2.1.3. Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi
Menurut Soekirman 2000 pola asuh gizi anak adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan,
merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak
memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi yang kemudian
dapat berpengaruh terhadap status gizi anak. Pola asuh gizi pada balita terdiri dari praktik pemberian makananminuman
prelaktal, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian MP-ASI dan penyapihan. Savage 2004 menjelaskan adanya hubungan antara praktik pemberian
makananminuman prelaktal dengan status gizi, yang mana makananminuman prelaktal tersebut memang tidak seharusnya diberikan karena saluran pencernaan bayi
belum cukup kuat untuk mencerna makanan selain ASI dan apabila dipaksakan dapat menimbulkan terjadinya penyakit infeksi yang dapat memengaruhi status gizi bayi.
Menurut penelitian Hafrida 2004, dari 40 ibu yang diteliti terdapat 30 75 ibu dengan pola asuh yang baik mempunyai balita dengan status gizi baik dan 10
25 ibu dengan pola asuh tidak baik mempunyai balita dengan status gizi kurang. Kesimpulan yang diperoleh adalah semakin baik pola asuh ibu terhadap anak maka
akan semakin baik status gizi anak. Dengan kata lain, jika pola asuh anak di dalam keluarga semakin baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak juga akan semakin
baik dan akhirnya akan memengaruhi keadaan gizi anak.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suhardjo 2004 kolostrum dapat memengaruhi status gizi balita, karena kolostrum mengandung lebih banyak protein, mineral serta sedikit karbohidrat
dari pada air susu ibu sesudahnya. Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit yang dapat membantu bayi menyediakan kekebalan terhadap penyakit
infeksi yang memengaruhi status gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Jauhari 2000 yang dikutip oleh Hafrida
2004, menyatakan bahwa di Jakarta, Bogor dan Lombok Timur terdapat perbedaan kelompok dengan keadaan status gizi kurang dan gizi baik. Hal ini disebabkan oleh
karena perbedaan pola pengasuhan anak. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian kolostrum pada bayi segera setelah lahir dan pemberian ASI saja kepada
bayi sampai usia 6 bulan termasuk ke dalam kelompok anak dengan keadaan status gizi baik, sedangkan anak yang sewaktu lahir tidak diberi kolostrum dan sebelum usia
6 bulan sudah tidak diberi ASI lagi ternyata berada dalam keadaan status gizi kurang. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mengonsumsi makanan, mendapatkan
respon ketika berceloteh, selalu mendapat senyum dari ibu, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebaya lainnya yang kurang mendapat perhatian
orang tua. Konsumsi makanan yang diperoleh bayi umur 0-12 bulan berasal dari pola asuh
.gizi yang salah satunya adalah praktik pemberian ASI. ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi dan anak dibawah umur 2 tahun. ASI mengandung zat gizi
yang lengkap dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 6 bulan, sehingga ASI adalah makanan tunggal yang seharusnya diberikan kepada bayi
Universitas Sumatera Utara
umur 0- 6 bulan. Selain itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. ASI juga merupakan makanan yang bersih,
praktis dengan suhu yang sesuai dengan bayianak serta dapat meningkatkan hubungan psikologis serta kasih sayang antara ibu dan anak. Dengan demikian jelas
bahwa ASI mempunyai hubungan terhadap status gizi, semakin baik praktek pemberian ASI maka semakin baik pula status gizi bayi Depkes RI,2002.
Sebagaimana dijelaskan oleh Soekirman 2000 bahwa salah satu faktor langsung yang memengaruhi status gizi adalah asupan makanan, maka secara tidak
langsung praktik pemberian MP-ASI merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi pada bayi.
Pengaruh praktik penyapihan terhadap status gizi bayi dijelaskan oleh Depkes RI 1999 bahwa bayi yang sehat pada usia penyapihan akan tumbuh dengan pesat
dan sehat, sehingga kekhawatiran terjadinya gizi kurang akibat penyakit infeksi dapat dihindari. Sedangkan menurut Savage, 2004 masa penyapihan adalah proses dimana
seorang bayi secara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya pada
ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan terhenti. Dengan demikian praktik penyapihan secara langsung memengaruhi konsumsi makanan pada bayi dimana
konsumsi makanan tersebut merupakan faktor langsung dari status gizi. Selain ketersediaan pangan, masalah gizi juga dipengaruhi oleh faktor perilaku
ibu, dukungan keluarga dan petugas kesehatan. Adanya pengaruh perilaku untuk
menaggulangi masalah gizi pada anak adalah adanya tindakan PD. Menurut Zeitlin
Universitas Sumatera Utara
1990 PD dipakai untuk menjelaskan suatu keadaan penyimpangan positif yang berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak tertentu dengan
anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama. PD di dasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk mengatasi masalah
gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati untuk dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada. Upaya yang dilakukan dapat dengan
memanfaatkan kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki kebiasaan dan perilaku khusus atau tidak umum yang memungkinkan
mereka dapat menentukan cara-cara yang lebih baik. Berbagai stimulus yang rutin diberikan oleh ibu atau pengasuh terhadap bayi, baik stimulus visual, verbal dan
auditif akan dapat menyebabkan stimulasi hormon pertumbuhan, metabolisme energi menjadi normal dan imun respon lebih baik.
Terdapat beberapa perilaku menyimpang ibu di dalam pola pengasuhan anak yang berkaitan dengan status gizi, berdasarkan hasil penelitian Zuldesni 2007
menjelaskan bahwa perilaku menyimpang ibu di dalam memenuhi kebutuhan gizi anak dilakukan dengan berbagai cara seperti pemberian makanan dan cairan misalnya
pisang, air gula, madu, air teh, air tajin, dan kopi. Adapun alasan ibu memberikan makanan atau cairan tersebut antara lain adalah untuk menambah daya tahan tubuh
anak ibu memberikan cairan madu, air gula dan teh manis, agar anak tidak cengeng dan merengek ibu memberikan makanan selingan seperti pisang, bubur nasi dan air
teh, dan untuk mencegah panas yang tinggi step pada anak ibu memberikan air kopi.
Universitas Sumatera Utara
Apabila ibu bekerja, ibu selalu berusaha untuk menyusui anaknya terlebih dahulu sebelum berangkat ke luar rumah. Air tajin sering dibekali ibu kepada anak
sebagai pengganti ASI karena dianggap kandungan gizinya bagus. Selain itu ibu juga mampu melakukan tindakan yang baik di dalam pemberian makanan anak dan
mengetahui makanan tertentu yang bergizi yang dibutuhkan oleh anak. Makanan yang diberikan adalah berasal dari bahan makanan yang terjangkau dan tersedia untuk
seluruh masyarakat. Selanjutnya ibu juga mampu mengatur frekuensi pemberian makanan dan jenis makanan yang dipilih. Ibu membeli bahan makanan yang lagi
musim sebagai strategi untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga, karena harganya relatif lebih terjangkau. Supaya anak mau makan ibu menerapkan prinsip
tidak membolehkan anak jajan sebelum makan. Karena jika anak sudah dibiasakan jajan terlebih dahulu, maka anak akan susah untuk makan.
Perilaku dan kebiasaan keluarga penyimpang positif dalam pola pengasuhan adalah seperti memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, adanya peranan
ayah dalam pengasuhan, melibatkan keluarga luas seperti nenek, kakak dan tetangga dalam pengasuhan, berhubungan baik dengan tetangga. Perilaku dan kebiasaan
keluarga penyimpang positif dalam kebersihan seperti mencuci tangan sebelum makan, menutup makanan dengan tudung saji, memotong kuku 1x seminggu.
Kebiasaan-kebiasaan menuju sehat adalah kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan seperti memberikan imunisasi, pengobatan penyakit pada masa
kanak-kanak dan pencarian bantuan professional pada waktu yang tepat dapat memainkan peran penting dalam membantu memelihara kesehatan anak.
Universitas Sumatera Utara
Tempat berobat yang digunakan oleh ibu-ibu jika anaknya sakit diare, cukup beragam dan tergantung lamanya sakit. Untuk anak yang sakit diarenya hanya satu
hari, kebanyakan ibu-ibu tidak mengobatinya karena mereka menganggap mencret sehari biasa terjadi pada anak-anak. Bahkan ini dianggap sebagai tanda bahwa anak
bertambah usiabesar dan bertambah “kepandaian”. Sedangkan untuk sakit diare yang lebih dari dua hari, kebanyakan ibu-ibu memilih puskesmas dan bidan sebagai tempat
berobat. Perilaku dan kebiasaan keluarga PD dalam perilaku menuju sehat diantaranya adalah imunisasi yang lengkap, rajin ke posyandu, membuat makanan
khusus ketika anak sakit.
2.2. Status Gizi
Menurut Soekirman 2000 status gizi berarti keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau dua kombinasi dari
ukuran–ukuran gizi tertentu. Suhardjo 1986 mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan
makanan. Menurut Gibson 1989 dalam Turnif 2008 status gizi adalah tanda-tanda atau
tampilan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran oleh tubuh yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Status gizi
masyarakat yang utama digambarkan oleh status gizi anak balita dan wanita hamil. Oleh karena itu, sasaran utama dari program perbaikan gizi makro berdasarkan siklus
kehidupan adalah dimulai dari wanita usia subur, ibu hamil, bayi baru lahir, balita dan
Universitas Sumatera Utara