B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi berdasarkan karakteristik atau sifat pohon terutama daun yang
diharapkan berguna untuk kalangan praktisi lapangan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, kelompok hutan Sungai Seruyan Hulu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pohon
Lembaga Penelitian Kehutanan dalam Tantra 1981 menetapkan batasan pohon sebagai berikut : pohon adalah suatu tumbuhan berkayu yang berdiri tegak
sekurang-kurangnya dapat mencapai garis tengah pada setinggi dada 35 cm, mempunyai batang lepas dahan 2 m dan tinggi 10 m.
Sedangkan menurut Harlow dan Harar 1958, pohon adalah tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa mencapai tinggi 20 feet atau lebih satu feet ±30
cm, dengan satu batang utama yang jelas, tidak bercabang sampai beberapa feet dari atas tanah dan bertajuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengertian dan
pengetahuan tentang pohon, sifat-sifat, habitat dan prinsip yang penting dalam ilmu kehutanan, ilmu alam dan sebagai studi lanjutan dari ilmu botani, genetik
dan kimia pohon.
Pohon
Batang
Cabang
Akar Banir
Helaian Daun K uncu p
Ketiak Daun
Gambar 1. Bagian Pohon dan Pengertian Satu Daun
B. Morfologi Pohon 1. Struktur dan Komposisi Daun
Menurut Tjitrosoepomo 1985, daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya tiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun.
Alat ini hanya terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain pada tubuh tumbuhan. Bagian batang tempat duduknya atau melekatnya daun
dinamakan buku-buku nodus batang, dan tempat di atas daun yang merupakan
sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun axilla. Daun terdiri atas tangkai daun petiolus, helaian daun lamina serta upih
daun atau pelepah daun vagina. Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur atau memipih dan kadang-kadang mempunyai juga
kelenjar. Pada beberapa kasus tangkai daun tidak ada dan helaian daun melekat langsung pada ranting daun seperti ini disebut dengan daun duduk sessilis. Daun
yang terdiri dari upih daun dan helaian disebut dengan daun berupih atau daun berpelepah. Daun yang terdiri atas tangkai serta helaian saja disebut dengan daun
bertangkai, sedangkan bila terdiri atas tangkai saja dalam hal ini tangkai memipih dan menyerupai daun disebut daun semu atau palsu Tjitrosoepomo 1985.
Dari tiga bagian daun tersebut, helaian daun merupakan bagian terpenting dan dapat menarik perhatian. Oleh karena itu sifat yang sesungguhnya berlaku
hanya pada bagian helaian daun yang disebut dengan sifat daun. Sifat-sifat daun dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengenal suatu jenis
tumbuhan. Untuk keperluan itulah diketahui sifat daun sehingga dari daun dapat diberikan lukisan yang selengkap mungkin. Sifat yang perlu diperhatikan ialah:
bangun atau bentuk daun, ujung daun, pangkal daun, susunan tulang daun, tepi daun, daging daun dan sifat lain seperti keadaan permukaan atas maupun bawah
Tjitrosoepomo 1985. Benson 1957 mengatakan bahwa daun-daun biasanya tertata menurut satu
diantara tiga cara berikut: 1.
Opposite yaitu daun berpasangan pada ketinggian yang sama, satu pada masing-masing sisi ranting
2. Whorled atau verticillate yaitu lebih dari dua daun pada ruas yang sama
3. Alternate yaitu satu helai daun melekat pada setiap ruas, maka dengan
pengamatan yang seksama akan tampak bahwa daun-daun itu ditata dalam spiral mengitari ranting. Modifikasi cara ini timbul apabila daun tertata
sedemikian rupa sehingga nampak hampir bersilang, dikenal dengan setengah melingkar sub-opposite.
Penentuan jumlah daun pada tata daun berseling, dalam tiap putaran spiral yang lengkap sangat penting, karena seringkali merupakan keadaan yang sama
untuk seluruh marga genus dan kadang-kadang dapat juga diterapkan pada semua anggota suku yang sama Samingan 1982.
Komposisi daun dengan satu helai daun disebut daun tunggal simple leaf dan jika dua atau lebih helai daun yanng melekat pada tangkai persekutuan
disebut daun majemuk compound leaf dan helai-helai daunnya disebut anak daun leaflet. Tangkai yang menopang anak daun disebut rachis. Apabila
sejumlah anak daun melekat sepanjang rachis, daun tersebut daun bersirip pinnately compound. Bersirip ganjil atau genap adalah untuk menunjukkan
jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip bipinnate adalah daun majemuk bersirip tetapi anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinnule Samingan
1982.
2. Struktur dan Komposisi Bunga
Bunga flos dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah fungsinya Samingan 1982. Loveless 1983 menjelaskan adanya perubahan
fungsi tersebut mengakibatkan : 1.
Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya 2.
Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang berurutan sangat pendek
3. Bunga menunjukkan pertumbuhan terbatas yaitu segera setelah meristem
ujung membentuk bunga, pertumbuhan lebih lanjut terhenti 4.
Bunga terdiri dari beberapa bagian yaitu kelopak bunga calyx, sepal, mahkota bunga petal, benang sari stamen dan putik pistil. Jika bunga
mempunyai semua bagian tersebut, maka disebut bunga lengkap complete dan jika ada dari bagian-bagian itu yang tidak ada maka disebut bunga tidak
lengkap incomplete.
Bunga sempurna adalah bunga yang mempunyai putik dan benang sari, sedangkan bagian lainnya seperti daun kelopak dan atau daun mahkota tidak perlu
ada. Karenanya bunga sempurna dapat merupakan bunga lengkap atau bunga tidak lengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah bunga yang tidak
mengandung benang sari dan putik, sehingga bunga tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, dan bunga sempurna adalah bunga biseksual atau
hermaphrodit Harlow dan Harar 1958. Menurut Samingan 1982 mengemukakan bahwa bunga tidak sempurna
dapat berbentuk bunga jantan kalau benang sari yang berfungsi, sedangkan putik mandul atau dapat juga berbentuk bunga betina kalau putik berfungsi, sedangkan
benang sari mandul. Untuk bunga berkelamin tunggal, Fuller dan Tippo 1965 dalam Onrizal 1997, merinci bahwa apabila bunga jantan staminae flower dan
bunga betina carpellary flower terpisah, kedua jenis ini dapat saja dijumpai pada tumbuhan yang sama, karena disebut monoecious satu rumah. Sebaliknya jika
bunga jantan dapat berada pada sebatang pohon dan bunga betina pada pohon
yang lain, dan tumbuhan ini disebut dioecious dua rumah. 3. Buah
Buah merupakan organ tumbuhan yang memiliki biji dan salah satu alat untuk perkembangbiakan. Struktur buah dapat bermanfaat untuk klasifikasi
tumbuhan berbunga. Buah konifer secara morfologi dapat berbentuk buah berdaging dan buah
kering yang terdiri dari: 1.
Buah yang terdiri dari satu biji yang sebagian atau seluruhnya tertutup oleh aril daging biji
2. Buah yang terdiri dari beberapa sisik berkayu atau keras atau sisik berdaging,
masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada sumbu membentuk kerucut atau cone.
Untuk buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah yang masak, terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Buah tunggal, terbentuk oleh satu putik
2. Buah majemuk, terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat pada dasar
bunga yang sama.
Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering maupun buah berdaging sekulen menurut keadaan buahnya waktu matang Samingan, 1982.
Loveless 1989 dalam Onrizal 1997 lebih rinci dalam keterangannya membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk yaitu:
1. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe:
a. Buah longkah yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu
b. Samara yaitu buah keras bersayap
c. Nut yaitu buah keras kecil.
2. Buah kering merekah, terdiri dari tipe:
a. Buah polong legume yakni hasil dari putik tunggal yang merekah
sepanjang garis suture kampuh b.
Buah bumbung follicle yakni hasil dari satu putik yang merekah sepanjang garis suture kampuh
c. Buah kotak capsule yakni hasil dari putik majemuk merekah melalui dua
atau lebih suture kampuh. 3.
Buah berdaging , terdiri dari tipe: a.
Buah empelur pome yakni hasil putik majemuk; dinding luar bakal buah berdaging dan dinding dalam menjangat membungkus banyak biji
b. Buah batu drupe yakni buah berdaging berbiji satu; biasanya hasil dari
putik tunggal, dinding luar berdaging dan dinding dalam keras c.
