Tjitrosoepomo 1977 dalam Djamhuri 1981 mengemukakan beberapa syarat yang diperlukan untuk dapat menggunakan kunci determinasi dengan
efektif dan efisien, yaitu: a.
Harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang morfologi dan terminologi tumbuh-tumbuhan
b. Harus memiliki penglihatan yang tajam
c. Harus memiliki pengalaman tertentu.
E. Jenis Pohon Niagawi di Indonesia
Hutan Indonesia diklasifikasikan ke dalam hutan tropik basah. Dalam hutan semacam ini dijumpai keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan yang sangat
besar, banyak diantara jenis-jenis tersebut yang menghasilkan kayu bernilai niaga, misalnya jenis-jenis yang termasuk suku meranti-merantian Dipterocarpaceae,
kacang-kacangan Leguminosae dan jambu-jambuan Myrtaceae LIPI 1977. Pohon merupakan jenis tumbuhan yang menghasilkan kayu. Menurut
perkiraan di Indonesia terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan
dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas. Dari jumlah tersebut oleh Balai
Penelitian Hasil Hutan sampai sekarang sudah berhasil dikumpulkan contoh kayu sebanyak 3.233 jenis yang terdiri dari 33.706 contoh autentik, meliputi 106 famili
dan 785 genus Martawijaya et al. 1981. Dari 4.000 jenis kayu tersebut di atas diperkirakan 400 jenis diantaranya
dapat dianggap penting untuk Indonesia, karena merupakan jenis yang sekarang sudah dimanfaatkan atau karena secara alami terdapat dalam jumlah besar dan
mempunyai potensi untuk memegang peranan di masa yang akan datang Anonymus, 1952 dalam Martawijaya et al. 1981. Dari jumlah 400 jenis yang
dapat dianggap penting tersebut hanya sebagian saja yang sudah diketahui sifatnya dan kegunaannya, 259 jenis diantaranya sudah dikenal dalam
perdagangan dan dapat dikelompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan Martawijaya et al. 1981.
Kartasujana dan Martawijaya 1979 menyatakan bahwa nama kayu perdagangan seringkali merupakan nama untuk sekelompok jenis botanis yang
mempunyai ciri dan sifat kayu yang hampir sama, sehingga nama 120 jenis kayu perdagangan sebenarnya meliputi 267 jenis botanis.
Pohon niagawi adalah jenis pohon yang memiliki nilai ekonomis untuk diperdagangkan. Pohon niagawi sering juga disebut dengan pohon komersil atau
komersial. Jenis-jenis pohon ini menghasilkan kayu yang digunakan untuk pertukangan, plywood, bahan bakar, konstruksi dan lain-lain.
Tsoumis 1976 menyatakan bahwa nilai komersil dari berbagai jenis sehubungan dengan produksi kayu, tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran
pohon, kualita kayu, assesibilitas, serta jumlah yang tersedia. Besar pohon merupakan faktor utama. Bersama kualita menentukan baik tidaknya kayu
tersebut digunakan untuk berbagai industri. Kondisi pertumbuhan, mempengaruhi ukuran pohon. Sebagai contoh, kebanyakan kayu-kayu daun lebar oak, beech dan
lain-lain telah berubah menjadi semak-semak sebagai akibat pemotongan yang berulang-ulang, kebakaran dan akibat penggembalaan di beberapa tempat dan
menghasilkan kayu-kayu yang berukuran relatif kecil yang menyebabkan nilai komersilnya menurun. Pada waktu ini assesibilitas mempengaruhi nilai komersil
terutama pada negara-negara tropik dimana kebanyakan hutan-hutannya terisolir dari pusat populasi manusia. Jumlah yang tersedia pada lokasi-lokasi tertentu juga
mempengaruhi nilai komersilnya, walaupun hal ini mungkin dapat diatasi dengan kualitas kayunya. Jadi oak yang besar, walnut, jenis-jenis tropika seperti
mahagoni dan lain-lainnya sangat berharga karena mempunyai struktur serta sifat- sifat yang sangat disukai serat, warna dan lain-lain di dalam pembuatan perabot-
perabot rumah. Selain kayu, non kayu pun apabila sangat bernilai dapat digolongkan pada kayu komersial.
Jadi jelaslah bahwa suatu jenis pohon dapat ditentukan niagawi atau tidak dengan memperhatikan beberapa faktor di atas. Namun satu hal yang penting
bahwa suatu jenis pohon dapat dikategorikan niagawi apabila jenis pohon tersebut dapat digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Kartasujana dan Martawijaya 1979 menggolongkan kegunaan kayu ke dalam 20 kemungkinan, yaitu :
1. Bangunan
2. Kayu lapis
3. Mebel
4. Lantai
5. Papan dinding
6. Bantalan
7. Rangka pintu dan jendela
8. Bahan pembungkus
9. Alat olahraga dan musik
10. Tiang listrik dan telepon
11. Perkapalan
12. Patung, ukiran dan kerajinan tangan
13. Finir mewah
14. Korek api
15. Pulp
16. Alat gambar
17. Potlot
18. Arang
19. Obat-obatan
20. Moulding
Adapun jenis pohon yang paling banyak diproduksi adalah dari suku Dipterocarpaceae. Hal ini disebabkan oleh kelimpahannya di hutan-hutan di
Indonesia yang tergolong dalam jenis hutan tropik. Selain itu jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae merupakan jenis pohon yang banyak digunakan dalam industri
kayu. Suku Dipterocarpaceae sangat mendominasi hutan dataran rendah di Indonesia bagian barat, yaitu di pulau Kalimantan dan Sumatera.
Seperempat bagian dari seluruh hasil tebangan kayu keras komersial meliputi suku Dipterocarpaceae khususnya spesies dari genus Shorea Meranti,
Dipterocarpaceae Keruing, Vatica dan Hopea Giam. Jacobs 1982 dalam WWF dan IUCN 1993.
Beberapa jenis Shorea bersama dengan Neobalanocarpus heimii Chengal dan beberapa spesiesjenis Hopea digunakan secara lokal untuk konstruksi. Kayu
keras yang lebih terang dari jenis Shorea Meranti merah, Meranti kuning dan Seraya merah dan Parashorea merupakan sumber utama perdagangan ekspor
kayu bulat, kayu gergajian dan plywood, Dipterocarpus Keruing, Apitong dan Dryobalanops Kapur digunakan untuk bantalan kereta api dan konstruksi WWF
dan IUCN 1993. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163Kpts-II2003 tanggal
26 Mei 2003 Lampiran 2, pengelompokan jenis kayu sebagai dasar pengenaan iuran kehutanan dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Kelompok Jenis MerantiKelompok Komersial Satu
2. Kelompok Jenis Kayu Rimba CampuranKelompok Komersial Dua
3. Kelompok Jenis Kayu EboniKelompok Indah Satu
4. Kelompok Jenis Kayu IndahKelompok Indah Dua
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian