Metode Bimbingan Rohani Bimbingan Rohani

Dalam istilah yang lain teknik ini disebut dengan “rational-emotif therapy”, atau model „RET‟ yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis ahli psikologi klinis. Dalam pelayanan bimbingan dan penyuluhan konseling, teknik ini dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak logis tidak rasional yang disebabkan dorongan emosinya yang tidak stabil. Pelayanan teknik dan pendekatan rasional-emotif merupakan bentuk terapi yang berupaya membimbing dan menyadarkan diri klien, sesungguhnya cara berpikir yang tidak rasional itulah yang menyebabkan terjadinya gangguan-gangguan emosionalnya. Maka dalam layanan ini konselor membantu klien dalam membebaskan diri dari caracara berpikir atau pandangan-pandangannya yang tidak rasional, dan selanjutnya diarahkan ke arah cara-cara berpikir yang lebih rasional. g. Teknik Konseling Klinikal Pelayanan bimbingan dan penyuluhan konseling dengan menggunakan teknik klinikal menitikberatkan pada pengembangan kemampuan klien sesuai dengan latar belakang dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan teknik klinikal tidak semata-mata berorientasi kepada pengembangan intelektul, tetapi juga berorientasi juga kepada kemampuan personal secara keseluruhan, baik jasmani maupun rohani. Pada teknik ini, bantuan atau pelayanan yang diberikan tidak sebatas mengungkapkan masalah-masalah klien atau membimbing memecahkannya. Namun selanjutnya, konselor membantu mengarahkan klien kepada kemungkinan atau peluang-peluang yang bisa bermanfaat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 29 29 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Konseling Islam, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 131-134.

3. Tujuan dan fungsi bimbingan

Dalam rumusan emistimologi temuan dakwah dinyatakan bahwa bimbingan dalam islam bertujuan menginternalisasikan, mengeksternalisasikan dan mentransformasikan system ajaran islam kedalam kehidupan individu, keluarga dan kelompok kecil atas dasar masalah khusus dalam semua kehidupan yang berdampak pada kehidupan individu dan keluarga serta lingkungan sosial. Bimbingan pribadi dan keluarga dengan menggunakan konseling islam sesuai dengan konteks masalah dan pemecahan problem psikologi mental-spritual dengan menggunakan pendekatan psikoterapi islam. Selanjutnya rumusan tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut: 1. Melakukan bimbingan mengenai tata cara pengamalan islam, memahami dan melaksanakan ajaran islam dengan benar, sesuai dengan ketentuan Al-quran dan sunah Rasul. 2. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah yang timbul sebagai efek dari interaksi personal dan kelompok keluarga dengan pendekatan islam. 3. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah psikologis keluarga dan komunitas muslim, karena adanya masalh internal keluarg yang terjadi pada salah satu anggota keluarga itu, dengan menerapkan bimbingan dan psikoterapi islam. 4. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau kejiwaan individu dan keluarga yang timbul karena penyakit fisik yang dideritannya, seperti depresi yang di alami pasien rumah sakit, maka bimbingan bertujuan memberikan memberikan terapi terhadap emntalnya, sehingga dapat mempercepat penyembuhan sakit fisik yang dideritanya. 5. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental-spritual yang di alami penyandang masalah-masalah sosial dsan cacat fisik pada lembaga-lembaga rehabilitasi sosial, seperti tunanetra, ketergantungan zat adiktif narkoba, wanita tuna susila WTS dan sebagainya. 6. Membantu mengatasi dan memecahkan masalah mental atau spiritual yang di alami para tahanan nara pidana dirumah tahanan rutan dan lembaga pemasyarakatan lapas. Serta pembinaan mental pada anak jalanan anjal, panti jompo dan masalah sosial lainnya. Memberikan bimbingan bagi karyawan, tenaga kerja dan prajurit guna meningkatkan kinerja dan produktifitas kerja dengan pendekatan islam.

B. Pengertian Warga Binaan Sosial

Warga Binaan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang mendapat pelayanan dan binaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan warga binaan sosial kepada Lanjut Usia lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia di atas 60 enam puluh tahun. Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia adalah proses penyuluhan sosial, bimbingan, konseling, bantuan, santunan dan perawatan yang dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia atas dasar pendekatan pekerjaan sosial. Sistim panti adalah bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan kedalam suatu lembaga tertentu panti sedangkan luar panti non panti merupakan bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan di luar lembaga tertentu panti misalnya keluarga, masyarakat dan lain-lain. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia adalah proses kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang berkoordinasi mulai dari tahap perencanaan, yang dilaksanakan oleh lembaga baik formal maupun informal. Perlindungan sosial adalah upaya Pemerintah dan masyarakat untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar. Aksesbilitas adalah kemampuan untuk menjangkau dan menggunakan pelayanan dan sumber-sumber yang seharusnya diperoleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Dalam mewujudkan pelayanan kesejahteraan sosial, maka program pokok yang dilaksakan antara lain: 1. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti 2. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Luar Panti 3. Kelembagaan Sosial Lanjut Usia 4. Perlindungan Sosial dan Aksesibilitas Lanjut Usia.

C. Pengertian Panti Sosial

Secara etimologi panti sosial berarti rumah, tempat kediaman yang diberlakukan untuk kemasyarakatan. Secara konseptual dapat dikemukakan bahwa panti sosial adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial. Panti sosial adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sehari-hari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya. Panti Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Panti. Panti sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerja sama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 30 Dalam melaksanakan tugasnya, panti sosial menyelenggarakan fungsinya antara lain sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan 2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnose sosial dan perawatan 3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik dan keterampilan 4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut 5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi 6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial 7. Pelaksanaan urusan tata usaha. 30 Keputusan Mentri sosial Republik Indonesia, tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta 2003