21
1. Untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah,
dan memahami lebih dalam tentang HAM, khususnya implementasi deklarasi HAM ASEAN akan perlindungan HAM terhadap perempuan
dan anak di ASEAN 2.
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah referensi pemikiran tentang Implementasi Deklarasi HAM ASEAN, diharapkan
dapat memberikan sumbangan baru tentang perlindungan HAM terhadap perempuan dan Anak
3. Jika memungkinkan dapat bermanfaat bagi lembaga-lembaga yang terkait,
seperti akademisi dan peneliti
E. Kerangka Teori
Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan
berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan
beberapa teori-teori yang relavan dengan subjek penelitian.
F.1. Teori Kebijakan
Kebijakan policy adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula
governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijkan pada
intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial
dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijkan merupakan hasil dari adanya sinergi,
kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori ideologi, dan
Universitas Sumatera Utara
22
kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara
6
. Oleh karena itu kebijakan dipandang sebagai hal yang mendasari suatu keputusan yang akan
diambil oleh pembuat keputusan. Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang kelompok atau
pemeritah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu tujuan tertentu
7
F. 2. Implemetasi Kebijakan
Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan yang dibuat oleh pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam suatu negara. Dan kebijakan publik ini merupakan bagian yang penting dalam suatu proses politik, dikarenakan
kebijkan publik ini merupakan output yang dihasilkan oleh proses pembuatan keputusan dalam sistem politik, sehingga perlu dilihat seperti apa kebijakan itu
perlu dan penting dalam pemutusan suatu tindakan yang dianggap sebagai suatu tindakan politik karena dalam hal ini proses pembuatan kebijakan juga berkaitan
dengan hasil kebijakan tersebut, apalagi jika kebijakan tersebut sangat berdampak bagi kehidupan vital masyarakat.
Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan
padakebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Sebagaimana rumusan dari Daniel.AMazmanian dan Paul A.Sabartier
8
6
Edi Suharto, Ph.D, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2008, hlm 3
mengemukakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai
7
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta : Media Pressindo, 2002, hlm 16
8
Abdul s.Wahab, Analisis Kebijaksanaan, Bumi Aksara: Jakarta, 2002, hlm 51
Universitas Sumatera Utara
23
dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan
tahapan pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan instansi pelaksana,dan akhirnya perbaikan-
perbaikan penting terhadap undang-undang atau peraturan yang bersangkutan. Berdasarkan pemahaman diatas, konklusi dari implementasi jelas
mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta
rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut . Dalam konsep implementasi ini harus di garis-bawahi ada kata-kata “rangkaian
terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti melibatkan berbagai komponen dan instrumen. Kompleksistas implementasi
bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variable
yang kompleks, baik variable yang individual maupun variabel yang organisasional, dan masing-masing variable pengaruh tersebut juga saling
berinteraksi satu sama lain. Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan
Lineberry 1978
9
1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana
menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
2. Penjabatan tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana standard operating
proceduresSOP. 3.
Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran, pembagian tugas di dalam dan dan di antara dinas-dinasbadan pelaksana.
4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.
9
Putra F, Paradigma Kritis Dalam studi Kebijakan Publik, Jakarta, 2002 hlm 51
Universitas Sumatera Utara
24
Salah satu komponen utama yang ditujukan oleh Lineberry, yaitu pengambilan kebijakan policy-making tidaklah berakhir pada saat kebijakan itu dikemukakan
atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan. Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum
dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang
ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan forcasting akan masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika
telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidak-
berhasilan kebijakan akan diketahui. Menurut Udoji
10
Setelah kebijakan diimplementasikan terhadap sekelompok objek kebijakan baik itu masyarakat maupun unit-unit organisasi, maka bermunculan
dampak-dampak sebagai akibat dari kebijakan yang dimaksud. Setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap
kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended. Untuk itu tinjauan efektifitas kebijakan, selain pencapaian tujuan harus
diupayakan pula untuk meminimalisasi ketidakpuasan dissatisfaction dari seluruh dengan tegas mengatakan “ The execution of policies is
as important if not more important that policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” pelaksanaan
kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau
rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa
implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas dari munculnya suatu kebijakan.
10
Putra F, Op.Cit., hlm. 59
Universitas Sumatera Utara
25
stakeholder . Dengan demikian deviasi dari kebijakan tidak terlampau jauh dan
niscaya akan mencegah terjadinya konflik di masa akan datang. Pressman dan Wildavsky 1984 mendefinisikan implementasi kebijakan
sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau kemampuan untuk menghubungkan dalam
hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Jones 1977 menganalisis masalah pelaksanaan kebijakan dengan mendasarkan pada
konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional. Jones 1977 mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah
disahkan, kemudian menentukan implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor.
Jadi implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan
dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi kebijakan mengatur kegiatan- kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan
kebijakan yang diinginkan.
11
Kebijakan publik merupakan”whatever governments choose to do or not to do segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah, yang dikerjakan ataupun yang
tidak dikerjakan” Dye, 1981. Selanjutnya Dye menyatakan apabila pemerintah memilih untuk melakukan kebijakan publik, maka harus mengutamakan goal
objektifnya dan merupakan tindakan keseluruhan bukan hanya perwujudan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara evaluasi kebijakan
merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan.
F.3. Kebijakan Politik
Kebijakan politik adalah segala sesuatu hasil keputusan baik berupa dalam sistem. Kebijakan selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah
11
Tangkilisan, Hesel Nogi S, Kebijakan Publik yang Membumi , Lukman Offset : Yogyakarta, 2003 hlm 18
Universitas Sumatera Utara
26
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen- instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan,
transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran serta memiliki arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam
yurisdiksi nasional, regional, unisipal, dan lokal
12
F.4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Yang Mempengaruhi Proses Implementasi Kebijakan publik.
.
Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk gagal, Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan policy failure
dan unsuccessful implementation implemetasi yang tidak berhasil. Tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu kebijakn tidak dilaksanakan
sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama , atau mereka telah bekerja secara tidak
efisien, bekerja setengah hati atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau permasalahan yang dibuat diluar jangkauan kekuasaannya,
sehingga betapapun gigih usaha mereka , hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi, akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi.
1. Faktor Pendukung
Hoogwood dan Gunn dalam Hill, 1993 lebih lanjut menyatakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna perfect
implementation maka diperlukan beberapa kondisi atas persyaratan tertentu
sebagai berikut : 1.
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badaninstansi pelaksanaan tidak akan menimbulkan gangguan kedala yang serius.
12
Salvatore, 2001. Ekonomi Internasional, Edisi kelima diterjemahkan oleh Haris Munandar, Erlangga: Jakarta, hlm.35
Universitas Sumatera Utara
27
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang cukup
memadai. 3.
Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia 4.
Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya 6.
Ketergantungan harus kecil 7.
Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan 8.
Komunikasi dan koordinasi yang sempurna 9.
Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna
10. Tugas-tugas dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
Kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain tindakan atau
perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Dengan demikian, jika mereka tidak
berbuat atau bertindak sesuai keinginan pemerintahnegara itu, maka kebijakan negara menjadi tidak efektif.
2. Faktor Penghambat
Di dalam bukunya Palumbo 1987 mengemukakan bahwa : legislative policy ambiquity is a prime cause to implementation failure
ketidakjelasan kebijaksanaan dalam perundang-undangan adalah sebab utama kegagalan
pelaksanaannya. Penjelasan terhadap berbagai alasan yang mendasari gagalnya suatu kebijakan publik adalah disebabkan oleh berbagai faktor :
1. Ketidakpastian faktor intern dan atau faktor ekstern
2. Kebijaksanaan yang ditetapkan itu mengandung banyak lubang
3. Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan masalah teknis
Universitas Sumatera Utara
28
4. Adanya kekurangan akan tersedianya sumber-sumber pembantu uang dan
sumber daya manusia 5.
Teori yang mendasari dasar pelaksanaan kebijaksanaan itu tidak tepat 6.
Sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif 7.
Sarana itu mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana mestinya 8.
