dilakukan oleh Ghoshal dkk, terdapat penemuan yang sangat berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian dispepsia organik dengan derajat
kecemasan, ini membuktikan bahwa pada dispepsia organik murni penyebabnya bukan kecemasan tetapi kecemasan yang timbul akibat dari perjalanan
penyakitnya, mungkin karena penderita merasa tidak pernah merasa sembuh dari penyakitnya, fakta ini menguatkan bila penderita dispepsia organik itu tidak ada
satupun yang terbebas dari rasa cemas oleh karena keluhan atau gejala gastritis dan ulkus tersebut. Jadi disini faktor fisik dan psikis saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan Ghoshal dkk, 2011.
6.2. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Pengaruh
Neuroticism
dengan dispepsia fungsional menunjukkan bahwa dispepsia fungsional lebih mudah terjadi pada individu dengan kepribadian yang
pencemas, temperamental, mengasihi diri sendiri, emosional, dan retan terhadap gangguan stres. Sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional
merupakan cenderung lebih tenang, rileks, tidak emosional, memiliki daya tahan terhadap stres, merasa aman, dan puas atas diri sendiri. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa mereka yang mengalami dispepsia fungsional merupakan orang-orang yang memiliki sifat mudah khawatir, gugup, kemarahan, merasa
tidak aman, tidak mampu dan mudah panik, kurang kontrol diri, kerapuhan, sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional merupakan orang-
orang yang memiliki temparamental datar, puas akan diri sendiri dan tidak emosional Feist Feist, 2009.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Ambarwati pada penelitian kuantitatif dengan sampel 90 orang penderita
dispepsia fungsional dilakukan di RSCM dan beberapa klinik di Jakarta. Penelitian ini mempergunakan cara penyebaran angket yang diadaptasi dari
NEOP1-R buatan McCrae dan Costa 1990. Hasilnya ternyata trait
neuroticism
dan trait
extraversion
masing-masing memiliki pengaruh yang cukup kuat pada penderita dispepsia fungsional. Jika dibandingkan per subgrup dispepsia
fungsional terlihat kalau pasien-pasien dari subgrup
ulcer-like dyspepsia
serta
non-specific dyspepsia
cenderung lebih dipengaruhi trait
neuroticism
. Dan pasien- pasien pada subgrup
dysmotility-like dyspepsia
cenderung lebih dipengaruhi trait
extraversion
. Selanjutnya dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan cara
depth interview
dan observasi terlihat bahwa pengaruh trait
neuroticism
membuat penderita menjadi sosok yang selalu
worrying, emotional, insecure,
dan
inadequate
Ambarwati, 2005. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Chun dkk, pada 187
pasien rawat jalan 72,2 pasien wanita, usia rata-rata 42,6 tahun dengan dispepsia fungsional berdasarkan kriteria Roma III. Pasien diwawancarai dan
dievaluasi dengan
Brief Symptom Rating Scale,
dan hasilnya ternyata trait
neuroticism
berpengaruh secara signifikan dengan timbulnya dispepsia fungsional terutama pada sub group
postprandial distress syndrome
Chun dkk, 2009.
Penelitian yang berkaitan dengan terapi dilakukan oleh Tanum Malt menemukan pengaruh antara kepribadian dan respon terhadap pengobatan dengan
tetracyclic antidepressant
mianserin atau plasebo pada pasien dengan gangguan dispepsia fungsional pada 48 pasien dengan mengisi kuesioner
Buss-Durkee Hostility Inventory, Neuroticism Extroversion Openness -Personality Inventory
NEO-PI, and Eysenck Personality Questionnaire EPQ, neuroticism + lie subscales
secara komplit. Hasilnya skor level rendah
neuroticism
dengan pengobatan dengan obat
tetracyclic antidepressant
mianserin pada pasien dispepsia fungsional mempunyai efek terapi yang lebih baik dibandingkan dengan
penderita dispepsia fungsional yang mempunyai skor level sedang sampai tinggi
neuroticism
Tanum malt, 2009. Penelitian yang dilakukan oleh Branka dkk, mendapatkan bahwa
pemeriksaan yang dilakukan pada 60 pasien dengan dispepsia fungsional kemudian diberikan kuesioner kepribadian
Eysenck
mengungkapkan bahwa kecemasan tetinggi ditemukan pada dispepsia fungsional dan memiliki skor
neuroticism
yang tinggi Branka dkk, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Guowen dkk, menemukan bahwa pasien
dengan dispepsia fungsional memiliki skor
neuroticism
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami dispepsia fungsional Guowen
dkk, 2009. Individu dengan skor tinggi pada
neuroticism
memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri
sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress sehingga cenderung mudah mengalami dispepsia fungsional. Sesuai dengan teori S. Freud
pada psikoanalitik klasik yaitu: teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu :
consciousness
alam sadar,
preconsciousness
ambang
sadar dan
unconsciousness
alam bawah sadar. Konflik yang terjadi pada masa awal-awal kehidupan, sangat berperan terbentuknya kepribadian seseorang setelah
dewasa. Semua konflik-konflik yang terjadi pada fase tersebut akan terrepresi atau tersimpan ke alam bawah sadar atau
unconscious.
Apabila timbul konflik saat dewasa, energi negatif yang tersimpan di alam bawah sadar pada awal kehidupan
akan muncul dalam bentuk suatu demensi kepribadian tertentu. Pada kepribadian cemas
neuroticism
konflik-konflik yang tersimpan di alam bawah sadar akan dimunculkan ke alam sadar dalam bentuk gejala-gejala konversi sebagai bentuk
mekanisme pembelaan diri. Gejala-gejala konversi bila berlangsung berulang kali akan muncul keluhan-keluhan fisik dalam wujud
Somatisasi,
salah satunya dispepsia fungsional Oldham dkk, 2009.
Penelitian lain memperoleh hasil bahwa ditemukan ada pengaruh antara dimensi
extraversion
terhadap dispepsia fungsional. Makin rendah skor dimensi
extraversion
maka semakin tinggi risiko mengalami dispepsia fungsional. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cano dkk, yang
mendapatkan bahwa skor
extraversion
yang rendah berpengaruh dengan dispepsia fungsional. Individu dengan
extraversion
yang rendah tidak bisa menikmati hidup, tidak bisa fokus pada pekerjaan, merasa tidak bertujuan dalam hidup, kadang-
kadang disebabkan oleh perasaan negatif, seperti suasana hati yang rendah, kekecewaan, kecemasan, dan depresi. Di sisi lain, dispepsia fungsional
menyebabkan diri ketidakpuasan dan menodai diri. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pasien menganggap dispepsia disebabkan karena kegiatan yang dia
lakukan. Individu dengan dispepsia memiliki hubungan sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan individu normal Cano dkk, 2006.
Penelitian yang dilakukan oleh Tobon dkk, menemukan bahwa individu dengan dispepsia fungsional memiliki skor
neuroticism
yang tinggi, skor
extraversion
,
openness
,
agreeableness
dan
conscientiousness
yang rendah. Penelitian ini mendapatkan
conscientiousness
yang rendah hanya berpengaruh secara
indirect
terhadap dispepsia fungsional Tobon dkk, 2013. Hal ini mungkin disebabkan karena individu yang memiliki skor rendah dalam
concienstiousness
cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya sehingga mudah
mengalami stress Tobon dkk, 2013. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa ditemukan pengaruh yang kurang
signifikan antara dimensi
agreeableness
terhadap dispepsia fungsional. Makin rendah skor dimensi
agreeableness
maka semakin tinggi risiko mengalami dispepsia fungsional. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada,
dimana orang dengan skor
agreeableness
yang rendah cenderung argumentatif, tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan lebih mungkin
mengalami dispepsia fungsional. Individu dengan tingkat
agreeableness
yang rendah cenderung suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung,
cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif Cloninger, 2012.
Pada penelitian ini
openness
ditemukan berpengaruh yang kecil dengan terjadinya dispepsia fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Openness
digambarkan dengan individu yang bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah
bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu
dengan tingkat
openness
yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Individu
seperti ini akan cenderung mengalami dispepsia fungsional Cloninger, 2012.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN