Struktur Novel Hakikat Novel

commit to user yaitu novel yang menceritakan pelaku secara ko mp leksitas menyeluruh dan se gala seluk beluknya. Novel kolektif tid ak mementingkan individu masyarakat secara kolektif.

b. Struktur Novel

1 Unsur Intrinsik Novel merup akan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempu nyai bagian- bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat d an saling menggantu ngkan. Jika no vel dikatakan sebagai su atu to talitas, u nsur, kata, bahasa, misalnya menjadi salah satu bagian d ari totalitas itu, salah satu unsur pembangu n cerita itu, sala h satu subsistem o rganisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel, juga sastra p ada umumnya, menjadi berwujud Burhan Nu rgiyantoro, 2010: 23. Herman J. Walu yo dan Nu graheni Eko Wardani 2008 : 10 membagi unsur-unsur intrinsik prosa fiksi terdiri dari: tema cerita, plot atau kerangka cerita, penokohan dan p erwatakan, setting atau tempat cerita atau latar, sudut pengarang atau poin t of view , latar b elakang atau ba ck ground , dialog atau percakap an, gaya b ahasa atau gaya cerita, waktu cerita dan waktu penceritaan, serta amanat. Berdasarkan uraian di atas, dapat diuraikan unsur intrinsik pembangu n nove l terdiri d ari unsur berikut. commit to user a Tema Tema ad alah gagasan poko k d alam cerita fiksi. Suminto A. Sayuti 2000 : 97 menyatakan bahwa tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Pend apat yang hampir sama diu ngkap kan oleh Panuti Sud jiman 1988: 51 yang men yatakan bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra. Brooks dalam Henry Guntur Tarigan, 1985: 125 menyatakan sebu ah definisi tentang tema. M enurutnya, tema ad alah pandangan hid up tertentu atau p erasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yeng membentuk dan membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra. Secara lebih khusus d alam prosa fiksi. Aminuddin 2004: 91 menambahkan bahwa tema adalah ide yang mendasari su atu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema pada intinya merupakan dasar cerita, dasar tersebu t bisa b erupa pandangan tertentu seorang penulis terhadap kehidupan atau nilai-nilai dalam kehidupan. Berpijak d ari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpu lkan bahwa u ntuk menemukan tema dalam seb uah karya fiksi haru s dapat menyimpulkan isi seluruh cerita, tidak hanya mengetahui sep oto ng-poto ng bagian tertentu dari cerita. Eksistensi atau kehadiran tema adalah terimplisit d an merasuki keseluruhan cerita, commit to user inilah yang menyebabkan kemungkinan kecil terjadinya p elu kisan la ngsung. Hal ini menyebabkan su litn ya menafsirkan tema. Ada beberapa hal yang harus dip erhatikan seorang pembaca dalam melakukan analisis tentang tema. Aminuddin 2004 : 91 menyebutkan bahwa tema merupakan kaitan hu bu ngan antara makna dengan tu juan pemaparan prosa fiksi oleh pengarang. Sehubu ngan d engan pendapat tersebut, ia me nyatakan p embaca terleb ih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tuju an penciptaan pengarangnya. Tiga hal terseb ut yang harus d ilakukan seorang pembaca dalam memahami tema sebu ah karya sastra khu susnya prosa fiksi. b Alur atau Plot Alur merupakan unsu r fiksi yang penting, bahkan b anyak orang yang berpendapat sebagai hal ya ng terpenting diantara unsur fiksi yang lain. Kejelasan alu r, berkaitan erat dengan kejelasa n yang b erkaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier, yang akan mempermudah p emahaman pembaca terhadap cerita yang dibacanya Bu rhan Nu rgiyanto ro, 2010: 110 . Menurut Brooks dalam Henry Guntu r Tarigan, 1985: 126 alur adalah struktur gerak yang terd ap at dalam fiksi atau drama. Aminu dd in 2004: 83 menambahkan bahwa alur adalah rangkaia n commit to user cerita yang dib entu k oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menja lin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Secara lebih singkat, Jakob Su mardjo 2005: 15 menyatakan “ plot ialah yang menggerakkan kejadian cerita”. Dari beb erapa pendapat tersebu t dap at disimpulkan b ahwa plo t atau alur adalah sebuah struktur yang dibentuk dari sejumlah peristiwa dan berfu ngsi menggerakkan peristiwa yang dihadirkan oleh p elaku, sehingga menjad i jalinan penggerak d alam sebuah cerita fiksi. Terdapat beberapa versi dalam p enggamb aran alur. Henr y Guntur Tarigan 1985: 126 menggambarkan alur b ergerak dari suatu p ermu laan beginning melalui su atu pertengahan middle menuju suatu akhir en ding, yang dalam dunia sastra dikenal dengan eksposisi, komplikasi, d an resolusi denoument . Pendap at senada, namu n dengan versi berbed a dinyatakan Loban dalam Aminu dd in, 2004: 84 yang menggambarka n gerak tahapan alur la yaknya gelombang. Tahap tersebut antara lain: 1 eksposisi, 2 komplikasi, 3 klimaks, 4 revelasi atau penyingkapan tabir suatu problema, dan 5 denouement atau penyelesaian. Lebih lanju t, Adelstein Pival dalam Herman J. Waluyo, 2011: 12 menjelaskan b ahwa pada prinsipnya alur cerita terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1 alur awal, terdiri dari pap aran eksposition , rangsangan inciting moment , dan penggawata n rising a ction ; 2 alur tengah, terd iri atas pertikaian conflict , commit to user peru mitan co mplica tion , dan klimaks atau puncak penggawatan clima x ; 3 alur akhir, terdiri dari perleraian fa lling a ction , dan penyelesaian denoument . Alur cerita tersebut dapat d igambarkan sebagai b eriku t: Clima x Co mplica tion Conflict fa lling Rising a ction fa lling a ction In citing moment Exposition denouement Gambar 1: Plot Prosa Fiksi Adelstein Pival dalam Herman J. Waluyo, 2011: 12 Exsposition atau eksp osisi ad alah paparan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-to koh cerita. Inciting moment adalah peristiwa mulai terjad inya problem-problem yang ditampilkan pengarang kemu dian ditingkatkan mengarah pada p eningkatan problem. Rising a ction commit to user ad alah peningkatan ad anya permasalahan yang dap at meningkatkan konflik. Co mplica tion adalah konflik yang terjadi semakin genting. Permasalahan seb agai sumber konflik sudah saling berhadapan. Clima x adalah puncak dari terjadinya konflik cerita yang berasal dari peristiwa-peristiwa yang terjadi seb elumnya. F a lling a ction adalah peredaan konflik c erita. D enou ement adalah penyelesaian yang dip aparkan oleh pengarang dalam mengakiri penyelesaian ko nflik yang terjad i. c Tokoh dan Penokohan 1 Tokoh Tokoh adalah para p elaku yang terdapat dalam sebuah cerita, no vel atau cerita fiksi. Burhan Nu rgiyantoro 2010: 65 menggunakan istilah toko h untuk menunju k pada orangnya, pelaku cerita, sed angkan watak, p erwatakan, dan karakter menunjuk sfat d an sikap para tokoh yang d itafsirkan para pembaca. Bedasarkan peran d alam sebuah cerita tokoh dap at terbagi menjadi dua, yaitu protagonist d an antagonis Herman J. Walu yo dan Nugraheni Eko Wardani, 2 008: 28. To koh protagonis ad alah tokoh yang mend ukung jalannya cerita ya ng mendatangkan rasa simpati atau baik. Tokoh antagonis merupakan kebalikan dari tokoh pantago nis yang menentang alur cerita yang menimbulkan perasaan b enci pada si pembaca. commit to user 2 Penokohan Penokohan dalam cerita rekaan tid ak dap at d ilepaskan hubungannya dengan tokoh. Istilah to koh menu njukan pad a pelaku dalam cerita, sed angkan p enokohan menunjukan pada sifat, wata k atau karakter yang melengkapi dari tokoh tersebut. Penokohan adalah pelukisan gamb aran yang jelas tentang seseo rang yang ditampilka n dalam sebuah cerita Burhan Nurgiyantoro, 2010: 165. Ada beberap a cara pengarang untuk menggambarkan watak tokoh-toko hnya. Menurut Herman J. Walu yo dan Nugraheni Eko Wardani 2008: 32 cara p enggambaran watak toko h antara lain: 1 penggamb aran secara langsu ng, 2 secara la ngsung dengan diperindah, 3 melalu i pernyataan ole h toko hnya sendiri, 4 melalui dramatisasi, 5 mela lu i pelu kisan terhadap kead aan sekitar pelaku, 6 melalui analisis psikis pelaku, dan 7 melalui dialog pelaku-pelakunya. Lebih lanjut, Aminuddin 2004: 80 cara penggambaran watak tokoh antara lain: 1 tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, 2 gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingku ngan kehidupann ya, maupun caranya berpakaian, 3 menunjukkan bagaimana perilaku nya, 4 melihat b agaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya send iri, 5 memahami bagaimana jalan pikrannya, 6 melihat commit to user bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, 7 melihat bagaimana to koh lain berbincang d engann ya, 8 melihat bagaimana tokoh-tokoh lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan 9 melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya. d Latar atau Setting Menurut Herman J. Waluyo dan Nugraheni Eko Wardani 2011: 23 pengertian seting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejad ian cerita dap at berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis. Namu n seting dapat dikaitkan denga n tempat dan waktu. Senad a dengan pendapat tersebut, latar atau setting , menu rut Aminuddin 2004: 68 terbagi menjadi dua jenis, yakni latar fisik dan latar psikologis. Latar fisik berhubungan dengan tempat, waktu dalam lingkungan tertentu . Sedangkan latar psiko logis ad alah lingkungan atau benda-benda dalam lingkunga n tetentu yang mampu mengajak emo si p embaca. Setting fisikal han ya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting psiko logis dapat berupa suasana maupun sikap, jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu. Sedangkan Burhan Nurgiyantoro 2010: 216 menyatakan bahwa latar adalah segala keterangan petunjuk, pengacauan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjad inya peristiwa dalam cerita. Berdasarkan beberapa pendapat d i atas dap at commit to user disimpulkan bahwa latar merupakan su atu tempat terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan waktu , ru ang, dan suasana dalam cerita. Latar dalam cerita berfu ngsi sebagai pendukung cerita. Wahyud i Siswanto 2008: 151 menyebutkan fungsi latar yang berguna untuk mengembangkan cerita, penjelas temp at, waktu dan suasana, sebagai simbol atau lambang peristiwa, menggambarkan watak tokoh, suasana cerita atau atmosfer, alur, d an tema cerita. Latar secara oto matis akan mengikuti perub ahan peristiwa yang membentuk sebuah alu r. Latar ju ga seringkali dideskripsika n sebagai bagian eksposisi d alam sebuah cerita fiksi. Latar secara otomatis akan mendukung p enceritaan seorang tokoh dalam sebuah fiksi. Misalnya ketika akan menceritakan tokoh petani yang rajin, pengarang akan memilih latar yang sesuai, misa lnya di sebuah sawah, pada pagi hari, dan sebagain ya. Oleh sebab itu, peran latar baik latar tempat, latar waktu, maupun latar suasana sangat menentukan keindahan dalam cerita fiksi. e Sudut Pandang Pengarang Point of View Sudu t pandang merup akan salah satu unsur fiksi yang penting, dan menentukan. Sudut p andang mempunyai hubunga n psiko logis dengan pembaca. P emb aca membutuhkan persepsi yang jelas mengenai sudut pand ang mengenai cerita, karena commit to user pemahaman sebuah no vel dapat dipengaruhi o leh kejelasan dari sudut pandang. Ship ley sep erti yang diku tip Herman J. W alu yo dan Nugraheni Eko Wardani 2008: 38 menyebu tkan ad anya 2 jenis poin t of view , yaitu inter na l po int of view dan externa l point of view . Internal point of view terdiri dari dua macam, yaitu: 1 toko h yang bercerita; 2 pencerita menjad i salah seo rang pelaku; 3 sudut pand ang akuan; 4 pencerita seb agai tokoh sampinga n dan bukan tokoh hero. Sementara untuk gaya ekternal point of view ada dua jenis, yaitu; 1 gaya diaan; d an 2 penampila n gagasan dari to koh-tokohnya. Henry Guntur