BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengukuran ketebalan selaput ketuban ketebalan lapisan amnion dan korion dan tampilan
fibronektin dengan pewarnaan imunohistokimia pada selaput ketuban 2 kelompok pengamatan, yaitu: kelompok kontrol tidak mendapat ASA dan kelompok kasus
mendapat ASA dosis rendah.
4.1.1 Perbandingan ketebalan selaput ketuban pada kelompok kasus
mendapat ASA dosis rendah dan kelompok kontrol tidak mendapat ASA
Tabel 4.1 Rerata dan simpangan baku ketebalan selaput ketuban pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol Kelompok
Rerata SD
Minimum µm
Maksimum µm
Kasus ASA +
85,18 15,98
52,68 127,46
Kontrol ASA -
111,68 27,19
63,25 204,22
Keterangan: SD Standard deviationsimpangan baku
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rerata ketebalan selaput ketuban kelompok kasus 85,18±15,98 lebih tipis dibandingkan kelompok kontrol 111,68±27,19.
Pada kelompok kasus, selaput ketuban yang paling tipis adalah 52,68 µm dan yang paling tebal adalah 127,46 µm; sedangkan pada kelompok kontrol,
selaput ketuban yang paling tipis adalah 63,25 µm dan yang paling tebal adalah
Universitas Sumatera Utara
204,22 µm. Grafik histogram ketebalan selaput ketuban pada masing-masing kelompok ditampilkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik rerata ketebalan selaput ketuban lapisan amnion dan korion pada kelompok kasus dan kontrol p0,05
Hasil perhitungan analisis statistik terhadap rerata ketebalan selaput ketuban pada kelompok kasus dan kontrol disajikan pada lampiran 6, dan dapat
dilihat dalam bentuk grafik histogram Gambar 4.1. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas data, ternyata data dari hasil
penelitian tidak terdistribusi normal dan tidak homogen, sehingga dilakukan pengulangan transformasi data sebanyak 3 kali, tetapi distribusi data masih tetap
tidak normal. Dengan demikian uji statistik dilakukan dengan uji non- parametrik Mann Whitney.
Hasil uji statistik Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara tebal selaput ketuban pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol p0,05.
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Perbandingan kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia
fibronektin pada selaput ketuban kelompok kasus mendapat ASA dosis
rendah dan kelompok kontrol tidak mendapat ASA
Tabel 4.2 Rerata dan simpangan baku kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada selaput ketuban kelompok
kasus dan kontrol
Kelompok Rerata
SD Minimum
skor Maksimum
skor Kasus
ASA + 0,89
0,64 2
Kontrol ASA -
1,87 0,65
1 3
Keterangan: SD Standard deviationsimpangan baku
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin selaput ketuban pada kelompok kasus 0,89±0,64
tertampil lebih lemah dibandingkan kelompok kontrol 1,87±0,65. Pada kelompok kasus, skor kekuatan intensitas pewarnaan yang tertampil paling
rendah adalah 0 dan skor yang paling tinggi adalah 2; sedangkan pada kelompok kontrol skor kekuatan intensitas pewarnaan yang tertampil paling rendah adalah 1
dan skor yang paling tinggi adalah 3. Grafik histogram kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin selaput ketuban pada masing-masing
kelompok dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Grafik rerata kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia
fibronektin pada kelompok kasus dan kontrol p0,05
Hasil perhitungan analisis statistik rerata kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin pada kelompok kontrol dan kasus, disajikan pada
lampiran 6, dan dapat dilihat dalam bentuk grafik histogram Gambar 4.2. Penilaian perbedaan kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia
fibronektin antar kelompok, tidak memenuhi syarat untuk uji Chi Square maupun uji Fisher, sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Mann Whitney, y
ang
menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kekuatan intensitas pewarnaan imunohistokimia fibronektin selaput ketuban pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol p0,05.
Universitas Sumatera Utara
4.1.3 Perbandingan luas tampilan imunohistokimia fibronektin pada