BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Menurut Undang Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, bahwa yang dimaksud dengan Bank
adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
1
Adapun bentuk dana yang dihimpun dari masyarakat adalah berupa Giro, Tabungan dan Deposito. Kegiatan ini dalam istilah perbankan biasa disebut
“funding”, sedangkan kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat adalah berbentuk Kredit atau Pembiayaan dan juga biasa disebut sebagai kegiatan
“landing”. Kedua kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang saling menguntungkan antara penyimpan dan peminjam.
Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada
si penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan
menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga
masyarakat berminat untuk menanamkan dananya.
2
1
Kasmir, BANK dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 25.
2
Kasmir Op.Cit hal. 26
Universitas Sumatera Utara
Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau dijualkan kembali ke
masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah Kredit. Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit
Debitur dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.
3
Bank sebagai fungsi intermediary demikian itu, secara teoritis dapat saja suatu bank dalam usahanya tidak mempunyai modal yang memadai karena dana
yang digunakan dalam pemberian kredit menggunakan dana masyarakat yang telah dihimpun. Perbedaan mendasar antara dana masyarakat yang disimpan pada
bank dengan pemberian kredit adalah dimana simpanan pada bank dapat diambil sewaktu-waktu berdasarkan perjanjian pembukaan rekening, sedangkan
pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat tidak dapat diambil sewaktu-waktu. Oleh karena itu, dalam banyak kasus, terdapat bank yang tidak
dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan dana masyarakat yang disimpan pada bank rush karena dana itu masih dimanfaatkan oleh masyarakat
lainnya dalam bentuk kredit, yang hanya dapat diminta setelah jatuh tempo pembayaran berdasarkan perjanjian kredit sehingga tidak dapat diminta sewaktu-
waktu untuk dikembalikan.
4
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia ini, kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat
penting, sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan yang paling besar dibanding dengan pendapatan dasar Fee
3
Ibid, hal 26.
4
Tri Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009, hal.1
Universitas Sumatera Utara
Base Income. Berbeda dengan bank di negara-negara yang ada dinegara maju, laporan keuangan menunjukkan bahwa komponen pendapatan bunga dibanding
dengan pendapatan jasa perbankan lainnya cukup berimbang.
5
Dalam praktik, masyarakat berhubungan dengan bank transaksinya didasarkan pada sebuah perjanjian. Perjanjian bank dengan nasabahnya dilandasi
kata sepakat dan mengikat kedua belah pihak bagaikan Undang-Undang. Jadi, nasabah dalam berhubungan dengan bank tunduk pada perjanjian yang
dibuatnya.
6
Pengertian perjanjian yang diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut :
“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila diperhatikan
rumusan Pasal 1313 KUH Perdata tampak kurang lengkap, karena pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian hanya salah satu saja. Padahal yang seringkali
dijumpai adalah di dalam perjanjian kedua belah pihak saling mengikatkan diri seperti perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar dimana para pihaknya
saling mengikatkan diri sehingga keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang timbal balik.
7
Apabila pihak bank menyetujui permohonan yang diajukan oleh calon debitur, maka pemberian kredit akan dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis
antara bank dengan debitur selaku pemohon kredit yang disebut sebagai perjanjian
5
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung, Alfabeta, 2002, hal.5
6
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta, Rineka Citra, 2009, hal. 152.
7
Gatot Supramono, Op.Cit hal.163.
Universitas Sumatera Utara
kredit bank. Dilihat dari bentuk prestasinya, maka perjanjian kredit adalah perjanjian yang prestasinya adalah memberikan sesuatu sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 1234 KUH Perdata, sehingga apabila para pihak dalam perjanjian kredit tidak memenuhi kewajibannya, maka masing-masing pihak
berhak menuntut pemenuhan prestasi baik disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi. Pada prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila bank
telah memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut didasarkan atas hasil analisis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan kemampuan
serta kesanggupan untuk membayar utangnya kepada bank. Itikad baik nasabah akan diperoleh bank dari data-data yang disampaikan oleh nasabah dalam
permohonan kreditnya.
8
Pemberian kredit oleh pihak bank kepada pihak debitur tidak terjadi begitu saja, tetapi harus melakukan informasi mengenai calon debiturnya dengan
menggunakan beberapa prinsip, dengan tujuan untuk mengurai risiko yang akan terjadi di kemudian akan terjadi yaitu:
1. Prinsip 3R, yaitu :
a. Returns, yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon
debitur setelah memperoleh kredit. b.
Repayment, yaitu perhitungan pengembalian dana, dari kegiatan yang mendapatkan pembiayaan atau kredit.
c. Risk Bearing Ability, yaitu perhitungan besarnya kemampuan debitur
dalam menanggapi resiko yang tidak terduga.
