Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Magaguna Jakarta Selatan

(1)

TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 03

MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

RIZAL KHOERUL HAQ

1111104000044

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizal Khoerul Haq

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 07 Oktober 1993

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Nagrak RT 04/06 No. 42 Kp. Cangkuang Kec. Cangkuang Bandung Jawa Barat

Telepon/Handphone : 085720849797

E-mail :rizalkhoer@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan :

1. TK Al-MUDIYAH (1999-2000)

2. SDN SETRAGALIH II (2000-2006)

3. SMPN I KATAPANG (2006-2009)

4. SMAN I KATAPANG (2009-2011)

Pengalaman Seminar, Pelatihan, Workshop dan Talk Show:

1. Pelatihan Pertolongan Pertama pada Mahasiswa “Tau Trik Pasti Bisa

Nolong..!!”Tahun 2011

2. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public Health” Tahun 2011


(7)

vi Tahun 2012

4. Seminar Nasional Keperawatan “NANDA, NIC, NOC: Concept, Implementation, and Inovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” Tahun 2013

5. Workshop Keperawatan “NANDA, NIC, NOC: Concept, Implementation, and Inovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” Tahun 2013 6. Seminar Nasional “Kekerasan Seks pada Anak dan Remaja, Peran Perawat &

Keluarga” Tahun 2014

7. Talk Show “IMA Youth Forum: Part of Indonesia MDG Awards 2013” Tahun 2014

8. Pelatihan “SEFT Total Solution Training” Tahun 2014

9. Pelatihan “Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiovascular Life Support” Tahun 2015

10.Seminar Nasional keperawatan “ENTERPRE-NURSE: Konsep, Peluang dan Kebijakan Praktik Mandiri Keperawatan untuk Mnghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015” Tahun 2015


(8)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Juni 2015

Rizal Khoerul Haq, NIM: 1111104000044

HUBUNGAN SALAT BERJAMAAH DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 03 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

(xxi + 81 Halaman + 9 Tabel + 2 Gambar + 6 Lampiran) ABSTRAK

Lansia merupakan tahap akhir pertumbuhan manusia, saat seseorang memasuki tahap lansia maka mereka akan mengalami berbagai perubahan yang rentan menimbulkan depresi. Depresi pada lansia dapat menyebabkan keadaan tidak bermotivasi sosial, hilangnya perhatian pada keadaan sekitar serta bunuh diri, oleh karena itu dibutuhkan kegiatan yang dapat dijadikan usaha preventif pencegahan depresi pada lansia. Salat berjamaah merupakan ibadah yang dalam pelaksanaannya melibatkan dimensi spiritual, emosional, fisik dan interaksi yang dapat menumbuhkan kedekatan pada Allah Swt. maupun sesama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional pada 30 responden lansia yang memiliki kebiasaan rutin melaksanakan salat berjamaah di masjid. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner salat berjamaah dan kuesioner depresi. Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasispearmandiperolehr=-0,657 dengan P-value 0,000 sehingga Ha diterima. Hasil penelitian secara umum menunjukan ada hubungan kuat antara salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan dengan arah negatif (-).

.

Kata kunci : Shalat Berjamaah, Depresi, Lansia Daftar Bacaan : 93 (1998-2015)


(9)

viii Undergraduated Thesis, June 2015

Rizal Khoerul Haq, NIM : 1111104000044

RELATIONS BETWEEN CONGREGATIONAL PRAYERS WITH

DEPRESSION ON ELDERLY AT PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 03 MARGAGUNA SOUTH JAKARTA

(xxii + 81 Pages+ 9 Tables + 2 Figures + 6 Appendixes) ABSTRACT

Elderly is the final stage of human growth, when a person enters elderly stage, they will experiencing a variety of changes that cause depression. Depression in the elderly can lead to absence of social motivation, loss attention to the situation around and suicide, therefore it’s required activities that can used as effort of depression preventive in the elderly. Congregational prayers is a worship which in practice involves a spiritual dimension, emotional, and physical interaction that able to make someone be closer to Allah Swt. as well as fellow. The purpose of this study was to determine the relationship between the congregational prayers with depression rate in the elderly at Panti SosIal Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna South Jakarta. This type of research is quantitative with cross sectional study of 30 elderly who have a habit perform congregational prayers in the mosque routinely. Data collected by using congregational prayers questionnaire and depression questionnaire. Statistical test results obtained using Spearman correlation r = -0.657 with P-value 0.000 so it means Ha accepted. Research results generally showed there is strong relationship between prayer in congregation with depression rate in the elderly at Panti SosIal Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna South Jakarta with negative direction (-).

Keywords : Congregational prayers, Depression, Elderly Reference : 93 (1998-2015)


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji adalah bagi Allah Swt., kita memuji, memohon pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya, serta kepada-Nya pula kita berlindung dari keburukan diri dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah Swt. maka tidak akan ada satupun makhluk yang mampu menyesatkannya, dan barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah Swt. maka tidak akan ada satupun makhluk yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Dialah Yang Maha Esa serta tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Atas berkat rahmat, ridha, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Magaguna Jakarta Selatan”.

Penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama proses pendidikan dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Arif Sumantri S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.


(11)

x

3. Ibu Eni Nur’aini Agustini S.Kp.,MSc, selaku dosen pembimbing akademik, terimakasih untuk beliau yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama 4 tahun masa akademik.

4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.,M.Biomed dan Ibu Puspita Palupi, S.Kp.,M.Kep,,Ns.Sp.Kep.Mat, selaku dosen pembimbing, terimakasih sebesar-besarnya kepada beliau yang telah meluangkan waktu dan ilmu dalam membimbing penulis selama proses penulisan skripsi ini.

5. Uswatun Khasanah, MNS, Selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya yang tak ternilai, serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kepala dan staf Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 01 Cipayung, yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner.

8. Kepala dan staf Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna, yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam melakukan penelitian.

9. Orang tuaku, Ibu Imas Masitoh dan Bapak Aep Saepudin yang telah menjadi jalan dari segala kebaikan baik yang tampak maupun yang tidak tampak yang


(12)

xi

penulis rasakan, kepada keduanya semoga penulis dapat berbakti, serta kepada Mamah eneng dan Aang yang telah memberikan kasih sayang dan tauladan bagai orang tua.

10. Saudari perempuanku, Teh Risna dan Teh Ridha beserta keluarga yang selalu mengingatkan untuk tidak menunda-nunda dalam mengerjakan skripsi.

11. Sahabat-sahabat PSIK 2011, Ilzam, Gilang, Ikbal yang telah berjuang bersama dalam menyelesaikan perkuliahan, semoga kita menjadi perawat islam yang profesional, serta Desti, Anjay, Runingga, Azmi, Nika dan Maul yang telah memberikan motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman BEM PSIK periode 2011-2014 yang telah memberikan pelajaran praktik berorganisasi.

Seraya berdoa kepada Allah Swt., penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. dan semua kesalahan diampuni oleh Allah Swt. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Ciputat, Juni 2015


(13)

xii

HALAMAN JUDUL HAL

PERNYATAAN PERSETUJUAN...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

LEMBAR PERNYATAAN...iv

RIWAYAT HIDUP...v

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xiii

DAFTAR BAGAN...xvii

DAFTAR TABEL...xviii

DAFTAR LAMPIRAN...xix

DAFTAR SINGKATAN...xx

LEMBAR PERSEMBAHAN...xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...6


(14)

xiii BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia...8

1. Definisi...8

2. Perubahan pada Lansia...8

3. Tugas Perkembangan Lansia...13

4. Permasalahan Bekaitan dengan Lansia...13

5. Tipe Kepribadian Lansia...14

6. Perilaku Lansia...15

B. Depresi...16

1. Definisi...16

2. Faktor Penyebab Depresi pada Lansia...17

3. Gejala Depresi...19

4. Depresi Berdasarkan Tingkatan Beratnya...20

5. Diagnosis depresi...22

C. Salat Berjamaah...23

1. Definisi...23

2. Hukum Salat Berjamaah...23

3. Anjuran dan Peringatan untuk Mengerjakan Salat Berjamaah...24

4. Syarat Wajib Salat Berjamaah...26

5. Sunat-sunat dalam Salat Berjamaah...26

6. Halangan yang Membolehkan Seseorang Meninggalkan Salat Berjamaah...27


(15)

xiv

9. Khusyuk dalam Salat...30

10. Tawakal dan Ketenangan dalam Salat...32

11. Aspek Positif Salat Berjamaah...32

D. Penelitian Tekait...39

E. Kerangka Konsep...40

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep...41

B. Hipotesis...42

C. Definisi Operasional...43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian...44

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...44

C. Populasi dan Sampel Penelitian...45

D. Besar Sampel...46

E. Teknik Pengambilan Sampel...47

F. Pengumpulan Data...47


(16)

xv

H. Hasil Uji validitas dan Reliabilitas Instrumen...50

I. Tahapan Penelitian...53

J. Pengolahan Data...55

K. Analisis Data...56

L. Etika dan Prinsip Penelitian...58

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian...63

B. Karakteristik Responden...63

C. Analisis Univariat...64

D. Analisis Bivariat...65

BAB VI PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan...67

B. Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan...72


(17)

xvi

A. Kesimpulan ...79 B. Saran...80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

1.1 Kerangka Teori...40 1.2 Kerangka Konsep...41


(19)

xviii

3.1 Definisi Operasional...,,.43 4.1 Skor Skala Likert...49 4.2 Distribusi Pernyataan Kuesioner Salat Berjamaah...49 4.3 Distribusi Pernyataan Kuesioner Salat Berjamaah

Sebelum Dilakukan Validity Contentoleh Ahli...51 4.4 Distribusi Pernyataan salat Berjamaah Sesudah

Dilakukan Validity Content oleh Ahli...52 4.5 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan...58 5.1 Distribusi Jenis Kelamin, Umur dan Pendidikan Responden

Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03

Margaguna Jakarta Selatan...64 5.2 Distribusi Nilai Salat Berjamaah Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan...64 5.3 Distribusi Tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakarta Selatan...65 5.4 Analisis Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi

pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 LembarInformed Consent Lampiran 2 Kuesioner Data Demografi Lampiran 3 kuesioner Salat Berjamaah Lampiran 4 Kuesioner Depresi

Lampiran 5 lembar Surat Izin Penelitian Lampiran 6 Lampiran Hasil SPSS


(21)

xx Swt. :Subhanahu wa ta ‘ala Saw. : Salallahu ‘alaihi wassalam Lansia : Lanjut usia

PSTW : Panti Sosial Tresna Werdha Depkes : Departemen Kesehatan Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar WHO :World Health Organization


(22)

xxi

LEMBAR PERSEMBAHAN

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,

maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang

mendapat petunjuk" (QS. At Taubah: 18)

“Siapa saja yang salat lima waktu dengan berjamaah, maka ia akan melewati shirat secepat kilat. Ia bersama Sabiqun Awwalun dan dihari kiamat ia akan datang dengan muka berseri seperti bulan purnama.” (HR. Ath-Thabrani)


(23)

1

A. Latar Belakang

Populasi lansia di Indonesia setelah tahun 2050 diprediksi meningkat lebih tinggi daripada populasi lansia di wilayah Asia dan global. Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini terlihat dari presentase lansia pada tahun 2008, 2009, dan 2012 yang mencapai lebih dari 7%. Laporan PBB memprediksi bahwa usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2045-2050 mencapai 77,6 tahun dengan presentase lansia mencapai 28,68% (Dewi, 2014). Penduduk usia lanjut di Indonesia memiliki beberapa dimensi diantaranya jumlah absolut yang besar, tingkat pendapatan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan tingkat kesehatan yang rendah pula (Tamher & Noorkasiani, 2011).

Ketika seseorang memasuki tahap lansia, maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Hal ini mengakibatkan perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan kepribadian (Sutarto & Ismulcokro, 2008). Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah kejadian gangguan mental emosional pada lansia lebih tinggi daripada kelompok umur lainnya (Depkes, 2013). Satu contoh masalah yang sangat lazim akibat depresi di kalangan lansia adalah bunuh diri, terutama pada laki-laki kulit putih. Bunuh diri yang mereka


(24)

2

lakukan seringkali tampak sebagai akibat penilaian keadaan dan harapan mereka yang dipikirkan dengan baik (Pickett & Hanlon, 2009).

Depresi pada lansia sering terjadi bersamaan dengan masalah gangguan fisik menahun yang dialaminya (Santoso & Ismail, 2010). Mereka juga menjadi depresif karena mengetahui bahwa sebagian besar dari proses kehidupan tidak mereka lalui. Mereka seakan-akan merasa tertinggal dan tidak berdaya terhadap keadaan sekelilingnya, dalam hal ini sering juga ditemukan hambatan baik dalam bergerak, tindakan, maupun cara berpikir. Hal ini dapat mengarah pada keadaan tidak bermotivasi total, dan hilangnya perhatian terhadap keadaan sekelilingnya (Steven et al, 2012). Blazer (1986 dalam Carpenito, 2012) mendeskripsikan teori penyebab depresi yang menekankan interaksi kompleks antara beberapa faktor mencakup sumber ekonomi yang rendah, penurunan dukungan sosial, serta penurunan fungsi kesehatan fisik. Faktor tadi memberi pengaruh pada harga diri dan motivasi yang akan meningkatkan perasaan bersalah dan kemarahan. Emosi negatif yang muncul akan menekan afek dan meningkatkan perenungan. Hingga akhirnya akan menurunkan kontak sosial atau menghindar.

Erikson (1963 dalam Stolte, 2007) menyatakan bahwa tugas perkembangan lansia adalah integritas ego. Bagian dari tugas ini adalah menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan rasa sakit dan perjuangan yang terjadi sepanjang perjalanannya. Sullivan dalam Videbeck (2013) menyatakan studi menunjukan bahwa


(25)

spiritualitas merupakan bantuan yang tulus bagi banyak individu dewasa yang mengalami masalah kejiwaan, berperan sebagai media koping utama dan merupakan sumber makna dan koherensi dalam hidup mereka, atau membantu menyediakan jaringan sosial. Penelitian yang dilakukan Sternthal dan Williams (2010) menyimpulkan bahwa beribadah secara personal, kepercayaan pada akhirat, dan beraktifitas dalam kegiatan keagamaan menunjukan koping positif, pemaknaan hidup dan pengampunan terhadap diri maupun sesama.

Ibadah atau doa sebagai Complementary and Alternative Modalities (CAM) merupakan bentuk metode penyembuhan CAM yang paling sering dipraktikan sebagai bentuk intervensi (Gill, 2011). Ibadah salat dalam agama Islam merupakan kunci ibadah yang wajib dilakukan setiap muslim (Kurniasih, 2008). Salat sebagai ibadah memberikan aspek psikologi transpersonal dan transdental yaitu aspek rohaniyah yang akan memberikan dampak menenangkan terhadap jiwa (Sholeh, 2010). Sangkan (2014) mengatakan apabila orang beriman berdzikir pasti akan mendapatkan sambutan dari Allah dan diantara tandanya adalah berupa ketenangan.

“Orang-orang yang beriman, hati mereka tenang dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah-lah hati akan menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).

Ibnul Qayyim (dalam Taufiq, 2009) mengatakan bahwa salat adalah cara terbaik untuk menenangkan hati, menyinarkan wajah, menyenangkan jiwa,


(26)

4

menghilangkan kemalasan, mengaktifkan gerakan anggota tubuh, menambah kekuatan, melapangkan dada, memberikan nutrisi bagi dada, memberikan nutrisi bagi ruh dan menerangkan hati. Ayyub (2008) mengatakan orang yang melakukan salat sendirian mendapat keutamaan, meskipun keutamaan yang didapatkan oleh orang yang salat berjamaah lebih besar daripada keutamaan yang diperolehnya, yaitu sebanyak 27 kali lipat. El-Ma’rufie (2009) menyebutkan bahwa dalam salat berjamaah terdapat manfaat-manfaat tambahan jika dibandingkan dengan salat sendirian yaitu pada aspek sosial meliputi interaksi, demokrasi, dan kebersamaan.

Studi Pendahuluan yang telah peneliti lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan mendapatkan data dari total 208 orang lansia terdapat 60 orang lansia binaan mengalami psikotik dan diantaranya ditempatkan di kamar khusus serta tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan sebagaimana lansia yang lain, sedangkan hasil studi literatur yang dilakukan peneliti menemukan bahwa Levin (2012) melakukan penelitian pada lansia, ia menyimpulkan bahwa berpartisipasi dalam aktivitas di sinagog berhubungan dengan tingkat depresi yang rendah, kualitas hidup yang lebih baik, dan sikap optimis. Syukra (2012) meneliti hubungan religiusitas dengan depresi pada lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Padang, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dan depresi pada lansia. Peneliti belum menemukan literatur yang meneliti hubungan intervensi agama Islam khususnya salat berjamaah terhadap tingkat


(27)

depresi pada lansia, oleh karena itu peneliti merasa penelitian ini penting dilakukan untuk memperkaya khazanah pengetahuan mengenai CAM terutama bagi PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengintegrasikan pengetahuan keperawatan dan keislaman, maka berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Salat Berjamaah dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang diajukan berdasarkan latar belakang di atas adalah “Adakah hubungan antara ibadah salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya data demografi berupa usia, jenis kelamin dan pendidikan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia Margaguna 03 Jakarta Selatan.


(28)

6

b. Diketahuinya gambaran salat berjamaah pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia Margaguna 03 Jakarta Selatan. c. Diketahuinya gambaran tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia Margaguna 03 Jakarta Selatan. d. Diketahuinya hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada

lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Diharapakan penelitian ini berkontribusi dalam memperluas khazanah pengetahuan berkaitan dengan Complementary and Alternative Modalities(CAM) dengan pendekatan spiritual pada lansia depresi. 2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan penelitian ini memberikan tambahanan informasi dan referensi dalam peningkatan pengetahuan dan pedoman tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah depresi pada lansia.

3. Bagi Perawat

Diharapakan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan terhadap lansia depresi.


(29)

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia pada bulan Mei-Juni tahun 2015. Subjek yang diteliti adalah lansia yang berada di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan dengan menggunakan metode kuantitatif dan desain cross-sectional serta pengumpulan data dengan teknikpurposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.


(30)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia 1. Definisi

Penuaan (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Santoso & Ismail, 2010). Lanjut usia adalah kelompok penduduk berusia 60 tahun ke atas (Tamher & Noorkasiani, 2011). World Health Oraganization (WHO) mengklasifikasikan lansia menjadi lansia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2009).

