xvi
3. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Sumber data didapat dari
responden masyarakat Jepang yang diwakili oleh mahasiswa Jepang dan masyarakat Jawa yang diwakili oleh mahasiswa bersuku Jawa sebagai penutur asli
melalui kuesioner, dengan data ungkapan keigo dalam bahasa Jepang dan unggah-
ungguhing basa dalam bahasa Jawa. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk meminta jawaban responden mengenai tingkat tutur yang digunakan. Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode padan translasional dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu sebagai teknik dasar yang digunakan untuk meneliti mengenai
penggunaan tingkat tutur bahasa Jepang dan Jawa, kemudian dilanjutkan dengan teknik hubung banding sebagai teknik lanjutan untuk membandingkan
penggunaan kedua tingkat tutur tersebut. Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan dan menganalisis penggunaan sonkeigo, kenjougo, teineigo maupun krama lugu dan krama alus dalam kalimat.
2. Menganalisis alasan responden dalam menggunakan tingkat tutur tersebut berdasarkan situasi yang diberikan.
3. Menganalisis aspek sosial budaya pada masyarakat Jepang dan masyarakat Jawa.
xvii
4. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dari penggunaan tingkat tutur yang digunakan masyarakat Jepang dan Jawa berdasarkan faktor lawan bicara
maupun orang ketiga beserta sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut.
4. Hasil dan Pembahasan
Berikut adalah hasil data yang telah diperoleh mengenai penggunaan tingkat tutur oleh masyarakat Jepang mahasiswa Jepang dan Jawa mahasiswa
Jawa sesuai dengan situasi yang diberikan:
Situasi Ragam Hormat
Ragam Biasa Keigo
Unggah-ungguhing Basa Jawa
Futsukei Ngoko
Berbicara kepada lawan bicara yang
usia dan
kedudukan sosialnya
lebih tinggi
dari pembicara
serta hubungan
keduanya akrab √
√
Berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukannya
lebih tinggi dari pembicara serta hubungan keduanya tidak akrab
√ √
Berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukannya
lebih rendah dari pembicara serta hubungan keduanya akrab
√ √
Berbicara kepada lawan bicara yang
usia dan
kedudukan sosialnya
lebih rendah
dari pembicara
namun hubungan
kedekatan keduanya tidak akrab √
√
Berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukannya
setara dengan pembicara baik hubungan
keduanya akrab
maupun tidak akrab √
√
xviii
Situasi Ragam Hormat
Ragam Biasa Keigo
Unggah-ungguhing Basa Futsukei
Ngoko
Berbicara kepada lawan bicara yang usia dan
kedudukan sosialnya
setara dan
hubungan kedekatan
keduanya belum akrab
√ √
Masyarakat Jepang dan Jawa akan sama-sama menggunakan ragam hormat pada situasi ketika bebrbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukan
sosialnya lebih tinggi dari pembicara baik hubungan keduanya akrab maupun belum akrab. Selain itu, ragam biasa akan masyarakat Jepang dan Jawa gunakan
pada situasi ketika berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukannya lebih rendah dari pembicara baik hubungan keduanya akrab maupun belum akrab.
Begitu juga ketika berbicara kepada lawan bicara yang usia dan kedudukan sosialnya setara dengan pembicara baik hubungan keduanya akrab maupun belum
akrab, maka pembicara akan menggunakan ragam biasa futsukei dan ngoko.
5. Penutup