commit to user
c. Langkah-langkah
Penerapan Pendekatan
Antropologi Sastra
terhadap Novel
Ca Bau Kan
Kajian antropologi dimanfaatkan untu k mengungkap nilai-nilai budaya dalam
Ca Bau Ka n
yang terbagi dalam wu jud-wujud budaya. Menurut Ko entjaraningrat 2002: 186-187 kebudayaan terb agi dalam tiga
wujud, yakni 1 kompleksitas id e, gagasan, nilai, no rma, d an peraturan; 2 komp leksitas aktivitas serta tindaka n berpola dari manu sia dalam
masyarakat; dan 3 wu jud fisik atau benda karya manusia. Wu jud pertama atau kompleksitas ide merupakan wujud
kebudayaan yang bersifat abstrak. Lokasinya berada dalam alam pikiran warga masyarakat yang memiliki kebudayaaan tersebut Koentjaraningrat,
2002: 187. Ide-ide d an gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup dalam masyarakat dan memb eri jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan-
gagasan tersebu t selalu b erkaitan menjad i satu sistem. Para ahli antropologi dan sosio logi menyebut sistem terseb ut seb agai sistem b ud aya
atau
cultura l sistem
. Wu jud ideal budaya ini dalam bahasa Indonesia juga dikenal sebagai
a da t
, atau
a da t-istiada t
untuk bentuk jamaknya. Terkait wujud ideal dari kebudayaan ini, C. Kluckhohn dan F.
Kluckhohn dalam Koentjaraningrat, 2002 :191 mengungkapkan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap keb udayaan itu mengenai lima m asalah
dasar dalam kehidupan manusia. Atas d asar konsepsi tersebut, ia menyatakan bahwa tiap sistem nilai b udaya dalam tiap kebudayaan itu
mengenai lima masalah dasar d alam kehidupan manusia. Lima masalah
commit to user
dasar tersebut adalah 1 masalah mengenai hakika t dari hidup manusia, 2 masalah mengenai hakikat dari karya manusia, 3 masalah mengenai
hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu, 4 masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan 5 masalah
mengenai hakikat dari hubu ngan manusia dengan sesamannya.
Berdasarkan teori tersebut, kajian terhadap kompleksitas ide dalam novel
Ca Ba u Ka n
selanjutnya akan diarahkan pada lima masalah dasar tersebut. Wu jud kedua dari kebudayaan atau disebu t sistem sosial terkait
dengan tindakan berpola dari manusia itu sendiri Koentjaraningrat, 2002: 187. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
berinteraksi, b erhubu ngan, serta bergaul satu sa ma lain d ari waktu ke waktu , selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan ad at tata
kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manu sia dalam su atu masyarakat, sistem so sial itu bersifat konkret, terjad i di sekeliling kita sehari-hari, b isa
diobservasi, difoto, dan dido kumentasi. Kajian tentang kompleksitas aktivitas ini selanjutnya diperdalam
dengan memfokuskan kajian pad a “pranata” yang menjadi pola aktivitas manusia. Menuru t Koentjara ningrat 2002: 163, pranata adalah suatu
sistem norma khusu s yang menata suatu rangkaian tindakan berpo la mantap guna memenuhi suatu keperlu an khu sus dari manusia dalam
kehidupan masyarakat. Istilah pranata, yang d alam bahasa Inggris disebut
institution,
dikenal sebagai sistem -sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat berinteraksi menurut po la-pola resmi.
commit to user
Penggunaan istilah pranata ini b ertujuan untuk membedakan tindakan interaksi antarind ividu dalam rangka kehidupan masyarakat menurut pola-
pola resmi maupun tid ak resmi. Para ahli sosiolo gi telah menggolongkan pranata berd asarkan
fungsi dari pranata-pranata u ntuk memenuhi keperluan hidup manusia seb agai warga masyarakat Koentjaraningrat, 2002: 166. Pranata-pranata
tersebut ad alah 1 pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerab atan, yaitu yang sering disebut
kinship
atau
domestic institution s
, 2 pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun,
menyimpan, mendistribusi hasil p roduksi dan harta adalah
economic institution s,
3 pranata yang berfungsi memenuhi keperluan p enerangan dan pend idikan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna
adalah
educa tiona l institutions,
4 pranata yang b erfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia, me nyelami alam semesta sekelilingnya, adalah
scientific institu tions
, 5 pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa keind ahannya dan rekreasi adalah
a esthetic a nd recrea tiona l institutions,
6 pranata yang berfungsi memenuhi keperlu an manusia untuk berhu bu ngan dengan dan b erb akti
kepad a Tuhan atau dengan alam gaib, adalah
religiou s institutions,
7 pranata yang b erfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan
mengelola keimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat ad ala h
politica l institutions,
8 pranata yang berfungsi m emenu hi keperluan fisik
commit to user
dan kenyamanan hid up manusia adalah
soma tic institutions.
Semua pranata di atas walau pu n mungkin tidak lengkap, tetap i diharap kan mampu
mewakili semua kompleksitas aktivitas manu sia yang dinamis. Wujud ketiga dari keb ud ayaan disebu t kebudayaan fisik Koentjaraningrat, 2002:
188. Wu jud ketiga atau hasil keb udayaan itu mungkin tidak memerlukan
banyak penjelasan karena berupa seluru h total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya
paling ko nkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba dan dilihat. Akan tetapi, klasifikasi konkret tetap dipand ang perlu u ntuk lebih
memfokuskan kajian. Sebagai bahan untuk memfokuskan kajian terhadap hasil
kebudayaan, d igunakan tujuh unsur kebudayaan universal. Hal ini berdasarkan pernyataan Koentjaraningrat, 2002:189 yang menyatakan
bahwa semu a unsur kebudayaan d apat dipandang d ari sudut ketiga wujud kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaa n tersebu t melip uti bahasa, sistem
pengetahuan, o rganisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tekno lo gi, sistem
mata pencaharian
hidup, sistem
religi, dan
kesenian Koentjaraningrat, 2002: 203 -204.
Ketiga wujud dari kebudayaan di atas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu d engan yang lain. Kebudayaan ideal dan
adat istiad at mangatur dan memberi arah kepada tindakan d an kar ya manusia. Baik pikiran-pikiran d an ide-ide, maupun tindakan dan karya
commit to user
manusia, menghasilkan b end a-benda kebudayaan fisikn ya. S sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suat lingkungan hidup tertentu yang makin
lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara b erpikirnya.
d. Kebudayaan Masyarakat Tionghoa di Indonesia