KAMBOJA Isu Hak Asasi Manusia di ASEAN

bagi pekerja rumah tangga asing dan korban aniaya eksploitasi seksual . Departemen Tenaga Kerja memiliki hotline bagi pekerja rumah tangga asing . Singapura tidak memberikan alternatif hukum bagi korban yang menghadapi kesulitan atau retribusi di negara asal mereka . Belum ada laporan korban trafficking yang telah dipenjara atau dituntut. Pemerintah Singapura meningkatkan kesadaran perdagangan antara pekerja rumah tangga asing . Departemen Tenaga Kerja atau The Ministry of Manpower MOM mencetak informasi mengenai karyawan hak dan nomor hotline polisi , dan surat kabar dengan informasi tentang hak-hak pekerja dan tanggung jawab kepada pekerja rumah tangga asing . MOM juga mulai secara acak mewawancarai pekerja rumah tangga untuk menentukan kondisi kerja mereka dan pengetahuan karyawan hak mereka The US Department of State merekomendasikan Parlemen Singapura harus menyetujui usulan perubahan KUHP yang akan mengkriminalisasi prostitusi yang melibatkan anak di bawah usia 18 tahun , memperluas yurisdiksi ekstra - teritorial atas warga negara Singapura dan penduduk tetap yang membeli atau meminta layanan seks dari anak-anak di luar negeri , dan membuat mengorganisir atau mempromosikan wisata seks anak kejahatan kriminal. 50

