Kebudayaan Masyarakat Jepang Kebudayaan Masyarakat Jawa Analisis Kontrastif

xiv A: 日 語 手 B: いいえいいえ 手 あ KKH, 2007:94. A: Nihongo ga, jouzu desune. B: Iie iie, mada jouzu ja arimasen. A: Bahasa Jepang Anda sangat bagus mahir. B: Tidak, saya belum mahir dalam berbahasa Jepang.

2.5 Kebudayaan Masyarakat Jepang

Dunia orang Jepang terbagi dalam tiga kategori yaitu, senpai senior, kohai junior, dan douryou rekan yang berpangkat sederajat. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang memiliki pangkat atau status lebih rendah akan berbicara dengan ungkapan-ungkapan penghormatan terhadap lawan bicaranya sesuai dengan pangkat atau status yang dimiliki oleh lawan bicara. Kesadaran akan pangkat atau status pada perilaku sosial sudah dimiliki dan dipahami oleh masyarakat Jepang. Tanpa kesadaran akan pangkat atau status, kehidupan tidak dapat dilangsungkan dengan baik di Jepang. Sebab, pangkat atau status merupakan norma sosial yang menjadi dasar kehidupan orang Jepang Nakane, 1973:38. Masyarakat Jepang tidak pernah mengungkapkan ketidaksetujuan mereka secara terbuka karena rasa takut akan memecah posisi mereka sebagai anggota kelompok yang disukai. Jadi, pengungkapan pendapat dalam satu kelompok di Jepang sangat terpengaruh oleh sifat kelompok dan tempat seseorang di dalam kelompok itu. xv

2.6 Pengertian Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Keigo atau kaidah bentuk hormat adalah istilah yang sepadan dengan unggah-ungguhing basa dalam bahasa Jawa Ishii dalam Kongres Bahasa Jawa, 1991:443.

2.6.1 Jenis-jenis dan Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Dalam Sasangka 2004:95-111 disebutkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu ngoko dan krama. Terdapat pula varian dari ngoko, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Serta varian dari krama terdiri atas krama lugu dan krama alus.

2.7 Kebudayaan Masyarakat Jawa

Geertz dalam Suseno 1985:38 beranggapan bahwa ada dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama yaitu, bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut, agar manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kaidah pertama disebut sebagai prinsip kerukunan dan kaidah kedua sebagai prinsip hormat.

2.8 Analisis Kontrastif

Pateda 1989:18 menyebutkan bahwa analisis kontrastif adalah suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa yang memakai teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa kedua. xvi

3. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sumber data didapat dari responden masyarakat Jepang yang diwakili oleh mahasiswa Jepang dan masyarakat Jawa yang diwakili oleh mahasiswa bersuku Jawa sebagai penutur asli melalui kuesioner, dengan data ungkapan keigo dalam bahasa Jepang dan unggah- ungguhing basa dalam bahasa Jawa. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk meminta jawaban responden mengenai tingkat tutur yang digunakan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan translasional dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasar yang digunakan untuk meneliti mengenai penggunaan tingkat tutur bahasa Jepang dan Jawa, kemudian dilanjutkan dengan teknik hubung banding sebagai teknik lanjutan untuk membandingkan penggunaan kedua tingkat tutur tersebut. Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan dan menganalisis penggunaan sonkeigo, kenjougo, teineigo maupun krama lugu dan krama alus dalam kalimat. 2. Menganalisis alasan responden dalam menggunakan tingkat tutur tersebut berdasarkan situasi yang diberikan. 3. Menganalisis aspek sosial budaya pada masyarakat Jepang dan masyarakat Jawa.