Isi dari kebijakan itu bersifat samar-samar Dengan demikian resiko kegagalan implementasi kebijakan tidak selalu
dapat dihindari oleh siapapun dan organisasi manapun. Abdul Wahab
13
F.5. Hak Asasi Manusia HAM
mengemukakan resiko kegagalan implementasi kebijakan dapat ditelusuri pada tiga wilayah kerja 1 pelaksanaannya yang buruk bad execution, 2
kebijaksanaan sendiri memang buruk bad policy, dan 3 kebijaksanaan itu memang bernasib buruk bad luck.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yamg melekat pada diri sendiri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa , meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak menggembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, hak kesejahteraan
yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat
perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
14
13
Abdul S. Wahab, Analisa Kebijaksanaan. Bumi Aksara : Jakarta, 2002. hlm.23
Menurut Standar Internasional HAM adalah sesuatu jenis tuntutan khusus yang kuat, yang diajukan oleh orang
perorangan atau kelompok orang pada suatu masyarakat secara keseluruhan. Pada hakekatnya, HAM berasal dari hak alamiah atau hak fundamental yang melekat
pada manusia terlepas dari adanya aturan-aturan tertulis. Di mana hak alamiah secara kodratnya telah ada sejak lahir di dunia, yang tidak boleh diperlakukan
14
C.S.T. Kansil, . Christine S.T. Kansil. Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Jakarta : Djambatan, 2003 hlm 53
Universitas Sumatera Utara
29
secara semena-mena seperti kebebasan dalam berpikir, berekspresi dan berasosiasi. Lebih lanjut HAM ini kemudian berkembang dan ditata secara
terperinci dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Berdasarkan pada Deklarasi Universal HAM, terdapat beberapa substansi tentang HAM, diantaranya: pertama,
hak sipil dan politik, yang dilatarbelakangi oleh reaksi keras terhadap sejumlah tindakan negara, pemerintah atau organisasi tertentu yang terlalu absolut dan
bersifat membatasi HAM. Hak sipil dan politik ini meliputi hak hidup, hak persamaan dan kebebasan, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat,
kebebasan berkumpul, dan hak beragama. Kedua, hak ekonomi, sosial dan budaya, di mana setiap bangsa bebas mengerjakan perkembangan atas kehidupan
ekonomi, sosial dan budayanya. Hak ekonomi sebagai bagian dari HAM berfungsi untuk mengidentifikasi lingkup ekonomi dengan sejumlah pertimbangan moral
yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi aksi-aksi baik secara individu maupun institusi-institusi. Hak-hak ekonomi meliputi kebebasan atas hak milik, hak
mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pekerjaan, hak terhadap produksi, hak yang berkaitan dengan konsumsi, dan hak
atas pangan. Sedangkan yang menyangkut hak sosial dan budaya meliputi hak atas pelayanan kesehatan, pendidikan, akses yang setara pada barang dan
partisipasi dalam keputusan sosial. Namun demikian, substansi HAM tersebut kembali dipetakan melalui
konsep HAM yang didasarkan pada jaminan kontinuitas akan HAM. Diantaranya, pertama, Generasi Pertama konsep HAM yang berkaitan dengan hak sipil dan
politik sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dan tercantum dalam pasal 2-21 DUHAM. Kedua, Generasi Kedua yang berkaitan dengan hak ekonomi,
sosial dan budaya yang tercantum dalam pasal 22-27 DUHAM. Generasi Kedua ini muncul sebagai respon terhadap Generasi Pertama yang didominasi oleh
pemahaman Barat, yang terlalu menekankan pada hak sipil dan politik. Padahal keduanya belum cukup untuk memenuhi harkat dan martabat masyarakat miskin
di negara berkembang, sehingga dibutuhkan juga hak ekonomi, sosial dan budaya
Universitas Sumatera Utara
30
dalam memenuhi hal tersebut. Ketiga, Generasi Ketiga konsep HAM yang berkaitan dengan hak-hak kolektif yang terkandung dalam pasal 28 DUHAM.
Generasi Ketiga ini muncul karena dua generasi sebelumnya belum memadai untuk menghadapi berbagai persoalan-persoalan, terutama yang terjadi di negara
berkembang. Misalnya, terdapat usaha penghancuran suatu kelompok struktural tertentu dengan cara kekerasan, adanya ketimpangan sosial terkait terdapat
penduduk yang maju serta penduduk yang masih terbelit dengan kemiskinan, monopoli sumber daya alam, dan monopoli informasi oleh golongan kuat.
