Pembahasan Karakteristik Dasar PEMBAHASAN

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Karakteristik Dasar

Data deskriptif pada penelitian ini dapat digambarkan dari data yang diperoleh diantaranya yaitu: 62 orang sampel yang dipilih secara simple random sampling ditemukan perbedaan angka prevalensi antara dispepsia fungsional dengan dispepsia organik pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar yaitu sebesar 43,50 pada dispepsia fungsional dan 56,50 pada dispepsia organik. Angka ini serupa dengan data penelitian yang dilakukan oleh Kumar dkk, yang menemukan perbedaan prevalensi dispepsia fungsional dengan dispepsia organik di Mumbai India sebesar 34,2 dan 65,80 Kumar dkk, 2012, bahkan penelitian yang dilakukan oleh Nwokediuko dkk, di Nigeria menemukan angka prevalensi dispepsia fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan dispepsia organik yaitu sebesar 64,90 Nwokediuko dkk, 2012. Meningkatkan angka prevalensi dispepsia fungsional pada beberapa penelitian mungkin berkaitan dengan stresor psikososial. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Cheng dkk, didapatkan derajat stresor psikososial berhubungan bermakna pada penderita dispepsia fungsional. Semakin banyak stresor psikososial yang dialami, semakin tinggi sindrom dispepsia yang menyertai penderita dispepsia fungsional. Adapun stresor psikososial pada dispepsia fungsional terbanyak ditemukan berturut – turut adalah masalah pekerjaan 47,5 , masalah hubungan suamiistri 22,5 , masalah anak 17,5 dan masalah hubungan antar manusia 12,5 Cheng dkk, 2005. Dilihat dari proporsi umur dengan menggunakan rerata ± SD, didapatkan pada dispepsia fungsional yaitu: 48,29 ± 14,525, dan 53,66 ± 14,838 pada dispepsia organik. Angka yang diperoleh ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahadeva Lee di Mumbai India, didapatkan angka prevalensi menurut umur pada dispepsia fungsional maupun organik ˃ 40 tahun, kemungkinan hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor ketahanan tubuh itu sendiri, bertambahnya umur seseorang maka semakin rentan terhadap kejadian penyakit Mahadeva Lee, 2006. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada dispepsia fungsional jenis kelamin perempuan mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 55,60, berbanding terbalik dengan dispepsia organik dimana prevalensi jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 71,40. Angka ini mirip dengan angka yang diperoleh oleh Widya dkk, dimana perbandingan jenis kelamin perempuan : laki-laki pada dispepsia fungsional adalah 2 : 1, sedangkan pada dispepsia organik perbandingan jenis kelamin perempuan : laki-laki adalah 1 : 2 Widya dkk, 2015 atau data yang diperoleh pada tahun 2009 pada pemeriksaan endoskopi yang dilakukan di bagian Endoskopi RS Wahidin Sudiro Husodo, ditemukan dispepsia organik lebih banyak pada laki-laki sedangkan dispepsia fungsional lebih banyak pada wanita Tenri dkk, 2011. Tingginya prevalensi dispepsia fungsional pada perempuan, hal ini karena pada perempuan lebih rentan untuk mengalami stres, pola makan sering tidak teratur dan pada wanita sering menjalankan program diit yang salah, menggunakan obat-obat pelangsing yang justru membuat produksi asam lambung terganggu. Diit ketat dengan hanya mengonsumsi buah-buahan atau sayuran, akan menimbulkan gangguan pencernaan, atau pada perempuan yang mengalami kehamilan trimester pertama, sering mengalami gejala yang mirip dispepsia Widya dkk, 2015, atau penelitian yang dilakukan oleh Farejo dkk, mengatakan bahwa perempuan memiliki ekspektasi yang berbeda terhadap perasaan tidak nyaman ketika mengalami gejala seperti perut kembung atau nyeri perut, hal ini karena penyakit ini dianggap subjek sensitif dan kondisi memalukan yang mungkin lebih sulit bagi perempuan untuk mengatasi daripada laki-laki, sehingga perempuan lebih sering datang kontrol ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keluhannya ini Farejo dkk, 2007. Sedangkan angka prevalensi dispepsia organik lebih tinggi didapatkan pada laki-laki, hal ini berkaitan dengan pola hidup yang cenderung tidak sehat dibandingkan dengan perempuan seperti misalnya: kebiasaan merokok, konsumsi kafein kopi, alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi softdrink , makanan yang menghasilkan gas tape, nangka, durian, atau konsumsi obat-obat tertentu Nwokediuko dkk, 2012. Berdasarkan proporsi tertinggi jenis pekerjaan didapatkan 51,90 adalah bekerja pada kelompok dispepsia fungsional dan sebesar 71,40 tidak bekerja pada kelompok dispepsia organik. Angka ini mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng dkk, bahwa dispepsia fungsional lebih banyak ditemukan pada orang yang bekerja di kantoran. Dalam penelitian tersebut disimpulkan semakin tinggi beban kerja, lama jam kerja, dan posisi jabatan yang semakin tinggi maka kejadian untuk menderita dispepsia fungsional akan semakin tinggi Cheng dkk, 2011. Sedangkan pada dispepsia organik lebih banyak tidak bekerja, ini sesuai dengan penelitian Tenri dkk, yang mengatakan pada dispepsia organik lebih banyak berhubungan dengan faktor usia, penyakit yang bersifat kronis atau berulang dan faktor ketahanan tubuh yang semakin menurun dengan bertambahnya usia Tenri dkk, 2011. Dilihat dari proporsi kecemasan yang dialami oleh kedua kelompok pada penelitian ini ditemukan secara statistik ada perbedaan secara signifikan p 0,05. 44,40 pada kelompok dispepsia fungsional mengalami kecemasan, dan berbeda dengan kelompok dispepsia organik didapatkan sebesar 97,10 tidak mengalami kecemasan. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Daniela dkk, menunjukkan bahwa ada hubungan antara dispepsia organik dan dispepsia fungsional dengan kecemasan dimana 25 dari penderita ulkus duodenal, 31,2 pasien dispepsia fungsional ditemukan gangguan jiwa dalam bentuk kecemasan. Pada Penelitian tersebut disimpulkan bahwa pasien dispepsia ada hubungannya dengan kecemasan dimana dispepsia fungsional lebih tinggi tingkat kecemasannya dibandingkan pasien dispepsia organik Daniela dkk, 2012, ataupun penelitian yang dilakukan oleh Pertti dkk, menemukan bahwa baik penderita dispepsia fungsional maupun dispepsia organik pernah mengalami kecemasan dengan tingkatan yang bervariasi dari ringan, sedang dan berat, dan disimpulkan penderita dispepsia fungsional lebih banyak mengalami kecemasan daripada dispepsia organik Pertti dkk, 2011. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ghoshal dkk, terdapat penemuan yang sangat berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian dispepsia organik dengan derajat kecemasan, ini membuktikan bahwa pada dispepsia organik murni penyebabnya bukan kecemasan tetapi kecemasan yang timbul akibat dari perjalanan penyakitnya, mungkin karena penderita merasa tidak pernah merasa sembuh dari penyakitnya, fakta ini menguatkan bila penderita dispepsia organik itu tidak ada satupun yang terbebas dari rasa cemas oleh karena keluhan atau gejala gastritis dan ulkus tersebut. Jadi disini faktor fisik dan psikis saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan Ghoshal dkk, 2011.

6.2. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis