C. Rancangan Percobaan
Pada penelitian utama, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial 3 x 3 dengan
ulangan 3 kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = M + Ei + Fj + EFij + Ek ij i = 1, 2, 3
j = 1, 2, 3 k = 1,2, 3
Yijk : variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B yang terdapat pada observasi ke k
M : efek rata-rata yang sebenarnya Ei : efek sebenarnya dari taraf ke i faktor suhu
Fj : efek sebenarnya dari taraf ke j faktor waktu EF ij : efek sebenarnya dari interaksi antara taraf ke i faktor suhu dengan
taraf j faktor waktu Ek ij: efek sebenarnya dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi
perlakuan ij
Hipotesis :
Ho : Menyatakan terdapat pengaruh faktor suhu dan waktu keduanya saling mempengaruhi
H
1
: Menyatakan tidak adanya pengaruh suhu dalam eksperimen H
2
: Menyatakan tidak adanya pengaruh faktor waktu dalam eksperimen H
3
: Menyatakan tidak terdapat interaksi antara factor suhu dan waktu dalam eksperimen
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
1. Analisa Proksimat
Pada tahap awal penelitian analisa proksimat dilakukan untuk mengetahui komposisi dari ampas jeruk Pontianak yang meliputi persentase
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat kasar. Parameter yang dianalisa tersebut berpengaruh terhadap
proses ekstraksi pektin dan karakter pektin hasil ekstraksi. Menurut Tressler dan Joyslin 1954, kadar serat berpengaruh
terhadap jumlah pektin yang dapat diekstrak. Grape fruit dan orange dengan kadar serat kasar 0.6-0.9 akan memiliki rendemen pektin sebesar 1-2
basis basah. Tabel 5. Hasil Analisa Proksimat Ampas Jeruk Pontianak Segar
Jenis Analisa Hasil bb
Hasil bk Kadar air
Kadar abu Kadar lemak
Kadar protein Kadar karbohidrat
Kadar serat kasar 82.48
0.57 0.84
4.50 11.61
4.15 470.78
3.25 4.79
25.69 66.27
23.69
Hasil analisa proksimat yang dilakukan memperlihatkan bahwa limbah pengolahan jus jeruk berupa ampas jeruk Pontianak memiliki kadar
air sebanyak 82.48 . Kadar air yang tinggi pada bahan baku akan mempercepat degradasi senyawa pektin oleh reaksi enzimatis menjadi
senyawa gula. Adanya enzim pektinase pada ampas jeruk akan mendegradasi pektin menjadi asam pektat dan senyawa sederhana lainnya.
Kadar air bahan yang tinggi menjadi dasar pemikiran dilakukannya pengeringan bahan sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama.
2. Penentuan Bahan Baku
Tahap pendahuluan pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bahan baku yang terbaik untuk proses ekstraksi pada penelitian utama.
Suhu yang digunakan untuk ekstraksi adalah 95
o
C dengan lama ekstraksi 40
menit. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Fitriani 2002 tentang ekstraksi dan karakteriasi pektin dari jeruk lemon yang
memberikan hasil terbaik pada suhu 95
o
C dengan lama ekstraksi 40 menit. Grafik hubungan antara perlakuan bahan baku terhadap rendemen pada
penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9.
Rendemen Pektin
14,68 14,29
13,91 12,13
13,47 12,83
11,31
2 4
6 8
10 12
14 16
ampas segar
oven 5 jam
oven 10 jam
oven 15 jam
jemur 1 hari
jemur 2 hari
jemur 3 hari
perlakuan re
nde m
e n
ba s
is k
e ri
ng
Gambar 9. Hubungan Pengeringan Bahan Terhadap Rendemen Pektin
Rendemen pektin yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini berkisar antara 11.31 – 14.68 bk. Hasil analisis keragaman
menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan bahan memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen pektin. Uji analisis keragaman dan uji lanjut
Duncan terhadap rendemen pektin dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan grafik hubungan antara perlakuan bahan terhadap
rendemen menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air bahan maka semakin rendah pula rendemen pektin. Penurunan rendemen semakin
besar pada pengeringan dengan menggunakan matahari. Hal ini disebabkan karena panas matahari yang cenderung tidak stabil akan
mempercepat terjadinya degradasi pektin menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Menurut Fitriani 2002, pengeringan kulit jeruk pada suhu 55
o
C selama 15 jam sampai kadar air 10 memberikan rendemen yang lebih
tinggi daripada kulit jeruk segar. Tingginya kadar air bahan akan menutup permukaan dan menyulitkan difusi larutan asam untuk mengekstrak pektin
dari bahan. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatra Barat 2004 menyatakan bahwa pengeringan kulit jeruk dapat dilakukan
dengan menggunakan panas matahari selama 3 hari. Pada produksi pektin komersial, bahan yang akan diekstrak
dikeringkan terlebih dahulu. Menurut Kalapathy dan Proctor 2001, pengeringan bahan tersebut bertujuan untuk mencegah deteriorasi selama
penyimpanan dan transportasi bahan. Hasil penelitian pendahuluan tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Fitriani 2002. Hal ini disebabkan bahan yang diekstrak berbeda. Pada penelitiannya Fitriani 2002 menggunakan kulit jeruk
lemon. Kulit jeruk lemon mengandung sejumlah minyak atsiri yang cenderung bersifat nonpolar yang menghambat difusi larutan asam yang
bersifat polar. Dengan adanya pengeringan bahan, sebagian minyak atsiri juga ikut menguap bersama uap air.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas jeruk Pontianak yang kadar minyak atsirinya sangat berbeda dengan kulit jeruk
lemon. Pengeringan bahan dengan menggunakan oven menghasilkan rendemen pektin yang lebih rendah dari bahan segar. Semakin lama bahan
dikeringkan maka semakin rendah pula rendemen pektin yang dihasilkan. Semakin lama bahan dijemur, maka semakin rendah pula rendemen
pektinnya. Pada kadar air yang hampir sama, pengeringan bahan dengan panas matahari memberikan rendemen yang lebih rendah daripada
pengeringan dengan oven.
