Permasalahan Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Landasan Teori

Medan, menunjukkan budaya organisasi yang mendukung tercapainya visi dan misi rumah sakit: proactivity proaktif, excellence unggul, team work kerjasama tim, innovation inovasi, dan responsibility bertanggung jawab, belum dapat diwujudkan dalam konteks pelayanan keperawatan, khususnya dalam penanganan pasien penderita HIVAIDS. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Keperawatan RSUP HAM Medan yang dilakukan pada bulan Maret 2011, diketahui berbagai upaya telah dilakukan manajemen untuk meningkatkan kinerja perawat, seperti memberikan insentif secara berkala kepada perawat, memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan secara bergantian, dan melatih perawat secara bergantian dalam menangani pasien HIV-AIDS, namun kinerja perawat masih rendah yang ditunjukkan dari tingginya pasien HIV-AIDS yang pulang atas permintaan sendiri Bidang Keperawatan RSUP H.Adam Malik, 2011. Memerhatikan uraian secara teoritis serta didukung beberapa penelitian terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada RSUP HAM Medan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Pasien HIVAIDS Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh budaya organisasi inovasi dan pengambilan risiko, orientasi pada hasil, proaktif, kerjasama tim dan Insentif Universitas Sumatera Utara kriteria, sistem dan bentuk pemberian insentif terhadap kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Pasien HIVAIDS RSUP HAM Medan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi inovasi dan pengambilan risiko, orientasi pada hasil, proaktif, kerjasama tim dan insentif kriteria, sistem dan bentuk pemberian insentif terhadap kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Pasien HIVAIDS RSUP HAM Medan.

1.4 Hipotesis

Budaya organisasi inovasi dan pengambilan risiko, orientasi pada hasil, proaktif, kerjasama tim dan insentif kriteria, sistem dan bentuk pemberian insentif berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Pasien HIVAIDS RSUP HAM Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1 Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dalam pengambilan kebijakan tentang kinerja perawat, khususnya dalam penanganan pasien HIVAIDS. 2 Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi perawat di rumah sakit dalam upaya meningkatkan kinerjanya. Universitas Sumatera Utara 3 Penelitian ini menambah khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM di rumah sakit, khususnya tentang budaya organisasi dan insentif. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins 2006, kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Triffin dan MacCormick 1979, kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas lingkungan organisasi, misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan teman sekerja dan pemberian imbalan. Menurut Mangkunegara 2002, adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan Universitas Sumatera Utara penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.

2.1.2 Kinerja Keperawatan

Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis tetapi harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik PPNI, 2002. Pengembangan bidang keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan penetapan standar praktik keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi pedoman objektif di dalam menilai asuhan keperawatan. Apabila sudah ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan yang bermutu tinggi. Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait dengan hukum Sitorus, 2006. Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian asuhan keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI sudah menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik keperawatan yang dikeluarkan oleh American Nursing AssociationANA PPNI, 2002. Standar praktik keperawatan adalah : Standar I : Perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien. Standar II : Perawat menetapkan diagnosa keperawatan. Standar III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien. Universitas Sumatera Utara Standar IV : Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Standar V : Perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan. Standar VI : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil akhir yang sudah ditetapkan. Standar pelayanan keperawatan yang disebutkan di atas merupakan standar umum yang dilakukan oleh seluruh perawat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perawat.

2.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora 2004, penilaian kinerja performance appraisal adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Menurut Simamora 2004, menyatakan tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan. a. Tujuan Evaluasi. Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan. Universitas Sumatera Utara b. Tujuan Pengembangan. Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.

2.1.4 Unsur-unsur Penilaian Kinerja

Unsur-unsur kinerja atau prestasi kerja para karyawan akan dinilai oleh setiap perusahaan tidak selalu sama, namun pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut Simamora, 2004: a. Efisiensi Kinerja Efisiensi kinerja adalah karyawan selalu berusaha menampilkan hasil kerja yang lengkap dan tidak melakukan kesalahan. b. Efektivitas Kinerja Efektivitas kinerja adalah melakukan sesuatu dengan tepat atau kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat. c. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah kemampuan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan, karyawan bersedia bekerja lembur jika pekerjaan yang ditugaskannya belum selesai, karyawan berusaha mempelajari hal- hal baru yang belum diketahuinya yang menyangkut pekerjaan, karyawan selalu mencari jalan keluar atas masalah pekerjaan yang dihadapinya dan karyawan selalu meneliti hasil pekerjaannya. Universitas Sumatera Utara d. Kerjasama Kerjasama karyawan adalah suatu kondisi dimana setiap karyawan saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaannya. e. Loyalitas. Loyalitas karyawan adalah kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. Setiap karyawan merasa memiliki perusahaan sense of belonging yang tinggi sehingga karyawan akan selalu setia bekerja. f. Komunikasi Komunikasi karyawan adalah komunikasi karyawan dengan atasan dan sesama rekan kerja. g. Suasana Kerja Suasana kerja karyawan adalah keadaan tempat bekerja karyawan yang mendukung untuk membantu menyelesaikan setiap pekerjaannya. h. Disiplin Disiplin adalah kepatuhan karyawan akan aturan yang ditentukan oleh perusahaan, disiplin akan waktu bekerja dan frekuensi kehadiran.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

Ada lima manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi 1997, yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. Universitas Sumatera Utara 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, sepcrti promosi, transfer dan pemberhentian. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan

2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Mangkunegara 2002 mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan ability dan faktor motivasi motivation. a. Faktor Kemampuan ability. Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi motivation. Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi. Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis belaka tetapi ia harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik. Kinerja perawat melalui asuhan keperawatan yang langsung di berikan pada Universitas Sumatera Utara klien pada bagian tatanan pelayanan kesehatan terdiri dari 5 lima komponen, yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi hasil-hasil tindakan klien. Kinerja perawat yang diukur melalui asuhan keperawatan ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat di Rumah sakit dirangkum dalam bentuk dokumentasi asuhan keperawatan.

2.2 Budaya Organisasi

2.2.1 Pengertian Budaya

Budaya culture berasal dari perkataan lain colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah atau bertani. Atau bisa juga diartikan sebagai segala daya dan aktivitas untuk mengolah dan mengubah alam. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diakui dan dihormati. Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama.

2.2.2 Pengertian Organisasi

Menurut Etzioni dalam Tjandra 2005, organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama kelompok manusia atau orang di bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Schmerhorn dalam Tika 2006, organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Chester J. Bernard dalam Tika 2006, organisasi adalah kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas dan kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar. Universitas Sumatera Utara Organisasi memiliki ciri-ciri adanya pembagian kerja, kekuasaan dan tanggung jawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan, serta memiliki pengaturan personil dalam mengatur anggotanya dalam melaksanakan tugas organisasi. Sedangkan menurut Hendri L. Sisk dalam Cahyani 2004 menyatakan organisasi sebagai suatu kelompok orang yang terlibat bersama-sama dalam hubungan yang resmi untuk mencapai suatu tujuan. Organisasi memiliki ciri-ciri adanya pembagian kerja kekuasaan dan tanggung jawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan, serta memiliki pengaturan personil dalam mengatur anggotanya dalam melaksanakan tugas organisasi. Organisasi sesungguhnya merupakan suatu koneksitas manusia yang bersifat resmi, ditandai oleh aktivitas kerjasama, terintegrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan pelayanan dan produksi tertentu dan tanggung jawab kepada hubungan dengan lingkungannya.

2.2.3 Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi menjadi acuan bersama di antara manusia dalam berinteraksi dalam organisasi. Jika orang Universitas Sumatera Utara bergabung dalam sebuah organisasi, mereka membawa nilai-nilai dan kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka. Menurut Peter F. Drucker dalam Tika 2006, budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilaksanakan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas. Menurut Schein dan Amstrong dalam Heidjrachman 1996 menyatakan bahwa budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah- masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi, yang telah berfungsi dengan baik atau dianggap berlaku, dan karena itu harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah- masalah ini. Robbins 2006 menyatakan bahwa budaya organisasi organization culture sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai- nilai organisasi a system of shared Meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, oncloser examination, a set of key characteristics that the orgnization value. Universitas Sumatera Utara Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi menjadi acuan bersama diantara manusia dalam melakukan interaksi dan organisasi. Menurut Susanto 2007 yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing- masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku. Hofstede 1993 menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang kelihatan observable dan yang tidak kelihatan unobservable. Pada level observable, budaya organisasi mencakup beberapa aspek organisasi seperti arsitektur, seragam, pola perilaku, peraturan, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan. Pada level unobsorvable, budaya organisasi mencakup shared value, norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah dan keadaan-keadaan sekitarnya. Perusahaan yang berorientasi pada kepentingan pasar memerlukan budaya dukungan support culture dan budaya prestasi achievement culture sebagai cara meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan. Budaya organisasi yang efektif adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Perusahaan yang berbudaya demikian, hampir semua individunya menganut nilai- nilai yang seragam dan konsisten. Universitas Sumatera Utara Setiap organisasi atau bahkan setiap bagian dalam suatu organisasi menunjukkan simbol dan ritual yang berbeda karena di dalamnya terdiri dari berbagai individu dengan latar belakang dan pengalaman yang beragam. Hofstede 1993 menyatakan bahwa ada 6 enam dimensi budaya organisasi yang dapat ditemukan pada berbagai organisasi, yaitu: a. Process-oriented versus results-oriented Organisasi dengan budaya berorientasi pada proses ditandai dengan karyawan yang bekerja di dalamnya cenderung memperhatikan pada proses kegiatan dan bukan pada pencapaian hasil, menghindari risiko, tidak berusaha dengan keras, dan berpendapat bahwa setiap hari esok yang akan dialaminya bermakna sama dengan hari-hari sebelumnya tanpa perubahan tantangan. Sebaliknya pada budaya organisasi yang berorientasi pada hasil, karyawan cenderung memusatkan perhatiannya pada pencapaian hasil terlepas dari proses atau kegiatan yang dilakukannya, merasa nyaman dengan situasi yang berbeda atau menantang, selalu berusaha secara maksimal, dan menganggap bahwa datangnya hari esok akan membawa tantangan tersendiri yang berbeda dengan hari-hari atau waktu sebelumnya. Dengan konteks yang demikian ini, budaya organisasi dengan orientasi-orientasi pada hasil merupakan strong culture atau budaya yang positif. b. Employee-oriented versus job-oriented Dalam organisasi yang berorientasi pada employee, karyawan merasa bahwa masalah-masalah personel mereka pada dasarnya adalah masalah organisasi juga, pimpinan harus bertanggung jawab dalam mengatasi masalah kesejahteraan individu Universitas Sumatera Utara dan keluarganya, sementara dalam pengambilan keputusan organisasi cenderung melibatkan banyak pihak atau komunal. Sebaliknya dalam organisasi yang berorientasi pada job, karyawan merasakan adanya tekanan yang kuat untuk menyelesaikan semua pekerjaan, sementara proses pengambilan keputusan dilakukan secara invidual. c. Parochial versus professional Pengenalan terhadap organisasi yang berbudaya parochial dapat ditentukan melalui perasaan karyawan dalam hal ikut memiliki organisasi employee’s belonging to the organization. Sementara dalam organisasi berbudaya profesional, faktor profesionalisme karyawan merupakan penentu utama sebagai identitas organisasi. d. Open system versus closed system Karyawan dalam organisasi dengan sistem terbuka merasa bahwa organisasi dan semua karyawannya bersikap terbuka dan mau menerima terhadap hadirnya pendatangpegawai baru dan pihak-pihak eksternal lainnya, semua pihak merasa ada kesesuaian dengan nilai-nilai organisasi, serta karyawan baru tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan organisasi. Dalam organisasi dengan budaya sistem tertutup, interaksi antara karyawan cenderung tertutup dan rahasia, hanya orang-orang atau pihak tertentu yang merasa cocok atau sesuai dengan nilai-nilai organisasi, sementara bagi karyawan baru membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan keadaan organisasi. Universitas Sumatera Utara e. Tight control versus loose control Pengendalian yang ketat ditunjukkan dengan adanya kesadaran setiap individu terhadap pentingnya makna efisiensi cost-conscious, cenderung tepat waktu dalam pekerjaan dan penyelesaiannya dan karyawan bersikap serius tentang organisasi dan pekerjaannya. Adapun dalam organisasi yang berbudaya pengendalian longgar menunjukkan tidak adanya pihak yang menyadari makna pentingnya tentang biaya cost, bekerja tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian, dan banyak menggelar jokes tentang organisasi dan pekerjaannya. f. Pragmatic versus normative emphasis towards clients Organisasi dengan budaya pragmatis memiliki ciri khusus, yaitu terdapat penekanan utama pada pemenuhan kebutuhan pelanggan di mana hasil yang dicapai merupakan pertimbangan yang lebih penting daripada sekedar suatu pelaksanaan prosedur yang benar. Organisasi seperti ini juga bersifat fleksibel dalam menyikapi etika dalam bisnis. Sebaliknya organisasi dengan budaya normatif di dalamnya terdapat upaya keras untuk mematuhi prosedur dengan benar dan menganggapnya lebih penting daripada pencapaian hasil, sementara terhadap etika organisasi memiliki standar tinggi yang dipakai sebagai acuan. Dimensi keenam dalam budaya organisasi ini utamanya berkaitan dengan topik terkini dalam bisnis, yaitu tentang orientasi perusahaan pada pelanggan. Perusahaan yang berbeda pada tekanan kompetensi yang ketat cenderung berbudaya pragmatis, sebaliknya organisasi yang bersifat monopolistis di mana tidak terdapat persaingan dalam bisnis cenderung bersifat normatif. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, budaya organisasi dapat dikatakan sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata lain, budaya organisasi mencerminkan cara karyawan melakukan sesuatu membuat keputusan, melayani orang, dan sebagainya.