6. KAMBOJA

Kamboja adalah salah satu negara termiskin di Asia Tenggara. 35 persen masyarakatnya hidup dengan pendapatan kurang dari 50 sen atau enam ribu rupiah per hari. Kemiskinan membuat beberapa orangtua mengambil keputusan nekad seperti menjual anak-anaknya atau menyuruh mereka bekerja di kota. Orangtua berharap dengan melakukan ini, anak-anak itu dapat pendidikan yang lebih baik. Beberapa anak, yang rentan ini, berakhir ditangan para pedofil. Negara-negara di Asia, dalam beberapa tahun terakhir, telah melakukan banyak tindakan untuk menghabisi kejahatan berbahaya ini. Namun, dalam laporan yang dikeluarkan Liga Kamboja untuk Promosi dan Pembelaan Hak Azasi Manusia, 50 Human Trafficking in Singapore, diakses dari : http:www.humantrafficking.orgcountriessingapore pada tanggal 24 desember 2013 Universitas Sumatera Utara baru-baru ini, jumlah anak yang mengalami eksploitasi seksual meningkat. Aktivis pembela hak azasi manusia dan lembaga pemerintah sepakat masalah ini terus berkembang dan jalan keluarnya ada pada penegakan hukum. Di Phnom Penh, Khortieth Him, bertemu perempuan muda yang dijual dari desa kecilnya. Inilah kisah selengkapnya. Di dalam sebuah ruangan yang dihiasi berbagai mainan dan gambar, sekelompok pelajar perempuan sedang belajar bahasa Inggris. Ini bukan sekolah biasa. Tempat ini adalah penampungan bagi para perempuan muda yang jadi korban perdagangan dan penyerangan seksual para wisatawan asing. Sejak 2006, LSM AGAPE, menyediakan rumah dan konseling bagi para korban selamat dari wisatawan pedofil. Srey Pich, 13 tahun, dari provinsi Kandal. Tiga tahun lalu, ia dijual orangtuanya pada seorang perempuan Kamboja. “Saat itu saya masih kecil. Saya berasal dari keluarga miskin. Kami tidak punya tempat tinggal, biaya untuk sekolah bahkan tidak punya cukup makanan. Lalu ibu menyuruh saya ikut seorang perempuan. Ia berjanji akan membatu sekolah saya di Phnom Penh dan juga membantu keluarga saya.” Srey Pich mengungkapkan tak lama setelah pindah ke kota, ia tinggal bersama pria Amerika yang memaksanya berhubungan seks setiap hari. “Setiap pagi, saya membersihkan rumah dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Lalu pergi ke sekolah. Siangnya saya membersihkan rumah lagi. Setelah makan malam saya dipaksa untuk melayani dia berhubungan seks, setiap hari. Akhirnya, Srey Pich diselamatkan para pekerja muda dan polisi Phnom Penh dan dibawa ke tempat penampungan AGAPE. Nov Samol adalah Direktur AGAPE. Menurutnya, ada ratusan LSM yang bekerja untuk mendukung anak-anak korban perdagangan orang seperti Srey Pich. “Di tempat ini, kami memberikan tiga hal pada perempuan korban. Pertama, jaminan keamanan bagi mereka. Mengajarkan nilai-nilai pada mereka dan ketiga, konseling soal perasaan, pikiran dan tingkah laku mereka. Kini ada 40 orang di sini dan beberapa sudah kembali ke masyarakat.” Sebuah laporan baru-baru ini dirilis oleh Liga Kamboja bagi Promosi dan Pembelaan Hak Azasi Universitas Sumatera Utara Manusia, LICADHO. Laporan itu menyebutkan kasus perdagangan anak-anak untuk dieksploitasi secara seksual dan penganiayaan meningkat di Kamboja. Pada 2009 ada peningkatan jumlah kasus kekerasan sebesar 35 persen. Pek Vannak, pengawas Senior Hak Anak di LICADHO. “Kami sangat prihatin dengan kasus kekerasan pada anak, karena kami menemukan ada peningkatan jumlah kasus. Bahkan beberapa kasus sangat parah dan brutal. Kami punya kasus anak-anak yang diperkosa lalu dibunuh dan pelakunya adalah kelompok. Tahun 2008, kami menemukan ada 146 kasus pemerkosaan anak tapi kami yakin jumlah sebenarnya lebih banyak lagi.” Menurut dia, alasan utama peningkatan jumlah kasus adalah buruknya penegakan hukum. “Ada tiga faktor penyebab meningkatnya angka perkosaan dan perdagangan anak. Faktor pertama adalah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat termasuk anak-anak di negeri ini. Kedua lemahnya penegakan hukum, yang merupakan faktor paling penting. Kemampuan lembaga penegakan hukum untuk menyelidiki kasus ini juga sangat rendah, didukung budaya kekebalan hukum dan korupsi. Yang ketiga adalah moralitas masyarakat yang buruk.” Ten Borany adalah wakil ketua di Bagian anti perdagangan orang dan promosi remaja di Kementrian Dalam Negeri. Ia menjelaskan hukum pemerintah soal ekspoitasi seksual pada anak, sudah tua dan rumit. “Faktanya, polisi dan pejabat lokal sejauh ini sudah bekerja keras. Tapi kegagalannya terletak pada hukum, yang sudah tua dan membingungkan. Kami sulit melaksanakan hukuman dan kadang pengadilan tidak bekerja dengan semestinya.” 84 pelaku eksplolitasi seksual telah ditangkap sejak 2003. Pelaku antara lain orang Barat, Jepang, Cina, dan Kamboja. Sebuah jaringan rapi, terdiri dari para agen lokal, merekrut dan menyalurkan akan-anak pada para pedofil yang berkunjung ke Kamboja. Mereka beroperasi di tempat wisata sepeti Phnom Penh, Siem Reap, dan Sihanouk Ville. Samleang Seila, Direktur Action pour les Enfants untuk Kamboja, organisasi Prancis yang membantu polisi mengidentifikasi orang-orang yang diduga sedagai pedofil. “Ya ada beberapa alasan yang mungkin ikut meningkatkan angka pelakunya. Universitas Sumatera Utara Yang pertama, mungkin masih ada anak-anak yang menjual diri untuk mendapatkan uang, ini terkait masalah kemiskinan. Alasan kedua, menurut saya, kami belum cukup memberikan informasi pada polisi. Alasan lain, Kamboja masih dilihat sebagai tujuan prostitusi anak sementara negara Asia lain sudah menangani masalah eksplotasi seksual ini dengan serius.“ Menurut Samleang Seila, ada 15 pedofil asing yang ditangkap tahun 2008 dan tahun ini sudah ada enam orang. Kembali ke tempat penampungan, Srey Pich mengaku sedih dengan pengalamannya dan menyampaikan pesan ini pada keluarga miskin. “Saya tidak menyalahkan orangtua, perantara, diri sendiri atau siapa pun. Karena ini tak akan membantu. Tapi satu hal yang ingin saya katakan: orangtua tidak boleh menjual anak mereka untuk melayani seks demi uang, semiskin apapun mereka. Saya ingin mereka hidup dan bekerja dengan cara yang baik, bahkan mengemispun jauh lebih baik. Bagi saya, saya akan memilih hidup bersama keluarga yang miskin daripada jadi pekerja seks.” Ia berjanji akan belajar dengan giat di AGAPE dan mendapatkan pekerjaan yang baik. 51

7. BRUNEI DARUSSALAM