2. Perubahan pada Lansia

Efendi & Makhfudli (2009) mengungkapkan bahwa perubahan pada lansia terdiri dari perubahan fisik, perubahan mental dan perubahan sosial. a. Perubahan fisik

1) Sel

Pada lansia jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang,


(31)

proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, dan otak menjadi atrofi.

2) Sistem persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neokortikal sebesar 1 per detik (Pakkenberg et al, 2003 dalam Ferry & Makhfudli, 2009). Hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.

3) Sistem pendengaran

Gangguan pendengaran (presbikusis), membran timpani menjadi atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.

4) Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk bola, lensa lebih keruh dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya


(32)

10

untuk membedakan antara warna biru dan hijau pada skala pemeriksaan.

5) Sistem kardiovaskular

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6) Sistem pengaturan suhu tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +/- 35o, hal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7) Sistem pernafasan

Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan


(33)

jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan penurunan kekuatan otot pernafasan.

8) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, penurunan indera pengecapan, esophagus melebar, sensitivitas rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

9) Sistem gentourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1). Blood urea nitrogentmeningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot kandung kemih melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga 75% dari besar normalnya.


(34)

12

10) Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, BMR, daya pertukaran gas, produksi aldosteron, sekresi hormone kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron. 11) Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

12) Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot keram dan menjadi tremor.

b. Perubahan mental

Perubahan mental pada lansia disebabkan perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan.


(35)

c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial pada lansia meliputi kehilangan sumber finansial, kehilangan status jabatan, kehilangan teman atau relasi, kehilangan pekerjaan atau kegiatan, dan merasakan atau kesadaran akan kematian.

3. Tugas Perkembangan Lansia

Tamher & Noorkasiani (2011) menyebutkan tugas perkembangan lansia terdiri dari:

a. Penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan kesehatan c. Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau orang terdekat d. Membangun suatu perkumpulan dengan sekelompok usia

e. Mengambil prakarsa dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara yang fleksibel

f. Membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang menyenangkan. 4. Permasalahan Berkaitan dengan Lansia.

Tamher & Noorkasiani (2011) mengatakan proses menua dalam perjalanan hidup manusia merupakan hal yang wajar bagi siapa saja yang dikarunia umur panjang, proses menua tersebut membawa permasalahan meliputi:

a. Masalah baik secara fisik, biologis, mental, maupun sosial ekonomis akibat proses penuaan. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisik semakin mundur, hingga dapat mengakibatkan


(36)

14

penurunan pada peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam mencukupi kebutuhan hidup.

b. Berkurangnya kesibukan sosial, hal ini mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak pada kebahagiaan seseorang.

c. Memfungsikan tenaga dan kemampuan yang dimiliki lansia dalam situasi keterbatasan kesempatan kerja.

d. Masih ada lanjut usia berada dalam keadaan terlantar, selain tidak memiiki bekal hidup dan penghasilan/pekerjaan, mereka juga tidak memiliki keluarga/sebatangkara.

e. Kecenderungan tidak dihargainya lansia pada masyarakat industri sehingga mereka terisolir dalam kehidupan bermasyarakat.

f. Kewajiban generasi tua menjadi pembina jati diri budaya dan ciri khas Indonesia agar tetap terpelihara kelestariannya.

g. Lansia memerlukan tempat tinggal dan fasilitas khusus. 5. Tipe Kepribadian Lansia

a. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality), pada tipe ini biasanya tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap.

b. Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.


(37)

c. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis, kehidupan pada masa lansia tidak bergejolak, namun jika pasangan hidup meninggal, pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana.

d. Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki masa tua lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonomi menjadi morat-marit.

e. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri, sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya (Sutarto & Ismulcokro, 2008).

6. Perilaku Lansia

Maryam, dkk (2008) mengklasifikasikan perilaku lansia menjadi dua perilaku, yaitu:

a. Perilaku yang kurang baik 1) Kurang berserah diri

2) Pemarah, merasa tidak puas, murung dan putus asa 3) Sering menyendiri

4) Kurang melakukan aktifitas fisik/olahraga/kurang gerak 5) Makan tidak teratur dan kurang minum


(38)

16

6) Kebiasaan merokok dan minum minuman keras

7) Minum obat penenang dan obat penghilang sakit tanpa aturan 8) Melakukan kegiatan melebihi kemampuan

9) Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi 10) Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur. b. Perilaku yang baik

1) Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa

2) Menerima keadaan, sabar dan optimis serta meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan

3) Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat 4) Melakukan olahraga ringan setiap hari

5) Makan dengan porsi sedikit tapi sering, memilih makanan yang sesuai serta banyak minum

6) Berhenti merokok dan minuman keras 7) Minum obat sesuai anjuran.

B. Depresi 1. Definisi

Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya (Sadock, 2007). Gangguan depresif mayor biasanya mencakup mood sedih atau kurangnya minat dalam aktifitas kehidupan selama dua minggu atau lebih disertai minimal empat gejala lain depresi, seperti anhedonia dan


(39)

perubahan berat badan, tidur, energi, konsentrasi, pembuatan keputusan, harga diri, dan tujuan (Videbeck, 2013).

2. Faktor Penyebab Depresi pada Lansia

Penyebab utama depresi belum diketahui namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya depresi pada lansia.

a. Faktor biologis

Santoso & Ismail (2010) mengatakan bahwa adanya ketidak seimbangan zat-zat kimia di otak menyebabkan sel-sel otak tidak berfungsi dengan baik dan pada anggota keluarga ada yang lebih rentan terhadap zat kimia ini sehingga menimbulkan depresi, oleh karena itu kemungkinan faktor keturunan atau genetik dianggap sebagai penyebabnya. Depresi pada lansia sering pula terjadi bersamaan dengan masalah fisik menahun yang dialaminya, misalnya diabetes, jantung, tekanan darah tinggi, penyakit hati kronis yang sulit disembuhkan, asma, stroke, rematik, osteoporosis, kanker, dan lain-lain. Gangguan penglihatan dan pendengaran yang umum terjadi pada lansia dapat juga memperberat depresi. Pada sebagaian wanita perubahan hormonal ketika menjelang menopause terjadi gangguan psikologis berupa depresi ringan, mereka menjadi mudah tersinggung, cepat marah, suasana hati gampang berubah, merasa tertekan, murung, sedih, kecewa, merasa tidak berguna, mudah panik, mudah lupa, konsentrasi buruk dan emosi tidak stabil. Sa’abah (2001) mengatakan pada lansia laki-lakipun terjadi penurunan aktifitas gonad secara


(40)

18

berangsur-angsur yang menyebabkan penurunan penampilan kelaki-lakian serta munculnya ciri-ciri kewanitaan seperti intonasi suara menjadi lebih tinggi. Ketidaknyamanan fisik tersebut menyebabkan banyaknya laki-laki usia madya mengeluh karena mengalami depresi. b. Faktor psikososial

Kepribadian dasar seseorang sangat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satu yang mempengaruhinya adalah lingkungan sosial hingga mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa. Kegagalan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan atau kehilangan pada saat lanjut usia akan menjadi pencetus depresi. Perubahan status ekonomi, struktur keluarga yang cepat berubah, cenderung kehilangan dukungan anak, menantu, cucu, dan juga teman-teman. Kurang berfungsinya sistem pendukung keluarga dan lingkungan teman dapat mempermudah timbulnya depresi (Santoso dan Ismail, 2009).

c. Faktor kognitif

Teori Beck (1976) dalam (Videbeck, 2013) penyebab depresi berkaitan dengan pikiran negatif komprehensif individu yang depresi. Mereka memandang diri sendiri, dunia, dan masa depan dalam bentuk kegagalan yang menyimpang, dengan secara berulang menginterpretasikan pengalaman sebagai hal yang sulit dan membebani serta menginterpretasikan diri mereka sendiri sebagai orang yang tidak konsekuen dan tidak kompeten.


(41)

d. Faktor ekonomi

Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisik semakin mundur, hingga dapat mengakibatkan penurunan pada peran sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan didalam mencukupi kebutuhan hidup (Tamher & Noorkasiani, 2011). Perubahan status ekonomi ini dapat menjadi pencetus depresi apabila lansia gagal untuk menyesuaikan diri (Santoso dan Ismail, 2009).

3. Gejala Depresi

Maryam, dkk (2008) mengatakan diantara gejala depresi adalah: a. Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun saat pagi yang

bukan merupakan kebiasaan sehari-harinya

b. Sering kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari-hari

c. Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan d. Cepat marah dan tersinggung

e. Daya konsentrasi kurang

f. Pembicaraan sering disertai topik yang berhubungan dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa

g. Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan menurun dengan cepat

h. Kadangkala dalam pembicaraannya ada kecenderungan untuk bunuh diri.