Menurut Burns Weston yang dikutip oleh Scott Davidson 1994, terdapat enam kategori hak yang tercantum dari konsep HAM generasi ketiga, yaitu: 1 hak atas
penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, 2 hak atas pembangunan ekonomi dan sosial, 3 hak untuk berpartisipasi untuk
memanfaatkan warisan umat manusia bersama Common Heritage of Mankind,4 hak atas perdamaian, 5 hak atas lingkungan yang sehat dan
seimbang, dan 6 hak atas bantuan kemanusiaan. Bertolak dari konsep-konsep HAM dari ketiga generasi tersebut sangat
jelas terlihat terdapat perbedaan persepsi antara Generasi Pertama yang didominasi oleh pemikiran Barat dan Generasi Kedua dan Ketiga yang didominasi
oleh pemikiran-pemikiran dari negara-negara berkembang. Di mana negara Asia Tenggara termasuk ke dalam generasi kedua dan ketiga tersebut. Walaupun
negara di kawasan Asia Tenggara telah tergabung dalam PBB yang berarti menyetujui adanya universalisasi HAM, namun hal tersebut tidak sepenuhnya
dibenarkan. Kaum-kaum elit di Asia Tenggara menganggap bahwa Barat terlalu menekankan pada hak sipil dan politik yang berada dalam kerangka demokratis
yang berangkat dari proses sejarah dan budaya yang secara ekonomi merupakan masyarakat maju. Sebaliknya, para pemimpin ASEAN menganggap bahwa hal
penting untuk mewujudkan realisasi pencapaian harkat dan martabat manusia
Universitas Sumatera Utara
31
tidak hanya pada hak sipil dan politik tetapi juga pada hak ekonomi, sosial dan budaya.
15
Sedangkan menurut John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
16
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan
nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikuhkuhkan dalam instrumen internasiomal, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
F.6. Konvensi-Konvensi Hak Asasi Perempuan dan Anak
Sejak berdirinya pada tahun 1945, PBB telah menempatkan Hak Asasi Manusia HAM sebagai agenda utama. Kekejaman dan kejahatan Perang Dunia
II merupakan pendorong utama berkembangnya upaya-upaya perlindungan internasional terhadap HAM. Piagam PBB tahun1945 menetapkan tiga tujuan
utama dari organisasi baru ini yakni : mendorong terwujudnya perdamaian dan keamanan internasional, memajukan pertumbuhan sosial ekonomi serta
merumuskan dan melindungi hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar setiap individu , apapun ras, jenis kelamin, bahasa atau agamanya. Maka dibentuklah
konvensi HAM untuk perempuan dan konvensi HAM untuk anak diantaranya yaitu :
Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan atau
Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women
CEDAW
15
Masalah Hak asasi Manusia di Asia Tenggara, diakses dari : http:sartika-t-- fisip10.web.unair.ac.idartikel_detail-59686-MBP20Asia20Tenggara-
Masalah20Hak20Asasi20Manusia20di20Asia20Tenggara.html pada tanggal 11 Mei 2013
16
A.Masyhur Effendi,M.S Taufani Sukmana Evandri. HAM Dalam DimensiDinamika Yuridis, Sosial, Politik
. Bogor Selatan : Ghlmia Indonesia 2007 hlm 3
Universitas Sumatera Utara
32
Untuk sebagian masyarakat, hak-hak wanita hanya semata-mata dilihat sebagai sejumlah hak yang khusus, yang diperjuangkan oleh kaum
wanita untuk memperbaiki nasibnya yang sebagai akibat penerapan nilai-nilai budaya tradisional dan agama terkadang juga berdasarkan penafsiran yang
kurang tepat, selama berabad-abad membuat wanita dianggap sebagai milik pria, yaitu milik ayah, kakek, saudara laki-laki, bahkan milik keluarganya,
yang tidak boleh mempunyai fikiran, pendapat, apalagi kemauannya sendiri. Meskipun demikian hak asasi manusia hingga tahun 1980 pun belum juga
cukup diperhatikan, sehingga Ny. Eleomora Roosevelt dan sejumlah tokoh wanita dari beberapa negara berhasil menggolkan suatu Konvensi PBB
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau “United Nation’s Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women disingkat CEDAW.