Pada proses pengeringan, degradasi pektin dalam ampas mulai terjadi. Ampas jeruk memiliki jumlah kandungan enzim pektin esterase dan
pektinase yang lebih tinggi dari bagian yang lain dari buah jeruk Rousse, 1977. Enzim tersebut mampu mendegradasi pektin menjadi asam pektat.
Adanya proses pengeringan pada suhu yang tidak terlalu tinggi akan memberikan kesempatan terjadinya degradasi pektin bahkan dimungkinkan
enzim semakin aktif mendegradasi pektin pada suhu tersebut. Dalam struktur polimer pektin terdapat gula yang terletak pada rantai
cabang IPPA, 2002. Selama proses pengeringan juga terjadi oksidasi yang ditunjukkan dengan perubahan warna ampas menjadi coklat pada
permukaan ampas. Pengeringan dengan matahari menghasilkan kualitas ampas yang lebih rendah dari pengeringan dengan oven.Selain suhu yang
tidak konstan, lamanya proses pengeringan juga memberikan kesempatan terjadinya oksidasi sehingga degradasi pektin menjadi lebih besar.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan dengan oven selama 5 jam dan 10 jam tidak berbeda nyata dengan ampas
segar. Pengeringan dengan oven selama 5 jam dan 10 jam tidak berbeda nyata dengan pengeringan dengan matahari selama satu hari yang memiliki
rendemen yang berbeda nyata dengan ampas segar. Dari hasil tersebut maka dipilih ampas segar sebagai bahan penelitian utama karena
memberikan rendemen pektin yang tertinggi. Rouse 1977 menyatakan bahwa ekstraksi bahan segar akan
menghasilkan rendemen pektin yang lebih tinggi daripada bahan yang dikeringkan. Pektin yang dihasilkan dari bahan segar memiliki kadar
metoksil, tingkat kemurnian, unit gel, dan grade gel yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan kering.
B. Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan melakukan ekstraksi pektin dari bahan yang diperoleh dari hasil terbaik penelitian pendahuluan yaitu berupa
ampas segar. Bahan diekstrak sesuai perlakuan yang telah ditentukan yaitu dengan adanya variasi suhu dan waktu ekstraksi. Pektin yang dihasilkan dari
masing-masing perlakuan ditentukan karakteristiknya yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar
galakturonat, derajat esterifikasi, dan viskositas relatif. Karakteristik pektin terbaik yang dihasilkan dibandingkan dengan pektin komersial.
1. Rendemen
Pektin termasuk dalam kelompok kompleks heteropolisakarida yang beragam. Seperti polisakarida tanaman yang lain, pektin memiliki
komposisi dan ukuran molekul yang beragam sehingga struktur kimia dan bobot molekulnya beragam. Komposisi tersebut tergantung pada jenis
bahan yang diekstrak, kondisi ekstraksi, lokasi asal bahan, dan faktor lingkungan yang lain Chang et al, 1994.
Pektin diperoleh dari jaringan tanaman dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut, dalam hal ini berupa air yang diasamkan dengan
asam khlorida. Jumlah pektin yang dihasilkan tergantung pada jenis dan bagian tanaman yang diekstrak. Sebelum diekstrak, dilakukan persiapan
bahan sehingga mempermudah terjadinya kontak bahan dengan larutan yang akan mempermudah proses ekstraksi.
Rendemen pektin yang dihasilkan dari ampas jeruk Pontianak berkisar antara 13.67-16.32 bk. Rendemen tertinggi diperoleh pada
ekstraksi dengan suhu 95
o
C selama 80 menit dan rendemen terendah diperoleh pada ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit. Grafik hubungan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap rendemen pektin yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu ekstraksi, rendemen pektin yang dihasilkan semakin
besar.
12,00 13,00
14,00 15,00
16,00 17,00
65 C 80 C
95 C
suhu ekstraksi ˚C re
n d
e m
en p
e kt
in b
k
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 10. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen
Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 4b menunjukkan bahwa waktu dan suhu ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen
pektin yang dihasilkan, sedangkan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata. Pengaruh masing-masing perlakuan dapat
diketahui dari hasil uji lanjut Duncan. Pada suhu ekstraksi 65
o
C rata-rata rendemen yang dihasilkan 14.04 berbeda nyata dengan suhu 80
o
C yaitu 14.57 dan berbeda nyata pula dengan suhu 95
o
C yaitu 15.56. Semakin tinggi suhu ekstraksi, maka kinetika reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga
rendemen pektin yang dihasilkan semakin besar. Ekstraksi selama 40 menit menghasilkan rendemen pektin yang tidak
berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit tetapi berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 80 menit. Waktu ekstraksi 60 menit dan 80 menit memiliki
rendemen pektin yang yang tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 40 menit. Semakin lama waktu ekstraksi sampai
batas waktu 80 menit, semakin tinggi pula rendemen pektin yang dihasilkan.
Pada ekstraksi 40 menit dihasilkan rendemen pektin sebesar 14.36 dan semakin meningkat menjadi 15.12 pada waktu ekstraksi 80 menit.
Semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut, akan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk menghidrolisis protopektin
yang terdapat dalam bahan sehingga dapat meningkatkan rendemen pektin yang dihasilkan.
Goycoolea dan Adriana 2003 menjelaskan bahwa penggunaan HCl dengan konsentrasi 0.1 N pada proses ekstraksi pektin memberikan
rendemen pektin yang terbaik. Peningkatan suhu lebih dari 100
o
C dan waktu lebih dari 80 menit tidak akan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap rendemen pektin Oppuntia sp. yang dihasilkan.
2. Kadar Air
Kadar air bahan akan berpengaruh terhadap masa simpan bahan. Tingginya kadar air dalam bahan menyebabkan kerentanan terhadap
aktivitas mikroba. Dalam upaya memperpanjang masa simpan, dilakukan pengeringan sampai dengan batas kadar air tertentu. Pengeringan pada
suhu rendah bertujuan meminimalkan degradasi pektin. Pada penelitian ini, pengeringan dilakukan pada oven pengering suhu
40
o
C selama 8 jam. Kadar air pektin yang dihasilkan berkisar antara 7.94- 11.91 atau 8.62-13.53 bk. Nilai kadar air tersebut masih berada
dalam kisaran nilai kadar air yang diizinkan The Council Of The European Communities 1998 yaitu tidak lebih dari 12. Hubungan perlakuan
waktu dan suhu ekstraksi terhadap kadar air pektin dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar air pektin yang dihasilkan semakin rendah dengan
meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi.
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
12,00 14,00
16,00
65 80
95
suhu °C ka
d ar
ai r
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 11. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air bk
Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 5b memperlihatkan bahwa suhu, waktu ekstraksi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata
terhadap kadar air pektin. Pada suhu 65
o
C kadar air pektin yang dihasilkan 11.70, berbeda nyata dengan suhu 80
o
C yaitu 10.26, dan berbeda nyata pula dengan suhu 95
o
C yaitu 8.22. Pada waktu ekstraksi 40 menit, kadar air pektin yang dihasilkan 10.51 dan waktu ekstraksi 60
menit yaitu 10.38 berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 9.29.
Kadar air pektin tertinggi diperoleh pada pelakuan suhu 65
o
C dan waktu ekstraksi 40 menit yaitu 11.91, sedangkan kadar air terendah
diperoleh pada perlakuan ekstraksi suhu 95
o
C selama 80 menit yaitu 7.94. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu
ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar air pektin. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan meningkatkan jumlah air
yang menguap selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses pengeringan yang berakibat semakin rendahnya kadar air pektin.Tingginya
suhu dan lamanya waktu ekstraksi mampu menghidrolisis polimer pektin sehingga rantai molekulnya menjadi lebih pendek. Semakin pendek rantai
polimer pektin akan semakin memudahkan pengeringan karena kandungan air yang terperangkap di dalamnya semakin sedikit.
3. Kadar Abu
Abu merupakan bahan anorganik yang diperoleh dari residu atau sisa pembakaran bahan organik. Kandungan mineral suatu bahan dapat dilihat
dari kadar abu yang dimiliki bahan tersebut. Kadar abu berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin. Semakin tinggi kadar abu dalam pektin, tingkat
kemurnian pektin semakin rendah. Jika kadar abu dalam tepung pektin tinggi, maka persentase kandungan pektin yang terdapat didalamnya
semakin rendah dan tingkat kemurnian tepung pektin tersebut juga rendah. Kadar abu pektin dipengaruhi oleh residu bahan anorganik yang terdapat
pada bahan baku, metode ekstraksi dan isolasi pektin Kalapathy dan Proctor, 2001.
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
65 80
95
suhu °C k
a da
r a bu
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 12. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu bk
Kadar abu tepung pektin yang diperoleh berkisar antara 0.64-1.22 bb atau 0.73 -1.33 bk. Kadar abu tepung hasil ekstraksi selama 80
menit memiliki nilai lebih dari 1, sedangkan pektin hasil ekstraksi selama 40 menit dan 60 menit memiliki kadar abu kurang atau sama
dengan 1. Pektin yang dihasilkan pada ekstraksi 40 dan 60 menit memiliki nilai kadar abu masih berada dalam kisaran nilai kadar abu yang
diizinkan oleh The Council Of The European Communities 1998 yaitu tidak lebih dari 1. Ekstraksi selama 80 menit memiliki kadar abu
melebihi batas maksimum yang telah diizinkan. Grafik hubungan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar abu pektin dapat
dilihat pada Gambar 12. Kadar abu tepung pektin yang dihasilkan semakin meningkat dengan
meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. 5b memperlihatkan bahwa suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata
terhadap kadar abu tepung pektin, sedangkan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata.