(42)

20

4. Depresi Berdasarkan Tingkatan beratnya a. Depresi ringan

Depresi ringan ditandai dengan terpenuhinya gejala minimal untuk menegakan diagnosis depresi disertai adanya sedikit gangguan fungsional (APA, 2006). Ciri depresi ringan adalah perasaan murung dan putus asa, tidak bisa berkonsentrasi, patah semangat, pesimistik terhadap masa depan, lelah dan lesu, individu merasa tidak mampu melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, tidak dapat tidur nyenyak, selera makan tidak ada, orientasi dan ingatan belum banyak terganggu. Orang yang mengalami depresi ringan biasanya mengalami masa yang sulit jika tidak dirawat di rumah sakit. Tingkah laku mereka mungkin salah dipahami oleh anggota keluarga dan kawan-kawan mereka, mereka dituduh malas dan mendorong supaya keluar dari situasi itu, jika perasan putus asa begitu hebat maka bisa jadi ia akan berusaha bunuh diri (Semiun, 2006).

b. Depresi sedang

Depresi sedang ditandai dengan hadirnya gejala depresi lebih daripada jumlah minimal untuk menegakan diagnosa depresi disertai dengan gangguan fungsional yang lebih banyak (APA, 2006). Ciri depresi akut pasien mengasingkan diri secara total, dan aktivitasnya hilang. Ia sulit sekali berbicara, dan baru menjawab pertanyaan setelah menunda dalam jangka waktu lama atau sama sekali tidak menjawab. Selera makannya begitu berkurang sehingga kadang-kadang ia harus


(43)

disuapi. Individu seringkali khawatir dengan fungsi-fungsi tubuhnya (hipokondria), kontaknya dengan kenyataan menjadi sangat lemah. Delusi dan halusinasi berhubungan dengan perasaan bersalah. Keinginan mati begitu kuat sehingga jika ada kesempatan ia mungkin akan bunuh diri (Semiun, 2006).

c. Depresi berat

Depresi berat ditandai dengan terpenuhinya gejala untuk menegakan diagnosa depresi dimana gejala tersebut mempengaruhi fungsi sosial dan kegiatan sehari-hari. Pada tingkat ekstrim ini individu dapat mengalami gangguan fungsi total sosial dan sehari-hari bahkan hanya untuk sekedar makan, mengenakan pakaian, atau menjaga kebersihan diri serta munculnya ide dan tanda bunuh diri (APA, 2006). Ciri depresi berat individu mengasingkan diri secara total dari lingkungan, ia benar-benar membeku, diam seperti patung, menolak untuk berbicara atau bergerak. Ia tidak mau makan bahkan menolak sama sekali memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Kesadaran kabur karena banyak dihinggapi oleh delusi-delusi yang tidak keruan. Ia tidak mempan terhadap bujukan atau ancaman. Kegiatan jantung dan peredaran darah berkurang sehingga bisa membahayakan kehidupannya (Semiun, 2006).


(44)

22

5. Diagnosis depresi

a. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) DSM-IV-TR dalam edisi keempatnya merupakan taksonomi yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA) yang menjelaskan gangguan jiwa dengan kriteria diagnosa spesifik (Videbeck, 2013). DSM-IV-TR menunjukan bahwa diagnosis dari depresi memerlukan kehadiran mood atau minat yang menurun di semua atau hampir semua aktifitas, psikomotor yang tampak melambat, perubahan selera makan atau berat badan yang signifikan, perubahan waktu tidur, kelelahan atau hilangnya energi, kesulitan dalam berpikir atau berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, perasaan bersalah yang berlebihan, atau berpikir untuk bunuh diri. Tanda-tanda ini harus berlangsung terus menerus selama dua minggu (Ivancevich et al, 2005).

b. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ III) Klasifikasi PPDGJ III terbitan Departemen Kesehatan menggunakan WHO ICD-X dengan menerapkan pendekatan gangguan jiwa merupakan pendekatan sindrom atau kumpulan gejala yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting manusia (Direktorat Bina Farmasi, 2007).


(45)

c. Geriatric Depresion Scale(GDS)

GDS merupakan kuesioner yang dikembangkan secara khusus untuk mengkaji tingkat gejala depresif pada lanjut usia. Instrumen pengukuran ini berhasil membedakan antar depresi sedang dan depresi berat. GDS berisi 30 pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”. 10 pertanyaan memiliki kunci jawaban negatif sedangkan 20 pertanyaan memiliki kunci jawaban positif. Instrumen ini memiliki internal consistency sebesar 0,94 dan split-half reliability sebesar 0,94 (Ebert & Robert, 2011).

C. Salat Berjamaah 1. Definisi

Salat berjamaah adalah salat yang dilakukan secara bersama-sama dan sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang yakni imam dan makmum. Cara mengerjakannya, imam berdiri di depan dan makmum di belakangnya. Makmum harus mengikuti perbuatan imam dan tidak boleh mendahului (Al Mahfani, 2008). Semakin banyak jumlah orang yang berjamaah maka Allah semakin cinta terhadap hal tersebut, karena itulah masjid menjadi tempat yang paling dicintai Allah Swt. karena di masjid bisa berkumpul orang yang salat berjamaah dalam jumlah yang besar (Tharsyah, 2008).

2. Hukum Salat Berjamaah

Fitra (2013) menerangkan bahwa terdapat beberapa pendapat mengenai hukum salat berjamaah, yaitu:


(46)

24

a. Fardlu ‘ain. Ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Imam Syafi’I, al-Hasan al-Basry, dan al-Auza’i.

b. Fardlu ‘ain dan syarat sahnya salat. Ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Imam Dawud bin Ali.

c. Fardlu kifayah. Ulama yang berpendapat seperti ini antara lain Hanafiyah (pengikut Imam Hanafi), Malik, dan pengikut Imam Syafi’i.

d. Sunah. Ulama yang berpendapat sepoerti ini antara lain Imam Hanafi, Imam Malik dan lain-lain.

3. Anjuran dan Peringatan untuk Mengerjakan Salat Berjamaah a. Anjuran

Al-Bugha (2007) mengatakan bahwa jika seorang muslim senantiasa salat berjamaah, ia akan mendapatkan cahaya diatas cahaya. Jika ia melakukannya di masjid maka cahaya tersebut akan semakin sempurna. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.

Siapa saja yang salat lima waktu dengan berjamaah, maka ia akan melewati shirat secepat kilat. Ia bersama Sabiqun Awwalun dan dihari kiamat ia akan datang dengan muka berseri seperti bulan purnama.” (HR. Ath-Thabrani).

Ayyub (2007) mengatakan orang yang salat sendirian mendapat keutamaan, meskipun keutamaan yang didapatkan oleh orang yang salat berjamaah lebih besar daripada keutamaan yang diperolehnya, yaitu 27 kali lipat.


(47)

Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Salat berjamaah itu lebih utama dari salat sendirian sebanyak duapuluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Peringatan

Tebba (2008) mengatakan Muadz bin Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Kebatilan, kekufuran, dan kemunafikan terbesar adalah orang yang mendengar sura muadzin untuk salat, tetapi dia tidak memenuhinya.”(HR. Ahmad dan Thabrani).

Sungguh keras ancaman dan celaan dalam hadis ini sehingga perbuatan ini digolongkan sebagai perbuatan kufur dan munafik, seolah-olah hal itu tidak mungkin terjadi pada seorang muslim. Sabiq (2006) dalam fiqih sunahnya mencantumkan beberapa hadis sebagai peringatan salat berjamaah diantaranya:

Dari sahabatNabi Ibnu Mas’ud Ra. katanya:

Barangsiapa ingin bertemu dengan Allah nanti pada hari kiamat sebagai seorang muslim, hendaklah ia menjaga salat dan mengerjakannya waktu mendengar suara adzan. Sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada Nabimu ketentuan-ketentuan mengenai petunjuk, sedangkan salat jamaah itupun termasuk ketentuan-ketentuan tersebut, seandainya kamu bersembahyang di rumah sebagaimana halnya orang-orang yang meninggalkan salat jamaah dan hanya bersembahyang di rumah saja, maka


(48)

26

berartilah kamu telah meninggalkan sunah Nabimu. Dan apabila kamu telah meninggalkan sunah Nabimu, maka sesatlah kamu semua! Saya tahu bahwa yang suka meninggalkan salat jamaah itu tidak lain melainkan orang munafik yang telah nyata kemunafikannya. Dahulu pernah terjadi seseorang dipapah oleh dua orang yang memasukannya dalam barisan salat.” (HR. Muslim).

4. Syarat Wajib Salat Berjamaah

a. Bermaksud atau berniat mengikuti imam b. Mengetahui apa yang sedang dikerjakan imam c. Makmum berada di belakang imam

d. Salatnya makmum harus sama dengan salat imam

e. Tidak boleh mendahului atau melambatkan imam dalam takbir atau dalam dua gerakan rukun

f. Tidak ada dinding penghalang antara imam dan makmum, kecuali bagi wanita

g. Jarak antara makmum dan imam dibaris akhir tidak lebih dari 300 hasta (Ihsan, 2009).

5. Sunat-sunat dalam Salat Berjamaah

a. Berjamaah di masjid yang terjauh letaknya dan terbanyak anggota jemaahnya

b. Berjalan ke masjid dengan tenang c. Meringankan salat


(49)

d. Melambatkan rakaat pertama

e. Wanita menjadi imam bagi sesama wanita

f. Imam beralih haluan ke kanan atau kiri setelah salam lalu pindah dari tempatnya (Sabiq, 2006).

6. Halangan yang Membolehkan Seseorang Meninggalkan Salat Berjamaah

a. Dingin dan hujan, berdasarkan hadis dari Jabir Ra., katanya:

“Kami keluar bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, kemudian kehujanan, maka beliaupun bersabda: “Siapa yang suka di antaramu, boleh salat dalam kemahnya sendiri-sendiri.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Turmudzi).

Sebab-sebab yang dianggap sama dengan dingin dan hujan ialah panas yang sangat, gelap gulita atau takut dari seorang yang aniaya.

b. Telah tersedia hidangan, berdasarkan hadis Ibnu Umar Ra.:

“Apabila seseorang diantaramu sedang makan, janganlah tergesa-gesa hingga selesai melakukannya sekalipun salat telah dibacakan qomatnya!.” (HR. Bukhari).

c. Desakan duamacam buang air. Dari ‘aisyah Ra., bahwa ia mendengar Nabi Saw. bersabda:

“Tidak sempurna salat seseorang yang dimukanya telah tersedia makanan, demikian pula di waktu ia sedang menahan dua macam buang air.”(HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud).


(50)

28

d. Adanya kegalauan hati dan pikiran yang menghalangi kekhusyukan salat.Dari Abu Darda’Ra., katanya:

“Suatu tanda pengertian seseorang dalam agama, ialah bila ia menyelesaikan keperluannya hingga dapat menghadapkan pikiran kepada Allah dalam salatnya sedang hatinya kosong.” (HR. Bukhari).

e. Sakit yang memberatkan penderitanya menghadiri salat berjamaah. Tidak termasuk didalamnya sakit ringan, seperti pusing kepala, flu ringan dan sejenisnya. Firman Allah Swt.:

Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”(QS. Al-Hajj:78).

f. Baru selesai makan yang menimbulkan bau tidak sedap seperti bawang merah atau putih.

g. Telanjang tidak berbaju.

h. Hendak safar dan khawatir ditinggal rombongan. i. Sibuk mengurus jenazah (As-Sadlan, 2006). 7. Boleh Berpisah dari Imam Karena ‘Udzur

Seorang yang semula bermakmum kepada seorang imam, boleh keluar dari imam itu dengan niat berpisah, lalu menyempurnakan sendiri apa-apa yang ketinggalan. Misalnya jika imam terlampau panjang bacaan salatnya, termasuk pula seseorang yang di waktu sedang salat tiba-tiba merasa sakit, takut hilang atau rusaknya sesuatu yang dimiliki, terlambat


(51)

dari rombongan, terasa mengantuk atau sebab-sebab lain yang memaksa (Sabiq, 2006).

8. Tata Cara Salat Berjamaah

Nuhuyanan, dkk (2008) menjelaskan tatacara salat berjamaah yaitu: a. Salah seorang berdiri di depan menjadi imam dan lainnya menjadi

makmum berdiri di belakang imam setelah adzan dan iqamat.

b. Imam memberi komando agar jamaah meluruskan dan merapatkan barisan sebelum memulai memimpin salat, dengan mengucapkan, “Luruskan dan rapatkan barisan kalian karena yang demikian merupakan kesempurnaan salat.”.

c. Imam memimpin salat dengan mengeraskan suara ketika mengucapkan takbir pembukaan salat dan takbir setiap perpindahan rukun sedangkan makmum mengikuti semua gerakan imam dengan tidak mendahului imam atau tertinggal oleh imam.

d. Imam mengeraskan bacaan surah al-Faatihah dan ayat atau surat lainnya sesudah bacaan al-Faatihah, pada rakaat pertama dan kedua dalam shalat magrib, isya, dan subuh, sedangkan makmum cukup mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa ikut membacanya. e. Pada akhir bacaan surat al-Faatihah, makmum mengucapkan “aamiin”

secara serentak bersama imam dengan suara yang baik dan tertib. f. Saat salat zhuhur dan ashar, imam tidak mengeraskan suara bacaan


(52)

30

membaca dengan suara sir (diketahui sendiri dalam hati). Begitu pula dalam rakaat ketiga salat maghrib dan rakaat keempat dalam salat isya. g. Imam yang keliru atau lupa dalam bacaan dapat dibetulkan oleh salah

seorang makmum di belakang yang mengetahui.

h. Imam yang keliru dalam gerakan dapat diingatkan oleh makmum pria dengan cara membaca, “Subhanallah”, sedangkan makmum wanita dengan sekali tepukan tangan.

i. Imam yang batal dalam salatnya, ia wajib mengundurkan diri dan digantikan oleh salah seorang makmum yang berada di belakang imam dengan cara maju selangkah ke depan menggantikan posisi imam. j. Setelah selesai salat berjamaah, imam maupun makmum

masing-masing membaca wirid (zikir) dan doa serta tidak mengeraskan suara. 9. Khusyuk dalam Salat

Thalib (1998) dalam Shaleh (2010) mengatakan khusyuk dalam salat berarti jiwa raga tunduk dan penuh taat dalam mengerjakan salat dihadapan Allah Swt. raga tenang dan merunduk karena merasa rendah dihadapan Allah Swt. hal ini bisa dilakukan jika yang bersangkutan merasa berada di bawah pengawasanNya. Bagir (2008) mengatakan khusyuk dalam salat menghasilkan kondisi “flow” dalam diri pelakunya, yang merupakan sumber kebahagiaan sekaligus sumber kreatifitas. Syahmuharnis & Sidharta (2006) Salat yang dilakukan secara ikhlas dan khusyuk dapat membuat sesorang melakukan penjelajahan ke wilayah otak bawah sadar secara efektif sehingga menyebabkan manusia dapat


(53)

memanfaatkan potensi alam pikir bawah sadar (subconcious mind), yang merupakan sekitar 90% dari potensi otak manusia dan selama ini belum termanfaatkan. Pemanfaatan alam pikir bawah sadar akan membuat manusia mendayagunakan potensi otak intuitif, kreatif, dan inovatif selain menumbuh-kembangkan spiritualismenya. Salat yang dilaksanakan secara ikhlas dan khusyu dapat juga menyebabkan lahirnya kesatuan antara Akal-Budi. Teba (2008) mengatakan bahwa Alquran dan hadis membawa keterangan yang dapat dianggap sebagai cara untuk meraih salat khusyuk, yaitu:

a. Salat karena ingat Allah Swt., artinya niat salat bukan karena dorongan selain Allah Swt., Allah Swt. berfirman:

“Sungguh, Akulah Allah tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.”(QS. Thaha:14).

b. Zakat, salat tidak berdiri sendiri ia merupakan satu kesatuan dengan ibadah yang lain, sehingga salat yang khusyuk harus dibarengi dengan ibadah dan amal shaleh, kalaupun orang yang mengerjakan salat tetapi tidak mengeluarkan zakat merasa bahwa salatnya khusyuk, itu hanya perasaan subjektif yang menyesatkan. Allah Swt. berfirman:

Maka celakalah orang yang salat, yang melalaikan salatnya mereka yang dilihat orang, tapi enggan memberikan sedekah (berupa keperluan yang berguna).”(QS. Al-Maun:4-7).


(54)

32

c. Mengerjakan salat dengan sabar, sabar berarti menahan, maksudnya adalah menahan diri dari keluh kesah ketika menjalankan ajaran Tuhan. Allah Swt. berfirman:

Orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat beribadah, orang yang memberi nafkah, dan orang yang berdoa memohon ampun sebelum fajar menyingsing.” (QS. Ali ‘Imran [3]:17).

10. Tawakal dan Ketenangan dalam Salat

Sholeh (2010) mengatakan tawakal berperan dalam ketenangan salat seorang hamba yang khusyu, ia kemudian mengutip perkataan Al-Ghazali yang membagi tawakal menjadi tiga tingkat yaitu:

a. Tawakal itu sendiri, yakni hati senantiasa merasa tenang dan tenteram terhadap apa yang dijanjikan Allah Swt.

b. Taslim, yakni menyerahkan urusan hamba kepada Allah Swt. karena Ia mengetahui segala sesuatu mengenai diri dan keadaannya, dan

c. Taswid, yaitu rela menerima segala ketentuan Allah Swt. bagaimanapun bentuk dan keadaannya.

11. Aspek Positif Salat Berjamaah

Salat memiliki efek positif bagi pelakunya meliputi manfaat pada berbagai aspek yaitu aspek fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual (El-Ma’rufie, 2009).


(55)

a. Fisiologis

Aspek fisik salat, salat memiliki delapan posisi, meliputi berdiri tegak, tangan sedekap, ruku’, i’tidal bangkit dari ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, sujud lagi dan tasyahud (El-Ma’rufie, 2009).Najib (1990) dalam Sholeh (2008) mengatakan bahwa gerakan-gerakan salat yang dilakukan secara teratur dan terus menerus, akan membuat persendian lentur, tidak kaku, tulang menjadi kokoh, tulang punggung tidak bengkok, juga dapat melancarakan peredaran darah yang dapat mencegah kekakuan dan penyumbatan pembuluh darah. Hal ini akan menghindarkan gangguan peredaran darah ke jantung yang sering mengakibatkan kematian. Hasan (2008) mengatakan pembacaan Alquran dalam salat memberi pengaruh fisiologis pada pendengarnya, transmisi suara penting untuk kesehatan yang dapat mempengaruhi jantung dan kelenjar tubuh. Misalnya, resonansi panjang huruf alif diketahui memberi vibrasi yang mempengaruhi jantung dan menstimulasi perasaan akan kekuatan, konsentrasi, keagungan, dan lain-lain. resonansi huruf ya atau sin panjang yang masuk kedalam saluran hidung akan menstimulasi proses pembentukan kelenjar pineal tubuh dan mempengaruhi organ sensitif cahaya. Salat juga dapat memusatkan pikiran, saat berdiri untuk shalat, tubuh terasa ringan karena berat tubuh bertumpu pada kedua kaki. Otot punggung sebelah atas dan bawah dalam keadaan kendur. Punggung dalam keadaan lurus, dengan pandangan terpusat pada tempat sujud. Pikiran dalam


(56)

34

keadaan terkendali. Pusat otak, atas dan bawah, menyatu membentuk kesatuan tujuan. Praktik sujud dapat membawa kedamaian, keselarasan, kesesuaian, ketenangan dan kebahagiaan pada masyarakat yang mengalami frustasi dan banyak terpapar dengan gelombang elektrostatik dalam atmosfir hingga memicu sistem syaraf pusat bermuatan terlalu penuh. Sujud dapat membuang kelebihan ini sebagaimana halnya peralatan listrik dinetralkan ke tanah sehingga penggunaan obat antidepresi, penenang, dan obat yang mempengaruhi moodlainnya dapat dikurangi.

b. Psikologis

1) Aspek relaksasi otot, yaitu kontraksi otot, pijatan dan tekanan pada bagian tubuh tertentu sehingga menjadi tenang (El-Ma’rufie, 2009). Tertekannya otot-otot disebut juga “Relaxation training” merupakan tekhnik yang banyak dipakai untuk menyembuhkan gangguan jiwa (Kanfer dan Goldstein, 1982 dalam Sholeh, 2008). Adi (1985) dalam Sholeh (2008) mengutip pendapat Leker dan Nizami, bahwa gerakan-gerakan otot pada relaksasi dapat mengurangi kecemasan, begitu juga dengan salat yang penuh dengan gerakan fisik dapat menghasilkan bio-energi, yang dapat membawa subyek dalam situasi equilibrium antara jiwa dan badan. 2) Aspek relaksasi kesadaran indra, yaitu saat salat seolah-olah seseorang terbang menghadap Allah Swt. secara langsung tanpa perantara. Setiap bacaan dan gerakan dihayati untuk menyadarkan


(57)

diri (El-Ma’rufie, 2009). Madjid (2007) mengatakan salat yang khusyuk adalah salat yang mampu menghadirkan kesadaran adanya komunikasi yang sungguh-sungguh antara hamba dan Allah Swt. di sini ditemukan hakikat salat sebagai medium atau sarana untuk selalu ingat kepada Allah Swt. dan inilah yang dimaksudkan dengan dimensi fungsional salat. Itulah sebabnya salat juga mampu menjadi momen yang efektif untuk mendapatkan jalan keluar, alternatif dari kebuntuan permasalahan sehari-hari. Ini dikarenakan salat yang khusyuk selalu diiringi dan diliputi oleh kesadaran akan kehadiran Allah Swt. sebagai tempat bergantung dan kembali.

3) Aspek meditasi, yakni ketika salat dijalankan dengan benar dan khusyuk sehingga menjadikan fokus dan mampu berkonsentrasi (El-Ma’rufie, 2009).Aspek meditasi jelas sekali terkandung dalam thuma’ninah, saat berdiri kita benar-benar berdiri, berdiri dengan tenang dan kendur. Hal itu membuat seluruh organ tubuh berada pada posisinya secara alami (Safrodin, 2014). Salat di dalamnya terkandung upaya mengheningkan, menenangkan, dan menetramkan diri atau jiwa, namun salat sebagai ajaran dari Tuhan memiliki beberapa sifat yang tidak ada dalam meditasi. Pertama salat merupakan meditasi yang melibatkan gerakan yang teratur. Kedua adanya bacaan-bacaan atau doa yang harus dilakukan oleh orang yang salat. Ketiga adanya persiapan sebelum melakukan


(58)

36

salat, seperti wudhu yang merupakan sarana untuk membersihkan tubuh dan simbol bagi pembersihan hati. Kebersihan tempat dan pakaian, sekaligus keharusan berpakaian menutup aurat dan berpakaian yang terbaik serta anjuran untuk memakai wewangian, dan juga salat sunah sebelum dan sesudah salat wajib. Selain itu, adanya pengaturan waktu salat dilakukan secara kurang lebih sama merata dan dikaitkan dengan tonggak-tonggak perubahan waktu dan pergantian suasana, yang ditandai dengan momentum pergantian gejala alam sehari-hari (Bagir, 2008).

4) Aspek autosugesti, yaitu salat dapat membimbing melalui pengulangan suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan (El-Ma’rufie, 2009). Ucapan didalam salat yang meliputi puji-pujian atas kebesaran Allah Swt. dan memohon ampunan kepada-Nya, dan meminta keselamatan dengan segala kebaikan kepada-Nya merupakan “Auto sugesti”, yang dapat mendorong kepada orang yang mengucapkannya untuk berbuat sebagaimana yang dikatakan. Bila doa itu diucapkan dan dipanjatkan dengan sungguh-sungguh, maka pengaruhnya sangat jelas bagi perubahan jiwa dan badan (Aulia, 1970 dalam Sholeh, 2008).

5) Aspek katarsis, yakni dalam salat ada pengaduan dan penyaluran emosi karena merupakan sarana hubungan manusia dengan Tuhan (El-Ma’rufie, 2009). Salat mampu mengendalikan pelakunya dari


(59)

emosi-emosi liar, berbagai macam perbuatan tercela dan tindakan-tindakan yang merusak, disamping itu, salat juga bertungsi membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk dan rona dosa yang sering kali menghiasi hati (Zahwa, 2011). Doa yang terdapat dalam salat merupakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang berkecamuk di dalam dada (Hasan, 2008).

c. Sosial

1. Aspek demokratis, seseorang bebas memukul beduk, mengumandangkan adzan, melantunkan iqamat, pengisian barisan, dan pemilihan imam serta rasa diperhatikan dalam memilih dan menempati shaf.

2. Aspek kebersamaan, salat dapat menghindarkan dari perasaaan rendah diri, sebab tidak adanya jarak dikarenakan setiap jamaah harus rapat dan meluruskan barisan. Salat berjamaah di masjid diharapkan akan mengalihkan perhatian seseorang dari kesibukan yang menyita energi. Salat berjamaah akan memunculkan rasa saling membutuhkan di antara pelakunya (El-Ma’rufie, 2009). 3. Aspek interaksi dan pendidikan keteraturan

As-Sadlan (2006) mengatakan salat berjamaah merupakan salah satu diantara ketinggian syariat islam bahwasannya ia mewajibkan dalam banyak ibadah terjadinya perkumpulan yang sama halnya dengan mu’tamar islami; berkumpul didalamnya kaum muslimin untuk berinteraksi, berkenalan dan berembuk antar sesama dalam


(60)

38

perkara mereka hingga terwujud tolong menolong dalam menyelesaikan masalah mereka dan bertukar pendapat yang didalamnya mengandung manfaat yang besar, faidah yang banyak hingga tak terhitung berupa pengajaran mereka yang bodoh, membantu yang lemah, melunakan hati dan menampakan kemulian islam, juga merupakan sarana yang ampuh untuk melebur perbedaan status sosial, rasisme, kebangsaan dan nasionalisme. Abiraja (2008) mengatakan bahwa dalam salat berjamaah tertanam pendidikan keteraturan dalam mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan bagi para makmum, kedisiplinan waktu dan frekuensi salat serta ketaatan pada imam sebagai pucuk pimpinan.

d. Spiritual

Salat memberikan energi spiritual sehingga merasakan kesucian ruhani, ketentraman hati, dan kedamaian jiwa. Efeknya salat dapat membebaskan energi manusia dari belenggu kegelisahan. Kontak ruhani antara manusia dan Tuhan selama salat memberikan kekuatan spiritual yang memperbaharui harapan, memperkuat tekad, dan memberi kekuatan luar biasa yang memungkinkannya menanggung segala kesulitan (El-Ma’rufie,2009).


(61)

D. Penelitian terkait

a. Levin (2012). Religion and Mental Health among Israeli Jews: Finding from the Share-Israel Study Religion and Mental Health.

Kesimpulan penelitian ini adalah berpartisipasi dalam ibadah di sinagog berhubungan dengan depresi yang lebih rendah berdasarkan pada nilai CES-D (β = -.09, p < .01) dan kehidupan yang lebih baik (β = ,08, p< ,05) dan sikap optimis (β = ,10, p< ,01). Kelompok yang tidak beribadah di sinagog berhubungan dengan kejadian depresi yang lebih banyak (β= ,12, p< ,05), dan rendahnya kualitas hidup (β = -,10, p <0,1) serta sikap optimis yang rendah (β= -,08, p< ,05).

b. Syukra (2012). Hubungan antara Religiusitas dengan Kejadian Depresi pada Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2012.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dengan kejadiaan depresi pada lansia di PSTW Sabai Nan Aluih, semakin tinggi religiusitas seseorang maka akan semakin rendah depresi, sebaliknya semakin rendah religiusitas seseorang maka depresi yang dialaminya akan semakin meningkat.


(62)

40

E. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini merupakan modifikasi teori dan faktor resiko depresi; perilaku lansia; serta salat berjamaah.

Dimodifikasi dari: Santoso & Ismail (2009); Videback (2013); Maryam et al (2008); Tamher & Noorkasiani (2009); Abiraja (2008).

Lansia Faktor resiko depresi pada lansia:

- Biologi: ketidakseimbangan zat kimia otak, kesehatan fisik, gangguan hormonal, dan pemakain obat yang dapat mencetusan depresi. - Kognitif: pikiran negatif.

- Psikososial: lingkungan sosial pembentuk kepribadian, aktifitas, dukungan sosial dan kehilangan pada masa tua.

- Ekonomi: perubahan status ekonomi. Perilaku lansia

Kurang Baik Baik

- Menjalin hubungan sosial yang baik - Menerima keadaan, sabar, optimis dan

percaya diri - Olahraga teratur

- Makan sedikit tapi sering, memilih makanan yang sesuai dan banyak minum

- Berhenti merokok dan minum minuman keras - Minum obat sesuai anjuran

- Mendekatkan diri pada Tuhan YME

- Kurang berserah diri

- Pemarah, tidak puas, murung dan putus asa - Sering menyendiri

- Kurang aktifitas fisik/olah raga/kurang gerak - Makan tidak teratur dan kurang minum - Merokok dan minum minuman keras, minum

obat tenang dan penghilang sakit tanpa aturan - Melakukan kegiatan melebihi kemampuan - Menganggap tidak butuh hubungan seks - Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur Salat berjamaah

Aspek Salat: Sosial, fisiologis,


(63)

41 A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 1993 dalam Wasis, 2008). Tujuan dari kerangka konsep adalah untuk mensintesa dan membimbing atau mengarahkan penelitian, serta panduan untuk analisis dan intervensi (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2012). Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah variabel independen berupa salat berjamaah dan variable dependen berupa tingkat depresi, sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

variabel independen variabel dependen

variabel tidak diteliti

bagan 3.1. kerangka konsep


(64)

42

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel tidak diteliti

B. Hipotesis

Hipotesis adalah hasil yang diharapkan atau hasil yang diantisipasi dari sebuah penelitian (Thomas et al, 2010 dalam Swarjana, 2012). Hipotesis yang diajukan sehubungan dengan masalah penelitian diatas adalah:

H0= Tidak ada hubungan antara salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

Ha= Ada hubungan antara salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.


(65)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala Ukur

Independen: Salat

Berjamaah

Salat berjamaah adalah salat lima waktu yang dilakukan oleh banyak orang dan paling dicintai Allah Swt. untuk dilaksanakan di masjid (Tharsyah, 2008). Salat berjamaah memiliki beberapa dimensi diantaranya dimensi sosial yang terdiri dari aspek keteraturan, interaksi, kedisiplinan frekuensi, waktu, dan tempat (Al-Khuly, 2010).

Lembar pernyataan terdiri dari 20 pertanyaan dengan skala likert yang dibuat oleh peneliti.

Kuesioner A 1 1. Baik jika nilai≥ nilai mean (66,77)

2. Buruk jika nilai < nilai mean (66,77)

(Azwar, 2013)

Ordinal

Dependen: Depresi

Suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Sadock, 2007).

Lembar kuesioner berisi 30 pertanyaandengan skala guttman sebagai alat ukur tingkat depresi yang dibuat oleh Yesavage.

Kuesioner A 2 0-9 = Tidak depresi 10-19=Depresi

ringan

20-30=Depresi berat. (Yesavage, 1983 dalam Abou-Shaleh, 2010)


(66)

44

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain correlation study dengan pendekatancross-sectional. Desaincorrelation studyadalah penelitian yang menghubungkan vaiabel yang satu dengan yang lainnya, selanjutnya mengujinya secara statistik (uji hipotesis) atau dikenal dengan uji korelasi yang menghasilkan koefisin korelasi (Swarjana, 2012). Pendekatan cross-sectional adalah penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan data bahwa dari 208 lansia terdapat 60 lansia mengalami psikotik, peneliti juga menemukan beberapa lansia yang menunjukan trias depresi yaitu menyendiri, hilang minat, dan afek sedih. Alasan lain karena belum pernah diadakan penelitian yang sama sebelumnya di Panti Sosia Tresna Werda (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.


(67)

2. Waktu penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2015, dimulai dari penapisan (screening), pengambilan data sampai dengan penyusunan hasil.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah serumpun/sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian (Siregar, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 03 Jakarta Selatan dengan jumlah 208 lansia binaan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Pada penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eklusi, kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut digunakan (Hidayat, 2010). Peneliti menggunakan beberapa kriteria inklusi dan ekslusi pada populasi yang akan digunakan untuk memilih responden dalam penelitian ini.

a. Kriteria inklusi:

1) Warga binaan sosial (WBS) dimulai dari kategorimiddle age (45-59 tahun) hingga kategorivery old(diatas 90 tahun)

2) Lansia yang bersedia menjadi responden. 3) Lansia yang beragama Islam.


(68)

46

5) Lansia yang dapat berkomunikasi dengan baik. 6) Lansia yang menetap di PSTW Budi Mulia 03

7) Lansia yang tidak dikunjungi keluarga minimal sejak 1 bulan yang lalu.

b. Kriteria ekslusi:

1) Lansia yang tidak kooperatif.

2) Lansia yang sedang menjalani terapi depresi.

3) Lansia yang sedang mengkonsumsi obat golongan steroid. 4) Lansia yang sedang menderita penyakit kronis.

5) Lansia yang mengikuti lebih dari 4 jenis aktifitas yang diselenggarakan panti sejak 1 minggu yang lalu.

6) Lansia yang memiliki sumber pendapatan sendiri selain dari PSTW Budi Mulia 03.

D. Besar Sampel

Penentuan besar kecilnya sampel yang diambil sangatlah relatif, salah satu ukurannya adalah berdasarkan keragaman populasi (Eriyanto, 2007). Ukuran sampel yang dapat diterima akan sangat bergantung pada jenis penelitiannya, ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan untuk metode deskriptif-korelasional yaitu minimal 30 subyek (Gay & Diehl, 1992 dalam Umar, 2011) maka untuk keperluan penelitian ini dibutuhkan sampel sebanyak 30 orang responden.


(69)

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari proses yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi (Hidayat, 2010). Teknik pengambilan sampel pada penellitian ini menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan strata, random ataupun daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel penelitian ini disesuaikan dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan oleh peneliti.

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian berdasarkan langkah pada rancangan penelitian dan teknik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2008). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2015, dimulai dengan melakukan observasi dan pendataan terhadap para lansia yang memiliki kebiasaan salat berjamaah. Selanjutnya lansia tersebut diminta untuk mengisi pertanyaan pada form demografi yang juga bertujuan untuk screening responden, setelah itu dilakukan pemeriksaan rekam medis pada lansia calon responden untuk melihat status kesehatan dan riwayat konsumsi obat. Akhirnya dipilihlah 30 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi untuk menjadi responden penelitian, selanjutnya 30 lansia yang menjadi responden penelitian diminta untuk mengisi kuesioner salat


(70)

48

berjamaah dan kuesioner depresi, setelah data terkumpul lengkap berupa kuesioner salat berjamaah dan kuesioner depresi selanjutnya dilakukan penyusunan hasil.

G. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data adalah cara untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian dengan metode tertentu sesuai dengan tujuannya, antara lain dengan cara wawancara, observasi, kuesioner atau angket, dan dokumenter (Gulo, 2010). Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket yang berisi beberapa pertanyaan (Hidayat, 2010).

1. Instrumen Penelitian

Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan untuk mendapatkan data mengenai hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi pada lansia.

a. Kuesioner Demografi

Kuesioner demografi bertujuan untuk screening beberapa variabel confounding serta mengetahui karakteristik lansia meliputi identitas diri ( usia, jenis kelamin, dan pendidikan lansia).

b. Kuesioner Salat Berjamaah

Kuesioner salat berjamaah dibuat oleh peneliti dengan tujuan untuk mengidentifikasi aspek keteraturan, waktu, tempat dan interaksi responden salat berjamaah. Kuesioner ini terdiri dari 15 pernyataan dengan skala Likert.


(71)

Tabel 4.1 Skor Skala Likert Pernyataan favorable Nilai

Selalu 4

Sering 3

Kadang 2

Jarang 1

Tidak pernah 0

Tabel 4.2

Distribusi Pernyataan Kuesioner Salat Berjamaah

Aspek Nomor Item Jumlah

Keteraturan 7, 8, 11 3

Waktu 1, 4 2

Tempat 2, 3, 5, 6 4

Interaksi 9, 10, 12, 13, 14, 15 6 Jumlah Item Soal 15

Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai tertinggi dari kuesioner salat berjamaah adalah enam puluh (60) dan nilai terendah adalah nol (0), adapun skala ukur yang digunakan pada variabel ini adalah skala ordinal.

c. Kuesioner Depresi.

Kuesioner depresi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat depresi responden berdasarkan penghitungan jumlah skor dari kuesioner yang diisi. Kuesioner yang dipergunakan adalah kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) yang merupakan kuesioner baku berupa 30 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman. Skor 0-9 menunjukan responden tidak depresi, skor 10-19 menunjukan responden mengalami depresi ringan, skor 20-30


(72)

50

menunjukan responden mengalami depresi berat (Yesavage, 1983 dalam Abou-Shaleh, 2010). Geriatric Depression Scale (GDS) Yesavage mempunyai nilai reliabilitas alpha cronbrach sebesar 0,94 dan validitas korelasi produk momen sebesar r = 0,82 (McDowell & Newell, 1996 dalam Trisnapati, 2012). Geriatric Depression Scale (GDS) versi panjang telah diuji penggunaannya pada lingkungan institusi Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW) dengan hasil validitas alpha cronbach sebesar 0,819. Hasil ini menyatakan bahwa penelitian dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) layak dilakukan karena cocok dan valid digunakan untuk menilai tingkat depresi pada lansia di institusi panti (Sari, 2012).

H. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Herlanti (2014) mengatakan instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat, yaitu valid dan reliabel agar kesimpulan yang ditarik sesuai dengan fakta. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ini hanya dilakukan terhadap kuesioner salat berjamaah yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 01 Cipayung. Tempat ini dipilih karena memiliki kesamaan karakteristik dengan tempat pelaksanaan penelitian. Pengujian instrumen penelitian dilakukan terhadap 30% lansia dari jumlah total 30 responden lansia yang dibutuhkan dalam penelitian.

Uji validitas dilakukan untuk menunjukan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Instrumen penelitian dikatakan valid jika koefisien korelasi product moment > r-tabel (α ; n – 2) n = jumlah


(73)

sampel. Sedangkan uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukuran yang sama pula. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran internal consistency salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknik alpha cronbachdimana instrumen penelitian dinyatakan reliabel apabila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6 (Siregar, 2013).

a. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner salat berjamaah

Pengujian kuesioner salat berjamaah dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi product moment dan penghitungan nilai alpha cronbach dengan menggunakan program SPSS serta dengan meminta seorang ahli untuk melakukan validity content terhadap item pernyataan kuesioner.

Jumlah pernyataan dalam kuesioner salat berjamaah ini adalah 15 item pernyataan, berikut ini adalah distribusi item pernyataan kuesioner salat berjamaah sebelum dilakukanvalidity contentoleh ahli.

Tabel 4.3

Distribusi Pernyataan Kuesioner Salat Berjamaah Sebelum Dilakukan Validity Contentoleh Ahli

Aspek Nomor Item Jumlah

Keteraturan 7, 8,11 3

Waktu 1, 4 2

Tempat 2, 3, 5, 6 4

Interaksi 9,10, 12,13, 14, 15 6

Jumlah Item Soal 15 *Item pernyataan valid biberi tanda tebal (Bold)


(74)

52

Item pernyataan kuesioner salat berjamaah dinilai valid apabila hasil koefisien korelasi product moment > r-tabel yaitu 0,754 dan dinyatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach> 0,6. Hasil pengolahan data dengan menggunakan SPSS menunjukan nilai alpha cronbach sebesar 0,778 artinya instrumen dinilai reliabel dengan jumlah item valid sebanyak 10 pernyataan. Uji validity contentkemudian dilakukan seorang ahli terhadap item pernyataan kuesioner salat berjamaah disebabkan setelah dilakukan uji validitas dinilai jumlah item pernyataan yang valid belum mewakili aspek yang ingin diukur. Berikut ini adalah distribusi item pernyataan kuesioner salat berjamaah setelah dilakukanvalidity contentoleh ahli.

Tabel 4.4

Distribusi Pernyataan Kuesioner Salat Berjamaah Setelah Ddilakukan Validity Contentoleh Ahli

Aspek Nomor Item Jumlah

Keteraturan 1, 2, 3 3

Frekuensi 4, 5, 6, 7, 8 5

Waktu 9, 10, 11 3

Tempat 12, 13, 14, 15 4

Interaksi 16, 17, 18, 19, 20 5

Jumlah Item Soal 20

Setelah diakukan validity content oleh ahli jumlah item pernyataan bertambah menjadi 20 item pernyataan, hal ini disebabkan perbaikan item pernyataan yang belum valid dan penambahan aspek frekuensi pada kuesioner salat berjamaah.


(75)

I. Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian atau langkah penelitian merupakan proses sistematis yang harus dilakukan peneliti dalam sebuah aktivitas penelitian, hal inilah yang menjadi penanda bahwa sebuah penelitian adalah penelitian ilmiah (Juliandi dkk, 2014), Tahapan penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proposal penelitian mendapatkan persetujuan dari pembimbing skripsi dilanjutkan dengan membuat surat permohonan ijin penelitian serta permohonan ijin uji validitas dan reliabilitas kuesioner salat berjamaah. Permohonan ijin penelitian dibuat di bagian admnistrasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang ditujukan pada kepala Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan sebagai lokasi penelitian, sedangkan permohonan ijin lokasi uji validitas dan reliabilitas dibuat dibagian administrasi FKIK dan PSIK UIN Syarif Hidayatullah yang ditujukan pada kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Provinsi DKI Jakarta dan kepala Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 01 Cipayung.

2. Peneliti kemudian mendapatkan ijin untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner salat berjamaah. Peneliti melakukan observasi lansia yang berpotensi untuk menjadi calon responden dan memeriksa rekam medis calon responden hingga didapatkanlah lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi untuk dijadikan sebagai responden uji validitas dan reliabilitas kuesioner.


(76)

54

3. Peneliti kemudian menjelaskan maksud, tujuan, dan manfaat penelitian disertai dengan permintaan persetujuan kepada lansia untuk menjadi responden uji validitas dan reliabilitas kuesioner.

4. Peneliti meminta lansia calon responden untuk mengisi kuesioner salat berjamaah, sedangkan bagi lansia yang tidak dapat mengisi secara mandiri kuesioner dikarenakan memiliki keterbatasan penglihatan ataupun tuna aksara maka peneliti membantu pengisian kuesioner sesuai dengan jawaban lansia. Setelah semua kuesioner telah terisi maka kuesioner dikumpulkan dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan program SPSS.

5. Peneliti kemudian melakukanvalidity contentkepada seorang yang ahli, hingga didapatkanlah kuesioner salat berjamaah yang siap untuk digunakan pada penelitian sesungguhnya.

6. Peneliti melakukan observasi lansia yang berpotensi untuk menjadi calon responden dan memeriksa rekam medis calon responden, hingga didapatkanlah lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi untuk dijadikan sebagai responden penelitian.

7. Calon responden diminta untuk mengisi kuesioner demografi sebagai langkah untuk mengetahui demografi calon responden juga sebagai langkahscreeningresponden.

8. Peneliti memilih calon responden dengan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi yang telah ditentukan.


(1)

Lampiran 6 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER SALAT


(2)

(3)

ANALISIS UNIVARIAT Distribusi Karakteristik Responden

Statistics

jenis kelamin

usia pendidikan terakhir

N Valid 30 30 30

Missing 0 0 0

Mean 1,77 2,07 1,57

Median 2,00 2,00 1,00

Std. Deviation ,430 ,828 1,040

Variance ,185 ,685 1,082

Skewness -1,328 ,262 1,978

Std. Error of

Skewness ,427 ,427 ,427

Kurtosis -,257 -,590 3,515

Std. Error of

Kurtosis ,833 ,833 ,833

Minimum 1 1 1

Maximum 2 4 5

jenis kelamin Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

laki-laki 7 23,3 23,3 23,3

wanita 23 76,7 76,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

usia Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

46-59 8 26,7 26,7 26,7

60-74 13 43,3 43,3 70,0

75-90 8 26,7 26,7 96,7

>90 1 3,3 3,3 100,0


(4)

Frequenc y

Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak

sekolah 21 70,0 70,0 70,0

SD 4 13,3 13,3 83,3

SMP 3 10,0 10,0 93,3

SMA 1 3,3 3,3 96,7

PT 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Distribusi Skor Salat Berjamaah

Statistics salat berjamaah

N Valid 30

Missing 0

Mean 66,77

Std. Deviation 8,877

Minimum 42

Maximum 78

Salat Berjamaah Frequenc y

Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

42 1 3,3 3,3 3,3

45 1 3,3 3,3 6,7

49 1 3,3 3,3 10,0

60 1 3,3 3,3 13,3

61 2 6,7 6,7 20,0

62 2 6,7 6,7 26,7

63 2 6,7 6,7 33,3

66 1 3,3 3,3 36,7

68 3 10,0 10,0 46,7


(5)

Depresi

Frequenc y

Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

3 1 3,3 3,3 3,3

4 4 13,3 13,3 16,7

5 3 10,0 10,0 26,7

6 7 23,3 23,3 50,0

7 3 10,0 10,0 60,0

8 3 10,0 10,0 70,0

9 3 10,0 10,0 80,0

10 1 3,3 3,3 83,3

14 3 10,0 10,0 93,3

16 1 3,3 3,3 96,7

19 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0 Tingkat Depresi

Frequenc y

Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid tidak depresi 24 80,0 80,0 80,0

71 3 10,0 10,0 66,7

73 3 10,0 10,0 76,7

74 4 13,3 13,3 90,0

76 2 6,7 6,7 96,7

78 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0 Distribusi skor Depresi

Depresi

N Valid 30

Missing 0

Mean 7,83

Std. Deviation 3,922

Minimum 3


(6)

ringan

Total 30 100,0 100,0

Nilai Salat Berjamaah Frequenc y

Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid

buruk 11 36,7 36,7 36,7

Baik 19 63,3 63,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

ANALISIS BIVARIAT Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. shalat

berjama'ah ,189 30 ,008 ,860 30 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Hubungan salat berjamaah dengan tingkat depresi Correlations

salat berjamaah

depresi

Spearman's rho

salat berjamaah

Correlation

Coefficient 1,000 -,657

**

Sig. (2-tailed) . ,000

N 30 30

depresi

Correlation

Coefficient -,657

** 1,000

Sig. (2-tailed) ,000 .

N 30 30