17
Di dalam isi dari Konvensi tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan Convention On the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women CEDAW pada pasal 2 jelas tertulis “Negara- negara Pihak mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya
dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa menunda-nunda kebijakan untuk menghapuskan diskriminasi terhadap
perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha: a.
Untuk mewujudkan prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam konstitusi nasional mereka atau perundang-undangan yang
tepat lainnya jika belum termasuk di dalamnya dan untuk menjamin, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat, realisasi
praktis dari prinsip ini.
17
C.F.G Sunaryati Hartono. Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan Undang-Undang Hak-Hak Asasi Manusia
. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan asional. Hlm 29
Universitas Sumatera Utara
33
b. mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang tepat,
termasuk sanksi jika diperlukan, melarang semua diskriminasi terhadap perempuan.
c. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan
atas dasar yang sama dengan laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan lembaga pemerintah
lainnya, perlindungan kaum perempuan yang efektif terhadap setiap tindakan diskriminasi
d. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi
terhadap perempuan dan untuk menjamin bahwa otoritas publik dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan
kewajiban ini. e.
Untuk mengambil semua langkah yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan oleh setiap orang, organisasi atau
perusahaan. f.
Untuk mengambil semua langkah yang tepat, termasuk undang- undang, untuk mengubah atau menghapuskan hukum, peraturan,
kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan.
g. Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskriminatif
terhadap perempuan. Di dalam pasal 2 ini terkandung dengan jelas, untuk bertujuan menghapus
diskriminasi terhadap perempuan, baik itu dalam hal sosial, pendidikan, hukum dan politik.
18
18
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women. Article no. 2
Konvensi Terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan CEDAW telah diratifikasi oleh pemerintah ASEAN. Ini berarti
sebagai negara pihak yang telah meratifikasi Konvensi ini, ASEAN secara hukum terikat untuk tunduk dan konsekuen dalam melakukan perlindungan terhadap
perempuan yang tertuang dalam Konvensi ini dan juga hal-hal yang berkaitan
Universitas Sumatera Utara
34
dengan usaha perlindungan perempuan yang tertuang dalam Kovenan Internasional untuk Hak Sipil dan Politik.
Komisi Hak Anak atau Convention on the Rights of Child CRC
19
Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi
pembangunan yang berkesinambungan sustainable development. Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam
merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan
yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.
Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang menjadi korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan mereka
menjadi korban kekerasan. Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti kekerasan dan pelanggaran
hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap hak-hak anak berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan. Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan
saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik bersenjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang bahkan negara-negara maju. Permasalahan sosial dan
masalah anak sebagai akibat dari dinamika pembangunan ekonomi diantaranya anak jalanan street children, pekerja anak child labour, perdagangan anak
trafficking dan prostitusi anak prostitution. Berdasarkan kenyataan di atas, PBB
mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak Convention On The Rights of The Child untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di
19
onchrDiakses dari internet : http:www2.ohchr.orgenglishbodiescrcindex.htm pada tanggal 15 April 2013
Universitas Sumatera Utara
35
seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan memaksa entered in to force pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah
diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden
Nomor 36 Tahun 1996. Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :
1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.
2. Bagian Satu Pasal 1-41, yang mengatur hak-hak anak.
3. Bagian Dua Pasal 42-45, yang mengatur masalah pemantauan dan
pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak. 4.
Bagian Tiga Pasal 46-54, yang mengatur masalah pemberlakuan konvensi.
Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu : 1.
Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata telah diratifikasi oleh Indonesia dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012. 2.
Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak Indonesia telah meratifikasi
protokol opsional ini dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2012.
20
Konvensi Hak Anak KHA adalah badan pakar independen yang memantau pelaksanaan Konvensi Hak Anak oleh pihak Negaranya. Ini juga
memantau pelaksanaan dua protokol opsional Konvensi, pada keterlibatan anak- anak dalam konflik bersenjata, perdagangan anak, pelacuran terhadap anak dan
pornografi anak. Pada tanggal 19 Desember 2011, Majelis Umum PBB
20
Konvensi Hak Anak dari : http:bappeda.kendalkab.go.idindex.php?option=com_contentview=articlecatid=29:pemsosbudid=87:k
onvensi-hak-hak-anak-kha di akses pada tanggal 2 april 2013
Universitas Sumatera Utara
36
menyetujui sebuah protokol opsional ketiga pada Prosedur Komunikasi, yang akan memungkinkan masing-masing anak untuk menyampaikan keluhan tentang
pelanggaran tertentu terhadap hak mereka di bawah Konvensi dan pertama dua protokol opsional. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani pada tahun 2012 dan
akan mulai berlaku setelah diratifikasi oleh 10 negara anggota PBB.
21
F.7. Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di ASEAN
Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak Anak tidak dengan serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun
setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun
program yang lebih responsif terhadap perlindungan anak.
Berbagai tantangan besar, yang dihadapi banyak perempuan dan anak di Asia Tenggara, mencakup terhadap akses layanan kesehatan bagi masyarakat
miskin pra-kelahiran dan ibu, prevalensi HIV AIDS, kekerasan berbasis gender, perdagangan manusia, serta ancaman perubahan iklim. Delegasi yang terdiri dari
seluruh perwakilan sepuluh negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN, mengadakan kunjungan sekaligus konsultasi substantif, untuk mengatasi
persoalan ini, dan membentuk deklarasi HAM ASEAN khususnya perlindungan terhadap Hak Perempuan dan Anak.
Berdasarkan legalitas Pasal 14 yang terdapat pada Piagam ASEAN atau ASEAN Charter
2007 untuk membentuk suatu badan HAM regional , maka pada tanggal 23 Oktober 2009, ASEAN resmi memiliki sebuah badan HAM regional
yang dikenal dengan nama AICHR ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights
22
21
Diakses dari
. Peresmian ini dilakukan di Hua Hin, Thailand, pada konferensi
http:www2.ohchr.orgenglishbodiescrcindex.htm pada tanggal 2 april 2013
22
Dikutip dari Artikel Bumpy Road to the ASEAN Human Rights Declaration By: Katherine G. SouthWick Asia Pacific Bulletin January 22, 2013
Universitas Sumatera Utara
37
tingkat tinggi KTT ASEAN yang sedang berlangsung
23
. Pada tanggal 19 Oktober 2010, didirikan pusat kajian HAM Asia Tenggara di Jakarta. Lembaga ini
diresmikan oleh Menhum HAM Indonesia, Patrialis Akbar, dan dihadiri oleh beberapa duta besar negara tetangga
24
Selain AICHR, ASEAN juga memiliki komisi hak perempuan dan anak ACWC yang dibentuk berdasarkan Program Aksi Vientiane 2004. TOR ACWC
disahkan dalam pertemuan Dewan Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN pada 22 Oktober 2009, sehari sebelum peluncuran AICHR. Tiap negara diwakili oleh dua
orang wakil, satu untuk hak-hak perempuan dan satu untuk hak-hak anak. Pembentukan ACWC bertujuan untuk mempromosikan kesejahteraan,
pengembangan, pemberdayaan dan partisipasi perempuan dan anak dalam proses pembangunan Komunitas ASEAN yang berpengaruh pada merealisasikan tujuan
ASEAN sebagaimana ditetapkan dalam Piagam ASEAN. Fungsi ACWC adalah, antara lain, untuk mempromosikan pelaksanaan instrumen internasional,
. Peran organisasi masyarakat sipil di ASEAN dalam sejarah politik dan keterlibatan dalam isu HAM sangat besar.
Sekarang ASEAN memiliki dua komisi HAM yaitu AICHR Komisi Antar- Pemerintah ASEAN untuk HAM dan ACWC Komisi ASEAN untuk Pemajuan
dan Perlindungan Hak-hak Perempuan dan Anak. Dalam Terms of Reference TOR AICHR disebutkan bahwa AICHR bertanggung jawab untuk pemajuan
dan perlindungan HAM di ASEAN dengan berdasarkan pada prinsip konsensus, konsultatif dan non-intervensi. Komposisi AICHR terdiri dari 10 orang yang
masing-masing mewakili negara anggota ASEAN, dengan pertemuan rutin dua kali tiap tahun, dan pelaporan ditujukan kepada Pertemuan Menteri Luar Negeri
ASEAN. Ketua AICHR saat ini dipegang oleh wakil dari Indonesia, Rafendi Djamin.
23
AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN Diakses dari : http:www.antaranews.comberita1256362459aichr-dan-penguatan-perlindungan-ham-di-asean
24
Puast HAM Asia Tenggara lahir di Indonesia, diakses dari : http:erabaru.netnasional50-politik18660- pusat-ham-asia-tenggara-lahir-di-indonesia pada tanggal 22 Januari 2013
Universitas Sumatera Utara
38
instrumen ASEAN dan instrumen lainnya yang terkait dengan hak-hak perempuan dan anak-anak dan mengembangkan kebijakan, program dan strategi inovatif
untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak untuk melengkapi pembangunan Komunitas ASEAN.
Hal ini juga akan meningkatkan kesadaran publik dan pendidikan hak-hak perempuan dan anak-anak di ASEAN. Setiap Negara Anggota ASEAN menunjuk
dua wakil ke ACWC, satu perwakilan tentang hak-hak perempuan dan satu wakil pada hak-hak anak. Ketika menunjuk wakil-wakil mereka ke ACWC, negara-
negara anggota harus mempertimbangkan mengenai kompetensi di bidang hak- hak perempuan dan anak-anak, integritas, dan kesetaraan gender. Di tingkat
internasional, semua negara anggota ASEAN telah meratifikasi dan Negara- negara peserta dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan CEDAW dan Konvensi Hak-hak Anak CRC
25
G. Metode Penelitian
.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk melihat bagaimana implementasi Deklarasi HAM ASEAN dalam perlindungan Hak
Perempuan dan Anak . Penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartika sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan objek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa
26
25
ASEAN SEC diakses dari
. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang sedang diselidiki degan
menggambarkan , melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya. Pada umumya penelitian deskriptif merupakan
http:www.aseansec.org24447.htmArticle-2 pada tanggal 22 Januari 2013
26
Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjha Mada University Press, 2000, hlm 73
Universitas Sumatera Utara
39
penelitian non hipotesis, sehingga dalam langkah-langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis
27
G.1. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan , antara lain, penelitian perpustakaan library research, yang sering disebut metode
dokumentasi , dan penelitian lapangan, seperti wawancara dan observasi
28
1. Wawancara , yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui
pemberian pertanyaan-pertanyaan pada informan atau sumber, guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan
masalah dalam penelitian ini. . Untuk
memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber
yang berasal dari data buku, peraturan-peraturan,laporan–laporan, majalah, koran, media online serta bahan-bahan yang lain
berhubungan dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan demikian diperoleh data sekunder
sebagai kerangka kerja teoritis.
G.2. Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik kualitatif yaitu teknik : tanpa menggunkan alat bantu atau rumus statistik. Adapun
langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut : Pertama, Pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan baik dari buku, majalah,
koran, jurnal, kliping, dan situs-situ internet yang memuat tentang informasih kebijakan HAM di ASEAN dikhususkan dalam perlindungan Hak perempuan dan
27
Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta – Gajah Mada University Press Hlm.63
28
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000 hlm.130
Universitas Sumatera Utara
40
anak-anak. Dan juga melakukan wawancara dengan beberapa anggota ASEAN atau informan yang berkaitan dengan ASEAN pada deklarasi HAM ASEAN.
Kedua, penilaian atau menganalisis data. Pada tahap ini setelah peneliti mengumpulkan dan mendapatkan semua
data yang mendukung atau membantu , penulis akan memisahkan bahan-bahan dan data yang diperoleh sesuai dengan sifatnya masing-masing.Kemudian penulis
melakukan penilaian dan menganalisis data dan bahan yang tersedia. Ketiga, penyimpulan data yang diperoleh.
Tahap ini adalah tahap terakhir penelitian ini. Dari hasil penilaian dan analisis yang penulis lakukan maka penulis mengambil kesimpulan yang dapat
membantu dalam memahami penelitian ini.
H. Sistematika Penulisan