8
Op.Cit, hal.158.
Universitas Sumatera Utara
2. Prinsip 4P, yaitu :
a. Personality, maksudnya mencari data lengkap dari kepribadian debitur.
b. Purpose, maksudnya tujuan penggunaan kredit apakah digunakan untuk
kegiatan yang bersifat konsumtif atau produktif. c.
Prospect yaitu bank melakukan analisis yang cermat menyangkut masa depan dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh debitur.
d. Payment, yaitu mengenai cara pembayaran atau pelunasan kredit dalam
jangka waktu yang telah ditentukan. 3.
Prinsip 5C, yaitu : a.
Character, yaitu pihak bank harus mengetahui watak dan sifat-sifat dari calon debiturnya.
b. Capacity, yaitu kemampuan debitur dalam memimpin suatu perusahaan
dengan baik dan benar. c.
Capital, yaitu ppermodalan dari debitur apakah sehat atau pun tidak sehat. d.
Condition of Economi dalah kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit pada khususnya.
e. Collateral, yaitu kemampuan calon debitur untuk memberikan agunan,
memenuhi persyaratan yang ditentukan bank.
9
Cara penilaian yang demikian bukan hal yang baru bagi bank karena dalam UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok – Pokok Perbankan prinsip tersebut
9
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2001, hal.246-250
Universitas Sumatera Utara
sudah diatur dan bank selalu mempraktikkannya sejalan dengan prosedur pemberian kredit.
10
Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-
data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit
untuk ditagih macet.
11
Macetnya kredit yang diberikan dapat disebabkan faktor eksternal maupun internal. Faktor internal berkaitan erat dengan keadaan didalam internal usaha
debitur itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi secara keseluruhan yang berada di luar kekuasaan debitur.
12
Secara umum kredit bermasalah macet merupakan kredit yang dapat menimbulkan persoalan, bukan hanya terhadap bank sebagai lembaga pemberi
kredit, tetapi juga terhadap nasabah penerima kredit, karena itu bagaimanapun juga kredit itu harus diselesaikan dengan berbagai cara. Jika kredit menjadi kredit
bermasalah, maka secara tidak langsung juga akan merugikan masyarakat pemilik dana. Dengan adanya kredit bermasalah tersebut itu berarti adanya suatu kesulitan
yang memerlukan pemecahan atau suatu kendala yang mengganggu pencapaian tujuan atau kinerja yang optimal.
13
10
Ibid hal 158.
11
Kasmir,Op.Cit. hal. 97.
12
Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, Alumni, Bandung, 2009, hal.68
13
As.Mahmoedin, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,2002, hal.1
Universitas Sumatera Utara
Salah satu contoh permasalahan pemberian kredit adalah debitur melakukan wanprestasi terhadap jangka waktu pengembalian baik berupa
tunggakan maupun pelunasan kredit itu secara menyeluruh. Risiko yang timbul bagi pihak bank adalah berupa kerugian material yang di akibatkan tertundanya
pembayaran angsuran pokok maupun bunga. Dengan demikian tertunda kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan bunga maupun menerima
kembali hutang pokok. Sementara disisi lain pihak bank dalam hal membayar bunga simpanan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito tidak ada mengalami
penundaan bahkan sudah otomatis pembayarannya oleh sistem yang dimiliki oleh bank itu sendiri. Dari sisi debitur menerima resiko pembebanan denda atas
keterlambatan pembayaran yang dalam hal ini menambah biaya dan apabila penundaan tersebut sampai kepada gagal bayar sesuai dengan klasifikasi kualitas
kredit yang ditentukan maka jaminan tersebut akan dijual atau dilelang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan demikian pihak PT. Bank Sumut harus benar-benar menerapkan prinsip-prinsip pemberian kredit untuk mengindari risiko kredit bermasalah.
Selain itu, itikad baik dan kesadaran dari nasabah PT.Bank Sumut juga menentukan bagi kelancaran pengembalian kredit yang telah diberikan oleh pihak
bank. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan diatas dan
dengan adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam proses pemberian kredit, maka sesuai dengan jurusan penulis yaitu “Perdata BW”, maka penulis
terdorong untuk menulis dan akan dituangkan didalam skripsi yang berjudul :
Universitas Sumatera Utara
“Tinjauan Hukum Tentang Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada PT. Bank Sumut Cabang Kisaran”.
Universitas Sumatera Utara
I. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa permasalahan pokok dalam skripsi ini yaitu :
1. Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kredit bermasalah pada PT.Bank
Sumut Cabang Kisaran ? 2.
Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Kisaran untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah ?
3. Bagaimana prosedur dan pelimpahan kredit bermasalah pada PT. Bank Sumut
Cabang Kisaran kepada pihak KPKNL ?
J. Tujuan Penulisan