Menurut Meyer 1985, dalam buah-buahan dan sayuran, protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-magnesium pektat.
Peningkatan reaksi hidrolisis protopektin akan mengakibatkan bertambahnya komponen Ca dan Mg dalam larutan ekstrak.
Kadar abu dalam pektin semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu ekstraksi. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan asam untuk melarutkan mineral alami dari bahan yang
diekstrak yang semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam, suhu, dan waktu reaksi. Mineral yang terlarut akan ikut mengendap
bercampur dengan pektin pada saat pengendapan dengan alcohol Kalapathy dan Proctor, 2001.
Pektin dengan waktu ekstraksi 40 menit memiliki kadar abu 0.73 berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 0.93 dan berbeda
nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 1.1033. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama terjadinya kontak antara bahan dan pelarut
yang dapat memperbesar kesempatan terjadinya reaksi hidrolisis protopektin yang berakibat pada semakin tingginya kadar abu.
Pektin yang dihasilkan pada suhu ekstraksi 65
o
C memiliki kadar abu sebesar 0.85 dan suhu 80
o
C sebesar 0.89 berbeda nyata dengan suhu 95
o
C sebesar 1.03. Semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga kadar abu pektin juga semakin
tinggi. Kadar abu merupakan salah satu parameter mutu pektin. Semakin
rendah kadar abu, maka mutu pektin semakin tinggi. Perlakuan ekstraksi selama 40 dan 60 menit menghasilkan kadar abu pektin yang sesuai
dengan nilai standar yaitu tidak lebih dari 1 .
4. Berat Ekivalen
Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas tidak teresterifikasi dalam rantai molekul pektin
Ranganna, 1977. Asam pektat murni merupakan zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat yang bebas dari gugus
metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Asam pektat murni memiliki berat ekivalen 176. Tingginya derajat esterifikasi antara asam galakturonat
dengan methanol menunjukkan semakin rendahnya jumlah asam bebas yang berarti semakin tingginya berat ekivalen Rouse, 1977.
Berat ekivalen tepung pektin yang dihasilkan berkisar antara 587.07 - 1334.11. Hubungan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terhadap berat
ekivalen dapat dilihat pada Gambar 13.
0,00 200,00
400,00 600,00
800,00 1000,00
1200,00 1400,00
1600,00
65 80
95
suhu ekstraksi ˚C b
o b
o t ek
iva le
n
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 13. Hubungan Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen
Berat ekivalen pektin yang dihasilkan semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hasil
analisa sidik ragam pada Lampiran 7b menunjukkan bahwa suhu, waktu dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap
berat ekivalen pektin. Berat ekivalen pektin hasil ekstraksi selama 40 menit yaitu 1003.84
berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 896.10 dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit yaitu 783.94. Ekstraksi pada
suhu 65
o
C menghasilkan pektin dengan berat ekivalen 1204.61 berbeda nyata dengan ekstraksi suhu 80
o
C yaitu 861.52 dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi suhu 95
o
C yaitu 617.75. Ekstraksi pada suhu 65
o
C selama 40 menit menghasilkan pektin dengan berat ekivalen tertinggi yaitu sebesar 1334.11. Berat ekivalen
terendah dimiliki oleh pektin yang diekstrak pada suhu 95
o
C selama 80 menit yaitu sebesar 548.07. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara
suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata. Kim et al 1978 menjelaskan semakin rendah suhu yang digunakan
akan memperkecil terjadinya depolimerisasi dan demetilasi. Menurut Padival et al 1979, karakteristik gel dan bobot molekul akan menurun
dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya
depolimerisasi pektin sehingga memiliki nilai berat ekivalen yang semakin rendah.
Bobot molekul pektin tergantung pada jenis tanaman, kualitas bahan baku, metode ekstraksi, dan perlakuan pada proses ekstraksi. Pada
umumnya, pektin berbobot molekul tinggi lebih disukai untuk pembentukan gel Constenla dan Lozano, 2006. Pektin yang terbaik
adalah pektin yang memiliki nilai bobot ekivalen yang tinggi. Semakin tinggi suhu dan lama ekstraksi, mutu pektin akan semakin rendah jika
dilihat dari nilai bobot ekivalennya.
5. Kadar Metoksil
Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah metanol yang terdapat di dalam pektin. Pektin disebut bermetoksil tinggi jika memiliki nilai
kadar metoksil sama dengan 7 atau lebih. Jika kadar metoksil kurang dari 7 maka pektin disebut bermetoksil rendah Goycoolea dan Adriana,
2003. Kadar metoksil pektin hasil ekstraksi berkisar antara 4.87 -6.95.
Berdasarkan nilai kadar metoksil tersebut, maka pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong dalam pektin berkadar metoksil rendah.
Grafik hubungan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terhadap kadar metoksil pektin dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata kadar metoksil pektin akan semakin tinggi dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu ekstraksi.
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00
65 80
95
s uhu e k s tr ak s i ˚C kadar
m et
o ks
il
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 14. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar metoksil
Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 8b memperlihatkan bahwa waktu, suhu dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata. Kadar
metoksil tertinggi dimiliki pektin hasil ekstraksi pada suhu 95
o
C selama 80 menit yaitu 6.95, sedangkan kadar metoksil terendah dimiliki pektin
hasil ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit yaitu 4.87. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan lama ekstraksi berpengaruh
nyata terhadap kadar metoksil pektin. Kadar metoksil pektin pada suhu ekstraksi 65
o
C sebesar 5.21 semakin meningkat menjadi 6.74 pada suhu 95
o
C. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin hasil ekstraksi suhu
65
o
C berbeda nyata dengan suhu 80
o
C dan berbeda nyata pula dengan suhu 95
o
C. Ekstraksi selama 40 menit menghasilkan pektin dengan kadar
metoksil sebesar 5.73 dan semakin meningkat menjadi 6.34 pada ekstraksi selama 80 menit. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa
ekstraksi selama 40 menit menghasilkan kadar metoksil pektin yang berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula
dengan waktu ekstraksi 80 menit. Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan
sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin Constenla dan Lozano, 2006. Pektin bermetoksil
tinggi membentuk gel dengan adanya gula dan asam. Kondisi yang diperlukan untuk pembentukan gel adalah kadar gula 58-75 dengan pH
2.8-3.5. Pektin bermetoksil rendah tidak memiliki kemampuan membentuk gel dengan adanya gula dan asam, tetapi dapat membentuk gel dengan
adanya kation polivalen Cruess, 1958. Perusahaan pektin biasanya menghasilkan pektin bermetoksil tinggi
meskipun ada tanaman yang menghasilkan pektin bermetoksil rendah. Ada empat metode demetilasi termasuk yang menggunakan asam, alkali, enzim
dan amonia dalam etanol. Demetilasi dengan menggunakan asam lebih umum digunakan untuk menghasilkan pektin bermetoksil rendah Kertesz,
1951. Ekstraksi pektin bermetoksil tinggi lebih mudah dilakukan dengan
biaya yang lebih murah. Selain itu, sebagian besar sumber bahan bakunya menghasilkan pektin yang bermetoksil tinggi. Pektin bermetoksil tinggi
lebih dianggap dapat memenuhi kebutuhan pasar. Jika pasar menginginkan pektin bermetoksil rendah, maka dengan mudah pektin bermetoksil tinggi
ni dapat dirubah menjadi pektin bermetoksil rendah. Tetapi tidak sebaliknya pada pektin bermetoksil rendah yang lebih sulit untuk dijadikan
pektin bermetoksil tinggi. Pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini termasuk pektin
bermetoksil rendah yang mampu membentuk gel dengan adanya kation polivalen seperti ion kalsium. Hal ini lebih menguntungkan karena pektin
bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi tanpa melalui proses demetilasi seperti pektin bermetoksil rendah yang diproduksi dari pektin
bermetoksil tinggi.
6. Kadar Galakturonat
Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin. Kadar
galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin Constenla dan Lozano, 2006.
Kadar asam galakturonat pektin hasil ekstraksi berkisar antara 40.84- 71.60 basis basah atau 46.70-78.82 basis kering tanpa abu.
Menurut The Council Of The European Communities 1998, kadar asam galakturonat minimum yang diizinkan adalah 65 yang dihitung
berdasarkan basis kering tanpa abu. Berdasarkan nilai tersebut, yang memenuhi syarat tersebut adalah pektin yang diekstrak pada suhu 95
o
C selama 40 menit, 60 menit, 80 menit dan suhu 80
o
C selama 80 menit. Grafik hubungan antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap
kadar galakturonat dapat dilihat pada Gambar 15.
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00
65 80
95
suhu ekstraksi ˚C k
a da
r ga la
k tur
ona t
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 15. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap kadar galakturonat
Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar asam galakturonat semakin meningkat dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya waktu
ekstraksi. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 9b menunjukkan bahwa suhu, waktu ekstraksi dan interaksi kedua faktor tersebut
berpengaruh nyata terhadap kadar galakturonat pektin yang dihasilkan. Ekstraksi pada suhu 65
o
C menghasilkan pektin dengan kadar galakturonat sebesar 44.35 dan meningkat menjadi 67.28 pada suhu
95
o
C. Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa suhu ekstraksi 65
o
C menghasilkan kadar galakturonat pektin yang berbeda nyata dengan suhu
80
o
C dan berbeda nyata pula dengan suhu 95
o
C. Semakin tinggi suhu ekstraksi akan meningkatkan kinetika reaksi hidrolisis pektin, sehingga
kadar galakturonat pektin yang dihasilkan juga meningkat. Ekstraksi pektin selama 40 menit memiliki kadar galakturonat
51.12 dan meningkat menjadi 60.02 pada waktu ekstraksi 80 menit. Waktu ekstraksi 40 menit menghasilkan kadar galakturonat pektin yang
berbeda nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula dengan waktu ekstraksi 80 menit. Semakin lama waktu ekstraksi, kadar
galakturonat semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin lamanya reaksi hidrolisis protopektin sehingga kadar galakturonat yang dihasilkan juga
semakin meningkat. Kadar galakturonat tertinggi diperoleh pada ekstraksi dengan suhu
95
o
C selama 80 menit, sedangkan kagar galakturonat terendah diperoleh
pada suhu 65
o
C selama 40 menit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa interaksi antara faktor suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata
terhadap kadar galakturonat pektin yang dihasilkan. Salah satu yang menentukan mutu pektin adalah kadar
galakturonat. Semakin tinggi nilai kadar galakturonat, maka mutu pektin semakin tinggi. Ekstraksi pektin pada suhu 95
o
C selama 40, 60, dan 80 menit serta ekstraksi pada suhu 80
o
C selama 80 menit memiliki nilai kadar galakturonat yang sesuai dengan standar yaitu minimal 65 bk tanpa
abu.
7. Derajat Esterifikasi
Menurut Whistler dan Daniel 1985, derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-galakturonat yang gugus karboksilnya
teresterifikasi dengan etanol. Nilai derajat esterifikasi pektin diperoleh dari nilai kadar metoksil dan kadar asam galakturonat. Persentase dari
kelompok karboksil teresterifikasi oleh methanol dinamakan derajat esterifikasi Fennema, 1996.
Nilai derajat esterifikasi pektin hasil penelitian berkisar antara 55.13- 67.68. Grafik hubungan antara perlakuan suhu dan waktu ekstraksi
terhadap derajat esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 16. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 10b menunjukkan bahwa suhu, waktu, dan
interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap derajat ekivalen pektin yang dihasilkan.
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00
65 80
95
suhu ekstraksi ˚C d
er aj
at e
st e
ri fi
kasi
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 16. Hubungan perlakuan dan waktu ekstraksi terhadap derajat esterifikasi
Ekstraksi pada suhu 65
o
C menghasilkan pektin dengan derajat esterifikasi 66.74 dan menurun menjadi 57.03 pada suhu ekstraksi
95
o
C. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pektin hasil ekstraksi suhu 65
o
C berbeda nyata dengan suhu 80
o
C dan berbeda nyata pula dengan suhu 95
o
C. Semakin tinggi suhu ekstraksi, nilai derajat esterifikasi semakin rendah.
Pektin yang dihasilkan dengan lama ekstraksi 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi 64.07 menurun menjadi 60.64 pada ekstraksi
selama 80 menit. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pektin yang diekstrak selama 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi yang berbeda
nyata dengan waktu ekstraksi 60 menit dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi selama 80 menit. Semakin lama ekstraksi dilakukan, nilai derajat
esterifikasi semakin rendah. Tingginya suhu dan lamanya proses ekstraksi dapat menyebabkan
degradasi gugus metil ester pada pektin menjadi asam karboksil oleh adanya asam. Asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin akan
menghidrolisa ikatan hidrogen Kertesz, 1951. Ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam
galakturonat. Jika ekstraksi dilakukan terlalu lama, pektin akan berubah menjadi asam pektat yang asam galakturonatnya bebas dari gugus metil
ester. Jumlah gugus metil ester menunjukkan jumlah gugus karboksil yang tidak teresterifikasi atau derajat esterifikasi. Reaksi deesterifikasi pektin
dapat dilihat pada Gambar 19.
Asam pektinat Air Asam pektat metanol
Gambar 17. Reaksi Deesterifikasi Pektin
Derajat esterifikasi tertinggi diperoleh pada pektin yang diekstrak dengan suhu 65
o
C selama 40 menit, sedangkan derajat esterifikasi terendah pada pektin yang diekstrak dengan suhu 95
o
C selama 80 menit. + CH
3
OH + H
2
O
Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara faktor waktu dan suhu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap derajat esterifikai pektin yang
dihasilkan.
8. Viskositas Relatif
Viskositas adalah karakteristik dari makromolekul yang berhubungan langsung dengan kemampuan untuk mengalir, dan tidak
langsung berhubungan dengan ukuran dan bentuk molekul Tanglertpaibul dan Rao, 1987. Pada larutan yang sangat encer, pengaruh tersebut saling
tumpang tindih dan interaksi dari makromolekul tidak relevan Chou dan Kokini, 1987. Viskositas relatif diukur dengan melarutkan pektin dalam
air destilat. Viskositas relatif larutan pektin yang dihasilkan berkisar antara
14.50-73.3 cP. Grafik hubungan perlakuan suhu dan waktu ekstraksi terhadap viskositas relatif pektin dapat dilihat pada Gambar 18.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
65 80
95
suhu ekstraksi ˚C v
isko s
it a
s c
P
40 menit 60 menit
80 menit
Gambar 18. Hubungan suhu dan waktu ekstraksi terhadap viskositas relatif
Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi maka viskositas larutan pektin semakin
rendah. Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 11b. menunjukkan bahwa suhu, waktu ekstraksi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata
terhadap viskositas relatif larutan pektin. Viskositas relatif larutan pektin hasil ekstraksi suhu 65
o
C sebesar 56.02 cP turun menjadi 16.87 cP pada ekstraksi suhu 95
o
C. Larutan pektin
hasil ekstraksi suhu 65
o
C memiliki viskositas relatif yang berbeda nyata dengan suhu 80
o
C dan berbeda nyata pula dengan ekstraksi pada suhu 95
o
C. Semakin tinggi suhu ekstraksi, viskositas relatif larutan pektin semakin rendah.
Pektin yang diekstrak selama 40 menit memiliki viskositas relatif sebesar 42.77 cP dan turun menjadi 26.99 cP pada ekstraksi selama 80
menit. Viskositas relatif larutan pektin hasil ekstraksi selama 40 menit berbeda nyata dengan 60 menit dan berbeda nyata pula dengan 80 menit.