2.2.4 Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins 2006 menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, dengan budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi tersebut sebagai berikut: 1. Inisiatif Individual Inisiatif individual adalah merupakan tanggung jawab, kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasiperusahaan. 2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovasi dan pengambilan risiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada Universitas Sumatera Utara anggota para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovasi untuk memajukan organisasiperusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya. 3. Pengarahan Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasiperusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran perusahaan dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasiperusahaan. 4. Integrasi Integrasi dimaksudkan bahwa suatu organisasiperusahaan dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit- unit organisasi dalam bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan. 5. Dukungan Manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan karyawan. Dukungan manajemen ini sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi perusahaan. 6. Kontrol Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah Universitas Sumatera Utara peraturan dan tenaga pengawas atasan langsung yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawaikaryawan dalam suatu organisasi. 7. Identitas Identitas dimaksudkan bahwa para anggotakaryawan suatu organisasi perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasiperusahaan. 8. Sistem Imbalan Sistem Imbalan dimaksudkan alokasi imbalan seperti kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya didasarkan senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawaikaryawan suatu organisasiperusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovasi dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya. Sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasiperusahaan menjadi terhambat. 9. Toleransi terhadap Konflik Para pegawai atau karyawan didorong untuk mengemukakan konflik melalui kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering Universitas Sumatera Utara terjadi dalam suatu organisasiperusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasiperusahaan. 10. Pola Komunikasi Komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal. Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

2.2.5 Budaya Kuat, Budaya Lemah serta Budaya Adaptif

Budaya menyampaikan kepada karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan dan apa-apa saja yang bernilai penting. Bergantung pada kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi. Suatu budaya yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan disepakati secara luas. Pada budaya yang kuat para anggota memegang tata nilai inti organisasi core values secara intensif dan dianut bersama secara meluas Robbins, 2006. Menurut Sathe seperti dikutip Ndraha 2003, budaya yang ideal adalah budaya kuat, di mana kekuatan budaya mampu memengaruhi intensitas perilaku. Organisasi dengan budaya kuat memiliki serangkaian nilai dan norma yang kohesif dan mengikat anggota organisasi dan mendorong munculnya komitmen dari anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi tersebut mengadopsi praktek-praktek ketenagakerjaan yang menunjukkan komitmen pada para anggotanya Ratmawati dan Herachwati, 2006. Menurut Kuczmarski dan Kuczmarski seperti Universitas Sumatera Utara dikutip Hanafi 2006, budaya yang kuat dan kohesif adalah budaya yang menegaskan nilai-nilai dan norma imperatif untuk diwujudkan dalam tindakan nyata sehari-hari. Nilai-nilai dan norma imperatif dikomunikasikan dan disepakati menjadi pedoman perilaku yang diharapkan bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai- nilai tersebut, semakin kuat suatu budaya. Suatu budaya yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap anggota organisasi dibandingkan dengan budaya yang lemah Robbins, 2006. Sebaliknya, budaya perusahaan dipandang lemah bila sangat terfragmentasi dan tidak disatukan dan diikat dalam nilai dan keyakinan bersama.

2.2.6 Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi organisasi, yaitu 1 memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperhatikan perbedaan yang jelas antar organisasi; 2 memberikan pengertian identitas terhadap anggota organisasi; 3 memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dibanding minat anggota organisasi secara perorangan; 4 menunjukkan stabilitas sistem sosial; 5 memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi; dan 6 membantu para anggota organisasi mengatasi ketidakpastian, karena pada akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan perilaku anggota organisasi Robbins, 2006. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut Universitas Sumatera Utara organisasi. Manfaat tersebut adalah: 1 memberikan pedoman bagi tindakan pengambil keputusan; 2 mempertinggi komitmen organisasi; 3 menambah konsistensi perilaku para anggota organisasi; dan 4 mengurangi keraguan para anggota organisasi, karena budaya memberitahukan kepada anggota organisasi bagaimana sesuatu dilakukan dan apa yang dianggap penting. Memerhatikan fungsi dan manfaat budaya tersebut di atas, maka budaya dalam suatu organisasi sangat penting. Oleh karena itu budaya senantiasa dipelihara dan dikembangkan karena disadari budaya merupakan alat tool dalam setiap melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi serta menjadi stimulasi untuk meningkatkan kinerja organisasi.

2.2.7 Sumber-Sumber Budaya Organisasi

Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber Robbins, 2006, yaitu: a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan organisasi. Universitas Sumatera Utara b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Pengalaman organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai. c. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Budaya organisasi sering dibentuk dengan adanya pengaruh orang-orang yang mendirikan organisasi tersebut, Juga lingkungan eksternal organisasi beroperasi, dan oleh karyawan serta hakikat dari organisasi tersebut.

2.2.8 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

Menurut Robbins 2006, budaya organisasi memengaruhi kinerja dan karyawan. Persepsi subjektif karyawan secara keseluruhan terhadap organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi risiko, tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Persepsi keseluruhan ini persepsi baik atau tidak baik membentuk suatu budaya organisasi atau kepribadian, yang kemudian memengaruhi kinerja karyawan yang mengakibatkan makin hebat dan kuatnya suatu budaya. Faktor-faktor tersebut meliputi; 1 inovasi dan pengambilan risiko inovation and risk taking, 2 perhatian pada detail attention to detail, 3 orientasi hasil outcome orientation, 4 orientasi masyarakat people orientation, 5 berorientasi tim team orientation, 6 agresifitas aggressiveness, dan 7 stabilitas stability Universitas Sumatera Utara

2.3 Insentif

Moorehead dan Griffin 2000 mendefinisikan pemberian insentif sebagai sesuatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada seseorang kelompok kerja yang menunjukkan prestasikinerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum. Assad 2002, menarik kesimpulan mengenai upahinsentif adalah penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa jaminan pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan. Gibson et.al.1996 menyebutkan 4 empat bentuk insentif yang umum diberikan kepada karyawan yang berprestasi, yaitu: 1. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi-materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif. 2. Promosi atau kenaikan pangkat serta jabatan. 3. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan yang luas. 4. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja tersebut ditemukan tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment hukuman. Menurut Simamora 2000, program insentif yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut: a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas dan dapat dimengerti. Universitas Sumatera Utara b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan supaya mereka kerjakan. c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu. d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan di mana rencana insentif dibangun.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian Insentif

Pemberian insentif sangat dipengaruhi oleh falsafahkebijakan manajemen organisasi di dalam pemeliharaan sumber daya manusia. Secara psikologis manusia memiliki sifat yang berbeda-beda dalam meneguhkan motivasi kerja. Ada manusia yang tradisionil menurut A. Maslow dalam Moorehead dan Griffin 2000, sangat dipengaruhi oleh penyediaan kebutuhan fisik dasar seperti makanan dan kebutuhan fisiologis lain. Maslow sendiri mengungkapkan bahwa motivasi sebagian orang sangat berlainan yaitu memenuhi kebutuhan psikologis yaitu self esteem atau self fulfilment. Psikolog McClelland 1961, mengatakan ada faktor high achiever dan low achiever yang menyebabkan tergeraknya motivasi individu di dalam berprestasi. Menurut Gibson et.al. 1996, dasar atau kriteria pemberian insentif menjadi motivasi tersendiri bagi karyawan untuk mencapai kriteria-kriteria yang ditentukan, sehingga karyawan memperoleh insentif sesuai dengan diharapkan. Moorehead dan Griffin 2000, menyebutkan pihak HRD Human Resources Development memperhatikan semua faktor-faktor manusia dari personel perusahaan di dalam mengembangkan pemeliharaan asset SDM. Jadi faktor-faktor yang memengaruhi Universitas Sumatera Utara sistem pemberian insentif oleh pihak manajemen adalah faktor-faktor motivasi yang dipantau banyak atau dominan menjadi dasar budaya personel perusahaan. Insentif lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward. 2.4 Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Penyelenggaraan upaya–upaya kesehatan dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : 1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis. 2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan. Universitas Sumatera Utara 3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain. 4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien. Menurut dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. Universitas Sumatera Utara

2.5 Perawat

Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung, sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat. Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan. Undang-Undang No.36 tahun 2009, menyatakan bahwa profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memerhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati 1997, melaporkan penelitian yang dilakukan oleh ANA American Nurse’s Association bahwa 60 sampai 80 pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. Universitas Sumatera Utara Melihat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh perawat maka sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan orang yang paling banyak berhubungan dengan pasien dibandingkan dengan petugas lain di rumah sakit, maka pelayanan perawat sangat diperlukan dalam memenuhi kepuasan pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.

2.5.1 Definisi Perawat

Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut Priharjo, 1995. Perawat adalah karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal Hadjam, 2001. Gunarsa dan Gunarsa 1995, menyatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit. Usaha rehabilitasi dan pencegahan penyakit yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala. Lokakarya Keperawatan Nasional 1983, mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah cara perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia. Pada Universitas Sumatera Utara hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Berdasarkan definisi perawat dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien.

2.5.2 Fungsi Perawat

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI, 2002, fungsi perawat adalah : a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut. b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan. c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal. d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. e. Mendokumentasikan proses keperawatan. f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan. Universitas Sumatera Utara g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat. h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat. i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan. Hadjam 2001, mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima, antara lain : a. Profesional dalam bidang tugasnya Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan. b. Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama. c. Memegang teguh etika profesi Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi. d. Mempunyai emosi yang stabil Universitas Sumatera Utara Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien. e. Percaya diri Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien. f. Bersikap wajar Sikap yang wajar akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya. g. Berpenampilan memadai Perawat dengan penampilan yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien. Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis belaka tetapi ia harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh 2001, menunjukkan bahwa kemampuan empati yang tinggi akan menimbulkan tingginya intensi prososial pada Universitas Sumatera Utara diri perawat. Dengan kata lain jika perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien maka perawat akan cepat untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang ditujukan pada pasien dan perbuatan atau tindakan tersebut memberi keuntungan atau manfaat positif bagi pasien. Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan yang dirasakan, yang dipikirkan dan yang diinginkan pasien. Perawat harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien. Peranan perawat sangat besar dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima Taylor, 1995. Berdasarkan pendapat Gunarsa dan Gunarsa 1995, Hadjam 2001, PPNI 2002 maka nilai-nilai yang dimiliki seorang perawat adalah profesional, komunikatif, kerjasama, memiliki etika profesi, stabil, percaya diri, empati dan berpenampilan memadai. Pada penelitian ini peneliti mengklasifikasikan budaya Universitas Sumatera Utara organisasi dalam beberapa value atau nilai yaitu: proaktif, inovasi dan pengambilan risiko, orientasi pada hasil dan kerjasama tim. 2.6 HIVAIDS

2.6.1 Pengertian HIVAIDS AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome,

merupakan sekumpulan gejala-gejala yang menyertai infeksi HIV Phair and Chadwick, 1997. Gejala-gejala tersebut tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi oleh karena menurunnya daya tahan tubuh kekebalan yang disebabkan rusaknya sistem imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut Yunihastuti, 2005. HIV Human Immunodeficiency Virus, termasuk familia retrovirus. Sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi HIV adalah sel-sel limfosit T CD4 yang berfungsi dalam sistem imun kekebalan tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur- angsur menurun De Cock et al, 2000.

