah pembeli. Istilah ini dapat ditemui dalam Kitab Undang- Universitas Sumatera Utara Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas dari pada pembeli. Luasnya pengertian konsumen secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan “Consumers by definition include us all”. 56 Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum rechts person. Menurut AZ. Nasution, orang yang dimaksudkan adalah : 57 Secara harfiah arti kata konsumen itu adalah setiap orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan pemakai atau pembutuh. “Orang alami bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan memanfaatkan barang danatau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau manusia.” 58 56 Shidarta, Op.Cit., hlm. 2. 57 Ibid., hlm. 31. 58 N.H.T Siahaan, Hukum Konsumen Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta : Pantai Rei, 2005, hlm. 22. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula kamus Universitas Sumatera Utara Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. 59 Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa uitendelijke gebruiker van goederen en diensten. Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir konsumen antara dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pelaku usaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan untuk tidak di perdagangkan atau diperjualbelikan lagi. 60 Pengertian konsumen antar negara yang satu dengan yang lain tidak sama, sebagai contoh di Spanyol, konsumen diartikan tidak hanya invidu orang, tetapi juga suatu perusahaanyang menjadi pembeli atau pemakai terakhir, dan yang menarik konsumen tidak harus terikat dalam jual beli, sehingga dengan sendirinya, konsumen tidak identik dengan pembeli. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. 61 59 Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta : Gramedia, 1986, hlm. 124. 60 Shidarta, Op.Cit., hlm. 5. 61 Ibid., hlm. 3. Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW Buku IV, Pasal 236, konsumen dinyatakan sebagai orang alamiah. Maksudnya Universitas Sumatera Utara ketika mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang mejalankan profesi perusahaan. Pengertian konsumen di Amerika Serikat dan Masyarakat Ekonomi Eropa MEE, kata konsumen yang berasal dari consumer sebenarnya berarti pemakai. Namun, diAmerika Serikat kata ini diartikan lebih luas lagi sebagai korban pemakaian produk yang cacat, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai. 62 Dari definisi konsumen menurut Undang-Undang perlindungan Konsumen diatas dapat diperoleh unsur-unsur konsumen antara lain : 63 a. Setiap orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danjasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoonatau termasuk juga badan hukum rechtspersoon. Yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum. 62 Agus Brotosusilo, Aspek-Aspek Perlindungan terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia, dalam Percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum Fakultas Hukum, Editor Yusuf Shofie, Jakarta : YLKI-USAID, 1998, Hlm. 46. 63 A.Z. Nasution, Op. Cit., hlm. 43. Universitas Sumatera Utara b. Pemakai Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 UUPK, kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen akhir ultimate consumer. Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut sekalipun menunjukkan barang dan jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jualbeli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual the privity of contract. Konsumen memang tidak sekedar pembeli buyer atau koper, tetapi semua orang perorangan atau badan usaha yang mengkonsumsi barang danatau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Mengartikan konsumen seperti hanya sebagai orang yang mempunyai hubungan kontraktual pribadi in privity of contractdengan produsen atau penjual adalah cara pendefinisian konsumen yang paling sederhana. Tetapi dalam perkembangannya konsumen bukan hanya diartikan sebagai pembeli dari suatu barang danatau jasa melainkan bukan pemakai langsung, asalkan ia memang dirugikan akibat penggunaan suatu produk. Universitas Sumatera Utara c. Barang dan Jasa Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah- istilah dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan. Berkaitan dengan istilah barang danatau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk yang sekarang ini sudah berkonotasi dengan barang dan atau jasa. Menurut Philip Kotler, bahwa produk terdiri dari dua macam, yaitu berupa produk fisik atau barang dan jasa kadang- kadang disebut produk jasa. Yang dimaksud dengan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. 64 d. Yang Tersedia dalam Masyarakat Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang semakin 64 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jakarta : FE-UI, 1993, hlm. 196. Universitas Sumatera Utara kompleks dewasa ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang developer perumahan sudahbiasa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi. e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi ini mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk dirisendiri, keluarga, tetapi juga barang dan jasa itu diperuntukkan bagi orang lain di luar diri sendiri dan keluarganya. f. Barang dan jasa tidak untuk diperdagangkan Berpijak dari pengertian yang dimaksud sebagai konsumen adalah pemakai terakhir, maka barang dan atau jasa yang digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk tujuan komersil. Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas : 65 a Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna barang dan jasa pemanfaat barang dan jasa untuk tujuan tertentu. b Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan pemanfaat barang dan jasa untuk diproduksi pelaku usaha menjadi 65 Az.Nasution, Op.Cit., hlm. 13. Universitas Sumatera Utara barang dan jasa lain untuk memperdagangkannyadistributor, dengan tujuan komersil. c Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna barang dan jasa, pemanfaat barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Selanjutnya, pada bab ini akan dibahas hak-hak dan kewajiban Konsumen. Sebagai pemakai barang dan jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah “kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-Undang atau kekuasaanyang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu”, sedangkan Soerjono Soekanto, dan Purnadi Purwacaraka, dalam bukunya “Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum”, hak adalah “peranan atau role yang bersifat fakultatif karena boleh tidak dilaksanakan”. 66 66 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti,1989, hlm. 41. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen adalah sebagai berikut : 67 a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa. b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang danatau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak- hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak-hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F.Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat AS, pada tanggal 15 Maret 1962, melalui “A Special Message for the Protection of Consumer Interest” atau yang lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak Konsumen” Declaration of Consumer Right. 68 67 Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 68 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 27. Universitas Sumatera Utara Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan empat hak dasar konsumen the four consumer basic rights yang meliputi hak-hak sebagai berikut : 69 a. Hak untuk Mendapat atau Memperoleh Keamanan the right to be secured Setiap konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang dan jasa yang dikonsumsi. Misalnya, konsumen merasa aman jika produk makanan atau minuman yang dikonsumsinya dirasa aman bagi kesehatan. Artinya, produk makanan tersebut memenuhi standar kesehatan, gizi dan sanitasi, serta tidak mengandung bahan yang membahayakan bagi jiwa manusia. b. Hak untuk Memperoleh Informasi the right to be informed Setiap konsumen berhak mendapat informasi yang jelas dan komprehensif tentang suatu produk barang dan jasa yang dibeli dikonsumsi. Akses terhadap informasi sangat penting karena konsumen bisa mengatahui bagaimana kondisi barang danatau jasa yang akan dikonsumsi. Jika suatu saat ada resiko negatif dari produkjasa yang telah dikonsumsinya, konsumen telah mengetahui hal tersebut sebelumnya. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri negatif dari suatu produk, seperti efek samping dari mengkonsumsi suatu produk atau adanya peringatan dalam label atau kemasan produk. c. Hak untuk Memilih the right to choose Setiap konsumen berhak memilih produk barang danatau jasa dengan harga yang wajar. Artinya, konsumen tidak boleh dalam kondisi tertekan atau paksaan untuk memilih suatu produk tersebut yang mungkin bisa merugikan hak-haknya. Ia harus dalam kondisi bebas dalam menentukan pilihannya terhadap barang dan jasa yang akan dikonsumsi. d. Hak untuk Didengarkan the right to be Heard Konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimnya bias didengarkan, baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang memperjuangkan hak-hak konsumen.” Untuk itu, konsumen perlu memperhatikan hak-hak yang harusdiperjuangkan. Sebagai konsumen kita tidak bisa tinggal diam tanpa bisaberbuat apa-apa ketika hak-hak kita jelas-jelas telah dirugikan. 69 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta : Visimedia, 2008, hlm. 24. Universitas Sumatera Utara Namun, sebagai konsumen kita juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan kewajiban konsumen sebagai berikut : 70 a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang bakal menimpangnya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak-haknya sebagai konsumen. 2. Pengertian Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan pelaku usaha adalah : “Setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi” 70 Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. 71 Pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau pelaku usaha di luar negeri karena UUPK membatasi orang perseorangan atau Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang- undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, levaransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi finished product, penghasil bahan baku, pembuat suku cadang. Setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli pada produk tertentu, importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan leasing atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok supplier, dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan. 71 Abdul Hakim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin : FH Unlam Press, 2008, hlm. 33. Universitas Sumatera Utara badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia. 72 Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian produsen meliputi : 73 a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang dalam proses produksinya. b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk. c. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang. Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya karena Undang- Undang Perlindungan Konsumen tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri. Kemudian apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut. 74 Hal tersebut hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat di produksi karena kemungkinan barangmengalami 72 Ibid., hlm. 34. 73 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, hlm. 42. 74 Abdul halim Berkatulah, Op.Cit, hlm. 35. Universitas Sumatera Utara kecacatan pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku usaha yang memproduksi produk tersebut. 75 Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, produsen disebut pelaku usaha yang mempunyai hak sebagai berikut: 76 a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan. b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan jasa yang diperdagangkan. e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Hak-hak lain produsen juga dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk yaitu apabila produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan, cacat timbul di kemudian hari, cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen,barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi, cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa. 77 75 Ibid., hlm. 36. 76 Happy Susanto, Op.Cit., hlm.35. 77 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm. 42-43. Universitas Sumatera Utara Menyangkut hak pelaku usaha tersebut pada huruf b, c, dan d sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak yang berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau Pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen tidak mengabaikan kepentingan pelaku usaha. Kewajiban konsumen dan hak-hak pelaku usaha yang disebutkanpada huruf b,c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya. 78 Dalam Pasal 7 Undang-undang No.8 Tahun 1999 diatur kewajiban pelaku usaha sebagai berikut: 79 a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. d. Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku. e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang dan jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi atas barang yang dibuat dan yang diperdagangkan. f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang diperdagangkan. g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 78 Abdul halim Berkatulah, Op.Cit.,hlm. 37. 79 Happy Susanto, Op.Cit., hlm. 36. Universitas Sumatera Utara Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. Dalam UUPK, itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang diproduksi sampai pada tahap purna penjualan. Sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. Hal ini tentu saja disebabkan olehkemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang diproduksi oleh produsen sedangkan bagi konsumen kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen. 80 Oleh karena itu, dalam menjamin efisiensi penggunaan suatu produk khususnya minuman yang mana dapat mencegah timbulnya kerugian bagi konsumen maka perlu dicantumkan petunjuk prosedur 80 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Rajawali Pers, 2014, hlm. 54. Universitas Sumatera Utara pemakaian produk tersebut yang merupakan kewajiban bagi produsen agar produknya tidak dianggap cacat. Sebaliknya, konsumen berkewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk prosedur pemakaian atau pemanfaatan produk tersebut demi keamanan dan keselamatan. 3. Pengertian Transaksi Konsumen Transaksi konsumen adalah proses terjadinya peralihankepemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang ataupenyelenggara jasa kepada konsumen. 81 Peralihan hak terjadi karena adanya suatu hubungan tertentu sebagaimana diatur dalam KUHPerdata atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan peralihan hak atau penikmatan barang atau jasa.Peralihan hak dapat terjadi antara lain karena adanya jual beli atau sewa menyewa barang seperti rumah, mebel, mobil, perlengkapan dapur dan sebagainya, atau penyelenggaraan jasa asuransi, konstruksi, perbankan, pariwisata dan sebagainya. 82 4. Tahapan Transaksi Konsumen Barang atau jasa konsumen yang dialihkan kepada konsumen dalam suatu transaksi, dibatasi berupa barang atau jasa yang lazimnya dalam masyarakat digunakan untuk keperluan kehidupan atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan komersial, seperti menggunakan barang atau 81 A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm.37. 82 Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit., hlm.73. Universitas Sumatera Utara jasa itu untuk memproduksi barang atau jasa lain dan memperdagangkannya kembali. Dalam praktik sehari-hari terjadi beberapa transaksi konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah : 83 a. Tahap Pra Transaksi Adalah tahapan yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untukmembeli dan memakai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.Pada tahap ini, pelaku usaha melakukan penawaran offer kepada konsumen. Penawaran ini dapat dilakukan secara langsung kepadakonsumen misalnya sales door to door, maupun denganmemanfaatkan berbagai sarana, seperti brosur, spanduk, maupun iklandi media cetak dan elektronik. Dalam proses penawaran ini, pelakuusaha menyediakan informasi agar konsumen tertarik untuk menggunakan barang danatau jasa. Informasi yang diberikan tersebutharus dilandasi itikad baik dan tidak disertai dengan kebohongan,sehingga konsumen tidak merasa diperdaya atau ditipu oleh pelakuusaha. Bila dikemudian hari terbukti bahwa konsumen membeli karena paks, kekhilafan atau penipuan, konsumen memiliki hak untukmemmbatalkan transaksi. 84 b. Tahap Transaksi Yang Sesungguhnya 83 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014, hlm.58. 84 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ke Tiga Tentang Perikatan, Pasal 1321 KUHPerdata, hlm. 340. Universitas Sumatera Utara Bila calon konsumen menerima penawaran, maka terjadilah transaksi atau menurut bahasa hukum terjadi perjanjian. Syarat terjadinya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah : 85 1 kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2 kecakapan untuk membuat perikatan 3 ada suatu hal tertentu 4 suatu sebab yang halal Pada tahap ini para pihak menyepakati apa yang menjadi hak dankewajiban masing-masing pihak. Kesepakatan ini kemudian dapat dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis. Kata “dapat” berarti kesepakatan tidak harus dituangkan ke dalam bentuk tertulis, kecuali dikehendaki oleh para pihak atau diwajibkan oleh peraturan yang berlaku misalnya jual beli tanah harus dibuat secara tertulis oleh Perjabat Pembuat Akta Tanah. Keunggulan dari kesepakatan yang dibuat tertulis terletak pada pembuktiannya. Bila nantinya terjadi sengketa, maka kesepakatan yang dibuat secara tertulis mudahdibuktikan dibanding kesepakatan yang tidak dibuat secara tidak tertulis. c. Tahap Purnatransaksi Tahap ini merupakan realisasi dari tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak harus melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakatisebelumnya. Menurut bahasa hukum, kewajiban yang 85 Ibid., hlm. 339. Universitas Sumatera Utara harus dipenuhiadalah prestasi, dan pihak yang tidak memenuhi kewajibannyadianggap melakukan wanprestasi. Dengan adanya wanprestasi, pihakyang telah memenuhi kewajibannya memiliki hak untuk menuntutpihak yang melakukan wanprestasi agar melakukan prestasinya.Seringkali pihak memiliki pemahaman berbeda mengenai isiperjanjian. Adanya perbedaan pemahaman akan menimbulkan perbedaan penafsiran, yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik.Penyebab konflik biasanya menyangkut tiga hal, yakni harga, kualitas dan kegunaan produk, serta layanan purna jual. Selain harga, kualitas dan kegunaan barang juga dapat memicu konflik. Pemicu konflik ini terbagi menjadi tiga kategori : 86 1 Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yangdiharapkan konsumen. Hal ini seringkali disebabkan karena pelaku usaha melakukan tipu daya kepada konsumen. 2 Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan dankeselamatan pada konsumen. Penyebabnya adalah adanya cacattersembunyi pada produk atau tubuh konsumen tidak cocokdengan bahan yang terkandung di dalam produk seringterdapat pada produk obat-obatan atau makanan yangmengandung seafood. 3 Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan.Konflik ini kerap dikaitkan dengan monopoli atau pemalsuan barang. Sehingga barang yang dibeli nilainya sangat mahaldibanding nilai sebenarnya. Pemicu konflik yang terakhir adalah layanan purna jual, yang seringdikaitkan dengan hadiah dan garansi. Pemicu konflik ini pun dapatdibedakan menjadi : apa yang dijanjikan tidak ada karena 86 Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm.63. Universitas Sumatera Utara pelaku usahatidak jujur, tidak sesuai dengan harapan konsumen karena janji pelakuusaha yang terlalu berlebihan serta halangan di luar kekuasaan pelakuusaha yang menyebabkan janji tidak dapat terpenuhi walaupun pelakuusaha telah berusaha memenuhi apa yang dijanjikannya tersebutperistiwa ini sering disebut force majeur. 5. Bentuk-Bentuk Transaksi Konsumen Bentuk transaksi ada yang berasal dari transaksi itu sendiri beserta pendukungnya, tetapi ada juga yang dibuat khusus intern perusahaan. a. Bentuk Bukti Transaksi Intern Bukti intern adalah bukti transaksi yang hanya digunakan dan dibuat di dalam perusahaan. Bukti intern contohnya adalah memo. Memo adalah bukti transaksiyang dibuat oleh manager kepada staf bagian akuntansi. b. Bentuk Bukti Transaksi ekstern Bukti ekstern adalah bukti transaksi yang yang digunakan di luar perusahaan, baik bukti transaksi yang dibuat oleh perusahaan ataupun oleh pihak di luarperusahaan. Bukti ekstern terdiri dari : 1 Cek Cek adalah bukti transaksi berupa surat perintah kepada bank untukmenyerahkan sejumlah uang kepada orang yang memegang cek atau kepadaorang yang namanya tercantum dalam cek. Universitas Sumatera Utara 2 Kuitansi Kuitansi adalah bukti transaksi penerimaan atau penyerahan uang secara tunai. 3 Faktur Faktur adalah bukti transaksi penjualan atau pembelian barang secara kredit. 4 Nota Nota adalah bukti transaksi penjualan atau pembelian barang secara tunai. 5 Nota Debit Nota debit adalah bukti transaksi pengembalian barang yang dibuat oleh pihak pembeli. Arti nota debit adalah mendebit mengurangi utang usaha pembeliyang harus dilunasi.Lembar asli dikirimkan oleh pembeli kepada penjual bersamaan pengiriman kembali barang yang dibeli, sedangkan tembusannya atau copy-nya disimpan olehpembeli sebagai arsip dan bukti pencatatan. 6 Nota Kredit Nota kredit adalah bukti transaksi pengembalian barang yang dibuat oleh pihak penjual. Universitas Sumatera Utara

B. Profil Perusahaan Air Minum Tirta Sibayakindo

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Tanggung Jawab Media Penyiar Iklan Terhadap Konsumen Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 126

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 11

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 1

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 19

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 19

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 3

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 33

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ATAS DISTRIBUSI AIR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA PANGKALPINANG DI TINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 14

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PT POS INDONESIA CABANG SEMARANG TERHADAP KONSUMEN POS EXPRESS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

0 1 9