Viskositas tertinggi diperoleh pada larutan pektin hasil ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit yaitu 73.3 cP dan terendah pada ekstraksi suhu 95
o
C selama 80 menit yaitu 14.50 cP. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi faktor suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh nyata terhadap
viskositas larutan pektin. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu ekstraksi akan memperbesar kemungkinan terjadinya reaksi depolimerisasi
yang akan memperkecil nilai viskositas larutan pektin yang dihasilkan. Menurut Padival et al 1979, karakteristik gel, dan bobot molekul
menurun dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Kim et al 1978 menjelaskan semakin rendah suhu yang digunakan akan memperkecil
terjadinya depolimerisasi dan demetilasi. Viskositas pektin juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti suhu, konsentrasi larutan, pH,
dan keberadaan garam Constenla dan Lozano, 2006.
C. Perbandingan Terhadap Pektin Komersial
Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode Bayes dengan semua parameter memiliki bobot yang sama. Perhitungan pektin terbaik dapat
dilihat pada Tabel 5. Pektin yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Pektin Hasil Penelitian
Tabel 6. Hasil Metode Bayes Karakterisasi Pektin
Rendemen terbaik dipilih dengan mengambil perlakuan ekstraksi yang menghasilkan rendemen tertinggi yaitu pada perlakuan ekstraksi suhu 95
o
C selama 80 menit. Perlakuan lainnya yang menghasilkan nilai rendemen
tertinggi adalah ekstraksi pada suhu 95
o
C selama 60 menit dan ekstraksi pada suhu 95
o
C selama 40 menit. Kadar air dapat mempengaruhi umur simpan bahan. Kadar air yang
tinggi dapat memicu aktivitas mikroorganisme. Pektin bersifat higroskopis atau mudah menyerap air dan kadar airnya dipengaruhi oleh derajat
pengeringan. Derajat pengeringan yang tinggi akan menghasilkan pektin dengan kadar air yang rendah. Kadar air yang tinggi mempengaruhi
perhitungan rendemen sehingga nilai rendemen lebih tinggi dari nilai sebenarnya. Kadar air tidak diperhitungkan dalam penentuan pektin terbaik
Karakteristik
rendemen kadar
abu berat
ekivalen kadar
metoksil kadar
galakturonat derajat
esterifikasi viskositas
relatif Jumlah Peringkat
Bobot 0,2 0,16
0,16 0,12 0,16 0,12 0,08 1
40 menit 65
o
C
1 9 9 1 1
9 9 5,16 4
40 menit 80
o
C
4 8 6 4 4
6 6 5,36 2
40 menit 95
o
C
7 7
3 7
7 3
3 5,56
1
60 menit 65
o
C
2 6 8 2 2
8 8 4,80 7
60 menit 80
o
C
5 5 5 5 5
5 5 5,00 5
60 menit 95
o
C
8 4 2 8 8
2 2 5,20 3
80 menit 65
o
C
3 3 7 3 3
7 7 4,44 9
80 menit 80
o
C
6 2 4 6 6
4 4 4,64 8
80 menit 95
o
C
9 1 1 9 9
1 1 4,84 6
Pektin komersial
Pektin ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit Pektin ekstraksi suhu
65
o
C selama 40 menit
karena kadar air pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah memenuhi standar yaitu dibawah 12, selain itu kadar air dianggap sebagai parameter
yang dapat diatur sesuai kebutuhan dalam perdagangan. Tingkat kemurnian pektin ditentukan oleh kadar abu. Semakin tinggi
kadar abu dalam pektin, maka tingkat kemurniannya semakin rendah. Kadar abu terendah diperoleh pektin yang diekstrak pada suhu 65
o
C selama 40 menit.
Berat ekivalen menunjukkan kandungan gugus asam galakturonat bebas dalam rantai molekul pektin. Semakin rendah kandungan gugus asam
galakturonat bebas, berat ekivalen pektin semakin tinggi. Nilai berat ekivalen yang dipilih adalah yang memiliki nilai tertinggi dari semua perlakuan. Berat
ekivalen tertinggi dimiliki oleh pektin yang diekstrak pada suhu 65
o
C selama 40 menit.
