Model pembentukan kepribadian islami siswa melalui pembelajaran agama di SMA negeri I Parung

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I)

Oleh:

AHMAD BUSYRO NIM. 206011000021

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

i

Nim

: 206011000021

Jurusan/Fakultas

: PAI/ Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul skripsi

: “ Model Pembentukan Kepribadian Islami Siswa Melalui

Pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 1 Parung”

Pembinaan dalam lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap

prilaku anak didik atau siswa kelak dikemudian hari, sebab baik buruknya prilaku

seseorang di sekolah ataupun dimasyarakat ditentukan oleh pembinaan yang

diperoleh dari lingkungan sekolah, karena sekolah memiliki peranan yang sangat

penting.

Kepribadian yang Islami adalah kepribadian yang merupakan ciri khas dan

identitas seseorang dari keseluruhan tingkah laku sebagai orang Islam atau muslim,

baik yang ditampilkan secara lahiriyah maupun bathiniah. Secara kolektif

kepribadian Islami adalah kepribadian yang berserah diri dan patuh terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Kepribadian yang Islami merupakan tujuan akhir dari setiap usaha

pendidikan agama Islam.

Berdasarkan pengetahuan di atas, dalam hal ini penulis mengadakan

penelitian untuk mengetahui model pembentukan kepribadian Islami siswa melalui

pembelajaran agama Islam di SMA Negri 1 Parung bogor. Dengan populasi sasaran

adalah kelas XII yang berjumlah 250 siswa yang dipilih secara acak atau random

sebanyak 20% atau 50 orang. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan angket dan mewawancarai guru pendidikan agama Islam dan wakil

kepala sekolah untuk mengetahui model pembentukan kepribadian siswa yang Islami

melalui pembelajaran agama di SMA Negri 1 Parung. Kemudian data yang di peroleh

dari penyebaran angket kepada siswa diolah dengan cara menggunakan rumus P sama

dengan F Dikali 100% dibagi N. ( data yang diperoleh dari penyebaran angket kepada

siswa diolah dengan cara statistic deskriptif dipergunakan untuk mengorganisasikan

dan meringkas data numeric yang nantinya dibuat secara prosentase yang diperoleh

dari hasil pengumpulan data dilapangan.

Sedangkan dalam teknis pelaksanaannya atau analisisnya, yaitu dengan

memeriksa jawaban-jawaban dari tiap responden atau siswa , lalu dijumlahkan dan

menghasilkan skor total, di klasifikasikan dan ditabulasikan (di buat tabel), data yang

didapat dari setiap item pertanyaan akan dibuat satu tabel masing-masing lalu

diprosentasikan.


(3)

Puji dan syukur tiada terhingga penulis sampaikan kehadirat Ilahi Rabbi Allah

SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad

saw., keluarganya, sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang telah mengenalkan Islam

kepada seluruh umat manusia.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak sedikit

mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan baik yang berasal dari penulis sendiri

maupun dari luar. Namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan dari

berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1.

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Keguruan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2.

Bahrissalim, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3.

Drs. Sapiuddin Sidiq, M.Ag, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta

4.

Dr. H. Akhmad Sodiq, MA. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia dengan

tulus memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis selama

menyelesaikan skripsi ini.

5.

Semua Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

6.

Drs. Ali Gozali MPd, sebagai Kepala SMA Negri 1 Parung beserta guru bidang studi

Pandidikan Agama Islam, beserta staf yang telah membantu proses penelitian serta

memberikan data-data yang diperlukan peneliti.


(4)

menempuh studi di UIN Jakarta ini.

8.

Ayah dan Umi, K’ Abdul Karim, Mba’ Azdawati M.Pd, mba’ Rahmaniyah, mba’ Siti

Aisyah, K’ Jahid, K’ Zidni K’ Misbah, dan Adikku tercinta Abd Hafid serta

kakak-kakakku yang lain yang dengan penuh kasih sayang selalu mendidik, memberikan

bantuan moril dan materil, menyayangi dan mendo’akan penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di UIN.

9.

Untuk teman-teman tercinta, Idris Saldi S.Sos.I, Nia Ahmad, Gus Yazid (Thanks

komputernya) Ihsanuddin S.Pd.I, Gifar S.Pd.I, M. Susanto S.Pd.I, Ach. Hozaini

S.Pd.I, Darmawan (thanks komputernya), M. Habib Masturi S.Pd.I dan Auliya Sindu

Muhammad S.Pd.I dan Didi A. Mursidi S.Pd.I yang selalu memberikan semangat

baru disetiap kejenuhan yang selalu mengiringi penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini dan yang selalu mengobarkan api semangat dalam keputusasaan penulis, semua

teman-teman (khususnya kelas A dan B PAI Ekstensi 2006) yang telah memberikan

semangat dan memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung dengan

penuh toleransi ikut serta memberikan sumbangan yang amat berharga dalam

penyelesaian skripsi ini.

Bagi mereka semua, tiada untaian kata dan ungkapan hati selain ucapan terima

kasih penulis, semoga Allah SWT., membalas semua amal baik mereka, dan akhirnya

peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya

kepada pembaca.

Jakarta, 3 Maret 2011

Penulis


(5)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1. Identifikasi Masalah ... 7

2. Batasan Masalah ... 8

3. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pembentukan Kepribadian ... 9

1. Pengertian Pembentukan Kepribadian ... 9

2. Proses Pembentukan Kepribadian ... 13

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian ... 14

1. Faktor Internal ... 14

2. Faktor Eksternal ... 15

C. Metode Pembentukan Kepribadian Dalam Pendidikan Islam ... 17

D. Kerangka Teori ... 21 iv


(6)

B. Penentuan sumber data ... 23

C. Metode Pengumpulan Data ... 24

D. Metode Analisis Data. ... 25

BAB IV PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ISLAMI SISWA MELALUI PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 1 PARUNG A. Gambaran Umum SMA Negri 1 Parung ... 28

1. Latar Belakang Berdirinya SMA Negri 1 Parung ... 28

2. Visi dan Misi SMA Negri 1 Parung ... 29

3. Struktur Organisasi SMA Negri 1 Parung ... 29

4. Keadaan Tenaga Pengajar, Staf Administrasi dan Karyawan ... 31

5. Keadaan Siswa SMA Negeri 1 Parung ... 35

6. Sarana dan Prasarana Yang Dimiliki SMA Negeri 1 Parung ... 36

7. Kegiatan Ekstra Kurikuler ... 37

B. Deskripsi Data ... 37

C. Model Yang Digunakan di SMA Negeri 1 Parung Dalam Membentuk Pribadi Yang Islami ... 37

D. Pengolahan Data ... 40

E. Analisis Data ... 61 v


(7)

1. Pendidikan Agama Islam ... 62

2. kepribadian Islami ... 63

3. Proses Pembelajaran Agama ... 63

a. Pembukaan. ... 64

b. Kegiatan Belajar ... 64

c. Penutupan ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67


(8)

Tabel 4.2 Keadaan Tenaga Pengajar, Staf Administrasi dan Karyawan Tahun Ajaran

2010-2011 ...

Tabel 4.3 Keadaan Siswa SMA Negeri 1 Parung Tahun Ajaran 2010-2011 ...

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana SMA Negeri Parung ...

Tabel 4.5 Siswa Melaksanakan Shalat 5 Waktu ...

Tabel 4.6 Melaksanakan Shalat Sunnah Rawatib ...

Tabel 4.7 Pelaksanaan Puasa Rhamadan ...

Tabel 4.8 Siswa Melaksanakan Puasa Sunnah ...

Tabel 4.9 Siswa Melaksanakan Zakat Fitrah ...

Tabel 4.10 Siswa Membaca Al-Qur’an siang dan malam ...

Tabel 4.11 Siswa Melaksanakan Perintah Shalat dari orang tua ...

Tabel 4.12 Siswa Memberi Salam dan Mencium Tangan Orang Tua ...

Tabel 4.13 Siswa Meminta Izin Kepada Orang Tua Jika Pergi Keluar Rumah ...

Tabel 4.14 Menyapa dan Memberi Salam Kepada Guru, jika Bertemu Dijalan ...

Tabel 4.15 Perhatian Siswa Ketika Guru Sedang Mengajar ...

Tabel 4.16 Siswa Mengetuk Pintu dan Memberi Salam, ketika Terlambat Masuk Kelas ....

Tabel 4.17 Siswa Menyapa Dengan Ramah Jika Bertemu Tetangga dijalan ...

Tabel 4.18 Siswa Menghormati Orang Tua, Guru dan Teman ...

Tabel 4.19 Siswa Menjenguk Teman yang Sedang Sakit ...

Tabel 4.20 Sikap siswa Saat Menolong Tetangga yang Terkena Musibah ...

Tabel 4.21 Siswa Aktif Mengikuti Kegiatan Pesantren Kilat Disekolah ...

Tabel 4.22 Sisawa Aktif Mengikuti Kegaitan Rohis Disekolah ...

vii

32

35

36

40

41

41

42

43

44

44

45

46

47

47

48

49

49

50

51

51

52


(9)

Tabel 4.25 Guru Memerintahkan Siswa Untuk Aktif Mengikuti KegiatanPesantren kilat

Pada Bulan Rhamadan ...

Tabel 4.26 Guru Memerintahkan Siswa Untuk Aktif Mengikuti Pengajian Dirumah

Tabel 4.27 Guru Agama Aktif Memperaktekkan Materi PAI ...

Tabel 4.28 Guru Memerintahkan Siswa Untuk Menghormati Kedua Orang Tua, Guru dan

teman ...

Tabel 4.29 Peran Guru Dalam Mengikuti Kegiatan Rohis Disekolah ...

Tabel 4.30 Siswa Aktif Menfikuti Pelajaran PAI ...

Tabel 4.31 Guru Hadir Saat Pelajaran Dimulai ...

Tabel 4.32 Siswa Memahami Materi Pelajaran PAI yang disampaikan guru ...

Tabel 4.33 Guru memberikan bimbingan dan contoh nasehat pada saat belajar ...

Tabel 4.34 siswa aktif memperingati hari-hari besar Islam ...

viii

54

55

56

56

57

58

58

59

60

60


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses atau usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup pada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sangat penting dalam peradaban manusia dan dapat memajukan masyarakat. Sebagai bangsa yang sedang membangun, Indonesia menyadari betul peran pendidikan terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa. Sesuai dengan pentingnya pendidikan tersebut ditegaskan dalam UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut:

“Pedidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pendidikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1 UU tersebut di atas, menunjukkan bahwa pendidikan dapat menghasilkan putra-putri bangsa yang dapat membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsanya. Menurut M.J. Lengeveld yang dikutip oleh Alisuf

1

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006) Cet. Ke- 5, h. 304.


(11)

Sabri bahwa pendidikan adalah “ Pemberian bimbingan atau bantuan rohani bagi yang masih memerlukan. Pendidikan itu terjadi melalui pengaruh dari orang yang telah dewasa kepada orang yang belum dewasa.2 Istilah lain juga dikatakan bahwa pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.3 Dalam hal ini pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk menyiapkan potensi-potensi yang dimiliki anak untuk berkembang menuju ke arah kedewasaan yang diharapkan. Sehingga potensi yang dimiliki anak didik yang berkaitan dengan pandangan hidup bila dibimbing melalui berbagai macam proses pendidikan, akan dapat melestarikan kehidupan bangsa dan membantu menuju kemajuan dimasa yang akan datang.

Pada dasarnya proses kegiatan pendidikan biasanya berlangsung antara pendidik dan anak didik baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini anak didik bisa saja berhadapan dengan pendidik yang berupa orang, ataupun melalui karya-karyanya yang ia pelajari sendiri. Pendidikan seperti ini seringkali disebut pendidikan otodidak, yang dalam prosesnya tidak memerlukan orang sebagai pendidik. Disinilah keunikan pendidikan, selain mengandung tanda tanya juga mengandung misteri.

Proses pendidikan tersebut adalah proses yang kontinyu bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Rumusan selain itu adalah bahwa proses pendidikan tersebut mencakup bentuk-bentuk belajar secara formal maupun informal. Baik yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, kehidupan sekolah, pekerjaan maupun kehidupan masyarakat.4

Pendidikan di samping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah untuk dipelihara dan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-tahrim ayat 6 yang berbunyi:

2

.M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 8. 3

H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. Ke-4, h. 1 4

Abu Ahmadi, Metode Khusus Pendidikan Agama, (MKPAI), Bandung: Amirika, 1986), h. 18


(12)

اًرﺎَﻧ ْﻢُﻜﯿِﻠْھَأَو ْﻢُﻜَﺴُﻔْﻧَأ اﻮُﻗ اﻮُﻨَﻣَآ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ﺎَﯾ

.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka”. (Q:S. At-tahrim: 6).5

Berdasarkan ayat tersebut berarti Allah memberikan amanat secara langsung kepada orang tua untuk menjaga dirinya dan keluarganya termasuk anak-anaknya dari siksa api neraka. Dalam upayanya mengemban amanat ini, orang tua tidak cukup dengan memberikan hak-hak yang bersifat lahiriyah saja dalam arti pendidikannya.

Dengan pendidikan dan pengajaran yang diterima, maka mereka memperoleh bekal hidup untuk hidup di tengah masyarakat dan kondisi mereka tidak akan selalu menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat.

Ditegaskan dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 31:

                    

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu

memang benar orang-orang yang benar".6

Untuk mewujudkan harapan tersebut, seorang guru dituntut untuk memiliki dan memahami pengetahuan yang seksama mengenai pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, memahami tentang tujuan yang akan dicapai, penguasaan materi dan penyajiannya dengan metode-metode yang tepat.

Dalam pelaksanaannya pendidikan bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia;

5

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponogoro, 2007), h. 560

6


(13)

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab demokratis, dan dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut.7 Sebagaimana dirumuskan dalam UU RI tentang tujuan pendidikan Nasional No.20 Th. 2003 BAB II Pasal 3 sebagai berikut:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.8 Iman dan dijadikan dasar pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Jadi, proses pendidikan diarahkan pada internalisasi nilai-nilai ajaran Islam serta aktualisasinya sebagai etika sosial dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan akhlak yang dimiliki seseorang bukan merupakan sesuatu yang dibawa sejak lahir, dan bukan pula sesuatu yang bersifat tetap, akan tetapi sesuatu yang berubah, berkembang dan harus dibentuk melalui proses dan waktu yang cukup alam, yaitu dengan pendidikan agama. Apabila akhlak yang baik telah terbentuk pada diri seseorang, maka akhlak tersebut akan dijaga dengan cara diperaktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitanya dengan pendidikan agama dalam kehidupan manusia, maka dalam membina dan membentuk pribadi anak didik perlu kiranya dengan mengadakan pendekatan dan perhatian yang bersifat tuntunan dan bimbingan. Karena pendidikan agama menurut Mahmud Yunus mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama, karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak-anak dan mengangkat mereka ke derajat yang tinggi, serta berbahagia dalam hidup dan kehidupannya.9

Pendidikan Agama adalah usaha yang dilakukan secara sistematis dalam membimbing siswa yang beragama Islam, sehingga ajaran Islam benar-benar diketahui, dimiliki, dan diamalkan oleh peserta didik baik tercermin dalam sikap,

7

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI

Tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 3

8

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, h. 307. 9

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), h. 7.


(14)

maupun cara berfikirnya. Melalui pendidikan agama terjadilah proses pengembangan aspek kepribadian anak, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Sehingga ajaran agama diharapkan akan menjadi bagian integral dari pribadi anak yang bersangkutan. Dalam arti segala aktifitas anak akan mencerminkan sikap Islamiyah.

Pendidikan sangat berperan dalam pembentukan kualitas manusia yang beriman dan bertaqwa. Manusia dengan kualitas diyakini mampu bertindak bijaksana baik dalam kapasitas sebagai pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Dalam ketetapan MPR disebutkan pembangunan nasional dibidang pendidikan, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmani dan rohani.10 Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hokum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.11

Sebagai suatu usaha membentuk manusia, pendidikan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat, karena dengan landasan tersebut akan jelaslah arah pelaksanan pendidikan tidak sekedar merupakan inpuls atau gejolak sesaat. Itu berarti landasan pendidikan merupakan suatu yang penting dalam proses kemajuan pendidikan.

Dasar pendidikan merupakan masalah yang fundamental, karena dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Dalam pada itu kaitannya dengan pendidikan Islam, dasar atau landasan pendidikan Islam itu adalah fundamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan Islam dapat tegak berdiri. Oleh karena itu, dasar pendidikan Islam harus diperhatikan secara konprehensif dalam mengarungi gerak langkah pendidikan selanjutnya. Al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam sekaligus juga sebagai sumber ajaran syari’at, bukan hanya dijadikan sebagai kitab yang harus dibaca saja, akan tetapi

10

M Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, h. 75. 11

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1974), Cet. Ke-4, h. 23.


(15)

lebih dari itu adalah menggali secara maksimal isi yang terkandung di dalamnya dan merealisasikan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.

Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber hukum Islam dan pengetahuan yang lengkap, mencakup keseluruhan hidup manusia, baik dunia maupun akhirat. Keduanya menjadi petunjuk yang tak pernah usang bagi manusia dalam membentangkan sayap dan derap langkah kehidupannya disegala zaman.

Islam merupakan agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ajaran al-Qur’an sarat dengan nilai-nilai pengetahuan yang menuntut pengikutnya untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang harus dipikirkan.

Selain al-Qur’an, al-Hadits juga merupakan sumber pengetahuan yang monumental bagi Islam, yang sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Menurut Husein Nasr bahwa Hadits Nabi membahas berbagai hal, mulai dari metafisika sampai tata tertib di meja makan.12

Karena pendidikan agama Islam adalah sebagai dasar dalam menjalani kehidupan yang berpijak dari al-Qur’an dan Hadits, agama dapat diibaratkan sebagai mata, sedangkan sains sebagai mikroskop atau teleskop yang dapat memperjelas daya pengamatan mata atau agama adalah pedoman dan jalan kehidupan menuju keselamatan, sedangkan pengetahuan adalah cahaya yang menerangi jalan kehidupan itu sendiri.

Agama Islam mengharuskan umatnya menghayati ajarannya yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadist misalnya pendidikan agama yang tidak hanya bertujuan untuk memperoleh ilmu dan keterampilan semata melainkan penanaman pribadi atau sikap yang positif pada diri guru dan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Zakiah Derajat bahwa “Pendidikan Agama Islam bukan sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan ibadah tetapi lebih dari itu ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian siswa, sesuai dengan ajaran agama, pembinaan sikap,

12

Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: perspektif Islam dan


(16)

mental dan akhlak, jauh lebih penting daripada pandai menghapal dalil-dalil dan hukum-hukum agama, yang tidak diresapkan dan dihayatinya dalam hidup”.13

Dalam hal ini sekolah SMA Negeri 1 Parung adalah sekolah yang berbasis umum tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai agama. SMA Negeri 1 Parung hadir ditengah masyarakat dengan model pengajaran yang sama seperti sekolah umum pada umumnya, namun pada dasarnya pengajaran yang ada di SMA Negeri 1 Parung bertujuan untuk membentuk kepribadian siswa yang Islami seperti penanaman keagamaan melalui kegiatan rohis, membentuk kepribadian yang Islami melalui sholat berjamaah. Pada dasarnya seorang guru tidak hanya memberikan pengetahuan atau mengajar semata, melainkan bertujuan untuk menciptakan siswa yang agamis dan taat pada agama yang di anutnya.

Disisi lain yang menarik dari sekolah ini adalah antusiasme siswa untuk melaksankan shalat dhuha dan dzuhur berjamaah setiap hari.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Model Pembentukan Kepridian Islami Siswa Melalui Pembelajaran Agama Di SMA Negeri 1 Parung Bogor.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Persoalan yang dapat muncul dari topik ini adalah mengenai siswa belajar agama dan dianggap pemerintah sudah efektif, tentu saja dari proses belajar mengajar ini memuat banyak aspek nilai mulai dari akhlak, ibadah, teologi, dan minat para siswa ikut belajar agama. Namun demikian, penulis hanya mengambil “Model Pembentukan Kepribadian Islami Siswa Melalui Pembelajaran Agama Islam”

2. Batasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini, maka penulis sengaja membuat suatu batasan. Ruang lingkup masalah yang akan diteliti dibatasi pada: Bagaimana sistem belajar-mengajar agama di sekolah SMA Negeri 1 Parung?.

13


(17)

3. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang menjadi pusat penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana model pembelajaran agama di SMA Negeri 1 Parung? b. Bagaimana upaya meningkatkan kepribadian siswa yang Islami?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan di atas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu: Untuk mengetahui model pembentukan kepribadian Islami siswa melalui pembelajaran agama Islam di SMA Negeri 1 Parung.

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Akademis:

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi pengembangan lembaga keilmuan dan keberlangsungan pendidikan nasional.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan baru bagi para teorisi, praktisi dan pemikir pendidikan dalam mengemas nilai-nilai agama menjadi kajian yang menarik. Juga diharapkan dapat memberikan motivasi bagi kepala sekolah dan orang tua untuk lebih memperhatikan kepada mata pelajaran agama Islam.


(18)

9 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pembentukan Kepribadian

Pembentukan kepribadian pada dasarnya adalah upaya untuk mengubah sikap kearah kecendrungan terhadap nilai-nilai ke-Islaman. Perubahan sikap tidak terjadi secara spontan, tetapi diantaranya disebabkan oleh adanya hubungan dengan obyek, wawasan, peristiwa atau ide dan perubahan sikap harus dipelajari.

Setiap usaha maupun kegiatan yang dilakukan dalam mencapai suatu tujuan harus mempunyai dasar dan landasan tempat berpijak yang kokoh. Pendidikan adalah suatu usaha membentuk manusia harus mempunyai landasan keimanan dan kepada landasan itulah semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan dihubungkan.

1. Pengertian Pembentukan Kepribadian

Istilah pembentukan adalah proses atau usaha dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperolah yang lebih baik, mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik, lebih maju dan lebih sempurna.1

Sedangkan kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris)yang berasal dari kata persona (bahasa Latin), yang artinya kedok atau topeng yaitu

1

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-2, h. 39.


(19)

tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan prilaku, watak atau pribadi seseorang.2

Menurut Reymond Bernard Cattal yang dikutip oleh Abdul Majid, bahwa ”kepribadian mencakup tingkah laku individu baik yang terbuka (lahiriyah) maupun yang tersembunyi (batiniyah).3

Secara utuh kepribadian mungkin terbentuk melalui pengaruh lingkungan, terutama pendidikan. Adapun sasaran utama yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak mulia.

Wetherington menyimpulkan bahwa kepribadian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kepribadian adalah istilah untuk menanamkan tingkah laku seseorang yang secara terintegrasi merupakan suatu kesatuan.

b. Manusia karena keturunanya mula-mula hanya merupakan individu, dan barulah menjadi suatu pribadi setelah mendapat (menerima) pengaruh dari lingkungan sosialnya dengan cara belajar.

c. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu yang ada pada pikiran tersebut ditentukan oleh nilai dari perangsang sosial seseorang. d. Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat statis seperti

bentuk badan, ras, akan tetapi merupakan gabungan dari keseluruhan dan kesatuan tingkah laku seseorang.

e. Kepribadian untuk berkembang secara pasif, tetapi setiap pribadi menggunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosialnya.4

Lebih tegas lagi Cattel berpendapat bahwa kepribadian adalah apa yang dapat kita perkirakan termasuk di dalamnya kelakuan seseorang dalam situasi tertentu.

2

Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), Cet. Ke-9, h. 10

3

Abdul Majid, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, (Jakarta: Darul Falah, 1999), Cet. Ke-1, h. 78.

4

Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan


(20)

Adapun unsur-unsur yang membentuk kepribadian, menurut Cattel antara lain:

Pertama, sifat atau unsur dinamik, yaitu berbagai dorongan dari kelakuan

yang tujuannya, baik kodrati maupun dipelajari.

Kedua, sifat watak. Yang berhubungan dengan ciri yang luas yang tidak

berubah dan ia adalah ciri yang membedakan reaksi individu tanpa memandang perasangsang yang menyebabkannya, misalnya cepat memberi reaksi, atau kekuatannya, atau kadar kegiatannya.

Ketiga, kekuatan dan kemapuan mental. Yang menentukan kemampuan

individu untuk melakukan suatu pekerjaan, yang tercermin dalam kecerdasan, kemampuan khusus dan keterampilan. 5

Dari definisi di atas, diketahui bahwa kepribadian adalah suatu totalitas yang menjadi ciri khas seseorang, yang meliputi prilaku yang nampak, prilaku batin, cara berpikir, falsafah hidupnya dan sebagainya yang menjadi sifat dan watak seseorang, baik menyangkut fisik maupun psikis, baik yang tercermin maupun sosial tingkah laku”. Dengan kata lain kepribadian merupakan ciri khas seseorang dan kepribadian dapat dibentuk melalui bimbingan dari luar.

Kenyataan ini memberi peluang bagi usaha pendidikan untuk memberi andilnya dalam usaha pembentukan kepribadian. Dalam hal ini diharapkan pembentukan kepribadian dapat diupayakan melalui pendidikan yang sejalan dengan tujuan ajaran Islam.

Di bawah ini adalah beberapa teori yang merupakan pijakan untuk mengetahui lebih rinci tentang kepridian antara lain:

a. Teori Empirisme

Teori ini beranggapan bahwa kepribadian didasarkan pada lingkungan pendidikan yang didapatnya atau perkembangan jiwa seseorang semata-mata bergantung kepada pendidikan dengan segala aktivitasnya, pendidikan merupakan salah satu lingkungan anak didik. Dalam hal ini pendidik dapat berbuat sekehendak hati dalam pembentukan pribadi anak didik sesuai yang diinginkan. Pendidik dapat berbuat sekehendak hatinya seperti pemahat patung kayu atau

5


(21)

patung batu darbahan lainya menurut kesukaan pemahat tersebut. Lingkungan dan pendidikan relatif dapat diukur dan dapat dikuasai manusia dan keduanya memegang peranan utama menentukan perkembangan kepribadian manusia. b. Teori Nativisme

Teori ini menitik beratkan bahwa “kepribadian terbentuk oleh sifat bawaan, keturunan dan kebakaan sebagai penentu timbulnya tingkah laku seseorang. Aliran ini dipelopori oleh Arthur Houer. Yang membedakan antara aliran emperisme dan nativisme adalah “ nativisme menitik beratkan penetuan dari tingkah laku dari sudut lingkungan (nenek moyang) sebelum anak dilahirkan) sedang emperis menitik beratkan setelah anak dilahirkan.

c. Teori Konvergensi,

Teori ini menggabungkan dua aliran diatas. Konvergensi adalah interaksi faktor intern dan faktor lingkungan dalam faktor pembentukan kepribadian, penentuan kepribadian seseorang ditentukan kerja yang integral antara faktor yang internal (potensi bawaan) maupun faktor eksternal (lingkungan pendidikan). Dengan kata lain bahwa kepribadian menurut aliran konvergensi adalah dipengaruhi oleh faktor ajar. (tergantung mana yang lebih dominan) aliran ini di pelopori oleh William Stern (1871- 1983).dalam Islampun mengakui bahwa kepribadian dapat dipengaruhi oleh faktor dasar dan faktor ajar. Sebagaimana ada dalam hadist yang maksudnya adalah manusia lahir mempunyai potensi bawaan dan kemudian dapat pula dipengaruhi oleh faktor luar, dalam hal ini adalah orang tuanya.6

Dari pandangan teori konvergensi tersebut, maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk.

2. Hasil pendidikan adalah tergantung dari pembawaan dan lingkungan.

6

Djunaidatul Munawwaroh Dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: Perspektif Islam dan


(22)

3. Pendidikan itu serba mungkin diberikan kepada anak didik.7

Penulis menyimpulkan bahwa kepribadian adalah yang menjadi ciri khas seseorang, yang meliputi prilaku yang nampak, pada prilaku seseorang secara batin, cara berpikir, falsafah hidupnya, dan sebagainya yang menjadi sifat dan watak seseorang, baik menyangkut fisik maupun psikis, baik yang tercermin maupun sosial tingkah laku.

2. Proses Pembentukan Kepribadian

Dalam pembentukan kepribadian proses sangat penting, karena pembentukan kepribadian tersebut tidak terjadi secara langsung, tetapi harus melalui proses yang bertahap terlebih dahulu. Adapun dalam bentuk kepribadian dapat dibagi menjadi dua, yakni:

1. Pembentukan kepribadian secara perseorangan yang meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku serta intelektual sehingga ia berbeda dengan orang lain. Ciri khas tersebut diperoleh berdasarkan potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi (pembawaan) akan di jumpai adanya perbedaan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Namun perbedaan tersebut terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki berdasarkan faktor bawaan masing-masing, meliputi aspek jasmani dan rohani. Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit dan ciri-ciri fisik lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, kecerdasan maupun sikap emosi.

2. Pembentukan kepribadian secara ummah (Bangsa dan Negara) yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah yang berbeda dengan ummah yang lainnya mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar baik ideologi maupun lainnya dapat yang dapat memberi dampak negatif. Proses pembentukan kepribadian secara ummah dilakukan dengan memantapkan kepribadian

7

Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: Perspektif Islam dan Umum ,h. 61.


(23)

individual, juga dapat dilakukan dengan menyiapkan kondisi dan tradisi sehingga memungkinkan terbentuknya kepribadian ummah. 8

Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan pribadi anak dan dapat mengurangi kemerosotan moral karena semua ajaran agama Islam adalah merupakan dasar atau acuan dalam pembinaan moral anak dan ajaran agama Islam ini tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat. Pendidikan tersebut harus diberikan baik kepada keluarga, masyarakat maupun lewat lembaga pendidikan atau sekolah, agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya. Bila seseorang telah mengamalkan ajaran agamanya dengan keyakinan yang mantap yang tentunya dengan kesadaran diri tanpa adanya paksaan dari luar maka bisa dikatakan bahwa moral seseorang itu baik.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian

Dalam suatu usaha pastilah ada faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari faktor internal maupun ekternal. Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian antara lain: faktor keluarga, faktor lingkungan, teman sebaya, pengaruh kebudayaan asing, banyaknya waktu luang yang tersedia dan kurangnya mendapat pengetahuan agama.

1. Faktor Internal

Faktor ini merupakan indikasi dari diri anak tersebut atau lebih tepatnya adalah pembawaan dari sejak lahir. Dalam hal ini seorang anak sangat memungkinkan akan mewarisi sifat-sifat yang dominan dari kedua orang tuanya, segalanya tergantung pada lingkungan tempat ia hidup, bila lingkungan memungkinkan untuk berkembang, maka sifat tersebut akan berkembang juga, demikian juga sebaliknya. Menginjak usia 13-16 tahun seorang anak barada pada masa peralihan menuju masa remaja.9 Pada masa ini seorang anak mengalami

8

Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: Perspektif Islam dan

Umum, h.167 -175.

9

Zakiah Darajat, Remaja: Harapan dan Tangan, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. Ke-2, h. 46.


(24)

perubahan yang cepat baik jasmani maupun rohaninya, sehingga bila ia tidak mendapatkan perhatian yang intensif, sangat mungkin ia akan melakukan hal-hal yang negatif.

Adapun ciri-ciri anak pada masa usia ini adalah prilaku mereka tidak stabil, keadaan emosinya guncang, condong kepada yang ekstrim, mudah tersinggung dan sebagainya.

Pengetahuan tentang ajaran agama sejalan dengan pertumbuhan dan kecerdasannya, tetapi seringkali pengetahuan tersebut menjadi sumber konflik yang membingungkan, seperti ketika ia mendapatka pelajaran tentang nilai-nilai moral dan ini bertentangan dengan sikap orang-orang disekitarnya, maka hal ini akan membuatnya bingung dan gelisah bahkan dapat menyebabkan acuh tak acuh pada agama, karena itu membutuhkan lingkungan yang mendukung terhadap pertumbuhannya.10

2. Faktor Eksternal a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental sifatnya. Disitulah anak dibesarkan, memperoleh penemuan – penemuan dan belajar yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Disitu pulalah anak pertama–tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan–pertemuan dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.

Dr. Joseph S. Roucek mengatakan bahwa keluarga adalah buaian dari kepribadian atau “the family is the craddle of the personality” 11 artinya; keluarga sebagai pusat ketenangan hidup dan pangkalan yang paling vital. Bila salah seorang anggota keluarga menderita gangguan pikiran atau frustasi, maka untuk mendapatkan kekuatan kembalai ia pergi “pulang kampung”, dan dengan bernostalgia ia akan mendapatkan kembali gairah hidupnya.

10

Ari H. Gunawan, Kebijakan kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1986), Cet. Ke-1, h.17.


(25)

 Kurang Mendapat Bimbingan Agama

Di antara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kepribadian, kurang mendapat bimbingan agama merupakan faktor yang tidak dapat di anggap remeh, karena kurangnya mendapat bimbingan agama dapat menyebabkan lemahnya jiwa mereka dalam pengamalan ajaran agama. Akibatnya anak-anak bisa berbuat sesuka hatinya tanpa memegang ajaran agama.

Perlu kita sadari bahwa kepribadian seseorang akan terlihat dari cara mereka mengamalkan ajaran agamanya,karena agama dapat menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku, hal ini dapat dimengerti karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat dalam kehidupannya setiap hari.12

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Bila lingkungan itu baik, maka kemungkinan besar anak tumbuh dan berkembang dengan baik pula, sebaliknya bila lingkungan dimana anak tinggal adalah lingkungan yang kurang baik, maka sikap dan tingkah lakunya pun akan menunjukkan kurang baik pula. Lingkungan yang di maksud adalah lingkungan disekitar anak berada, baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan sosial masyarakat.

 Pengaruh teman sebaya

Dalam pergaulan sehari-hari, biasanya anak atau remaja lebih suka memilih teman atau bergaul dengan teman yang sebaya daripada memilih teman yang umurnya lebih muda tau lebih tua darinya.

Sering kita jumpai dalam masyarakat kehidupan remaja yang suka berkelompok, dan mempunyai toleransi yang tinggi, sehingga mereka sering melakukan tindakan beramai – ramai demi kata setia kawan, walaupun tindakan mereka kurang baik, seperti pengeroyokan, tawuran, dan lain sebagainya.

12

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 93.


(26)

Kalau kita pernah melihat penelitian yang pernah dilakukan oleh Glueck and glueck sebagaimana dikutip oleh H.M. Arifin mengemukakan “bahwa 98,4% dari anak nakal adalah akibat pengaruh anak nakal lainnya”.13 Dari penelitian itu terlihat sekali bahwa teman sebaya mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi sikap dan moral seseorang.

 Pengaruh budaya asing

Remaja dalah manusia yang paling suka meniru hal – hal yang di anggapnya baru, tak terkecuali hubungannya dengan pengaruh budaya asing, karena pada masa ini mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.

Remaja sering kali meniru hal – hal dari budaya luar (terutama dari budaya barat) agar mereka dianggap sebagi remaja yang modern dan tidak ketinggalan zaman mereka tidak lebih dahulu menilai apakah budaya yang mereka tiru itu pasif atau negatif, menurut mereka yang paling penting adalah mereka dianggap modern dan sesuai dengan selera mereka.

Pengaruh budaya asing tersebut biasanya lewat film-film, TV, radio, surat kabar, majalah, internet dan bisa juga lewat turis asing yang datang kenegara ini tentunya pengaruh budaya asing dan pengaruh yang positif ada pula yang berpengaruh negatif terhadap jiwa mereka.

C. Metode Pembentukan Kepribadian Dalam Pendidikan Islam

Dalam pendidikan Islam banyak metode yang diterapkan dan digunakan dalam pembentukan kepribadian. Menurut An-nahlawy metode untuk pembentukan kepribadian dan menanamkan keimanan antara lain: Metode keteladanan, Metode pembiasaan, Metode perumpamaan (mengambil pelajaran), Metode Metode ibrah dan ¸metode kedisiplinan, Metode targhib dan tarhib.14

Metode ini dapat diimplementasikan guru pada saat melakukan proses belajar mengajar. Dengan demikian siswa dapat belajar dengan tenang dan

13

M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 131.

14

An-Nahlawy Dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Rosda Karya, hlm.137.


(27)

senang. Pada tataran praktis siswa diajarkan untuk membiasakan perbuatan baik dan menjauhi keburukan. Dengan melaksanakan shalat seseorang secara otomatis ia akan membiasan prilaku terpuji dengan catatan shalat yang ia lakukan bermakna dalam kehidupan.

1. Metode keteladanan

Teladan ialah tindakan atau perbuatan pendidik yang disengaja dilakukan untuk ditiru oleh anak didik.15 Metode keteladanan, yaitu suatu upaya untuk membumikan segenap teori yang telah dipelajari kedalam diri seorang pendidik, yang tadinya hanya berupa goresan tinta atau pikiran menjadi terintegrasi dengan prilaku kesehariannya.16

Secara psikilogis manusia memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan lewat keteladanan dengan memberi contoh-contoh konkrit kepada para siswa. Dalam pembentukan kepribadian, pemberian contoh sangat ditekankan. Guru harus memberikan uswah yang baik bagi para siswanya baik dalam ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lainnya, karena nilai mereka dinilai dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekwan seorang guru menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajaran dan nasihat-nasihatnya.

2. Metode pembiasaan

Pembiasaan merupakan suatu upaya pengulangan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.17 Pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu norma kemudian membiasakan anak didik untuk melakukannya dalam pembentukan kepribadian, metode ini biasanya diterapkan pada ibadah-ibadah amaliah, seperti jama’ah shalat kesopanan pada guru, pergaulan dengan sesama siswa, sehingga tidak asing di jumpai di sekolah sebagaimana seorang siswa begitu hormat pada guru dan kakak seniornya; maka mereka dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.

15

M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999). Cet-1.h. 42 16

Fadhilah Suralaga, M.Si, Psikologi Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet-1. h. 89

17


(28)

Metode pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan kepribadian, bila seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek lalu tersimpan dalam sistem limbic otak sehingga aktifitas yang dilakuakn oleh siswa tercover secara positif. 3. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Ibrah ialah kondisi yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan yang abstrak. Maksudnya adalah perenungan dan tafakur.

Tujuan pedagogis dari Ibrah adalah mengantarkan pendengar kepada suatu kepuasan pikir akan salah satu perkara aqidah, yang didalam kalbu menggerakkan, atau mendidik perasaan Rabbaniyyah (Ketuhanan), sebagaimana menanamkan, mengokohkan dan menumbuhkan akidah tauhid, petunjukkan kepada syara’ Allah dan kepatuhan kepada segala perintah-Nya.18

4. Mendidik melalui mauidhzah (nasihat)

Mauidhah adalah pemberian nasehat dan pengingatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara yang menyentuh kalbudan menggugah untuk mengamalkannya.19

Metode mauidhzah harus mengandung tiga unsur, yakni: 1). Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang. Hal ini siswa, misalnya sopan santun, keharusan kerajinan dalam beramal; 2).motivasi untuk melakukan kebaikan; 3). Peringatan tentang dosa atau bahaya yang akan muncul dari adanya larangan, bagi dirinaya sendiri maupun orang lain.

Penulis menyimpulkan bahwa mendidik melalui nasehat adalah nasihat atau peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

18

Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro. 1992). Cet-2. h. 390

19


(29)

5. Metode mendidik melalui kedisiplinan

Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan/peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena paksaan tetapi kepatuhan akan dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu.20 Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.21

Sanksi pada setiap pelanggar sementara kebijaksanaan mengharuskan sang pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan-dorongan lain. Dengan demikian, sebelum menjatuhkan sanksi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:

a. Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;

b. Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik;

c. Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar, misalnya frekuensi pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau pelanggaran disengaja atau tidak.

Penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya hukuman atau sanksi tetapi hukuman dan sanksi ini sewajarnya dan tidak berbentuk kekerasan.

6. Mendidik melalui targhib dan Tarhib

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain;

al-targhib dan al-Tarhib. al-targhib adalah janji-janji disertai dengan bujukan dan

membuat senang terhadap suatu maslahat, knikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan melakukan amal sholeh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk. al-Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah.22

20

M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, h. 40 21

Hadari an-Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), h. 234 22


(30)

Kelemahan metode ini adalah tidak mempunyai ikatan atau sanksi yang tegas, karena hanya bersifat bujukan dan ancaman yang bersifat moral dan ghaib, tidak kongkrit yang diberikan saat itu juga. Karena itu metode ini perlu dibarengi dengan metode lain; misalnya kedisiplinan hadiah maupun keteladanan.

Metode ini dalam teori metode belajar modern dikenal dengan reward dan funisment. Yaitu suatu metode dimana hadiah dan hukuman menjadi konsekuensi dari aktifitas belajar siswa, bila siswa dapat mencerminkan sikap yang baik maka ia berhak mendapatkan hadiah dan sebaliknya mendapatkan hukum ketika ia tidak dapat dengan baik menjalankan tugasnya sebagai siswa.

Metode reward dan funishment ini menjadi motifasi eksternal bagi siswa dalam proses belajar. Sebab, khususnya anak-anak dan remaja awal ketika disuguhkan hadiah untuk yang dapat belajar dengan baik dan ancaman bagi mereka yang tidak disiplin, mayoritas siswa termotifasi belajar dan bersikap disiplin.

Hal ini bisa terjadi karena secara psikologi manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mendapatkan balasan dari perbuatan baiknya.

Penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya janji-janji disertai bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. al-Tarhib

adalah ancaman untuk menimbulakan rasa takut berbuat tidak benar, supaya melakukan hal-hal yang baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.

D. Kerangka Teori

Kepribadian adalah suatu totalitas yang menjadi ciri khas seseorang, yang meliputi prilaku yang nampak, prilaku batin, cara berpikir, falsafah hidupnya dan sebagainya yang menjadi sifat dan watak seseorang, baik menyangkut fisik maupun psikis, baik yang tercermin maupun sosial tingkah laku.

Dalam pendidikan Islam banyak metode yang diterapkan dan digunakan dalam pembentukan kepribadian. Menurut An-nahlawy metode untuk pembentukan kepribadian dan menanamkan keimanan antara lain: Metode keteladanan, Metode pembiasaan, Metode perumpamaan (mengambil pelajaran), Metode Metode ibrah dan ¸metode kedisiplinan, Metode targhib dan tarhib.


(31)

Dengan pembelajaran agama yang diajarkan di sekolah, maka diharapkan dapat mengubah pembentukan kepribadian islami siswa menjadi lebih baik, dengan mengunakan metode keteladanan, pembiasaan, perumpamaan dan lain sebagainya.

Metode yang digunakan tersebut brtujuan untuk membiasakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk, sehingga siswa dapat terhindar dari lingkungan yang tidak baik, demikian juga peran orang tua sebagai pendidik utama untuk mengawasi kepribadian siswa.


(32)

23 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar SMA Negri 1 Parung. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel bertujuan (random sampling) yaitu dengan penentuan subjek penelitian: guru mata pelajaran PAI kelas III. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam, pengamatan (observasi partisipan) dan dokumentasi serta angket. Analisis data dilakukan dengan memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan, dan dari makna itulah ditarik kesimpulan.

1. Jenis penelitian

Ditinjau dari objeknya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field

Research), karena data-data yang diperlukan untuk menyusun karya ilmiah ini

diperoleh dari lapangan yaitu SMA Negri 1 Parung Bogor. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif Kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan dilapangan bersifat verbal, kalimat, fenomena-fenomena dan tidak berupa angka-angka.

2. Penentuan sumber data

Data merupakan keterangan-keterangan suatu hal. Pengertian sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian populasi. Di mana populasi merupakan sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai ciri-ciri yang


(33)

sama. Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian.1 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Parung yang berjumlah 776 Siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa “populasi adalah keseluruhan subyek yang disajikan dalam suatu penelitian dan memiliki ciri-ciri yang sama”. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa SMA Negri 1 Parung, yang terdiri dari 776 siswa, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMA Negeri 1 Parung yang bejumlah 776 siswa.

Dalam penelitian ini penulis tidak menjadikan seluruh siswa SMA Negeri 1 Parung sebagai sasaran objek penelitian, tetapi hanya 20% dari seluruh kelas III. Suharsini Arikunto mengemukakan bahwa jika objek penelitian lebih dari 100 orang maka sampel yang diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.2

Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan siswa kelas III karena penulis menganggap bahwa kelas III penanaman agamanya lebih matang debandingkan dengan kelas I ataupun kelas II. Dengan demikian maka peneliti memberikan hak yang sama kepada setiap siswa untuk memperoleh kesempatan untuk dipilih menjadi sampel, sesuai dengan data siswa kelas III yang berjumlah 250 siswa, dari populasi tersebut yang dijadikan sampel sebanyak 20%. Jadi sampel yang menjadi objek adalah 50 siswa.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Penulis menggunakan beberapa metode, yaitu:

a. Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diteliti. Metode ini penulis gunakan untuk mengamati, mendengarkan dan mencatat langsung keadaan atau kondisi sekolah, letak

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 130.

2


(34)

geografis, sistem belajar belajar, sarana dan prasarana di SMA Negri 1 Parung.

b. Interview

Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewee) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memeberikan jawaban atas pertanyaan.3 Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang sejarah berdiri, struktur organisasi, sarana prasarana, keadaan siswa. Sedangkan yang menjadi nara sumber adalah guru pendidikan agama Islam dan kepala sekolah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi ini adalah untuk mencari data mengenai hal-hal yang berupa buku-buku, transkip, majalah, notulen rapat, catatan harian, agenda.4 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang sejarah berdidrinya SMA Negri 1 Parung, struktur organisasi, keadaan karyawan dan guru, keadaan siswa, sarana dan prasarana.

d. Angket

Angket yaitu sejumlah pertanyaaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti tentang laporan pribadinya atau hal-hal lain yang diketahuinya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data tentang model pembentukan kepribadian Islami siswa melalui pembelajaran agama Islam di SMA Negeri 1 Parung.

4. Metode Analisis Data

Untuk menganilisis data yang sudah didapatkan, penulis menggunakan rumus sebagai berikut:

P = F X 100% N

3

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam: Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Prers, 2009), Cet. Ke-1, h.350.

4


(35)

Keterangan :

P = Angka persentase (persentase yang dicari)

F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya (jumlah jawaban responden) N = Jumlah frekuensi (banyaknya individu)5

Adapun ketentuan skala persentase yang digunakan adalah : 76 – 100% = Termasuk kategori sangat baik

56 – 75% = Termasuk kategori baik 26 – 55% = Termasuk kategori cukup 0 – 25% = Termasuk kategori kurang

Metode Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif.Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang pengolahan datanya dibandingkan dengan suatu standar atau kriteria yang telah dibuat peneliti.6 Artinya peneliti mencari uraian yang menyeluruh dan cermat tentang sistem belajar agam yang dihadapi oleh siswa SMA Negri 1 Parung. Karena struktur pendekatannya menggunakan pendekatan kualitatif, di mana data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi serta angket maka, dilakukan pengelompokkan data dan pengurangan yang tidak penting. Selain itu dilakukan analisis pengurangan dan penarikan kesimpulan tentang belajar agama yang dihadapi oleh siswa SMA Negri 1 Parung.

Proses Analisis data baik ketika pengumpulan data maupun setelah selesai pengumpulan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pada waktu pengumpulan data, dilakukan pembuatan reduksi data, sajian data dan refleksi data

b. Menyusun pokok-pokok temuan yang penting dan mencoba memahami hasil-hasil temuan tersebut dan melakukan reduksi data

c. Menyusun sajian data secara sistematis agar makna peristiwanya semakin jelas

d. Mengatur data secara menyeluruh. Dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan. Apabila dirasa kesimpulan masih perlu tambahan data, maka

5

Anas Sudjiono, pengantar statistik pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke-16, h. 40

6


(36)

akan kembali dilakukan tinjauan lapangan untuk kegiatan pengumpulan data sebagai pendalaman.

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pola pikir Deduktif dan Induktif. Deduktif yaitu menarik kesimpulan dari dalil-dalil yang sifatnya umum untuk dijadikan kesimpulan yang bersifat khusus. Sedangkan Induktif adalah menarik kesimpulan dari yang bersifat khusus untuk kemudian dijelaskan secara luas.

Kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan selalu mendasarkan diri atas semua data yang diperoleh selama kegiatan penelitian. Kesimpulan merupakan solusi yang akan diberikan kepada objek penelitian.


(37)

28 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Parung

1. Latar Belakang Berdirinya SMA Negeri 1 Parung

SMA Negeri Parung didirikan pada tanggal 01 Juli 1985 berdasarkan SK Mendikbud No 0601/O/1985. Awalnya SMA Negeri 1 Parung merupakan filial (kelas Jauh) SMA Negeri 1 Cibinong. Menempati gedung sendiri di Jl Waru Jaya, Desa Waru Jaya, Kec. Parung sejak tahun 1987. Sampai saat ini (tahun 2010) telah meluluskan sebanyak 23 angkatan.

Kepala Sekolah yang telah memimpin di SMAN 1 Parung :  Drs. Wirya JayaAtmaja tahun 1985-1989

 Djuariman,BA(alm) tahun 1990-1992

 Nana Sutarna,BA tahun 1992-1995

 Drs. Acep Wiharsa tahun 1996-1998

 Dra.Hj. Zuraidah,M.M tahun 1998-2006

 Dra. Hj. Komariah tahun 2006-2009

 Drs. Ali Gozali,M.Pd tahun 2009-sekarang

SMA 1 Parung memiliki luas Tanah sekitar 5400 Meter serta fasilitas yang sangat menunjang diantaranya, lapangan olahraga, Perpustakaan, Lab. Komputer, ruang multimedia, Musholah, ruang kepala sekolah, guru, TU dan ruang kelas.


(38)

2. Visi dan Misi SMA Negeri 1 Parung

”Unggul dalam prestasi, berakhlak mulia berdasarkan iman dan taqwa” Indikator :

a. Berprestasi dalam peningkatan nilai rata-rata Ujian Nasional b. Berprestasi dalam Lomba Olympiade

c. Berprestasi dalam Lomba Siswa Berprestasi d. Berprestasi dalam Lomba Berpidato Bahasa Inggris e. Berprestasi dalam Lomba Olah Raga dan Seni f. Berprestasi dalam Lomba Keagamaan

Misi SMANegeri 1 Parung

a. Melaksanakan pembelajaran efektif, inovatif dan konsisten b. Meningkatkan semangat berprestasi dari semua warga sekolah c. Memotivasi siswa untuk mengenali potensi dirinya secara optimal

d. Menumbuhkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut

e. Membentuk peserta didik yang berakhlak mulia

3. Struktur Organisasi SMA Negri 1 Parung

Kata struktur berasala dari bahasa Inggris, yaitu structure, yang berarti “susunan”.1 Organisasi merupakan hal yang penting dalam menjalankan roda administrasi sebab melalui organisasi akan tercapai suatu kerja sama yang baik. Dari kerja sama yang baik itu akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

Menurut Hadari Nawawi, Organisasi adalah “system kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama”.2 Dalam organisasi terdapat berbagai macam ketentuan aturan yang berupa kewajiban, hak dan tanggung jawab untuk mencapai maksud dan cita-cita bersama. Oleh karena itu jalannya

1

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,2000), Cet.Ke-10, h. 563

2

Hadary Nawawi, Administrasi pendidikan, (Jakarta: HJ. Masagung, 1995), Cet. Ke 12, h. 25


(39)

proses pendidikan SMAN 1 Parung juga perlu adanya struktur organisasi agar tercapai maksud yang dicita-citakan. Untuk lebih jelasnya struktur organisasi SMAN 1 Parung digambarkan dalam table sebagai berikut:

Tabel 1

Struktur Organisasi SMA Negeri I Parung3

3

Data ini diambil dari arsip SMAN 1 Parung bagian administrasi.

Kepala Sekolah Wakil Kepala Sekolah

Wakaur Kurikulum Wakaur Kesiswaan

Wakaur Humas Bendahara Sekolah

Guru


(40)

4. Keadaan Tenaga Pengajar, Staf Administrasi dan Karyawan Dalam proses belajar mengajar, faktor pendidik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pendidik harus bertanggungjawab terhadap para siswa-siswinya di dalam membimbing mereka untuk mencapai tujuan secara optimal faktor dan cara guru mengajar sangat penting pula, bagaimana sikap guru, kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan cara mengajar anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai dari para peserta didiknya.

Keberadaan pegawai dan karyawan juga diperlukan dalam satu lembaga pendidikan karena dapat membantu terlaksananya proses belajar mengajar yang baik. Seandainya tidak ada orang yang menangani masalah-masalah diluar pengajaran secara khusus, maka kegiatan pendidikan di suatu sekolah tidak akan berjalan dengan baik. Adapun jumlah tenaga pengajar, staf Administrasi dan karyawan SMAN 1 Parung adalah 60 orang yang terdiri dari kepala sekolah, guru, stap administrasi dan karyawan. Jumlah tenaga pengajar di SMAN 1 Parung berjumlah 48 orang, Staf administrasi 6 orang dan 6 orang karyawan.4 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

4


(41)

Tabel 2

Keadaan Tenaga Pengajar, Staf Administrasi dan Karyawan Tahun Ajaran 2011- 20115

No Nama NIP Pelajaran Pangkat/Golongan

1

Drs. Ali Gozali, M.Pd 196301301986021002

Kepala Sekolah

Pembina Tk I /IV.b

2 Drs. Jamaludin 195810051992031005 Sosiologi Pembina / IV.a 3 Badrudin, S.Pd 195706121987031xxx Bhs Inggris Pembina / IV.a

4 Salmiah, BA 196007031985032010 BP/BK Pembina /IV.a

5 Heryani Fatmah, S.Pd 196308111988112001 Biologi Pembina /IV.a 6

Dra. Masruah 196309091990102001

Bhs Indonesia

Pembina /IV.a

7 Dra. Hj. Th. Ratna A,M.M - Sejarah Pembina /IV.a

8 Bardah Sondjaja, BA 195204151981031010 Biologi Pembina /IV.a 9 Dra. Hj. Tuti Aprida 195807161986032005 Sosiologi Pembina /IV.a 10 Dra. Hj. Iyah Khomsiyah 195810081993032002 BP/BK Pembina /IV.a 11 Atih Sri Niswati, S.Pd 195902231983032004 Kimia Pembina / IV.a 12 Drs. Sodikin 196011081986031006 Pend Agama Pembina /IV.a 13 Dra.Ani Widhiorini.MM 196212081985122002 Bhs Inggris Pembina /IV.a 14

Drs. Dodi Pujiono 196302261989031004

Bhs Indonesia

Pembina /IV.a

15

Dra. Heni Riswanti 196405261987032003

Bhs Indonesia

Pembina /IV.a

16 Hedi Heryana, S.Pd 196496241987031003 Sejarah Pembina /IV.a 17 Beni Sanigraha, S.Pd.Fis 196609271991031010 Fisika Pembina /IV.a 18 Dra. Musarofah 196704121988112002 Biologi/PLH Pembina /IV.a 19 Cony Nugraheni, S.Pd 196812041991012002 Biologi/PLH Pembina /IV.a 20

Dra. Dedeh Mintarsih 196905231994122002

Kimia/Bhs Sunda

Pembina /IV.a

5


(42)

21 Sugiarti, S.Pd - Matematika Pembina /IV.a 22

Dra. Neneng Sumiati 196601161997022002 BP/BK

Pembina /IV.a

23 Dewi Sartika 196803201990022001 Matematika Pembina /IV.a 24 Tri Susilowati, S.Pd 196903021997022001 Geografi Pembina /IV.a 25 Muchamad

Gunawan,S.Pd.Fis 197001111992011001 Fisika Pembina /IV.a 26 Hasanudin, S.Pd 197208261998031003 Pend Seni Penata / III.c 27 Ir. Sri Nendah P 196501292000122001 Matematika Penata Tk I / III.d 28 Suharti 196704061991032003 Pend Seni Penata Tk I / III.d 29 Drs.Agus Sukarmawan 196704182000121001 PPKn Penata Tk I / III.d 30 Arifah, S.Pdi 195201031986082001 Pend Agama Penata / III.c 31

Joko Maryono, S.Pd,M.M 196909262003121001 Fisika

Penata Muda Tk I / III.b

32 Yenni, S.Pd 196601112008012002 Penjaskes CPNS

33 Puji Rahmawati, S.Si 196801032008012001 Kimia CPNS

34 Titin Kustini, S.Pd 198103012008012009 PPkn CPNS

35

Sri Mulyani, S.Pd 197510192006042003 Ekonomi

Penata Muda Tk I / III.b

36 Momon Darusman. S.IP 197911092009021001 Geografi CPNS 37 Riono Basuki,S.Pd 198105042009021002 Penjaskes CPNS 38 Juwita Wulandari,S.Pd 197501242009022001 Bhs Jerman CPNS

39 Sumiati,S.E GBS Ekonomi G Kontrak

40 Helga Dwi Maryanti, S.Pd GTT Matematika Guru Honorer

41 Andi Rohman,S.Pd GTT Bhs Jerman Guru Honorer

42

Dian Falantika,S.Pd GTT

Bhs Indonesia

Guru Honorer

43 Atat Artati,S.Pd GTT Bhs Inggris Guru Honorer

44 Siti Syamsiah,S.Pd GTT Bhs Jerman Guru Honorer


(43)

46 Dendi Suhendar,S.Kom GTT TI dan K Guru Honorer

47 Kristinawati,S.Pd GTT Ekonomi Guru Honorer

48 Fatmayeni,S.Ag GTT Pend Agama Guru Honorer

49 Hj. Marcia Riyantini, S.Pd 196103181983032006 Ka Ur TU

50 Harun 196503021994031007 Bendahara

UYHD/TU 51 Hj. Farida Rustam, SH 195708091978032002 Tata Usaha

52 Sri yanti Honorer Tata Usaha Tenaga Honorer

53 Sri Wiyanti Honorer Tata Usaha Tenaga Honorer

54 Suhandi Honorer Tata Usaha Tenaga Honorer

55 Nurmariyam Honorer Pustakawan Tenaga Honorer

56

Sopian Honorer

Pembantu Sekolah

Tenaga Honorer

57 Mad sani Honorer Satpam Tenaga Honorer

58 Sumitra Honorer Satpam Tenaga Honorer

59

Kasmin Honorer

Penjaga Sekolah

Tenaga Honorer

60

Albani Honorer

Pembantu Sekolah


(44)

5. Keadaan Siswa SMA Negeri 1 Parung

Siswa SMA Negeri 1 Parung pada tahun ajaran 2010-2011 secara keseluruhan dari kelas 1 sampai kelas III berjumlah 776 siswa

Tabel 3

Keadaan Siswa SMAN 1 Parung Tahun Ajaran 2010-2011

NO Kelas Jumlah

1. I 269

2. 11 257

3. III 250

Jumlah 776

6. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam suatu lembaga pendidikan formal maupun non formal, memiliki peranan penting di dalam menunjang proses belajar mengajar, karena sarana dan prasarana merupakan kebutuhan primer bagi suatu lembaga pendidikan. Bahkan sarana dan prasarana termasuk dalam salah satu komponen belajar mengajar yang turut menentukan atau menunjang dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil observasi penulis, SMA Negeri 1 Parung memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut :


(45)

Tabel 4

Sarana dan Prasarana SMA Negeri 1 Parung

JENIS RUANG RUANG LUAS KONDISI RUANG *) (JML RUANG)

KET

(RUANG) (M2) B R

R

RB

R. TEORI/Kelas 21 1512 21 - -

LABORATORIUM 3 660 3 - -

PERPUSTAKAAN 1 135 - 1 -

Lab.KOMPUTER 1 120 1 - -

R. MULTIMEDIA 1 120 1 - -

Lab. Bahasa 1 72 1

Ruang Guru 1 120 1

Ruang TU 1 72 1

Ruang OSIS 1 36 1

Ruang BP 1 42 1

Ruang UKS 1 12 1

2901

Dengan adanya sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Negeri 1 Parung tersebut sudah cukup memadai dan pelaksanaan proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.6

6


(46)

7. Kegiatan Ekstra kurikuler

Kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di SMA Negeri 1 Parung adalah: B. Inggris, karya ilmiah remaja, paskibra, pancak silat, karate, rohis, marawis, pramuka, PMR, volly ball, futsal dan basket.7

B.Deskripsi Data

Data penelitian tentang model pembentukan kepribadian Islami siswa melalui pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 1 Parung diperoleh melalui observasi, wawancara dan angket. Wawancara penulis lakukan dengan kepala sekolah dan guru pendidikan agama Islam untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan SMA Negeri 1 Parung. Sedangkan angket diberikan kepada siswa kelas III SMA Negeri 1 Parung

Untuk mendapatkan gambaran mengenai peranan pendidikan agama Islam terhadap pembentukan kepribadian Islami siswa, maka terlebih dahulu angket tersebut dianalisa dalam bentuk tabel prosentase dan kemudian diuraikan secara rinci.

Data yang diambil tentang model Pembentukan Kepribadian Islami Siswa Melalui Pendidikan Agama Islam, masing-masing jawaban diberikan empat alternatif jawaban antara lain; 1) Selalu, 2) Sering, 3) Kadang-kadang, 4) Tidak Pernah.

C.Model yang digunakan di SMA Negeri 1 Parung dalam membentuk pribadi yang Islami

Dalam pendidikan Islam banyak model yang diterapkan dan digunakan dalam pembentukan kepribadian. Namun demikian, di SMA Negeri 1 Parung model yang digunakan dalam membentukan pribadi siswa yang islami antara lain: Model keteladanan, model pembiasaan, model kedisiplinan, model mendidik

7

Jamaluddin, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, wawancara pribadi, Parung: 16 November, 2010


(47)

melalui ibrah (mengambil pelajaran), Mendidik melalui mauidhzah (nasihat), model mendidik melalui targhib dan Tarhib.8

Model tersebut digunakan guru pada saat melakukan proses belajar mengajar. Dengan demikian; siswa diajarkan untuk membiasakan perbuatan baik dan menjauhi keburukan. Dengan melaksanakan shalat seseorang secara otomatis ia akan membiasan prilaku terpuji dengan catatan shalat yang ia lakukan bermakna dalam kehidupan.

1. Model keteladanan

Model keteladanan ini dimaksudkan adalah upaya untuk membumikan segenap teori yang telah dipelajari kedalam diri seorang pendidik untuk dipraktekkan dalam prilaku sehari-sehari.

Pendidikan lewat keteladanan dengan memberi contoh-contoh konkrit kepada para siswa. Dalam pembentukan kepribadian, pemberian contoh sangat ditekankan. Guru harus memberikan uswah yang baik bagi para siswanya baik dalam ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lainnya, karena nilai mereka dinilai dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan.

2. Model pembiasaan

Model pembiasaan ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan kepribadian, karena model ini adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu norma kemudian membiasakan anak didik untuk melakukannya. model ini biasanya diterapkan pada ibadah-ibadah amaliah, seperti jama’ah shalat kesopanan pada guru, pergaulan dengan sesama siswa, sehingga tidak asing di jumpai di sekolah sebagaimana seorang siswa begitu hormat pada guru dan kakak seniornya; maka mereka dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.

8

An-Nahlawy Dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Rosda Karya, hlm.137.


(48)

3. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Ibrah ialah kondisi yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan yang abstrak. Maksudnya adalah perenungan dan tafakur.

Tujuan pendidikan dari Ibrah adalah mengantarkan pendengar kepada suatu kepuasan pikir akan salah satu perkara aqidah, yang didalam kalbu menggerakkan, atau mendidik perasaan Rabbaniyyah (Ketuhanan), sebagaimana menanamkan, mengokohkan dan menumbuhkan akidah tauhid, petunjukkan kepada syara’ Allah dan kepatuhan kepada segala perintah-Nya.

4. Mendidik melalui mauidhzah (nasihat)

Model tersebut harus mengandung tiga unsur antara lain; Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang. Hal ini siswa, misalnya sopan santun, keharusan rajin dalam beramal. motivasi untuk melakukan kebaikan;, Peringatan tentang dosa atau bahaya yang akan muncul dari adanya larangan, bagi dirinaya sendiri maupun orang lain.

Dengan kata lain mendidik melalui nasehat adalah nasihat atau peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Mendidik melalui kedisiplinan

Disiplin adalah kesediaan untuk mematuhi ketentuan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena paksaan tetapi kepatuhan akan dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

6. Mendidik melalui targhib dan Tarhib

Model ini adalah janji-janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap suatu maslahat, knikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan melakukan


(49)

amal sholeh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk. al-Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan kesalahan yang dilarang oleh Allah.

Model ini dalam teori belajar modern dikenal dengan reward dan funisment. Yaitu suatu model dimana hadiah dan hukuman menjadi konsekuensi dari aktifitas belajar siswa, bila siswa dapat mencerminkan sikap yang baik maka ia berhak mendapatkan hadiah dan sebaliknya mendapatkan hukum ketika ia tidak dapat dengan baik menjalankan tugasnya sebagai siswa.

D. Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari hasil angket yang diberikan kepada siswa, maka terlebih dahulu penulis mengklasifikasikan angket tersebut sesuai model yang digunakan, kemudian diolah dalam bentuk tabel dengan menggunakan teknik prosentase sebagai berikut:

1. Model pembiasaan

Tabel 5

Siswa Melaksanakan Shalat 5 Waktu

No Alternatif Jawaban F P

1. Selalu 30 6 0 %

2. Sering 9 18 %

3. Kadang-kadang 8 1 6 %

4. Tidak Pernah 3 6 %

Jumlah 50 1 0 0 %

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa, 60 % siswa menjawab selalu melaksanakan sholat lima waktu. Hal ini dilakukan karena mereka mengetahui bahwa melaksanakan sholat lima waktu adalah kewajiban bagi umat muslim, selain itu karena perhatian orang tua terhadap masalah ibadah sholat lima waktu lebih besar dan mereka sudah ditanamkan aqidah dan penanaman agama sejak kecil, sedangkan 18% siswa menjawab sering melaksanakan sholat lima waktu, 16 % siswa menjawab kadang-kadang melaksanakan sholat lima waktu,16% tidak pernah melaksanakan sholat lima


(1)

Berdasarkan pengamatan penulis pembukaan belajar mengajar agama ditiap kelas dilakukan dengan pembacaan do’a bersama di semua kelas. Pembukaan belajar ini setiap harinya dimulai dengan membacaan do’a sesuai dengan keyakinan masing-masing, yang dibaca didalam hati.

Yang menarik dari sekolah ini adalah sebelum pelajaran dimulai para siswa diwajibkan membaca al-Qur’an secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang siswa yang ditunjuk langsung oleh guru dan guru juga mengikuti mengaji, dan hal ini juga sangat membantu kepada siswa untuk mengenal ajaran agama yang bersumber dari al-Qur’an. Dan bagi siswa yang bukan beragama Islam boleh keluar tetapi keluarnya hanya diperbolehkan keperpustakaan akan tetapi jika siswa tersebut mau mengikuti pelajaran agama tidak dilarang.

b. Kegiatan Belajar

Memasuki kegiatan belajar mengajar agama setelah siswa selesai membaca al-Qur’an, peserta didik dapat membuka buku pelajaran agama yang akan dipelajari. Adapun metode yang digunakan untuk menyampaikan bahan pelajaran merupakan dua rangkaian metode pendekatan. Pertama, Tanya jawab, metode ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bereksplorasi, memecahkan masalah dalam kegiatan belajar agama setiap hari. Siswa dirangsang untuk aktif dan disiplin. Merekapun belajar menghargai pendapat orang lain pada saat berdiskusi dan belajar menyampaikan pendapatnya dengan baik. Kedua, selain metode Tanya jawab, dalam proses belajar mengajar agama di SMA Negeri 1 Parung juga menerapkan metode ceramah dan metode kuis yang disesuaikan dengan materi yang akan diberikan.

Seiring berjalannya proses belajar mengajar di SMA Negri 1 Parung pendidik dipandang bukanlah sebagai satu-satunya sumber belajar. Penekanan fungsi pendidik ialah memperkenalkan bagaimana belajar, berfikir, dan bagaimana berbuat. Berdasarkan hal ini pendidik dipandang sebagai fasilitator yang berada ditengah antara peserta didik dan sumber belajar. Pendidik juga


(2)

65

mengambil peran sebagai pemandu agar mereka belajar aktif dan kreatif serta mendorong untuk berfikir kritis. Dalam hal ini pendidik sebagai motivator.

c. Penutup

Setelah kegiatan belajar mengajar selesai guru menutup kegiatan belajar tersebut tetapi sebelum ditutup guru memberikan tugas untuk pertemuan yang akan datang. Hal ini dilakukan untuk membuat siswa mengingat pelajaran yang telah dipelajari, tugas tersebut berupa pekerjaan rumah atau yang biasa dikenal dengan istilah PR. Setelah semuanya selesai kemudian belajar mengajar ditutup dengan membaca doa yang dipimpin oleh ketua kelas.


(3)

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan data-data dari hasil penelitian yang diperoleh dan dihimpun oleh penulis dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterapkan di SMA Negeri 1 Parung dalam membentuk kepribadian siswa yang Islami antara lain; kedisiplinan, pembiasaan, mendidik melalui ibrah, mendidik melalui mauidhzah, mendidik melalui targhib dan tarhib, dan keteladanan. Dari model tersebut terlihat 84% siswa mematuhi perintah guru dalam melaksanakan do’a sebelum pelajaran dimulai dan banyaknya siswa yang mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam serta kegiatan keagamaan lainnya seperti kegiatan pesantren kilat yang ada disekolah dengan baik, Ketiga model ini digunakan guru pada saat melakukan proses belajar-mengajar. Dengan demikian siswa dapat membiasakan perbuatan-perbuatan baik dengan melaksanakan berbagai macam-macam kegiatan dalam dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan analisa penulis, terlihat siswa melaksanakan sholat sudah cukup baik yaitu 60%, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa melaksanakan ibadah sholat. Selain itu juga 72% sikap dan tingkah laku siswa terhadap guru, tetangga, dan teman cukup baik.


(4)

67

2. Adapun upaya dalam meningkatkan kepribadian siswa yang Islami adalah untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai macam kegiatan keagamaan disekolah. Seperti bimbingan, pengajaran dan latihan.

3. Saran

1. Para pendidik untuk lebih meningkatkan dalam membimbing anak didik dengan lebih memaksimalkan tanpa merasa cukup dengan apa yang ada dan guru hendaknya menanamkan, membiasakan, dan memberi nilai-nilai ajaran ajaran agama pada siswa, sehingga siswa terbiasa melakukan amalan-amalan dan prilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam.

2. Bagi siswa hendaknya selalu mengamalkan pelajaran pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari dan membiasakan diri berakhlak mulia atau berkepribadian Islami, baik dilingkungan keluarga yakni Ibu, bapak dan saudara, dilingkungan sekolah yakni guru dan teman maupun dilingkungan masyarakat sekitar yaitu dengan teman sepermainan dan dengan orang yang lebih tua dan diharapkan kepada remaja agar bisa memilih-milih mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik untul tidak diakukan.


(5)

Ahmadi, Abu, Metode Khusus Pendidikan Agama, (MKPAI), Bandung: Amirika, 1986)

An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro. 1992). Cet-2.

An-Nahlawy Dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Rosda Karya.

An-Nawawi, Hadari Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993). Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2006).

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Diponogoro, 2007).

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-2.

Derajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet Ke-17. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah

RI Tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006).

Drajat, Zakia, Remaja: Harapan dan Tangan, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. Ke-2.

Gunawan, Ari H., Kebijakan kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1986), Cet. Ke-1.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006) Cet. Ke- 5.

Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. Ke-2.

M. Arifan, Pokok-Pokok Pikiran Tentang bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).


(6)

Majid, Abdul, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, (Jakarta: Darul Falah, 1999), Cet. Ke-1.

Mansyur dkk, H., Pendidikan Agama Islam,( Dirjen Bimbaga dan UT, 1996). Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif,

1974), Cet. Ke-4.

Munawwaroh, Djunaidatul dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: perspektif Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003).

Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam: Dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Prers, 2009), Cet. Ke-1.

Ramayulis, H., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. Ke-4. Sabri, H.M. Alisuf, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999). Sabri, H.M. Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005).

Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997). Sudjiono, Anas, pengantar statistik pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1994), Cet. Ke-16.

Suralaga, Fadhilah, Psikologi Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet-1.

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke2.

Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983).