Buah buni berry yakni buah berbiji banyak; dinding luar dan dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti bubur
tomat. Sedangkan untuk buah majemuk dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Buah aggregat yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari
putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar bunga persekutuan
2. Buah multiple yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari
putik-putik bunga yang terpisah-pisah.
4. Ranting dan Sistem Percabangan
Ranting dengan sifat atau bentuknya dapat menjadi alat pengenal yang penting. Adapun sifat atau bentuk yang sering digunakan untuk pengenalan suatu
tumbuhan adalah kuncup, kunat daun, kunat daun penumpu, empelur, duri dan rambut atau bulu-bulu serta sifat-sifat lainnya yang dijumpai. Samingan 1982,
mengatakan bahwa sistem percabangan dapat digunakan sebagai pengenal suatu jenis, misalnya percabangan yang lurus, bengkok, beralur, benjol-benjol, silindris
atau meruncing dan sebagainya.
5. Batang
Batang merupakan bagian yang penting bagi tumbuhan karena memiliki fungsi diantaranya sebagai jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari
bagian bawah menuju bagian ke atas tumbuhan demikian sebaliknya dengan hasil asimilasi. Sifat permukaan batang yang beraneka ragam yaitu licin, berusuk,
beralur dan bersayap. Selain itu permukaan batang ini dapat berduri berambut, meperlihatkan bekas-bekas daun, terdapat bekas-bekas lentisel, lepasnya kerak
atau bagian kulit yang mati.
6. Sistem Perakaran
Akar mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya diantaranya dapat berfungsi sebagai penyerap zat-zat makanan dan air dari dalam tanah, penopang
berdirinya tumbuhan. Untuk pengenalan jenis akar memiliki tampakan morfologi yang bermacam-macam seperti banir atau akar papan, tunjang, lutut, udara atau
gantung, akar penggerek atau penghisap, akar pelekat, pembelit dan akar nafas.
C. Eksplorasi Botani Hutan
Kegiatan eksplorasi botanis hutan dan penelitian teknologi kayu telah dilakukan sejak dahulu, dimana Endert 1917 dalam Santoso 1997 untuk
pertama kalinya melakukan eksplorasi ini dengan menghasilkan data sekitar 4.000 jenis pohon. Eksplorasi botanis dan penelitian botanis tentang pohon-pohon akan
memberikan data atau informasi mengenai flora pohon di berbagai macam tipe hutan.
Menurut Kusmana 1995 dalam Santoso 1997, eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian dari eksplorasi atau survey hutan
yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang tata letak, luas, struktur hutan dan komposisi jenis, dan data kondisi tempat tumbuhnya. Metode terbaik yang
digunakan untuk eksplorasi botanis adalah metode jalur, dengan lebar 10 m atau 20 m dan panjang 1 km atau lebih, kemudian semua pohon yang berdiameter 20
cm ke atas, yang berada di dalam jalur tersebut dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total dan tinggi bebas cabangnya.
Contoh-contoh herbarium sangat berguna dalam kegiatan eksplorasi botanis di suatu daerah. Selain sebagai bahan untuk identifikasi atau determinasi juga bisa
dipakai untuk bahan dokumentasi yang menjadi barang bukti bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di daerah tersebut.
Adapun contoh herbarium yang baik harus memiliki bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri atas ranting-ranting berdaun daun muda dan
daun tua, bunga kuncup bunga dan bunga yang sudah mekar, buah buah muda dan buah tua dan biji.
Beberapa petunjuk dalam pengumpulan herbarium, antara lain: a.
Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari pohon
b. Untuk pohon berdiameter 10 cm atau lebih atau berupa pohon kecil diambil
ranting berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan buah, sekurang-kurangnya dikumpulkan 5 ranting dari tiap pohon yang tidak
berbunga dan 10 ranting dari tiap pohon yang berbunga dan berbuah. Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar
27x42 cm ukuran setengah halaman koran. Tiap ranting sekurang-kurangnya berisi 5 daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk daun yang berukuran
besar, cukup dua helai daun per ranting. c.
Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi bisa dilakukan dengan cara dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan
atau buah dengan sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau memakai tali pancing dari nylon yang dilemparkan dengan ketapel Kusmana,
1995 dalam Santoso, 1997
D. Kunci Determinasi