Tarigan 1985: 139 menyatakan bahwa sudut pandang dinamakan juga pusat narasi. Ia membagi pusat narasi menjadi empat, yakni 1 tokoh utama dapat menceritaka n ceritanya sendiri, dalam hal ini pusat tokoh identik dengan pusat narasi, 2 cerita disampaikan oleh peninjau yang merupakan partisipan dalam cerita itu, 3 observer au thor dimana p engarang cerita b ertind ak seb aga i peninjau saja, dan 4 cerita dapat dituturkan o leh pengarang orang ketiga atau omniscient a uthor . Sela njutnya, Aminuddin 2004 : 90 menyatakan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan p ara pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandang meliputi 1 na rra tor commit to user omniscien t , 2 na rra tor obser ver , 3 na rra tor observer omniscien t , dan 4 na rra tor th e third person omniscient . Dengan demikian d apat disimpulkan b ahwa sudut pandang pengarang adalah cara pandang pengarang untuk dapat menjelaskan dalam menyampaikan sebu ah cerita agar dap at dip ahami pembaca. f Gaya Bahasa atau Gaya Penceritaan Gaya penceritaan, atau style menurut Aminuddin 2004: 22 ad alah cara seorang pengarang menyampaikan gagasann ya dengan menggunakan med ia bahasa. Dalam wacana sastra pengarang akan menggunakan kata yang bermakna pad at, reflektif, asosiatif, dan bersifat ko notatif. Oleh karena itulah, masalah gaya berka itan dengan masalah gaya dalam bahasa itu send iri. W ah yudi Siswanto 2008 : 162 menyebutkan gaya penceritaan mencaku p teknk penulisan dan teknik penceritaan. Teknik penu lisan adalah teknik yang d igu nakan pengarang dalam menulis karya sastranya. Teknik penceritaan adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyajikan karya sastranya seperti teknik pemandangan, teknik ad egan, teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi. Menurut Aminuddin 2004: 23, gaya memiliki u nsur- unsur, yaitu 1 pilihan kata dari setiap pengarang, 2 penataan kata dan kalimatnya, dan 3 nu ansa makna serta suasana penuturan yang d isamp aikannya. Ga ya p engarang tentunya commit to user berkaitan langsung dengan ekspresi. Ga ya menjad i alat seorang pengarang dalam menyampaikan gagasannya. S ehingga meskipu n pada tema yang sama, seorang pengarang akan memiliki ga ya yang berbeda dalam menceritakannya. 2 Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik adalah u nsur-unsur yang berada di lu ar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaru hi bangunan atau sistem organisme kar ya sastra. Unsur ekstrinsik berperan sebagai u nsur yang memengaruhi bangunan sebu ah cerita. Unsu r ekstrinsik novel adalah unsur pembentuk cerita yang berasal dari luar karya sastra, sep erti karya sastra dengan lingkungan, karya sastra dengan pembaca, karya sastra dengan p engarang dan karya sastra d engan penerb itn ya. Selain itu, unsur ekstrinsik juga lebih banyak berko nsentrasi p ada peristiwa dan sudut pandang penceritaan. M enuru t Bu rhan Nu rgiyantoro 2007: 24, unsur ekstrinsik novel adalah unsur yang berad a di lu ar karya sastra, tetap i secara tidak langsung mempengaruhi bangunan sistem organisme kar ya sastra. Sementara itu Wellek d an Austin Warren dalam Burhan Nu rgiyanto ro, 2007: 24 menjelaskan b ahwa unsur yang dimaksud antara lain adalah subjektivitas individu pengarang ya ng memiliki sikap, keyakinan dan commit to user pandangan hidup yang semuanya itu akan berpengaruh pada karya sastra yang ditulisnya. Unsur sosiolo gi, b iografi pengarang, keadaan masyarakat pengarang, lingkungan ekonomi, sosial dan budaya pengarang dapat menentukan ciri karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik lain misalnya p andangan hidup su atu bangsa. Jadi dapat ditarik ke simp ulan bahwa unsu r ekstrinsik sangat berpengaruh besar terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan sudu t pand ang p engarang yang memiliki perbedaan lingkungan ekonomi, sosial dan budaya.

2. Hakikat Pendekatan Antropologi Sastra