BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan industri dan perdagangan yang pesatpadazaman modern inimemberikan gambaran dimana dunia usaha nasional menjadi arena
persaingan yang ketat. Teknologi yang mampu mempersingkat jarak, waktu serta komunikasi yang membuat negara-negara didunia bersatu dalam
perdagangan, dimana saling ketergantungan dan saling mempengaruhi. Pada dasarnya manusia membutuhkan barang dan atau jasa untuk
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari
tingkatannya, maka kebutuhan konsumendapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Selain itu kebutuhan manusia juga
dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani.
1
Salah satu kebutuhan manusia adalah Air sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air merupakan sarana
yang sangat vital bagi kelangsungan hidup, baik itu manusia,
1
Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum Bandung :Citra Aditya Bakti, 1989, hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
binatangmaupun tumbuhan.
2
Kebutuhan air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap harinya, sedangkan ketersediaan
air layak diminum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Kebutuhan tersebut juga sudah menjadi hak konstitusional
setiap warga negara, yang bisa diartikan bahwa keberadaan air bagi rakyat tidak bisa lagi dalam pemenuhannya tergantung pada Undang-undang atau
Peraturan Pemerintah yang berlaku di sebuah negara, misalkan dibatasi dengan keberadaan oleh adanya Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air SDA.
3
Perkembangan itu dapat dilakukan dan diimbangi dengan beroperasinyaperusahaan air minum dalam kemasan, Indonesia merupakan
salah satu negara yang cukup banyak mempunyai perusahaan air Semakin lama kesadaran masyarakat semakin tinggi tentang
pentingnya air minum yang sehat sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari.Kebutuhan akan air
yang layak untuk dikonsumsi tersebut pun akan meningkat dari tahun ke tahun sehingga harus ada instrumen hukum yang mengatur tentang
perlindungan konsumen, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2
Asfawi S, Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Pada Tingkat ProdusenSemarang :Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro, 2004, hlm. 27.
3
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentangSumberDaya Air Sda.
Universitas Sumatera Utara
minumdengan bermacam-macam sumber mata air, salah satunya berasal dari pegunungan.
Salah satu perusahaan yang menghasilkan air minum dalam kemasan adalah PT. Tirta Sibayakindo dengan merek produksinya adalah
AQUA.AQUA berasal dari bahasa Latin yang artinya air, dimana pada awalnya di jual untuk orang asing, tetapi kemudian pendirinya Tirto Utomo
melihat pasar Indonesia juga memiliki potensi.Produksi pertama
AQUA diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950 ml Sembilan ratus lima puluh mili liter dari pabrik di Bekasi juga ada di
Sibolangit Berastagi dan juga produksi kemasan Gallon untuk konsumsi rumah tangga dan perkantoran. Hal ini ternyata sukses dan banyak diminati
olehkalanganmasyarakat dan merupakan salah satubukti bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan air minum yang aman dikonsumsi.
4
Dalam suatu bisnis pasti tidak selalu berjalan dengan mulus. Adakalanya suatu perusahaan itu mengalami persaingan, kerugian ataupun
keluhan-keluhan dari para konsumen.
5
4
Sejarah Berdirinya Aqua melalui
Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen harus diselesaikan dengan positif oleh pelaku usaha, dimana
pelaku usaha harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang di derita konsumen.
http:info-biografi.co.id201303sejarah-berdirinya- aqua.html, diakses pada tanggal 13 Januari 2016.
5
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014, hlm. 204.
Universitas Sumatera Utara
Contoh satu kasus atau keluhan dari konsumen pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo yaitu
6
Dengan adanya contoh kasus diatas, maka pelaku usaha kedepannya harus lebih cermat dan teliti lagi dalam mengontrol kualitas produksinya,
karena jika produk tersebut telah sampai ke tangan konsumen dan ada barang terkait penemuan besi berulir di dalam kemasan
AQUA gelas cup yang bercampur dengan air mineral isi 240 ml Dua ratus empat puluh mili liter produk Tirta Sibayakindo Doulu dengan kode kotak
388.86008101047 Code Barcodecarton box Aqua 240 ml untuk keperluan scanning produk, yang di duga berasal dari salah satu dispenser pabrik air
mineral. Kepala dinas Pertambangan dan Energi Pertamben Pemkab Karo Robet Peranginangin dengan tegas memerintahkan kepada pihak produsen
agar lebih berhati-hati dan cermat dalam mengontrolkualitas produksinya, karena dapat membahayakan kesehatan konsumen. Menurutnya di
temukannya besi berulir di dalam kemasan Aqua gelas cup produksi PT. Tirta Sibayakindo Doulu merupakan satu kecerobohan pihak produsen
Quality Controlair mineral itu, sebagai perusahaan besar, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi karena bila pihak perusahaan tidak ada niat baiknya
melakukan pengontrolan hasil produksinya, tentunya akan berdampak kepada resiko kesehatan konsumen.
6
Sumut Berita, “Kadis Tamben Karo Minta PT Tirta Sibayakindo Lebih Cermat Mengontrol Kualitas Produksinya” melalui http:www.sumutberita.com20130614kadis-
tamben-karo-minta-pt-tirta-sibayakindo-lebih-cermat-mengontrol-kualitas-produksinya,diakses pada tanggal 19 Desember 2015.
Universitas Sumatera Utara
yang cacat, maka pelaku usaha harus memberikan ganti rugi atas barang yang mengalami kerusakan tersebut.
Dalam Undang-UndangNomor 8 tahun 1999 Pasal 19tentang Perlindungan Konsumen ditentukan :
“bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau pergantian
barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan yang harus dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh
hari setelah tanggal transaksi”
Makadenganadanyapasal di atas, adanyaprodukbarang yang
cacatbukanmerupakansatu-satunyadasarpertanggungjawabanpelakuusaha.Hal iniberartibahwatanggungjawabpelakuusahameliputisegalakerugian yang
dialamikonsumen
7
Salah satu hak dari pelaku usaha adalah menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang
diperdagangkan. danpelakuusahamempunyaihakatasdirinyasendiri.
8
Salah satu kewajiban pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan jasa serta memberikan penjelasan penggunaan,perbaikan danpemeliharaan, dan pelaku usaha tidak boleh menutupi sesuatu yang
berkaitan dengan haknya konsumen.
9
7
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Rajawali Pers, 2014, hlm. 126.
8
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK.
9
Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen; suatu pengantar, Jakarta, CV. Tiagra Utama, 2002, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum dan mendasar, hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan.
Hubungan tersebut terjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara satu dengan
yang lain.
10
Perlunya Undang-Undang perlindungan konsumen tidak lain karena lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi pelaku usaha. Tujuan hukum
perlindungan konsumen secara langsung adalah meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen. Secara tidak langsung, hukum ini juga akan mendorong
pelaku usaha untuk melakukan usaha dengan penuh tanggung jawab.
Pelaku usaha membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin
pelaku usaha dapat terjamin kelangsungan usahanya. Sebaliknya, konsumen kebutuhannya sangat bergantung dari pihak pelaku usaha.Saling
ketergantungan tersebut dapat menciptakan suatu hubungan yang terus- menerus dan berkesinambungan sepanjang masa, sesuai dengan tingkat
ketergantungan akan kebutuhan yang tidak terputus-putus.
11
Undang-undang perlindungan konsumen diharapkan menjadi penegak aturan hukum dan upaya perlindungan serta tanggung jawab produk
productliability PT Tirta Sibayakindo dalam meningkatkan kualitas air minum yang didistribusikan kepada konsumen dan diberlakukan sama bagi
Namun, semua tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila hukum perlindungan konsumen dapat diterapkan secara konsekuen.
10
Sri Redjeki Hartono, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, hlm. 36.
11
Ibid.,hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
setiap konsumen maupun pelaku usaha. Dimana Undang-Undang ini merupakan payung hukum masyarakat untuk melindungi haknya atau setidak-
tidaknya konsumen telah memiliki senjata mempertahankan haknya. Diharapkan pelaku usaha dapat meningkatkan citranya dengan meningkatkan
kualitas produk jasanya. Pertanggung jawaban yang diberikan pelaku usaha terhadap produk-
produk yang dihasilkan harus sesuai dengan prinsip pertanggung jawaban produk yang dikenal dalam dunia hukum sebagai “Produk Liability”, yaitu :
12
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, hlm. 101.
“suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk producer, manufacture atau dari orang
atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk processor, assembler atau dari orang atau badan yang menjual
atau mendistribusikan seller produk tersebut.”
Dalam kaitan dengan konsumen ini maka pembahasan akan dilakukan
khususnya dalam bentuk tanggung jawab perusahaan air minum terhadap konsumen yang didistribusikan oleh PT Tirta Sibayakindo.
Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menerbitkan kerugian kepada konsumen merupakan pelanggaran atas prestasi
pelaku usaha yang diperjanjikan sebelumnya kepada konsumen, dalam hal ini konsumen berhak menuntut pembatalan perjanjian, meminta penggantian atas
segala biaya, dan kerugian aktual yang diderita konsumen. Dalam hal demikian konsumen berkewajiban untuk secara langsung menyampaikan
kerugian yang dideritanya kepada pelaku usaha.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen, sesungguhnya memiliki kelemahan yang sifatnya merugikan
konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui pasal tersebut yang harus menyatakan adanya ganti rugi, konsumen hanya
mendapatkan salahsatu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti rugi atas harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahalkonsumen telah
menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan kesehatan. Melalui perubahan
seperti ini, kalau kerugian itu menyebabkan sakitnya konsumen, maka selain mendapat penggantian harga barang juga mendapatkan perawatan kesehatan.
Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang di alami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk air minum, baik yang
bersifat materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan yang secara garis besarnya hanya ada dua kategori,
yaitu
13
Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi maka terlebih dahulu pelaku usaha dengan konsumen terikat suatu perjanjian.
Dengan demikian pihak ketiga yang tidak terikat dalam perjanjian yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan
wanprestasi. tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti
kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum.
14
13
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Rajawali Pers, 2014, hlm. 127.
14
Ibid., hlm. 128.
Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
perikatan lahir dari perjanjian, tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu di dahului dengan perjanjian antara
pelaku usaha dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan, walaupun tidak pernah terdapat
hubungan perjanjian antara pelaku usaha dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketiga pun dapat menuntut ganti kerugian.
15
B. Permasalahan