Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja

(1)

HUBUNGAN KONFLIK INDIVIDU DALAM

ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS KARYAWAN DI TEMPAT KERJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

QISTY ANINDIATI S.

091301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 31 Januari 2014

Qisty Anindiati Sitepu 091301019


(3)

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

di Tempat Kerja

Qisty Anindiati S dan Fahmi Ananda

ABSTRAK

Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari peran serta karyawan. Agar karyawan dapat bekerja secara optimal, salah satu faktor yang harus terpenuhi setiap karyawan adalah kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Keberadaan suatu organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda tidak jarang menimbulkan konflik individu. Konflik individu yang terjadi dalam organisasi di khawatirkan akan mengurangi tingkat kesejahteraan psikologis karyawan di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan ditempat kerja. Subjek penelitian adalah 100 orang pegawai negeri sipil (PNS) di kota Stabat dan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kesejateraan psikologis dan skala konflik individu dalam organisasi. Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson product

moment. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan signifikan negatif

antara konflik individu dengan kesejateraan psikologis karyawan ditempat kerja. Selanjutnya dengan mengunakan uji analisis regresi sederhana didapat tipe konflik individu yang mana paling memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat kesejahteraan psikologis karyawan. Implikasi dari penelitian ini diharapkan kantor dinas setempat lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan khususnya ketika terjadi konflik individu ditempat kerja, dan setiap karyawan dapat lebih bertahan terhadap munculnya konflik individu.

Kata kunci : kesejahteraan psikologis karyawan, konflik individu dalam organisasi.


(4)

The relationship of individual conflict in organization and psychological well-being at work

Qisty Anindiati Sitepu and Fahmi Ananda

ABSTRACT

The successful of an organization cannot be separated from the role of employees. In order for employees to work optimally, one factor that every employee must to have is a psychological well being at work. The existence of an organization that consist of individuals who come from different backgrounds are more likely creating individual conflict. Individual conflicts that occur in the organization feared would reduce the level of psychological well being of employees at work. The purpose this study is to determine the relationship between individual conflict and psychological well-being at work. The subjects were 100 civil servant of government in Stabat and the technique sampling was incidental sampling. The data was collected using individual conflict scale and psychological well-being at work scale. Data were statistically analyzed using Pearson Product Moment. Statistical analysis showed that there was a significant negatif relationship between the individual conflict and psychological well-being at work. Furthermore, based on regression analysis, there was type of individual conflict (interpersonal conflict and intrapersonal conflict) contributed the most to level of psychological well being of employees. The implication of this study can help the local government service to know how to retaine psychological well-being of employees although there was an individual conflict in organization.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat kuasa dan ridho-Nya skripsi peneliti yang berjudul “ Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan di Tempat Kerja” dapat terselesaikan dengan lancar. Shalawat berangkaikan salam juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Peneliti juga mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada kedua orang tua peneliti, kepada ibu peneliti Dra. Hj. Dewi Kurniawati. M.Si, Ph.D yang tiada henti memberikan dukungan, doa, nasihat dan motivasi yang luar biasa tidak terbayar selama ini kepada peneliti, juga kepada Ayah peneliti Drs. H.G. Sitepu yang selalu mendukung, memberikan doa yang tidak pernah putus, bantuan materi maupun tenaga untuk berjalannya skripsi saya, I’m lucky daddy girl, I love you so much, Ayah. Kepada kedua adik saya, Stefi Annisa Sitepu dan M. Furqan Sitepu yang juga tidak henti memberikan dukungan, hiburan dan selalu menemani peneliti baik suka maupun duka.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bang Fahmi Ananda. M. Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih saya ucapkan pada abang yang selalu bersedia membimbing saya dengan sabar, mendengarkan keluh kesah, menyemangati saya dan memberikan waktu, tenaga,serta pemikiran dari awal sampai selesainya skripsi ini. Terima kasih banyak bang.


(6)

3. Kepada ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd selaku PD 3 Fakultas Psikologi USU yang sudah peneliti anggap seperti ibu sendiri, ibu yang bersedia mendengarkan keluh kesah, selalu mendukung dan mengingatkan peneliti untuk mempercepat penyelesaian skripsi peneliti.

4. Bapak Zulkarnain, Ph.D psikolog sebagai dosen penguji 2. sekaligus pembimbing kedua peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini, terima kasih atas perhatian, feedbeck dan masukan yang sangat bermanfaat sehingga terselesainya skripsi peneliti ini Terimakasih untuk waktu dan ilmunya pak. 5. Kakak Dian Ulfasari, M.Psi, psikolog. Selaku dosen pembimbing akademik

selama peneliti menempuh pendidikan di fakultas psikologi. Terima kasih untuk masukan dan perhatiannya selama ini kak.

6. Kepada bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog, selaku penguji 3. Terima kasih atas waktu dan perhatiannya.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas ilmu, pengetahuan, masukan, dan bantuan yang diberikan kepada saya selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

8. Kepada semua keluarga besar yang menyemangati saya untuk menyelesaikan pengerjaan skripsi ini dengan baik. Terimakasih atas kepeduliannya.

9. Terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta Lili, dila, wanda, marini, hana, wulan dan farah “pai”. Terima kasih untuk, tawa, ceria, suka, duka dan kebersamaan kita 4 tahun terakhir tidak terlupakan ini, semoga kebersamaan kita akan terus terjalin selamanya.


(7)

10.Kepada kak maya, kak nuri, kak dani, tante icut, kak debby, ibu sari, ibu sulastri, pak saprizal dan seluruhnya yang sangat membantu saya dalam menyebarkan skala skripsi ini. Terima kasih banyak atas bantuan dan keikhlasan hatinya.

11.Kepada subjek penelitian PNS dinas kota Stabat yang telah bersedia mengisi skala dengan sukarela sehingga terselesaikannya skripsi ini.

12.Seluruh rekan mahasiswa psikologi USU khususnya teman-teman stambuk angkatan 2009 yang turut berpartisipasi dalam memberikan ide, saran, dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Kepada reza, yogi, pangon, tika, yuli, rita, ahmat, terima kasih atas dukungan dan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi penelitian ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Medan, 3 Februari 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1.Manfaat teoritis ... 9

2.Manfaat praktis ... 9

E. Sistematika penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kesejateraan Psikologis ... 11

A.1. Defenisi kesejateraan psikologis ... 11

A.2. Dimensi kesejahteraan psikologis ... 13

A.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis ... 17

B. Konflik Individu dalam Organisasi ... 19

B.1. Defenisi konflik individu dalam organisasi ... 19

B.2.Tipe-tipe Konflik dalan organisasi ... 21


(9)

D. Hubungan Antara Konflik Individu dalan organisasi dengan

kesejahteraan psikologis karyawan ... 27

E. Hipotesa penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

B. Definisi Operasional Variabel... 32

B.1. Kesejahteraan psikologis ... 30

B.2 Konflik individu dalam organisasi. ... 31

C. Populasi dan Subjek ... 33

C.1.Populasi ... 33

C.2. Sampel ... 33

C.3. Karakteristik subjek penelitian... 34

C.4. Teknik pengambilan sampel ... 34

D. Metode Pengambilan Data ... 34

D.1.Skala kesejahteraan psikologis ... 35

D.2. Skala Konflik individu ... 37

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

E.1. Uji validitas ... 37

E.2. Uji reliabilitas ... 38

E.3. Uji daya beda aitem ... 39

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 40

F.1. Skala Konflik individu ... 41

F.2. Skala Kesejahteraan psikologis ... 41

G. Prosedur Penelitian ... 43

G.1. Persiapan penelitian ... 43


(10)

G.3. Tahap Pengolahan Data ... 45

H. Metode Analisa Data ... 45

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 47

A.1. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 47

A.2. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 48

A.3. Gambaran subjek berdasarkan masa kerja ... 48

B. Hasil Penelitian ... 49

B.1. Hasil uji asumsi ... 49

B.1.1. Uji normalitas ... 49

B.1.2. Uji linearitas ... 50

B.2. Hasil utama penelitian ... 52

B.3. Hasil tambahan penelitian ... 53

B.3.1. Kategorisasi skor kesejahteraan psikologis karyawan ... 53

B.3.2. Kategorisasi skor konflik individu daitempat kerja ... 55

B.3.3. Hubungan tipe konflik individu dengan kesejahteraan Kesejahteraan psikologis PNS ditempat kerja ... 56

B.3.4. Tipe Konflik Individu yang Mempengaruhi Kesejahteraan di Tempat Kerja……… 58

C. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

B.1. Saran Metodologis ... 66

B.2. Saran Praktis ... 67


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala kesejahteraan psikologis ... 36

Tabel 2. Blue print skala kesejahteraan psikologis ... 36

Tabel 3. Bobot nilai pernyataan skala konflik individu ………....37

Tabel 4. Blue print skala konflik individu ... 37

Tabel 5. Distribusi aitem skala konflik individu setelah uji coba ... 41

Tabel 6. Distribusi aitem skala kesejahteraan psikologis setelah uji coba ... 42

Tabel 7. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 47

Tabel 8. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 48

Tabel 9. Gambaran subjek berdasarkan masa kerja ... 49

Tabel 10. Hasil uji normalitas ... 50

Tabel 11. Hasil uji linearitas ... 51

Tabel 12. Korelasi antara konflik individu dengan kesejahteraan psikologis ... 53

Tabel 13. Nilai hipotetik dan empirik skala kesejahteraan psikologis ... 54

Tabel 14. Kategorisasi data hipotetik kesejahteraan psikologis ... 54

Tabel 15. Nilai hipotetik dan empirik skala konflik individu ... 55

Tabel 16. Kategorisasi data hipotetik konflik individu ... 56

Tabel 17. Korelasi antara tipe konflik individu dengan kesejahteraan psikologis……….………... 57


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba Aitem

Lampiran 2. Uji Daya Beda Aitem Dan Reliabilitas Aitem

Lampiran 3. Skala Penelitian

Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian


(13)

Hubungan Konflik Individu dalam Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis Karyawan

di Tempat Kerja

Qisty Anindiati S dan Fahmi Ananda

ABSTRAK

Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari peran serta karyawan. Agar karyawan dapat bekerja secara optimal, salah satu faktor yang harus terpenuhi setiap karyawan adalah kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Keberadaan suatu organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda tidak jarang menimbulkan konflik individu. Konflik individu yang terjadi dalam organisasi di khawatirkan akan mengurangi tingkat kesejahteraan psikologis karyawan di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan ditempat kerja. Subjek penelitian adalah 100 orang pegawai negeri sipil (PNS) di kota Stabat dan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala kesejateraan psikologis dan skala konflik individu dalam organisasi. Data dianalisis secara statistik menggunakan Pearson product

moment. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan signifikan negatif

antara konflik individu dengan kesejateraan psikologis karyawan ditempat kerja. Selanjutnya dengan mengunakan uji analisis regresi sederhana didapat tipe konflik individu yang mana paling memberikan pengaruh lebih besar terhadap tingkat kesejahteraan psikologis karyawan. Implikasi dari penelitian ini diharapkan kantor dinas setempat lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan khususnya ketika terjadi konflik individu ditempat kerja, dan setiap karyawan dapat lebih bertahan terhadap munculnya konflik individu.

Kata kunci : kesejahteraan psikologis karyawan, konflik individu dalam organisasi.


(14)

The relationship of individual conflict in organization and psychological well-being at work

Qisty Anindiati Sitepu and Fahmi Ananda

ABSTRACT

The successful of an organization cannot be separated from the role of employees. In order for employees to work optimally, one factor that every employee must to have is a psychological well being at work. The existence of an organization that consist of individuals who come from different backgrounds are more likely creating individual conflict. Individual conflicts that occur in the organization feared would reduce the level of psychological well being of employees at work. The purpose this study is to determine the relationship between individual conflict and psychological well-being at work. The subjects were 100 civil servant of government in Stabat and the technique sampling was incidental sampling. The data was collected using individual conflict scale and psychological well-being at work scale. Data were statistically analyzed using Pearson Product Moment. Statistical analysis showed that there was a significant negatif relationship between the individual conflict and psychological well-being at work. Furthermore, based on regression analysis, there was type of individual conflict (interpersonal conflict and intrapersonal conflict) contributed the most to level of psychological well being of employees. The implication of this study can help the local government service to know how to retaine psychological well-being of employees although there was an individual conflict in organization.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu penunjang keberhasilan sebuah organisasi adalah keberadaan dan kontribusi karyawan. Produktifitas dan kinerja karyawan yang tinggi akan memberikan kontribusi yang baik bagi organisasi. Agar memperoleh karyawan yang memiliki produktifitas kerja yang baik, dapat bekerja maksimal sehingga memberi keuntungan bagi organisasi, serta memiliki kreativitas dan inovatif yang lebih baik maka salah satu hal yang perlu dilakukan oleh karyawan adalah mensejahterakan karyawan (Davis & Newstrom 1989).

Cheung (2000) mengatakan bahwa ada hubungan positif antara peran organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan atasan dapat menanamkan komitmen kepada karyawan dengan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung pelatihan dan kesempatan untuk berkembang dan bersedia menerima pandangan dan pendapat karyawan. Memberikan dukungan terhadap kesempatan karir pada karyawan juga dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologis karyawan. Karyawan menjadi lebih antusias dalam bekerja dan merasa puas dengan rencana yang ditawarkan oleh organisasi (Burke, Burgess, & Fallon, 2008: Zulkarnain, 2013). Organisasi yang mendukung pada karyawan seperti akses ke sumber daya, informasi, penghargaan dan kesempatan untuk mengembangkan karir, membuat desain tugas untuk karyawan dapat


(16)

mengurangi hambatan yang mempengaruhi produktifitas kerja dan kesejahteraan psikologis karyawan (Chang & Lee, 2001).

Setiap organisasi membutuhkan kontribusi dan performa kerja yang baik dari karyawannya dan karyawan berusaha memberikan hasil kerja yang maksimal guna menjalankan tujuan dan nilai organisasi sehingga pada akhirnya mereka akan mendapat reward dari organisasi baik berupa upah maupun bonus lainnya. Organisasi yang baik adalah organisasi yang memperdulikan dan mementingkan kesejahteraan karyawannya.Oleh karena itu, memperhatikan kesejahteraan psikologis karyawan adalah hal yang sangat penting bagi organisasi karena dapat mengoptimalkan performa kerja dan tanggung jawab sebagai individu serta memiliki hubungan baik dengan orang lain (Davis & Hill, 2012; Zulkarnain, 2013) .

Kesejahteraan itu sendiri terbagi atas kesejahteraan fisik dan kesejahteraan psikologis (Atkinson, Atkinson, Smith, Bem, & Nolen-Hoeksema, 2000). Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis berkaitan dengan hal yang dirasakan individu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Kesejahteraan psikologis inidapat disebut juga dengan Psychological Well-Being (Ryff dan Singer,2006;Tenggara, Zamralita & Suyasa, 2008).

Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya., memiliki tujuan hidup,


(17)

mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. Kesejahteraan psikologis karyawan dapat dilihatmelalui dimensi-dimensi yang disampaikan oleh Ryff (1989) melalui defenisi kesejahteraan atau kesejahteraan psikologis yaitu keadaan dimana individu mampu: (1) menerima dirinya apa adanya, (2) mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, (3) memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, (4) mampu mengontrol lingkungan eksternal, (5) memiliki arti hidup, (6) mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu. Meningkatnya kesejahteraan karyawan berkorelasi positif dengan kemajuan suatu organisasi, sebab karyawan yang sejahtera akan merasa nyaman ketika bekerja dan akan menghasilkan performa yang baik dalam bekerja.

Kesejahteraan psikologis karyawan harus dipenuhi, dengan demikian akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas dan semangat karyawan untuk bekerja (Huppert,2009; Vallerand, 2012). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harter, Schmid, dan Keyes (2003) yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan lebih kooperatif, memiliki tingkat absensi yang rendah, tepat waktu dan efisien, serta dapat bekerja lebih lama pada suatu organisasi. Karyawan yang diperhatikan oleh organisasi akan lebih produktif, puas dan semangat dalam bekerja. Kesejahteraan yang diberikan hendaknya bermanfaat dan menolong tercapainya tujuan organisasi karena karyawan yang terpenuhi kesejahteraannya secara psikologis akan lebih kooperatif, tingkat absen


(18)

rendah, efisien dan tepat waktu serta bertahan lebih lama diorganisasi (Harris & Cameron 2005).

Di era moderenisasi saat ini dalam suatu organisasi tidak terlepas dari adanya konflik. Kondisi ini dikarenakansuatu organisasi juga merupakan tempat dimana berkumpulnya sekumpulan orang yang berbeda dengan berbagai latar belakang, pola pikir dan tingkah laku. Keberagaman dalam suatu organisasi ini dapat memicu munculnya perbedaan, pertentangan, perselisihan yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik (Sunarta, 2011).

Menurut Schermerhorn, Hunt dan Osborn (2002) secara nyata konflik yang terjadi dalam organisasi dapat dibedakan dalam: a) Interpersonal conflict, yaitu, konflik yang terjadi antar satu atau lebih individu anggota organisasi, yang subtantifnya disebabkan karena konflik emosional. Biasanya yang sering terjadi adalah konflik antara sesama teman kerja, antara bawahan dan atasan atau atasan dengan atasan. b) Intrapersonal conflict, terjadi didalam diri individu karena adanya tekanan nyata atau dialami dari tujuan atau ekpektasi yang tidak sama (incompatible), c) Inter group conflict, yaitu tingkat konflik yang terjadi antar kelompok, yang biasanya timbul dari kesulitan koordinasi dan integrasi kegiatan tugas. Perbedaan tugas dalam koordinasi tersebut sering tampak setelah terjadi penyimpangan tujuan dari suatu pengambilan keputusan organisasi, d) Inter organizational conflict, yaitu konflik yang terjadi antar organisasi dalam proses kompetisi konflik antar personal, kelompok dan organisasi tersebut pada prinsip merupakan kejadian


(19)

konflik akibat ketidaksetujuan dalam isu situasi sosial tertentu yang subtansinya merupakan pertentangan emosional.

Konflik individu yang terdiri dari konflik interpersonal dan intrapersonal bersifat dinamis dan berdasarkan persepsi tiap-tiap individu dalam menanggapinya. Robins (1996) mengatakan bahwa konflik individu yang terjadi di Organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka hal tersebut telah menjadi kenyataan.

Konflik individu berpotensi muncul biasanya terjadi apabila dalam organisasi individu dan kelompok saling berinteraksi. Hal itu terjadi ketika ada kompetisi atau gangguan dan campur tangan antar orang-orang dalam organisasi. Dalam hal ini kapan saja individu dibawa bersama-sama di dalam suatu lingkungan organisasi yang terstruktur, potensi kemungkinan munculnya konflik akan besar. Seperti beberapa organisasi atau lembaga yang memiliki kelompok kerja dan tim kondisi yang rentan adanya kompetisi biasanya dapat meningkatkan konflik ( Sukanto, 1996).

Keberagaman individu dan berkembangnya globalisasi modern saat ini merupakan indikasi kemungkinan munculnya konflik individu.Konflik di organisasi adalah Ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa


(20)

mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja, atau karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi (Stoner & Freeman, 1986; Robins, 2007).

Karyawan akan merasa terganggu dan tidak nyaman dengan situasi organisasi yang berkonflik. Menurut Owens (1991) adanya suatu konflik akan menghasilkan stres dan berdampak pada penurunan performa kerja karyawan, dan bila konflik ini berlangsung lama akan berakibat pada intensitas turnover. Selain itu adanya konflik juga akan menghasilkan kecemasan dan berdampak pada kesehatan psikologis individu (Beehr dan Sharon 2001). Salah satu penyebab stres pada individu adalah munculnya konflik di kehidupannya. Sejalan dengan yang disampaikan Rice (1992; Akintayo,2012) yang mengungkapkan seseorang akan mengalami stres ketika tidak bisa menentukan sebuah keputusan, ada pertentangan dengan nilai-nilai, tidak bisa membangun hubungan baik dengan orang lain yang mengindikasikan telah timbulnya konflik.Konflik erat kaitannya dengan hubungan yang saling bertentangan, perselisihan, ketidakcocokan dan berbagai perbedaan lainnya dengan orang lain ataupun kelompok.

Hubungan yang saling bertentangan dengan orang lain atau disebut juga

interpersonal conflict akan mengganggu kesejahteraan psikologis karyawan

disuatu organisasi. Hal ini sejalan dengan dimensi yang diungkapkan oleh Ryff (1989) yaitu hubungan yang baik/ positif dengan orang lain. Hubungan positif berupa interaksi personal antar karyawan merupakan indikasi bagaimana berjalannya suatu sistem diperusahaan tersebut, baik sistem


(21)

komunikasi maupun sistem lainnya harus senantiasi berjalan dengan baik guna berjalannya suatu organisasi. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tidak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda-beda (Sunarta 2011).

Selain interpersonal conflict yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan disuatu organisasi, jenis konflik lainnya yang sering muncul yaitu adanya konflik intrapersonal yang dirasakan karyawan (Schemerhorn dkk, 2002). Intrapersonal konflik juga merupakan tipe konflik yang dirasakan oleh karyawan terhadap situasi di tempatnya bekerja. Ketika karyawan tidak mampu menghadapi tekanan dari organisasi dan tidak bisa bertahan dengan tuntutan-tuntutan atas tugas pekerjaan seperti. tidak mampu menghadapi dua tugas sekaligus, dan tidak mampu memenuhi tuntutan dan tanggung jawab perkerjaan secara baik, maka karyawan tersebut akan merasakan tekanan yang berujung pada stres dan mengakibatkan kesejahteraan psikologis nya rendah. Seperti yang diungkapkan oleh Ryff (1989) salah satu dimensi kesejahteraan psikologis yaitu mampu menghadapi tekanan dan bisa bertahan pada tuntutan dan keadaan organisasi (Enviromental

mastery), maka karyawan yang mengalami intrapersonal conflict dapat

dikatakan tidak sejahtera secara psikologis.

Telah dibahas sebelumnya bahwa konflik individu bersifat subjektif atau kelompok, yang dengan kata lain seseorang bisa saja tetap bisa menjalankan pekerjaannya seperti biasa meskipun dirinya mengalami konflik. Ketika


(22)

biasa saja maka hal ini tidak masalah. hal yang menjadi masalah ketika adanya konflik di organisasi akan mempengaruhi emosi dan rasa nyaman karyawan yang berakibat pada penurunan kepuasan kerja dan rendahnya produktivitas, sebagaimana yang diungkapkan Kartono (1980) bahwa kesejahteraan psikologis ditandai sebagai suatu tingkatan emosi yang positif dan menyenangkan individu.

Konflik individu dalam organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi kesejahteraan psikologis karyawan, Konflik yang terjadi pada karyawan yang ada diperusahaan akan berpotensi besar pada mogok kerja, tinggat absen yang tinggi serta menurunnya performa kerja sebab tidak merasa nyaman dengan kondisi perusahaan tersebut (Rahayu, 2013).

Dari paparan diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan antara konflik individu dalam organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan negatif antara konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan negatif antara konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan.


(23)

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada perusahaan mengenai hubungan konflik individu di organisasi terhadap kesejahteraan psikologis karyawan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan dengan konflik individu diorganisasi dan kesejahteraan psikologis karyawan b. Untuk mengetahui deskripsi mengenai konflik individu diorganisasi

dan kesejahteraan psikologis karyawan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Latar Belakang

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang konflik individu diorganisasi, jenis-jenis konflik individu dan teori tentang kesejahteraan (Well being) oleh Ryff.


(24)

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi tentang pendekatan kuantitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Dalam bab ini terdapat gambaran subjek penelitian, hasil penelitian berupa hasil utama dan hasil tambahan, serta pembahasan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas mengenai kesimpulan penelitian, serta saran metologis dan saran praktis.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal (Ryff, 1989). Menurut Ramos (2007) kesejahteraan psikologis adalah kebaikan, keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu maupun dalam kelompok.

Berger (2010) Menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya. Raz (2004) menambahkan bahwa menjalankan kegiatan sepenuh hati dan sukses dalam menjalin hubungan dengan dengan orang lain merupakan makna dari kesejahteraan psikologis, dengan kata lain sumber dari kesejahteraan psikologis adalah menemukan makna dalam hidupnya.


(26)

Ryff (1989) menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (

fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self

actualization,pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi (Ryff, 1995). Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 1998).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, memiliki kepuasan hidup dan tidak ada tanda-tanda depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis positif dari diri individu yaitu : penerimaan diri, hubungan sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, mengembangkan potensi dan mampu mengontrol lingkungan eksternal.


(27)

A.2. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Menurut Ryff dan Keyes (1995) pondasi kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis mampu berfungsi secara positif

(Possitive psychological functioning). Dimensi individu yang mempunyai

fungsi psikologis yang positif yaitu:

a. Penerimaan diri (Self-acceptance)

Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan merupakan karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal dan kematangan. penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalaninya. Menurut Ryff (1989) hal tersebut menandakan kesejahteraan psikologis yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik dan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan memiliki pengharapan untuk menjadi pribadi yang bukan dirinya, dengan kata lain tidak menjadi dirinya saat ini.


(28)

b. Hubungan Positif dengan orang lain ( Positive relation with others) Pada dimensi ini seringnya disebut dimensi yang paling penting dari konsep kesejahteraan psikologis. Ryff menekankan pentingnya menjalin hubungan hangat dan saling percaya dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan adanya kemampuan yang merupakan salah satu komponen kesehatan mental yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain. Dalam dimensi ini, individu yang dikatakan tinggi atau baik ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain, dan ia juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat terhadap orang lain. Sementara itu, individu yang dikatakan rendah atau kurang bak dalam dimensi ini ditandai dengan memiliki sedikit hubungan dengan orang lain, sulit bersikap hangat dan enggan memiliki ikatan dengan orang lain.

c. Memiliki Kemandirian (Autonomy)

Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Individu yang mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal, hal ini menandakan bahwa ia baik dalam dimensi ini. Sementara individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, mereka akan membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung bersikap konformis. Dengan kata lain individu yang tidak terpengaruh dengan


(29)

persepsi orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang baik, sedangkan individu yang mudah terpengaruh serta bergantung pada orang lain adalah individu yang memiliki autonomy yang rendah.

d. Mampu mengontrol lingkungan eksternal (Environmental Mastery) Hal yang dimaksud dalam dimensi ini adalah seseorang yang mampu memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktifitas fisik mapupun mental. Individu dengan kesejahteraan psikologis yang baik memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisik dirinya. Dengan kata lain, ia memiliki kemampuan dalam menghadapi kejadian-kejadian diluar dirinya (lingkungan eksternal). Sementara itu, Individu yang kurang baik dalam dimensi akan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari, dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya.

e. Tujuan Hidup (Purpose in Life )

Pada dimensi ini menjelaskan kemampuan individu untuk mencapai tujuan atau arti hidup. Individu yang memiliki makna dan keterarahan dalam hidup, maka akan memiliki perasaan bahwa kehidupan baik saat ini maupun masa lalu mempunyai makna, memiliki kepercayaan untuk mencapai tujuan


(30)

hidup, dan memiliki target terhadap apa yang ingin dicapai dalam hidup, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tujuan hidup yang baik. Sementara, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini, ditandai dengan memiliki perasaan tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup tidak melihat adanya manfaat terhadap kehidupan masa lalunya, dan tidak mempunyai kepercayaan untuk membuat hidup berarti. Dimensi ini juga menggambarkan kesehatan mental (psikologis) seseorang, karena kita tidak dapat melepaskan diri dari keyakinan yang dimiliki seorang indvidu mengenai tujuan dan makna kehidupannya ketika mendefenisikan kesehatan mental.

f. Pengembangan Potensi dalam diri (Personal Growth)

Pada dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Personal growth ini penting untuk dimiliki setiap individu dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasi diri, misalnya keterbukaan terhadap pengalaman. Seseorang yang memiliki personal growth yang baik memiliki perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi dalam diri, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sementara itu, Individu yang kurang baik dalam personal growth ini akan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru,


(31)

memiliki perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang monoton dan stagnan, serta tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya.

A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.

1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan gambaran ungkapan prilaku suportif (mendukung) yang diberikan seseorang individu kepada individu lain yang memiliki keterikatan dan cukup bermakna dalam hidupnya. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus 1993). Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Adanya interaksi yang baik dan memperoleh dukungan dari rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja ( Chaiprasit, 2011)

2. Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Pinquart & Sorenson, 2000). Kegagalan dalam pekerjaan dan terhambatnya income dapat


(32)

mengakibatkan stres kerja yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis karyawan yang berakhir dengan performa kerja buruk dan produktifitas rendah akan merugikan organisasi ataupun perusahaan. (Skakon Nielsen, Borg, Guzman, 2010)

3. Jaringan sosial

Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000). Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup. (Wang & Kanungo, 2004).

4. Religiusitas

Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000).

5. Kepribadian

Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif akan cenderung terhindar dari konflik


(33)

dan stres (Santrock,1999; Warr, 2011). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak berani mengambil resiko, kurangnya dalam hal kemampuan mengontrol diri dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di kehidupannya. (Warr, 2011)

B. KONFLIK INDIVIDU DALAM ORGANISASI B.1. Definisi Konflik Individu Dalam Organisasi

Kata konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling berbenturan. Sukanto (1996) mengatakan arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis. Menurut Schermerhorn,John., Hunt, & Osborn, (2002) yang dimaksud dengan konflik dalam ruang lingkup organisasi adalah suatu situasi dimana individu atau banyak orang (kelompok) saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Konflik organisasi sebagai ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja, atau karena mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi (Stoner & Freeman, 1986; Robins, 2007).


(34)

Robins (1996) menguraikan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat atau sudut pandang yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, dengan kata lain konflik diartikan sebagai suatu proses yang timbul karena pihak pertama merasa bahwa pihak lain memberi pengaruh negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif terhadap yang diharapkan oleh pihak pertama.

Schemerhorn dkk (2002) menyatakan bahwa konflik organisasi digolongkan menjadi 2 level yaitu konflik individu dalam organisasi dan konflik kelompok. Konflik individu adalah konflik dalam organisasi yang terjadi pada diri individu itu sendiri atau disebut juga konflik intrapersonal dan konflik yang terjadi antara satu individu dengan individu lain atau disebut juga konflik intrapersonal. Sedangkan konflik kelompok adalah konflik dalam organisasi yang terjadi pada kelompok-kelompok dalam satu organisasi atau disebut juga konflik intergroup dan konflik yang terjadi antara satu organisasi dengan organisasi lain atau disebut juga konflik

interorganizational (Schemerhorn dkk, 2002).

Menurut Robins (1996) konflik individu dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu. Jika individu tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.


(35)

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Konflik individu di organisasi adalah konflik interpersonal yang dirasakan individu karena tekanan atau ketidaksesuain tujuan serta harapan dan konflik

intrapersonal ialah pertentangan yang terjadi antara dua atau lebih individu

anggota organisasi yang saling berlawanan.

B.2. Tipe-Tipe Konflik dalam Organisasi

Menurut Schermerhorn dkk (2002) konflik dalam suatu organisasi terjadi karena ada ketidaksesuai kepentingan beberapa orang atau pihak di suatu organisasi. Berikut ini dijelaskan tipe-tipe konflik organisasi yang biasa terjadi menurut Schemerhorn dkk (2002), yaitu :

1. Intrapersonal Conflicts

Konflik intrapersonal ini terjadi dalam diri individu karena tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan. Konflik intrapersonal ini terbagi atas 3 jenis :

a. Approach – Approach conflict.

Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua hal alternatif yang positif dan sama-sama menarik. Seperti: memilih menghadiri makan malam dengan Bos dan rekan kerja atau makan malam bersama keluarga besar diwaktu bersamaan. Di satu sisi, menghadiri acara makan malam bersama bos dan rekan kerja penting untuk membina hubungan baik dan kerja sama dalam tim disisi lain makan malam dengan


(36)

keluarga yang sudah lama direncanakan ingin juga terlaksana untuk menjaga kualitas family time.

b. Avoidance-avoidance conflict.

Konflik ini merupakan kebalikan dari jenis konflik interpersonal yang pertama, sebab konflik ini terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua hal pilihan yang negatif dan tidak menarik sama sekali. Seperti: seorang karyawan yang gagal memenuhi tuntutan organisasi harus memperoleh konsekuensi antara lain: diturunkan jabatan dari posisi saat ini ke posisi paling bawah atau harus pindah kerja ke daerah terpencil dan jauh dari keluarga namun posisi jabatannya tidak diturunkan. Hal ini menjadi konflik tersendiri bagi karyawan tersebut karena ia harus memilih mengulang jabatan dari nol lagi atau pindah tugas dimana ia akan jauh dari keluarga untuk waktu yang lama.

c. Approach-avoidance Conflict.

Konflik ini terjadi ketika seseorang harus memutuskan untuk melakukan sesuatu yang menyebabkan konsekuensi positif dan negatif terjadi bersamaan. Seperti: Menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi namun pekerjaannya sulit dan memerlukan tanggung jawab yang sangat besar pada seorang karyawan.

2. Interpersonal Conflict.

Merupakan konflik pada level individu yang terjadi antar satu individu dengan individu lain atau lebih individu anggota organisasi yang


(37)

saling berlawanan. Konflik bersifat substantif atau emosional. Konflik substantif adalah konflik yang melibatkan ketidaksepakatan mendasar atas akhir atau tujuan yang harus dikejar dan sarana atas prestasi mereka. Sementara konflik Emotional melibatkan hubungan interpersonal yang sulit karena timbulnya perasaan marah, curiga, kebencian, ketakutan, ketidaksukaan dan sebagainya. Biasanya yang sering terjadi adalah konflik antara sesama teman kerja, antara bawahan dan atasan atau atasan dengan atasan.

Konflik antarpribadi (interpersonal conflict) adalah suatu konflik yang mempunyai kemungkinan lebih sering muncul dalam kaitannya antara individu dengan individu yang ada dalam suatu organisasi (Wijono, 2011; Rahayu, 2013). Konflik interpersonal adalah konflik antarpribadi adalah suatu situasi dimana tindakan seseorang berakibat menghalangi, menghambat, mengganggu tindakan orang lain (Rahayu, 2013). Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa konflik interpersonal adalah pertentangan kepentingan yang terjadi antar individu dalam suatu organisasi.

3. Intergroup Conflict,

Konflik ini merupakan konflik pada tingkat yang terjadi antar kelompok, yang biasanya timbul dari kesulitan koordinasi dan integrasi kegiatan tugas. Perbedaan tugas dalam koordinasi tersebut sering tampak setelah terjadi penyimpangan tujuan dari suatu pengambilan keputusan


(38)

organisasi. Konflik antargroup ini biasanya terjadi ketika dalam suatu organisasi dibagi atas beberapa divisi yang bekerja dengan tugas yang berbeda-beda. Dengan kata lain adanya kelompok kerja yang terbagi-bagi akan berpotensi munculnya konflik di dalam organisasi.

4. Interorganizational Conflict

Konflik yang terjadi antar organisasi dalam proses kompetisi Konflik antar personal, kelompok dan organisasi tersebut pada prinsip merupakan kejadian konflik akibat ketidaksetujuan dalam isu situasi sosial tertentu yang subtansinya merupakan pertentangan emosional. Konflik jenis ini seringnya terjadi antar organisasi yang bergerak dibidang yang sama dan saling berkompetisi untuk kepentingan tertentu. Konflik antar organisasi ini tidak selalu terjadi pada setiap organisasi, hanya beberapa organisasi atau perusahaan saja yang mungkin pernah mengalami ini. Seperti: persaingan antar klub sepak bola, dan sebagainya. Selain ke empat jenis konflik organisasi yang dijelaskan diatas, Schermerhorn dkk (2002) juga menambahkan bahwa ada empat jenis tipe peranan konflik yang biasanya muncul dalam suatu organisasi,sebagai berikut :

1. Person-role conflict

Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang di mana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut. Konflik ini biasanya terjadi pada karyawan yang


(39)

merasa peraturan atau kebijakan organisasi tidak bisa dipenuhi, sehingga membuat karyawan tersebut sering mendapat sanksi. Seperti: Perusahaan yang mewajibkan seluruh karyawan hadir tepat pukul 7.30 wib setiap hari, karyawan yang lokasi rumah dengan kantornya cukup jauh akan kesulitan hadir setiap hari tepat waktu.

2. Inter-role conflict

Konflik antar peranan di mana individu menghadapi persoalan karena menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor dalam perusahaan tetapi juga sebagai ketua serikat pekerja.

3. Intersender conflict

Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang. Konflik ini terjadi pada karyawan memiliki beban harus menyenangkan beberapa orang,seperti seorang karyawan yang harus menuruti perintah pimpinan untuk mengatur posisi atau jabatan karyawan lain sementara ia tidak tega memindahkan posisi atau jabatan rekan-rekannya sendiri.

4. Intrasenderconflict

Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan. konflik ini terjadi akibat kesalahpahaman penyampai informasi, seperti karyawan yang menerima informasi dari kedua rekan kerjanya mengenai pengauditan pembukuan produksi barang, namun informasi yang disampaikan berbeda. Penerima akan merasa bingung


(40)

dengan informasi yang disampaikan sehingga bisa terjadi kesalahpahaman dan human error.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan tipe-tipe konflik organisasi pada level konflik yang dialami individu dalam organisasi berdasarkan yang disampaikan oleh Schermerhorn dkk (2002) yang menyatakan konflik pada level individu dalam organisasi terbagi atas: 1. Intrapersonal conflict

2. Interpersonal conflict

C. KARYAWAN

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, karyawan dapat diartikan setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan dari tempat ia bekerja dan memiliki hubungan kerja dengan adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/karyawan. Karyawan atau pekerja di suatu organisasi menerima imbalan atau upah sesuai konrtribusi pekerjaannya dan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.


(41)

D. HUBUNGAN ANTARA KONFLIK INDIVIDU DI ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KARYAWAN.

Karyawan merupakan sumber penentu keberhasilan utama disebuah organisasi. Organisasi memerlukan karyawan yang mampu bekerja secara produktif, inovatif, dan memiliki performa kerja yang baik. Untuk memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan kerja yang baik, salah satu caranya dengan mensejahterakan psikologis karyawan (Vallerand, 2012). Karyawan yang sejahtera baik secara fisik maupun psikologis akan memiliki performa kerja yang baik serta mampu produktif berkerja secara maksimal di tempat ia bekerja. Menurut Maenapothi (2007) Kesejahteraan psikologis karyawan merupakan situasi dimana ketika individu bekerja akan merasa senang dan tidak merasa seperti bekerja, lebih efektif dan memiliki target pencapaian kerja baik untuk dirinya sendiri maupun untuk organisasi. Kesejahteraan psikologis karyawan akan rendah ketika karyawan berada dalam keadaan tidak nyaman, terganggu dan mengalami stres ditempat kerja yang pada akhirnya akan menganggu performasi kerja, produktifitas, tingkat absen dan kepuasan (Akintayo, 2012). Stres yang terjadi pada karyawan akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan mengganggu aktifitas harian karyawan ketika bekerja, sesuai pendapat Atkinson (2000), mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan baik fisik maupun psikologis seseorang. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai


(42)

aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Ryff& Keyes, 1995).

Owens (1991) menjelaskan adanya suatu konflik akan menghasilkan stres kerja dan berdampak pada penurunan performa kerja karyawan, dan bila konflik ini berlangsung lama akan berakibat pada intensitas turnover dan rendahnya kesejahteraan psikologis ditempat kerja. Rice (1992; Akintayo, 2012) mengungkapkan seseorang akan mengalami stres ketika tidak bisa menentukan sebuah keputusan, ada pertentangan dengan nilai-nilai, tidak bisa membangun hubungan baik dengan orang lain yang mengindikasikan telah timbulnya konflik. Penelitian lain juga menambahkan bahwa stres kerja memiliki dampak pada kesehatan dan kesejahteraan psikologis karyawan dan efek tugas pada sikap mereka ketika bekerja ( Akintayo, 2012)

Munculnya konflik dalam suatu organisasi tentunya saling terkait dengan keberadaan karyawan yang bekerja diorganisasi tersebut. Konflik individu akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada karyawan, karyawan akan tidak nyaman dengan adanya konflik sehingga berpengaruh pada produktifitas kerja dan performa yang dihasilkan (Robins & Judge, 2007).

Ketidakseimbangan dalam bekerja dan tingginya konflik ditempat kerja akan mengurangi kepuasan kerja, rendahnya komitmen terhadap organisasi, rendahnya produktifitas dan performa kerja, meningkatnya absen dan turnover serta menurunkan kesejahteraan psikologis dan kesehatan


(43)

fisiologis. (Waltman & Sullivan, 2007; Wang, 2006; Bell, Rajendran, Theiler, 2012). Karyawan yang mengalami konflik akan merasa tidak nyaman dan terganggu dengan konflik yang muncul di dalam organisasi. Konflik individu yang muncul akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis, kinerja dan efektifitas karyawan diorganisasi. (Robbins, 1996) Schermerhorn dkk (2002) mengungkapkan dampak-dampak yang muncul dari konflik individu di organisasi pada karyawan. Konflik

interpersonal yang terjadi dalam organisasi akan berpengaruh dengan

kesejahteraan psikologis karyawan pada dimensi positive relationship terganggu, artinya ketika interaksi atau hubungan dengan atasan, bawahan maupun sesama rekan kerja tidak harmonis maka positive relation rendah. Hubungan positif yang dibangun dilingkungan kerja akan meningkatkan komunikasi dan dukungan sosial yang akan mengurangi absensi dan turnover (Gilbert & Benson, 2004)

Intrapersonal conflict dikatakan oleh Schermerhorn dkk (2002)

terjadi pada diri individu karena tekanan sebenarnya atau yang dirasakan dari ketidaksesuaian tujuan dan harapan, ketika konflik intrapersonal muncul maka akan mengganggu kesejahteraan pada dimensi

Self-acceptance, autonomy, environmental mastery, dan purpose in life.

Karyawan yang tidak bisa memenuhi harapan dirinya sendiri dan menjadi pribadi yang memenuhi harapan orang lain (intrapersonal conflict) maka dapat dikatakan dimensi pada self-acceptance rendah. Karyawan yang tidak mampu untuk menentukan diri sendiri dan tidak mampu mengatur tingkah


(44)

laku maka pada dimensi autonomy rendah sehingga performa kerja karyawan akan rendah ketika dimensi well being juga rendah (Cropanzano & Wright, 1999).

Karyawan tidak bisa mengatur kehidupan sehari-hari, serta tidak memiliki kontrol terhadap lingkungan luar disekitarnya dengan kata lain karyawan yang mudah terpengaruh dengan lingkungan, tidak bisa menciptakan keadaan yang sesuai dengan dirinya serta tidak memiliki kontrol terhadap lingkungan dikatakan memiliki konflik intrapersonal dan kemampuan pada dimensi enviromental mastery rendah (Ryff, 1989). Karyawan yang tidak memiliki tujuan dan target pencapaian kerja serta merasa bahwa tidak ada kesesuaian antara dirinya dengan tujuan dan harapan ia dalam bekerja maka ia memiliki konflik intrapersonal (Schermerhorn dkk, 2002).

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas terdapat kaitan antara Konflik individu di organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan.

E. HIPOTESA PENELITIAN

Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang ingin diajukan oleh peneliti adalah ada hubungan negatif antara konflik individu dengan kesejahteraan psikologis karyawan di organisasi.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2002). Peneliti ingin mengetahui hubungan konflik organisasi dengan kesejahteraan karyawan

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian terlebih dahulu diidentifikasi variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini variabel-variabel penelitian yang digunakan terdiri dari:

Variabel tergantung (DV) : Kesejahteraan Psikologis

Variabel bebas (IV) : Konflik Individu dalam Organisasi

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

B.1. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan Psikologis adalah kondisi seseorang yang ditandai dengan adanya pencapaian fungsi psikologis yang positif dimana dimensi-dimensi kesejahteraan psikologisnya dapat berkembang dengan baik.


(46)

Kesejahteraan psikologisini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan teori kesejahteraan psikologis oleh Ryff dan Keyes (1995), yang akan mengukur dimensi kesejahteraan psikologis yang terdiri dari dimensi penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), Otonomi (autonomy), Tujuan hidup (purpose in life), Perkembangan pribadi (personal growth), Pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery).

Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis individu. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan mereka, dan sebaliknya jika semakin rendah skor yang didapat maka tingkat kesejahteraanya rendah.

B.2. Konflik Individu dalam Organisasi

Konflik individu di organisasi adalahkeadaan dimana individu saling tidak setuju dan memiliki ketidaksesuaian terhadap kepentingan ataupun tujuan dari organisasi dan timbulnya perasaan negatif antar satu individu dengan individu lain.

Menurut Schemerhorn dkk (2002) konflik individu di organisasi terdiri atas : konflik intrapersonal yang dirasakan individu karena tekanan atau ketidaksesuain tujuan serta harapan dan konflik interpersonal ialah pertentangan yang terjadi antara dua atau lebih individu anggota organisasi yang saling berlawanan.


(47)

Skor total pada skala konflik individu merupakan petunjuk konflik individu yang berupa konflik interpersonal dan intrapersonal. Semakin tinggi skor yang dicapai karyawan maka konflik individu di organisasi semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah skor yang dicapai maka konflik individu di organisasi rendah.

C. POPULASI DAN SUBJEK

Dalam suatu penelitian, masalah populasi dan subjek yang dipakai merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah suatu kelompok besar dimana peneliti ingin menggeneralisasikan hasil sampel. Dari populasi yang ditentukan akan diambil wakil dari populasi yang disebut subjek penelitian. Subjek adalah sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian. Subjek yang diambil haruslah subjek yang representatif terhadap populasi, yaitu harus dapat mewakili ciri-ciri populasinya. (Hadi, 2000)

C.1. Populasi

Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah (PEMDA) di kota Stabat.

C.2. Subjek

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari populasi yang dijadikan


(48)

C.3. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil kota Stabat yang telah bekerja minimal 2 tahun.

C.4. Teknik Pengambilan Subjek

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik

incidental sampling, yaitu setiap anggota populasi tidak mendapatkan

kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota subjek (Hadi, 2000). Pemilihan subjek dari populasi didasarkan pada faktor kemudahan dijumpainya subjek yang disesuaikan dengan karakteristik tertentu.Setiap orang yang ditemui di lapangan yang memenuhi karakteristik subjek penelitian ini akan ditanya kesediaannya mengisi kedua skala tersebut. Orang-orang yang bersedia dan sesuai dengan karakteristik subjeklah yang dijadikan subjek penelitian ini.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode pengumpulan data dengan skala. Metode pengumpulan data ini menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi dengan mudah (Azwar, 2000).


(49)

Menurut Hadi (2000), metode skala mempunyai kebaikan-kebaikan dengan alasan sebagai berikut:

a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

b. Apa yang dinyatakan subjek pada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Metode skala yang digunakan adalah metode Rating. Dijumlahkan atau dikenal dengan metode Likert (Azwar, 1998). Metode ini menggunakan pilihan jawaban tengah, yaitu netral (N) sehingga setiap item meliputi lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai(SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS).

Dalam penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala kesejahteraan psikologis dan skala konflik organisasi.

D.1. Skala Kesejahteraan Psikologis

Skala dirancang berdasarkan pada dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989) yaitu: Penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), tujuan hidup

(purpose inlife), perkembangan pribadi (personal growth), penguasaan

terhadap lingkungan (environmental mastery). Skala psikologi yang digunakan untuk mengukur Kesejahteraan psikologis ini menggunakan model skala likert yang berjumlah 49 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan


(50)

unfavorable, dengan menggunakan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Netral (N) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem

favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 5.

Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan Blue print skala kesejahteraan psikologis dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Bobot nilai pernyataan skala kesejahteraan psikologis

Bobot nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5

Unfavorable 5 4 3 2 1

Tabel 2. Blue print skala kesejahteraan psikologis

No Aspek Jenis Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Self-acceptance

1,7,13,38

20,26,31,43

8

2 Positive relation

with others

2,8,14,15,39

21,27,

32,33,44

10

3 Autonomy

3,9,16,40

22,28,34,45

8

4 Purpose in life

4,10,17,49

23,29,35,46

8

5 Personal Growth

5,11,18,41

24,30,36, 47

8

6 Enviromental

mastery

6,12,19,42

25,37,48

7


(51)

D.2. Skala Konflik Individu

Skala dirancang berdasarkan pada tipe konflik individu yang disampaikan oleh Schermerhorn, hunt, osborn (2002) yaitu: Interpersonal

Conflict dan Intrapersonal Conflict. Skala psikologi yang digunakan untuk

mengukur konflik individu di organisasi ini mengunakan model skala likert yang berjumlah 28 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Netral (N) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 5. Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 3, sedangkan Blue print skala konflik organisasi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3. Bobot nilai pernyataan skala konflik Individu

Bobot nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5

Unfavorable 5 4 3 2 1

Tabel 4. Blue print Skala konflik Individu

No Tipe konflik Jenis Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Interpersonal

conflict

1,2,3,4,5,11,12,13,14

6,7,8,9,10,15,16

17,18

17

2 Intrapersonal

conflict

19,20,22,23,29,30,31

32,33

24,25,26,27,28,35,36

37,38

18


(52)

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

E.1. Uji Validitas

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujianterhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional

judgement (Azwar, 2010).Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item

dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Sebelum melakukan penyusunan alat ukur, peneliti menentukan terlebih dahulu kawasan isi dari kesejahteraan psikologis dan konflik organisasi. Kemudian peneliti akan membuat item item yang bertujuan untuk mengungkap kawasan isi tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau profesional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti.

E.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pegukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi diantara individu lebih ditentukan oleh faktor eror daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 2010).


(53)

Uji reliabitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal, yaitu single trial administration dimana skala hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu sebagai sampel (Azwar, 2010). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefesien Alpha Cronbach. Biasanya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila mencapai α = 0.90 (Azwar, 1998). Menurut Azwar (1998) koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati angka 0,00 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

E.3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur.

Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem-total. Prinsip kerjanya dengan melakukan seleksi aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala sesuai dengan yang dikehendaki peneliti atau dengan kata lain memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar, 2010).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan skor total aitem itu


(54)

sendiri, yaitu dengan menggunakan koefisien Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisen-koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2010).

Besarnya koefisien korelasi aitem total berada pada rentang 0-1 dengan tanda (+) atau (-). Semakin baik daya diskriminasi aitem, maka koefesien korelasi semakin mendekati angka 1. Sedangkan koefesien yang mendekati angka 0 atau memiliki tanda negatif mengindikasikan daya diskriminasi yang tidak baik. Sebagai kriteria pemilihan atau berdasarkan korelasi aitem total, biasanya digunakan batasan ≥ 0.30 (Azwar, 2010).

Uji daya beda aitem yang dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini adalah skala konflik individu dan skala kesejahteraan psikologis kepada atasan dengan menggunakan bantuan program computer SPSS versi 16.0 for

windows dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (p < 0.05).

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Uji coba alat ukur yaitu skala Kesejahteraan psikologisdan skala Konflik Individu dilakukan mulai tanggal 27 November sampai 4 Desember 2013. Uji coba ini dilakukan kepada pegawai swasta dan pegawai negeri sipil dengan lama bekerja di organisasi tempat mereka bekerja minimal 2 tahun. Uji reliabilitas skala penelitian dihitung dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows.


(55)

F.1. Skala Konflik Individu

Uji coba skala konflik individu ini dilakukan terhadap 50 karyawan, yang terdiri dari 25 karyawan swasta dan 25 pegawai negeri sipil (PNS) yang telah bekerja minimal 2 tahun. Namun, dari 50 skala yang disebarkan, hanya 44 skala yang kembali dan dapat dilakukan pengolahan data. Hasil uji coba skala konflik.

Tabel 5. Distribusi aitem-aitem skala konflik individu setelah uji coba

Skala konflik indvidu ini menunjukkan bahwa dari 37 aitem yang diuji cobakan, diperoleh 20 aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r≥ 0.30 ) dengan koefisien alpha sebesar 0,869. Terdapat 17 aitem yang gugur yaitu aitem no 1,3,4,9,11,15,16,19,22,23,25,26,27,29,30,32, dan 37.

F.2. Skala Kesejahteraan Psikologis

Uji coba skala kesejahteraan psikologis ini dilakukan kepada 50 orang, yang terdiri dari 25 karyawan swasta dan 25 pegawai negeri sipil yang telah bekerja minimal 2 tahun. Seperti halnya skala Konflik individu, dari 50

No Tipe konflik Jenis Aitem Jumlah Bobot

(%) Unfavorable Favorable

1. Interpersonal

conflict

1,2,7

8,9

3,4,5,6,10,11

11

55

2 Intrapersonal

conflict

12,13,16,17

14,15,18,19,20

9

45


(56)

skala yang disebar hanya 44 skala yang kembali dan dapat dilakukan pengolahan data. Hasil uji coba skala kesejahteraan psikologis menujukkan bahwa dari 49 aitem yang diuji cobakan\, diperoleh 35 aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r≥ 0.30 ) dengan koefisien alpha sebesar 0,922. Terdapat 14 aitem yang gugur, yaitu aitem no. 2,7,12,14,16,28,30,31,38,39,40,43,44 dan 49.

Tabel 6. Distribusi aitem-aitem skala Kesejahteraan psikologis setelah uji coba

No

Aspek AITEM Jumlah Bobot

(%)

Favorable Unfavorable

1.

Self acceptance (penerimaan diri) 1,10, 15,21 4 11,42

2.

Positive relationship (hubungan positif

dengan orang lain)

6,11 16,22,24,25 6 17,14

3

Autonomy (kemandirian) 2,7,31 17,26,32 6 17,14

4

Environmental mastery (penguasaan

lingkungan)

3,8,12 18,23,33 6 17,14

5

Purpose in life (tujuan hidup) 4,9,13,30 19,27,34 7 20

6

Personal growth (mengembangkan diri) 5,14,31 20,28,35 6 17,14


(57)

G. PROSEDUR PENELITAN G.1. Persiapan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain yaitu :

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yang terdiri dari skala Kesejahteraan psikologis dan skala Konflik Individu disusun berdasarkan konsepsi, yang kemudian dianalisis oleh professional judgment yaitu dosen pembimbibg. Dalam penyusunan skala ini, sebelumnya dibuat blue print, lalu dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan yang terdiri dari 49 aitem untuk skala kesejahteraan psikologis dan 37 aitem untuk skala konflik individu. Kemudian skala tersebut dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 dan setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban yang disediakan.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data dari Fakultas Psikologi USU. Kemudian mengajukan permohonan izin ke beberapa instansi perbankan di kota Medan.


(58)

c. Uji Coba Alat Ukur

Untuk memperoleh alat ukur yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian. Uji coba alat ukur skala konflik individu dan kesejahteraan karyawan dilakukan pada tanggal 27 November – 7 Desember 2013. Dalam uji coba alat ukur ini, untuk skala Kesejahteraan psikologisdan skala konflik dilakukan terhadap 50 orang pegawai, baik pegawai swasta maupun pegawai negeri sipil.

d. Revisi alat ukur

Setelah mendapatkan hasil uji coba alat ukur, peneliti menguji validitas, reliabilitas dan daya beda aitem skala Kesejahteraan psikologis dan skala konflik individu dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS for windows versi 16.0.

G.2. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan dari 23 Desember 2013 sampai dengan 03 Januari 2014 dengan menyebarkan kedua skala ke instansi pemerintahan daerah (PEMDA) di kota Stabat. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.


(59)

G.3. Tahap Pengolahan Data

Setelah skala terkumpul, maka data hasil penelitian dari skor skala kesejahteraan psikologis dan skala konflik individu kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS for windows versi 16.0.

H. METODE ANALISA DATA

Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data hasil penelitian untuk menguji hipotesis, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan. Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah analisa Statistika, yaitu korelasi Pearson-product moment. Keseluruhan analisa dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 16.0 for window.

Sebelum data-data yang telah terkumpul dianalisis statistik, data hasil penelitian akan dilakukan uji asumsi terlebih dahulu, yaitu :

1. Uji normalitas

Menurut Field (2009) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian terdistribusi secara normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah dengan melihat nilai kurtosis dan skewness. Data penelitian dianggap normal jika nilai kurtosis dan skewness tidak melebihi 2.0 ( Field, 2009).


(60)

2. Uji linieritas

Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan uji linieritas. Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang linier dari kedua variabel (Field, 2009). Pengujian ini menggunakan Test for

Liniarity dengan taraf signifikansi 0,05. Kedua variabel dinyatakan


(61)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis data dan pembahasan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum sampel penelitian dan hasil penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil di kota Stabat yang berjumlah ± 13.000 orang. Ada 120 skala yang disebar dan skala yang terkumpul sebanyak 100 buah. Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu diuraikan gambaran sampel penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin dan Lama bekerja.

A.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia sampel penelitian, maka dapat digambarkan penyebaran Subjek seperti terdapat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase

21 – 30 tahun 20 20 %

31 – 40 tahun 40 40%

41 – 50 tahun 32 32 %

51 – 60 tahun 8 8%


(62)

Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek terbanyak pada usia 31-40 tahun sebanyak 38 orang (38 %), sedangkan sampel dengan rentang usia 21-30 tahun sebanyak 20 orang (20%), rentang usia 41-50 tahun sebanyak 34 orang (34%) dan 8 orang (8%) berusia diantara 51-60 tahun.

A.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Subjek dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan perempuan, dengan penyebaran sampel seperti pada tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-laki 63 63 %

Perempuan 37 37 %

Total 100 100 %

Berdasarkan tabel 8 maka dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 63 orang (63 %) dan perempuan sebanyak 37 orang (37 %).

A.3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Subjek digolongkan kedalam 6 kelompok berdasarkan masa kerjanya. Penyebaran subjek digambarkan seperti pada tabel 9 di bawah ini.


(1)

Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian

1.

Uji Asumsi Normalitas

Descriptives

Statistic Std. Error

PWB Mean 110.45 1.697

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 107.08

Upper Bound 113.82

5% Trimmed Mean 110.12

Median 109.50

Variance 288.149

Std. Deviation 16.975

Minimum 75

Maximum 161

Range 86

Interquartile Range 26

Skewness .346 .241

Kurtosis -.228 .478

KONFLIK Mean 55.64 .881

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 53.89

Upper Bound 57.39

5% Trimmed Mean 55.40

Median 57.00

Variance 77.627

Std. Deviation 8.811

Minimum 37


(2)

Descriptives

Statistic Std. Error

PWB Mean 110.45 1.697

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 107.08

Upper Bound 113.82

5% Trimmed Mean 110.12

Median 109.50

Variance 288.149

Std. Deviation 16.975

Minimum 75

Maximum 161

Range 86

Interquartile Range 26

Skewness .346 .241

Kurtosis -.228 .478

KONFLIK Mean 55.64 .881

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 53.89

Upper Bound 57.39

5% Trimmed Mean 55.40

Median 57.00

Variance 77.627

Std. Deviation 8.811

Minimum 37

Maximum 89

Range 52

Interquartile Range 14

Skewness .348 .241


(3)

2.

UJI ASUMSI LINEARITAS

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

PWB * Konfik Between

Groups

(Combined) 18833.206 31 607.523 4.262 .000

Linearity

13058.659 1 13058.6

59 91.606 .000

Deviation from Linearity

5774.547 30 192.485 1.350 .154

Within Groups 9693.544 68 142.552


(4)

3.

HASIL UJI HIPOTESIS ( Uji Korelasi )

[DataSet0]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

pwb 110.45 16.975 100

konflik 55.64 8.811 100

Correlations

PWB KONFLIK

PWB Pearson Correlation 1 -.677**

Sig. (1-tailed) .000

N 100 100

KONFLIK Pearson Correlation -.677** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 100 100


(5)

4.

Hasil Tambahan

1.

Korelasi Konflik Interpersonal Dengan Kesejahteraan Psikologis

Correlations

Pwb Interpersonal

Kesehteraan psikologis

Pearson Correlation 1 .487**

Sig. (2-tailed) .000

N 100 100

interpersonal Pearson Correlation .487** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 100 100

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

2.

Korelasi konflik intrapersonal dengan kesejahteraan psikologis

Correlations

Pwb intrapersonal

Pwb Pearson Correlation 1 .598**

Sig. (2-tailed) .000

N 100 100


(6)

3.

Regresi antara tipe konflik individu dengan kesejahteraan

psikologis ditempat kerja.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 13554.026 2 6777.013 43.905 .000a

Residual 14972.724 97 154.358

Total 28526.750 99

a. Predictors: (Constant), intrapersonal, interpersonal b. Dependent Variable: pwb

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 183.423 7.906 23.200 .000

interpersonal -1.643 .253 -.533 -6.488 .000

intrapersonal -.996 .314 -.261 -3.178 .002