2.2.6 Pengertian Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Keigo atau kaidah bentuk hormat adalah istilah yang sepadan dengan unggah-ungguhing basa dalam bahasa Jawa Ishii dalam Kongres Bahasa Jawa,
1991:443. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, unggah-ungguh mempunyai arti
tata krama atau sopan santun. Dapat disimpulkan bahwa unggah-ungguh adalah sopan santun maupun
tata krama yang dimiliki seseorang dalam berperilaku serta bertutur terhadap lawan bicara, sehingga timbul keharmonisan di dalam berkomunikasi pada
masyarakat.
2.2.6.1 Jenis-jenis dan Penggunaan Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Dalam Sasangka 2004:95-111 disebutkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu ngoko dan krama. Terdapat pula
varian dari ngoko, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus. Serta varian dari krama terdiri atas krama lugu dan krama alus.
2.2.5.1.1 Ngoko
Suseno 1985:62 mengartikan ngoko sebagai tingkat tutur bahasa Jawa yang digunakan pembicara untuk mengungkapkan keakraban terhadap lawan
bicara maupun orang yang dibicarakan. Ngoko berintikan atas leksikon ngoko Sasangka, 2004:95. Ngoko mempunyai dua bentuk varian yaitu ngoko lugu
tingkat tutur bahasa Jawa yang semua kosakata atau leksikonnya berbentuk ngoko dan netral. Contoh penggunaan ngoko lugu seperti pada kalimat di bawah
ini.
1 Yen mung kaya ngono wae, aku mesthi ya bisa. Jika cuma seperti itu saja, saya pasti juga bisa.
2 Yen mung kaya ngono wae, kowe mesthi ya bisa. Jika cuma seperti itu saja, kamu pasti juga bisa.
3 Yen mung kaya ngono wae, dheweke mesthi ya bisa. Jika cuma seperti itu saja, dia pasti juga bisa.
Kosakata atau leksikon pada kalimat 1-3 semuanya terdiri dari leksikon ngoko. Pada kata yang digaris bawahi juga merupakan leksikon ngoko serta dapat
digunakan oleh pembicara terhadap lawan bicara maupun orang yang dibicarakan. Serta pada varian ngoko yang kedua adalah ngoko alus tingkat tutur yang
di dalamnya terdiri atas leksikon ngoko, netral, krama, krama inggil, krama andhap. Leksikon krama inggil dan krama andhap pada ngoko alus digunakan
untuk menghormati lawan bicara maupun orang yang dibicarakan. Contoh penggunaan ngoko alus seperti pada kalimat di bawah ini.
4 Mentri pendhidhikan sing anyar iki asmane sapa? Menteri pendidikan yang baru ini siapa namanya?
Pada kalimat 4 pembicara menggunakan leksikon ngoko terhadap lawan bicara tetapi ketika menanyakan nama dari orang yang dibicarakan, maka
pembicara menggunakan leksikon krama inggil untuk menghormati orang yang dibicarakan karena status kedudukannya lebih tinggi. Kata menteri pendhidhikan
pada kalimat di atas merupakan leksikon netral.
2.2.6.1.2 Krama
Suseno 1985:62 mengartikan krama sebagai tingkat tutur bahasa Jawa yang digunakan pembicara untuk mengungkapkan sikap hormat terhadap lawan
bicara maupun orang yang dibicarakan. Krama berintikan atas leksikon krama Sasangka, 2004:104. Krama mempunyai dua bentuk varian yaitu krama lugu
tingkat tutur bahasa Jawa yang semua kosakata atau leksikonnya berbentuk krama, madya, dan netral atau ngoko. Terkadang terdapat leksikon krama inggil
dan krama andhap yang digunakan untuk menghormati lawan bicara. Contoh penggunaan krama lugu seperti pada kalimat di bawah ini.
7 Panjenengan napa empun nate tindak teng Rembang? Sasangka, 2004:106 Sudah pernahkah Anda pergi ke Rembang?
Pada kalimat 7 terdapat leksikon krama inggil, yakni pada kata tindak dan panjenengan. Kata tindak digunakan oleh pembicara untuk meghormati lawan
bicara, yaitu penghormatan kepada panjenengan. 8 Yen angsal, mangsuwunke gangsal iji mawon kangge kula.
Jika boleh, Anda mintakan lima biji saja untuk saya Sasangka, 2004:106.
Pada kata suwunke di atas merupakan leksikon krama andhap yang digunakan oleh pembicara, yaitu kula saya untuk merendahkan diri atau
tuturannya. Serta pada varian krama yang kedua adalah krama alus tingkat tutur yang
di dalamnya terdiri atas leksikon krama. Terkadang terdapat leksikon krama inggil dan krama andhap yang digunakan untuk menghormati lawan bicara
maupun orang yang dibicarakan. Contoh penggunaan krama alus seperti pada kalimat di bawah ini.
9 Para miyarsa, wonten ing giyaran punika kula badhe ngaturaken rembag bab kasusastran Jawi
Sasangka, 2004:111. Para pendengar, dalam kesempatan siaran ini saya akan berbicara tentang
kesusasteraan Jawa.
Kata ngaturaken pada kalimat di atas merupakan leksikon krama andhap karena pembicara merendahkan bahasa tuturannya untuk dirinya sendiri terhadap orang
lain, dan selain itu merupakan leksikon krama. Dapat disimpulkan bahwa tingkat tutur bahasa Jawa terdiri dari ngoko dan
krama. Ngoko merupakan ungkapan yang menunjukkan keakraban, sedangkan krama merupakan ungkapan yang menunjukkan penghormatan.
2.2.7 Kebudayaan Masyarakat Jawa