2.6.2 Situasi Epidemi HIVAIDS

a. Status Epidemi Global AIDS yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang telah tertular HIV dan 25 juta telah meninggal akibat AIDS, sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV Universitas Sumatera Utara sekitar 35 juta. Setiap hari terdapat 7.400 orang baru terkena HIV atau 5 orang per menit. Pada tahun 2007 terjadi 2,7 juta infeksi baru HIV dan 2 juta kematian akibat AIDS UNAIDS, 2008. Ada 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV di Asia, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dan telah menyebabkan kematian 300 ribu orang di tahun 2007. Cara penularan di Asia sangat bervariasi, namun yang mendorong epidemi adalah tiga perilaku yang berisiko tinggi: Seks komersial yang tidak terlindungi, berbagi alat suntik di kalangan pengguna napza dan seks antar lelaki yang tidak terlindungi UNAIDS, 2008. b. Status Epidemi di Indonesia Kasus HIVAIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada turis asal Belanda di Rumah Sakit Sanglah Bali pada tahun 1987. Jumlah orang yang terjangkit HIVAIDS yang sebenarnya di Indonesia sangat sulit diukur dan masih belum diketahui keadaan sesungguhnya secara tepat. Perkiraan jumlah infeksi HIV dan kecenderungannya dapat diamati melalui sistem surveilans HIVAIDS yang diselenggarakan secara nasional. Jumlah infeksi HIV dan kasus HIVAIDS yang dilaporkan oleh propinsi jauh lebih kecil dari keadaan sesungguhnya. Estimasi yang dibuat pada tahun 2010 diperkirakan akan terdapat sekitar 90.000 – 130.000 penderita HIVAIDS atau sekitar 0,036 – 0,052 dari jumlah penduduk Indonesia KPAN, 2010. Perkembangan epidemi yang meningkat di awal tahun 2000-an telah ditanggapi dengan keluarnya Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2006 yang mengamanatkan perlunya intensi penanggulangan AIDS di Indonesia. Universitas Sumatera Utara Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi yang berkembang paling cepat UNAIDS, 2008. Kementerian Kesehatan memperkirakan, Indonesia pada tahun 2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 dari 277.700 orang menjadi 813.720 orang. Ini dapat terjadi bila tidak ada upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut. Peningkatan penanggulangan HIV dan AIDS yang efektif dan komprehensif di Indonesia memerlukan pendekatan yang strategik, yang menangani faktor-faktor struktural melibatkan peran aktif semua sektor. Tantangan yang dihadapi sungguh besar dilihat secara geografi dan sosial ekonomi, Indonesia berpenduduk terbesar ke empat di dunia dan terdiri lebih dari 17.000 pulau, dengan sistem pemerintahan terdesentralisasi mencakup lebih dari 400 kabupaten dan kota dan 33 provinsi. Kasus HIV telah dilaporkan oleh lebih dari 200 kabupaten dan kota di seluruh 33 provinsi KPAN, 2009. Penyebaran infeksi HIV di Indonesia bervariasi antar wilayah. Kecuali di Provinsi Papua dan Papua Barat, epidemi HIV pada sebagian besar provinsi di Indonesia masih terkonsentrasi pada populasi kunci, dengan prevalensi 5. Di Provinsi Papua dan Papua Barat, epidemi sudah memasuki masyarakat dengan prevalensi berkisar 1,36-2,41 Depkes RI, 2006. Mengingat epidemi HIV merupakan suatu tantangan global dan salah satu masalah yang paling rumit dewasa ini, maka keberhasilan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, tidak saja memberikan manfaat bagi Indonesia tetapi juga penanggulangan AIDS secara global. Acuan pengembangan strategi dan rencana di Universitas Sumatera Utara sektor, pemerintah daerah, swasta, para mitra kerja dan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Isi strategi dan rencana aksi ini telah mengacu ke arah kebijakan yang terdapat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN; yang selanjutnya akan menjadi acuan sektor- sektor pemerintah yang terkait untuk mengembangkan strateginya masing-masing. Rencana aksi nasional ini bagi daerah juga menjadi acuan untuk penyusunan rencana aksi masing-masing daerah sebagai dasar untuk penyusunan RAPBD. Selain itu di tingkat nasional dokumen ini menjadi instrumen untuk mobilisasi dana ke tingkat nasional maupun internasional Nafsiah, 2009. c. Kecenderungan Epidemi HIVAIDS ke Depan di Indonesia Kecenderungan epidemi HIV ke depan dengan pemodelan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penularan HIV saat ini dan perubahannya ke depan. Proses pemodelan tersebut menggunakan data demografi, perilaku dan epidemiologi pada populasi kunci. Dari hasil proyeksi diperkirakan akan terjadi hal- hal berikut: a peningkatan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari 0,21 pada tahun 2008 menjadi 0,4 di tahun 2014, b peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan, sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah infeksi HIV pada anak, c peningkatan infeksi baru yang signifikan pada seluruh kelompok risiko, d perlu adanya kewaspadaan terhadap potensi meningkatnya infeksi baru pada pasangan seksual intimate partner dari masing-masing populasi kunci, e peningkatan jumlah ODHA dari sekitar 404.600 pada tahun 2010 menjadi 813.720 pada tahun 2014, f peningkatan kebutuhan ART dari 50.400 pada tahun 2010 menjadi 86.800 pada tahun 2014 KPAN, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.7 Landasan Teori

Sumber Daya Manusia SDM dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan aktivitas dan fungsi-fungsi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan. Kinerja dalam penelitian ini mengacu kepada teori Gibson et.al. 1996, yang menyatakan bahwa ada 3 tiga variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu; a. variabel individu, b. variabel organisasi dan c. variabel psikologis. Kinerja perawat pelaksana dalam penelitian ini mengacu kepada tupoksi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Variabel insentif dalam penelitian ini didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawaikaryawan suatu organisasiperusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovasi dan mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya Robbins, 2006. Budaya merupakan nilai dan norma yang berlaku di suatu organisasi dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Bergantung pada kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota organisasi. Semakin kuat suatu budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang karyawan. Budaya organisasi dalam penelitian ini meliputi: 1 proaktif, 2 inovasi dan pengambilan risiko, 3 orientasi hasil dan 5 kerjasama tim Robbins, 2006. Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Konsep Penelitian