Berdasarkan kadar metoksilnya, pektin dibedakan atas pektin bermetoksil tinggi dan pektin bermetoksil rendah. Pektin yang dihasilkan
dalam penelitian termasuk pektin bermetoksil rendah karena nilainya kurang dari 7. Pektin bermetoksil rendah lebih banyak digunakan karena mampu
membentuk gel tanpa adanya gula dan asam. Pektin terbaik adalah yang memiliki nilai tertinggi tetapi lebih kecil dari 7. Dalam hal ini dipilih pektin
hasil ekstraksi suhu 95
o
C selama 80 menit. Menurut The Council Of The European Communities 1998, kadar
asam galakturonat minimum yang diizinkan adalah 65 yang dihitung berdasarkan basis kering tanpa abu. Pektin terbaik memiliki nilai kadar
galakturonat yang tertinggi. Kadar galakturonat tertinggi dimiliki oleh pektin yang diekstrak pada suhu 95
o
C selama 80 menit. Menurut Hoejgaard 2004, pektin yang dihasilkan dalam penelitian ini
termasuk pektin berkadar ester tinggi dengan nilai derajat esterifikasi di atas 50. Pektin yang terbaik adalah yang memiliki nilai tertinggi yaitu hasil
ekstraksi pada suhu 65
o
C selama 40 menit. Viskositas relatif menggambarkan kekuatan gel yang mampu dibentuk
oleh pektin. Pektin terbaik adalah yang memiliki nilai viskositas relatif tertinggi yaitu hasil ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit.
Dari hasil analisa diperoleh peringkat satu pada perlakuan ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit, sehingga dipilih sebagai perlakuan terbaik dan dibandingkan dengan karakteristik pektin komersial. Selain dibandingkan
dengan pektin terbaik hasil penelitian, pektin komersial juga dibandingkan dengan perlakuan waktu dan suhu ekstraksi terendah. Jika perlakuan suhu dan
waktu terendah memiliki nilai sesuai dengan yang ditetapkan pada standar pektin komersial, maka hal ini akan menguntungkan dalam aplikasi. Pada
industri, kebutuhan energi untuk peningkatan suhu dan lama ekstraksi akan meningkatkan biaya produksi.
Tabel 7. Perbandingan Pektin Hasil Penelitian dengan Pektin Komersial
Parameter Nilai
Standar Pektin Hasil
Penelitian 65
o
C, 40 menit Pektin Hasil
Penelitian 95
o
C, 40 menit Pektin
Komersial Kadar air
Kadar abu Berat ekivalen
Kadar metoksil Kadar galakturonat
Derajat esterifikasi Viskositas cP
12 1
- 7
65 bk -
- 11.91
0.64 1334.11
4.87 46.70 bk
67.68 73.30
8.44 0.87
739.78 6.47
66.77 bk 60.71
20.00 12.00
1.33 877.41
4.21 44.19 bk
62.35 18.3
Secara fisik pektin yang dihasilkan dalam penelitian tidak berbeda dengan pektin komersial. Kadar air yang dimiliki pektin komersial lebih tinggi
daripada pektin hasil penelitian pada suhu 95
o
C selama 40 menit. Pektin hasil penelitian pada suhu 95
o
C selama 40 menit, suhu 65
o
C selama 40 menit, dan pektin komersial memiliki nilai yang memenuhi standar Food Chemical
Codex 1996 dan The Council Of The European Communities 1998 yaitu sebesar 12.
Kadar abu pektin komersial melebihi nilai standar Food Chemical Codex 1996 yaitu sebesar 1. Pektin hasil penelitian memiliki nilai kadar abu yang
memenuhi nilai standar. Kadar abu menunjukkan tingkat kemurnian. Semakin tinggi kadar abu, maka tingkat kemurnian pektin semakin rendah.
Pektin hasil penelitian termasuk pektin bermetoksil rendah karena kadar metoksil lebih rendah dari 7. Pektin ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit memiliki nilai kadar metoksil yang lebih tinggi dari pektin komersial. Pektin
ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit memiliki nilai kadar metoksil yang sedikit lebih tinggi dari pektin komersial.
Berat ekivalen pektin ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit sedikit lebih rendah dari pektin komersial, sedangkan pektin ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit memiliki nilai lebih tinggi dari pektin komersial. Kadar galakturonat
pektin hasil penelitian suhu 65
o
C dan 95
o
C selama 40 menit lebih tinggi dari nilai pektin komersial. Kadar galakturonat pektin komersial dan pektin hasil
ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit tidak memenuhi standar nilai yang ditetapkan Food Chemical Codex 1996 dan The Council Of The European
Communities 1998 yaitu minimal 65 bk tanpa abu. Pektin ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi yang lebih rendah dari pektin komersial. Pektin ekstraksi suhu
65
o
C selama 40 menit memiliki nilai derajat esterifikasi yang lebih tinggi dari pektin komersial. Viskositas relatif pektin hasil ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit sedikit lebih tinggi dari pektin komersial, sedangkan viskositas relatif
pektin hasil ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit jauh lebih tinggi dari pektin komersial.
Parameter yang dibandingkan dengan pektin komersial adalah yang ditetapkan dalam standar Food Chemical Codex 1996 dan The Council Of
The European Communities 1998 yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar galakturonat, dan kadar metoksil. Dari keempat parameter tersebut, pektin
hasil penelitian ekstraksi suhu 65
o
C dan 95
o
C memiliki nilai yang lebih tinggi dari pektin komersial. Berdasarkan keempat parameter tersebut, pektin hasil
ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit memiliki mutu yang lebih baik dari pektin komersial. Pektin hasil ekstraksi suhu 65
o
C selama 40 menit tidak memenuhi standar karena nilai kadar galakturonat berada di bawah nilai
standar yaitu kurang dari 65 bk tanpa abu. Yang memenuhi keempat persyaratan nilai standar adalah pektin hasil ekstraksi suhu 95
o
C selama 40 menit.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan